Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Fenomena Guru Pemula

Guru yang profesional menjadi determinan utama proses pembelajaran yang


menyenangkan dan efektif. Hal ini sejalan dengan tugas utama guru, yaitu mendidik,
mengajar, menbimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan dapat menginisiasi tujuan pembelajaran
jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi,
kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik
tertentu. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, profesi guru
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,


dan akhlak mulia.

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas.

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan


dengan belajar sepanjang hayat.

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang


berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum dan
bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang
memenuhi kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara
efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru profesional adalah hasil ciptaan manusia (teacher is made) yang aktif pada
institusi penyedia, seperti lembaga pendidikan prajabatan dan dalam jabatan. Di Indonesia,
institusi tersebut dinamakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK atau
balai-balai penataran dan pusat-pusat pelatihan yang relevan. Ada faktor-faktor pembangun
guru profesional yang dibawa sejak lahir (teacher is born), seperti seni dan motivasi
mengajar, kapasitas verbal, kewibawaan, dan sejenisnya yang sudah diterima dalam
kesadaran sejarah serta merupakan realitas.

Bukti bahwa techer is made telah teruji secara empiris meskipun pembuktian itu sering
didasari atas kajian ex post facto, observasi, atau keluhan dari mulut ke mulut yang
dikemukakan oleh masyarakat seprofesi. Di Amerika misalnya, muncul keluhan bahwa guru-
guru baru umumnya jauh untuk disebut sebagai profesional. Dalam laporan yang ditulis
oleh The Association of Teacher Educator’s Commission on the Education of
Theacher (1991), direkomendasikan secara spesifik empat substansi utama restrukturisasi
pendidikan guru (restructuring the education of teacher), yaitu:

1. College-based teacher educators

2. School-based techer educators

3. State-agency-based techer educators

4. National, state, and local organization of proffesional educators

Rekomendasi ini dimuarakan kepada seluruh fase dan aspek-aspek pendidikan guru,
mulai dari rekrutmen dan seleksi, pendidikan persiapan prajabatan, penempatan sebagai
guru, pengembangan lebih lanjut, riset, dan akuntabilitas yang diperlukan. Rekomendasi ini
disusun oleh komisi itu setelah selama sekitar 18 bulan mengkaji secara intensif mengenai
faktor-faktor yang kompleks yang mempengaruhi kualiatas pendidikan guru, seperti mutu
pendidikan, persiapan yang tidak memadai, terbatasnya bantuan pada veteran guru,
keterbatasan sumber-sumber di kelas yang dapat diakses, dan pemahaman budaya setempat
sangat minimal.

Di Indonesia, pengadaan guru berbasis pada university-based. Pengalaman yang


bersifat school-based hanya dijalani oleh calon guru selama Praktik Pengalaman Lapangan
(PPL). Dengan demikian, calon guru yang dihasilkan lebih banyak pengalaman teoretis
daripada pengalaman praktis. Gagasan school-based ini pernah berkembang di Indonesia
berupa keinginan untuk merekomposisi kurikulum sekitas 60 persen praktik dan 40 persen
teori. Terlepas dari semua itu, substansi manajemen kelas seharusnya menjadi muatan yang
esensial untuk meningkatkan kinerja guru dalam menjalankan proses pembelajaran.
Pada saat ini, pemerintah melalui Mendiknas telah meluncurkan regulasi baru yang
dituangkan dalam Permendiknas No 27 Tahun 2010 tentang Program Induksi bagi Guru
Pemula terhitung tanggal 27 Oktober 2010. Peraturan ini menjadi payung hukum resmi
tentang penyelenggaraan Program Induksi bagi Guru Pemula di Indonesia. Peraturan ini
terdiri dari 14 pasal yang di dalamnya antara lain mengatur tentang
: tujuan, prinsip, dan teknis pelaksanaan penyelenggaraan program induksi secara
umum. Sistem induksi merupakan suatu sistem yang memberi kesempatan kepada guru
pemula untuk dapat memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai guru dengan bimbingan
dari seorang mentor. Kehadiran program induksi ini tampaknya semakin mempertegas
komitmen pemerintah untuk menata profesi guru, karena saat ini guru telah diyakini sebagai
tumpuan harapan utama dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Melalui
proses bimbingan selama mengikuti program induksi ini, diharapkan sejak awal para
guru sudah mampu membiasakan diri bekerja secara profesional.

