Tentang
DISUSUN OLEH
ELLA GIA DEWI ( EIM016019)
PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS MATARAM
2017
A. Pengertian Kompetensi Profesional Guru
1. Kompetensi
Kompetensi secara umum merupakan bagian dari kepribadian individu yang
relatif dan stabil, dan dapat dilihat serta diukur dari perilaku individu yang
bersangkutan, di tempat kerja atau dalam berbagai situasi.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan.
Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif
maupun yang kuantitatif.
2. Profesional
Profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu
dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.
Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan
suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang
menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar
hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Profesional adalah :
Profesional itu adalah seseorang yang memiliki 3 hal pokok dalam dirinya,
Skill, Knowledge, dan Attitude! Skill disini berarti adalah seseorang itu benar-
benar ahli di bidangnya. Knowledge, tak hanya ahli di bidangnya..tapi ia juga
menguasai, minimal tahu dan berwawasan tentang ilmu2 lain yang berhubungan
dengan bidangnya.Dan yang terakhir Attitude, bukan hanya pintar dan cerdas…tapi
dia juga punya etika yang diterapkan dalam bidangnya.
3. Kompetensi Professional
Kompetensi profesional adalah kemampuan menguasai materi pelajaran secara
luas dan mendalam. Dalam upaya mengarahkan siswa untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan dalam kurikulum guru perlu menentukan materi pelajaran
yang tepat. Materi pelajaran yang hendak disajikan harus dikuasi dengan sungguh-
sungguh keluasan dan kedalamannya oleh guru sehingga guru dapat
mengorganisasikannya dengan tepat baik dari segi kompleksitasnya (dari yang
mudah kepada yang sulit, dari yang konkret kepada yang kompleks) maupun dari
segi keterkaitannya (dari yang harus lebih awal muncul sebagai dasar bagi bagian
berikutnya). Bahan pelajaran yang diorganisasikan dengan tepat selain
memudahkan guru dalam menyajikannya, juga dapat memudahkan siswa untuk
memilikinya. Guru yang kurang menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dapat
berakibat patal, baik terhadap rasa percaya dirinya, kewibawaannya, kepercayaan
siswa dan tentunya terhadap hasil pembelajaran.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang
profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi
profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru
dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi.
Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan
sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum,
dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-
sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan
“pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana
guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan,
guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya.
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan nanti. Pembetukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon
guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal
media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya.
Dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan,
guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya.
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan nanti. Pembetukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon
guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara
informal media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi
lainnya.
1. Pengertian Radikalisme
C. CONTOH KASUS
Anak-anak di sekolah tingkat dasar dan menengah bahkan taman kanak-kanak berisiko
terpapar ajaran intoleransi dan radikalisme, seperti ditunjukan sejumlah penelitian.
Kekhawatiran juga itu disampaikan oleh sejumlah orang tua kepada BBC Indonesia.
“Suatu hari saya lagi mengobrol sama dia, terus dia lihat film di TV, dia bilang sama aku itu
orang Islam lagi memerangi orang kafir lho. Kafir itu apa saya pengen ngetes. (Dia jawab)
Kafir itu orang yang bukan Islam. Saya terus terang deg, bapaknya juga kaget."
Tyas (39) seorang ibu dari anak yang belajar di sekolah dasar di kawasan Jabodetabek
mengungkapkan kekhawatiran tentang pelajaran agama di sekolah.
“Kamu tahu dari siapa? Dia bilang dari pak guru di sekolah katanya. Jadi kekhawatiran kami
itu keluarga kami tidak mayoritas Muslim, menurut saya berdampak tidak baik sama anak
saya, takutnya reluctant dengan perbedaan karena di keluarganya juga ada yang begitu.”
Orang tua lain, Mira Siregar, langsung memindahkan anaknya dari sebuah sekolah swasta di
Jakarta, setelah mengetahui sekolah memutarkan film tentang perang Palestina untuk murid-
muridnya.
"Ketika itu kelas dua, dan saya langsung memindahkan anak saya ke sekolah lain begitu naik
kelas tiga, saya sangat khawatir itu 'kan masalah kekerasan, ada kaitan dengan ideologi juga,
dan tidak layak dilihat oleh anak-anak," jelas Mira.
Ajaran kekerasan pernah ditemukan oleh organisasi sayap pemuda Nahdlatul Ulama, GP
Ansor, yang menyebut beberapa jilid buku pelajaran siswa Taman Kanak-kanak (TK)
berjudul Anak Islam Suka Membaca, mengajarkan radikalisme dan memuat kata-kata 'jihad',
'bantai', dan 'bom'.
Akhirnya buku itu pun ditarik setelah menimbulkan kritikan gencar dari masyarakat.
Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra mengungkapkan paham
radikal -yang menganggap pemahamannya paling benar- juga telah menyusup ke sekolah
menengah melalui guru.
“Saya mengalami sendiri. Putri saya sekolah di sebuah sekolah yang bagus, elite, cukup
mahal di Jakarta selatan. Ada satu atau dua gurunya yang kalau mengajar suka menyisipkan
pesan-pesan ajaran salafi, yang berpikir hitam putih, atau mengajarkan paham-paham yang
kelihatan proradikalisme untuk mengubah keadaan," kata Azyumardi.
"Cuma, saya tidak tahu berapa banyak murid yang bisa terpengaruh,” katanya.
Kebijakan sekolah
Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof Dr
Bambang Pranowo, yang juga guru besar sosiologi Islam di UIN Jakarta, pada Oktober 2010
hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal.
Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi.
Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.
Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3%
siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom.
Peneliti Maarif Institute, Abdullah Darraz, mengatakan melemahnya nilai Pancasila dan
kebangsaan di sekolah berbanding lurus dengan maraknya radikalisme itu.
"Institusi sekolah ini dalam pandangan kami itu dari aspek sisi kebijakan, proses
pembelajaran di kelas dan proses eskrakulikuler yang membuat radikalisme itu menguat di
sekolah negeri. Ada sekolah yang terlalu permisif yang membolehkan kelompok radikal
masuk situ, itu mengatasnamakan bimbingan belajar dan konseling," jelas Darraz.
Selain itu, menurut Darraz yang melakukan penelitian di Garut Jawa Barat, lingkungan
keluarga juga berpengaruh karena sering kali orang tua membiarkan anak-anaknya mengikuti
kelompok radikal, daripada anaknya terlibat tawuran atau narkoba.
Lagu nasional
Image caption Anies Baswedan mengatakan sekolah wajib untuk menyanyikan lagu
nasional dan upacara bendera.
Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, beberapa tahun lalu sebuah yayasan pendidikan
pernah memecat 13 guru karena mengajarkan paham radikal, seperti dijelaskan Ketua
Yayasan Assalamah Ungaran, Husein Abdullah.
"Memberikan pelajaran agama yang tidak sesuai syariat yang kami anut, mereka ini tidak
sesuai dengan Syafi’i, mengajarkan tak boleh tahlil, ziarah kubur, ini bapak-bapak kamu
kalau tahlil itu salah dalam tanda kutip sekarang orang berbicara dengan istilah wahabi itu,
mereka tak mau upacara bendera hari Senin, tak mau menyanyikan Indonesia Raya, setelah
mereka masuk itu tidak ada," jelas Husein.
Sekolah, guru, yang menolak menyanyikan lagu Indonesia Raya, atau sekolah atau guru
yang tidak mau menyanyikan lagu bernuasa kebangsaan itu, maka mereka dapat
sanksi, sejauh ini belum ada."Anies Baswedan
Menurut dia, setelah peristiwa itu pengawasan terhadap sekolah asuhan Yayasannya ini
dilakukan dengan lebih ketat.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan kebudayan, Anies Baswedan, mengatakan upaya
pencegahan radikalisme di sekolah dilakukan antara lain dengan mewajibkan sekolah-sekolah
untuk menyanyikan lagu nasional atau daerah di awal dan akhir proses belajar mengajar.
“Sekolah guru yang menolak menyanyikan lagu Indonesia Raya, atau sekolah atau guru yang
tidak mau menyanyikan lagu bernuasa kebangsaan itu, maka mereka dapat sanksi, sejauh ini
belum ada," jelas Anies.
Selain itu, Kemendikbud juga mewajibkan murid untuk membaca buku sebelum pelajaran
dimulai, untuk menumbuhkan cara berpikir kritis, karena dengan itu dapat menangkal paham
ekstremisme.
Sementara, Kementerian Agama ingin menambahkan materi tentang figur Nabi yang toleran
dan penganjur perdamaian dalam materi pelajaran sejarah Nabi Muhammad di sekolah-
sekolah.
Sementara itu, Azumardi mengatakan penyebaran paham radikal di kalangan murid sekolah
menengah ini ini harus segera disikapi pemerintah.
“Karena itu saya berulang kali mengusulkan kepada Menteri Agama atau Mendikbud supaya
para guru ditatar dan diberikan sarasehan mengenai keislaman, keindonesiaan, kepanduan
atau integrasi antara keislaman dan keindonesiaan, " jelas Azyumardi.
Karena, menurut dia, para guru tidak memiliki perspektif yang jelas mengenai keindonesiaan
dan keislaman, yang sesungguhnya terintegrasi.
"Jadi tidak perlu dipertentangkan sebagai dua entitas yang bertentangan,” jelas Azyumardi.
Sementara Tyas, mengharapkan adanya standardisasi para guru, terutama guru agama, agar
memahami keberagaman.