Program Induksi dilaksanakan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi
guru profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran. Melalui program induksi
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu
pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru
pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
peserta didik, kondisi sekolah, dan lingkungannya. Selama masa induksi ini guru bersama
mentor melakukan diskusi dan perbaikan terhadap rencana-rencana pembelajaran yang
dikembangkan oleh guru pemula. Program induksi adalah semacam orientasi bagi guru
pemula untuk mengenal dan memahami tugas-tugasnya sebagai pendidik, dengan
mengedepankan pengenalan lingkungan dan siswa yang akan dihadapi. Program yang akan
diterapkan selama setahun tersebut melibatkan kepala sekolah maupun guru senior untuk
menjadi mentor saat guru pemula melakukan tugas pengajaran di kelas.

Kegiatan pengembangan sistem induksi dan penilaian kinerja bagi guru pemula ini
ditekankan pada dua hal, yaitu penyusunan kebijakan sistem induksi dan penilaian kinerja
guru pemula; serta penyusunan manual/modul induksi dan penilaian kinerja guru pemula.
Dengan naskah akademik dan kertas kerja yang dimiliki selanjutnya perlu diperkaya dengan
adanya berbagai masukan, ide, serta saran untuk mendudukkan konsep induksi ini ke dalam
khasanah “keIndonesiaan” demi suksesnya gagasan program induksi bagi para guru pemula
yang ditawarkan oleh Depdiknas. Dengan harapan semoga dapat semakin memperkokoh
penguasaan kompetensi bagi para guru yang bersangkutan. Melalui program induksi ini
diharapkan dapat terlahir guru-guru konstruktivis yang mampu membangun dan
mengembangkan segenap potensi yang dimiliki peserta didiknya.
Konsep induksi sebagai sebuah sistem perlu mendapatkan pemikiran yang luas
dari stakeholder pendidikan agar pada implementasinya dapat berjalan dengan baik.
Hadirnya kebijakan yang menaungi sistem ini diharapkan dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaan induksi. Selain kebijakan perlu pula dukungan modul agar memudahkan guru
pemula, kepala sekolah, pengawas sekolah, guru mentor, dan pihak lainnya untuk
memahami konsep induksi serta penilaiannya secara komprehensif.

Dapat disimpulkan bahwa program ini sebenarnya ingin menempatkan kembali


tanggung jawab guru senior, kepala sekolah, pengawas sekolah, bahkan kalangan birokrat
pendidikan dalam membina guru pemula. Guru pemula harus segera mendapatkan
perlakukan khusus dalam perjalanan pengabdiannya. Selama ini banyak terjadi dimana guru
senior merasa mendapatkan waktu istirahat dan bebas tanggung jawab mengajar ketika
datang guru pemula. Pada akhir masa induksi guru pemula akan dinilai kinerjanya oleh
kepala sekolah dan pengawas untuk menentukan kelayakan guru pemula tersebut. Hasil
penilaian ini akan mempengaruhi karir guru pemula tersebut. Dengan harapan akan
tercipta para guru pemula yang matang dan profesional yang mamapu melahikan generasi
baru yang cerdas dan hebat.

B. Program Induksi bagi Guru Pemula

1. Pengertian Program Induksi

Program induksi merupakan tahap penting dalam Pengembangan Profesi Berkelanjutan


(PPB) bagi seorang guru. Program Induksi Guru Pemula dapat juga dilaksanakan sebagai
Program Induksi Guru Pemula Berbasis Sekolah, karena itu pelaksanaan yang baik haruslah
sistematis dan terencana berdasarkan konsep kerjasama dan kemitraan diantara para guru
dalam pendekatan pembelajaran profesional.

Induksi merupakan proses pembelajaran professional yang berlangsung paling tidak


selama satu tahun dimana guru pemula belajar menyesuaikan diri dari pendidikan guru di
sekolah atau dari tempat kerja lain untuk menjadi guru baik sebagai guru tetap, guru
kontrak atau guru paruh waktu di sekolah. Induksi adalah proses pembelajaran untuk
menjadi guru dan pembelajaran tentang profesi guru serta merupakan proses perkembangan
kepribadian.

PIGP adalah kegiatan orientasi pelatihan di tempat kerja, pengembangan dan praktik
pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran/bimbingan dan konseling
bagi guru pemula pada sekolah/madrasah di tempat tugasnya.

2. Prinsip Program Induksi


Penyelenggaraan program induksi bagi guru pemula didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:

a. Profesional; penyelenggaraan program yang didasarkan pada kode etik


profesi, sesuai bidang tugas;

b. Kemitraan; menempatkan guru pemula dan pembimbing sebagai mitra sejajar;

c. Kesejawatan; penyelenggaraan atas dasar hubungan kerja dalam tim;

d. Mandiri; bekerja tanpa bergantung pada pihak lain;

e. Demokratis; menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi


dan kelompok;

f. Terbuka; proses dan hasil kerja diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan;

g. Fleksibel; menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan yang ada;

h. Partisipasif; melibatkan banyak pihak dalam pengambilan keputusan;

i. Akuntabel; penyelenggaraan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik;

j. Responsibel; penyelenggaraan bekerja sesuai dengan tupoksinya;

k. Sistemik, dilaksanakan secara teratur dan runut;

l. Berkelanjutan, dilakukan secara terus menerus dengan selalu mengadakan


perbaikan atas hasil sebelumnya;

Program induksi dilaksanakan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi
guru profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian program
induksi senantiasa dipantau dan dievaluasi agar dapat diperbaiki di masa depan. Pemantaun
dan evaluasi sebagai salah satu bagian proses penjaminan mutu pendidikan terutama dalam
pemenuhan standar kompetensi guru sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Selain itu, melalui program induksi diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu
pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru
pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
peserta didik, kondisi sekolah, dan lingkungannya

3. Dasar Hukum PIGP

a. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen , bagian V: tentang
Pembinaan dan Pengembangan, pada Pasal 32 dan 33.
b. Permenpaan No.16 Tahun 2009 tentang Jabatan fungsional Guru dan Angka
kredirnya, bagiaqn V tentang Pembinaan dan Pengembangan, pada pasal 30.

c. Permen Diknas No. 27 Tahun 2010 tentang Program Induksi bagi Guru Pemula.

4. Tujuan PIGP

a. Beradaptasi dengan iklim kerja dan budaya sekolah

b. Melaksanakanpekerjaannya sebagai guru profesional di sekolah

Program Induksi Guru Pemula didasarkan pada pemahaman bahwa:

a. Pembelajaran di tempat kerja merupakan unsur utama bagi perkembangan dan


pembelajaran professional guru pemula, Tahap ini juga berperan penting dalam
Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPB).

b. Pembelajaran professional melibatkan guru dan kelompok guru yang


mengembangkan praktek dan pemahaman baru tentang pekerjaan mereka.

c. Kerjasama dan dialog professional di sekolah dapat mendukung pembelajaran


professional, mengembangkan praktek reflektif dan memperkuat pendekatan
kolegalitas untuk perkembangan sekolah.

d. Pembelajaran professional guru merupakan landasan bagi perkembangan


sekolah dan peningkatan hasil belajar siswa serta peningkatan status profesi.

PIGP yang efektif adalah program yang:

a. Mengembangkan kompetensi professional guru pemula dalam mengajar

b. Menuntut peran kepala sekolah dan mentor untuk menciptakan hubungan yang
kuat, professional, dan positif dengan guru pemula serta pegawai sekolah lain

c. Didasarkan pada semangat kemitraan di sekolah dan PPB.

d. Mengintegrasikan refleksi dan evaluasi diri untuk guru pemula, mentor dan
kepala sekolah

e. Bersifat fleksibel dan mengalami peerubahan dalam perjalanan waktu untuk


menyesuaikan dengan kebutuhan yang muncul dari guru pemula

f. Menghubungkan guru pemula, mentor dan kepala sekolah dengan jaringan


seprofesi di sekolah lain
Yang akan membimbing Guru Pemula:

a. Guru pembimbing yang telah mendapatkan SK dari Kepala sekolah

b. Kepala Sekolah

c. Pengawas Sekolah

5. Tata Cara Pelaksanaan Guru Pemula

Bulan 1 : Praobservasi,Observasi dan Pascaobservasi

Bulan 2-9 : Penilaian oleh Pembimbing

Bulan 10-11 : Penenilaian Oleh Kepala Sekolah

Bulan 12 : Laporan PIGP Kategori Baik atau tidak Baik

Aturan Nilai:

91-100 : Amat Baik

76-90 : Baik

61-75 : Cukup

51-60 : Sedang

< 50 : Kurang

Nilai di atas 76 maka akan diterbitkan Sertifikat Guru Induksi Guru Pemula
oleh Dinas Pendidik. Jika Kurang nilai 76 maka akan diperpanjang 1 Tahun lagi.
Program PIGP dilaksanakan di sekolah selama 1 tahun.

6. Garis Besar PIGP

Tiap titik poin dalam kotak PIGPBS menunjukkan modul untuk pembelajaran
professional bagi guru pemula, kepala sekolah dan mentor. Program PIGP merupakan
kelanjutan dari proses pembelajaran di universitas (pendidikan guru pre-service) dan
Pendidikan Profesi Guru (PPG). Kepala sekolah harus melakukan analisis kebutuhan terhadap
guru pemula dan sekolah. Program induksim guru pemula berbasis sekolah hendaknya dapat
memenuhi kebutuhan individual guru pemula dengan memperhatikan aspek-aspek unik dan
khas dari sekolah. Proses assessmen bagi guru pemula meliputi observasi mengajar dan
pekerjaan lain yang terkait dengan pengajaran. Tahap 1 dilaksanakan dari bulan 2-9 pada
tahun pertama mengajar. Assessmen tahap 1 merupakan penilaian untuk pengembangan-
difokuskan pada penilaian untuk pembelajaran. Assessmen tahap 2 – penilaian untuk
pembelajaran. Penilaian tahap 2 (bulan 10-12) dapat dilaksanakan setelah dilaksanakannya
PIGP dan assessmen tahap-1. Pada assessmen tahap 2, kinerja guru dinilai berdasarkan
elemen kompetensi yang tercantum dalam Standar Guru (Regulasi menteri 16/2007). Kepala
sekolah harus membuat keputusan tentang kompetensi professional guru pemula setelah
dilaksanakan proses penilaian Tahap 2. Proses ini meliputi pembuatan laporan tertulis
secara formal tentang guru yang ditandatangai oleh guru pemula dan kepala sekolah.
Pengawas sekolah akan mengesahkan laporan tersebut setelah malakukan wawancara dan
observasi terhadap guru pemula pada waktu yang telah ditentukan (bulan 10-12).

7. Tugas dan Tanggung jawab Guru Pemula

Tugas dan tanggungjawab guru pemula dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
kegiatan minggu pertama, kegiatan awal, dan kegiatan pengelolaan kelas, yaitu :

a. Kegiatan Minggu Pertama

1) Guru pemula/ baru melapor kepada kepala sekolah, tetapi apabila guru
pemula/baru tersebut belum dapat bertemu dengan kepala sekolah, maka
harus melapor ke petugas administrasi atau kantor kepala sekolah dan
melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan sekolah.

2) Menemui mentor yang telah ditunjuk

3) Memastikan bahwa telah mengetahui jadwal sekolah dan waktu kerja.

4) Mendapatkan daftar siswa yang diajar.

5) Menyiapkan ruang kelas.

6) Memastikan siswa memiliki tempat duduk yang cukup

7) Mengatur tempat duduk siswa.

8) Mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk pengajaran (buku-buku,


kertas, alat-alat tulis).

9) Menyiapkan tata tertib kelas termasuk tata cara masuk dan keluar kelas.

10) Memahami kebijakan sekolah terkait dengan kesejahteraan dan pendisiplinan


siswa.

11) Meminta tolong pada staff/pegawai sekolah bila diperlukan.


12) Mengatur dan menyiapkan pelajaran sebelum hari mengajar dan menyiapkan
aktivitas tambahan yang mungkin diperlukan.

13) Bersikap fleksibel dan siap untuk melakukan perubahan.

Kegiatan pengelolaan kelas yang harus dilakukan adalah:

1) Memeriksa daftar siswa sesuai kehadrian.

2) Menjelaskan materi yang harus dimiliki siswa dan menanyakan ketentuan


sekolah tentang materi tersebut kepada kepala sekolah atau mentor
sebelumnya.

3) Menjelaskan tata tertib kelas kepada siswa, beberapa sekolah menggunakan


tata tertib yang dibuat oleh guru bersama dengan murid. Pada tahap ini
sebaiknya guru pemula menanyakan prosedur-prosedur yang berlaku di
sekolah dan meminta saran kepada mentor atau kepala sekolah.

4) Membuat siswa selalu aktif belajar, kumpulkan dan periksala pekerjaan siswa
seawal mungkin, jangan lupa memberikan masukan atas pekerjaan tersebut,
dengan cara demikian akan ingat nama-nama siswa.

Bila guru pemula/baru mulai bertugas dan menggantikan guru di sekolah


sementara kegiatan belajar semester itu telah berjalan maka guru pemula/baru
tersebut harus mengikuti jadwal sekolah yang telah ada. Dalam hal ini guru
pemula/baru tidak memiliki banyak waktu untuk menyesuaikan diri dan memahami
berbagai prosedur sekolah tersebut. Oleh karena itu sebaiknya selalu minta saran
dari mentor dan guru yang telah berpengalaman setiap kali Anda mendapat
kesulitan.

b. Kegiatan Minggu ke-2 dan Minggu Berikutnya

Bila guru pemula/baru tersebut adalah orang baru di masyarakat sekitar sekolah,
maka sebaiknya memahami secara umum tentang masyarakat itu serta tempat tinggal siswa.
Kehidupan anak di rumah memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembelajaran
mereka. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi siswa di rumah akan sangat
membantu guru pemula/baru dalam mengajar di sekolah. Sebaiknya guru pemula/baru juga
membicarakan dengan kepala sekolah dan mentor tentang masyarat lokal dan harapan guru
pemula/baru tersebut terhadap siswa di kelas. Karena guru pemula/baru merupakan
pendatang baru di sekolah, siswa terkadang “menguji” guru pemula/baru di kelas dengan
menanyakan/melakukan hal-hal tertentu baik terkait dengan pelajaran maupun tidak, maka
sebaiknya guru pemula/baru melakukan tindakan sebagai berikut:
a) menjelaskan harapan dan standard kerja siswa serta perilaku mereka, tuliskan
dan pajanglah peraturan yang telah disepakati bersama.

b) menjelaskan apa yang Anda harapkan dari siswa tentang kegiatan dan tugas-
tugas belajar siswa termasuk kegiatan membaca dan menulis.

c) menyiapkan sebaik-baiknya pelajaran yang diampu dan yang perlu diingat


adalah persiapan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
pembelajaran.

d) memastikan tahu nama semua siswa yang diajar.

e) memperhatikan bahwa manajemen siswa didasarkan pada konsep sekolah


sebagai tempat belajar.

f) menegakkan disiplin siswa tetapi dengan cara-cara yang ramah. Selalu ingat
akan posisi Anda sebagai guru.

g) menggunakan respon/feedback positif kepada para siswa karena lebih efektif


dalam hal manajemen perilaku dibanding hukuman dan respon yang negatif.

h) meminta saran dari mentor dan kepala sekolah.

i) mengenali siswa sebaik mungkin.

8. Pemantauan dan Evaluasi

Keberadaan program induksi memiliki tujuan dalam rangka menyiapkan guru pemula
agar menjadi guru profesional dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Dengan demikian
program induksi perlu senantiasa dipantau dan dievaluasi agar dapat diperbaiki di masa
depan sebagai salah satu bagian proses penjaminan mutu pendidikan agar terpenuhi
ketentuan sebagaimana telah ditentukan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Selain itu, melalui program induksi
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu
pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru
pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
siswa, kondisi sekolah, dan lingkungannya.

9. Pelaporan

Laporan ditulis oleh guru pemula, mentor, kepala sekolah dan pengawas sekolah.
Masing-masing laporan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Laporan yang ditulis oleh guru pemula berisi tentang kemajuan pekerjaannya
sehubungan dengan modul yang telah ditentukan untuk dipelajari dan
dilaksanakan.

b) Laporan yang ditulis oleh mentor berisi tentang kemajuan hasil bimbingan yang
dilakukkannya terhadap guru pemula.

c) Laporan yang ditulis oleh kepala sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap
guru pemula.

d) Laporan yang ditulis oleh pengawas sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap
guru pemula

10. Penanganan Permasalahan

Hasil pemantauan dan evaluasi yang dituangkan dalam laporan dapat berisi hal-hal
yang positif maupun hal yang negatif tentang keberhasilan program induksi yang dilakukan
oleh guru pemula. Dengan demikian terdapat potensi adanya permasalahan yang ditemui
dalam sebagai hasil pemantauan dan evaluasi. Untuk menangani permasalahan tersebut
maka dapat diuraikan:

a) Mentor, menangani masalah teknis yang berhubungan dengan kemajuan program


induksi yang dilaksakan oleh guru pemula, termasuk penyediaan fasilitas
penduikung bagi guru pemula dalam melaksanakan tugas awalnya.

b) Kepala Sekolah, menangani masalah pada level sekolah atau masalah teknis
yang tidak dapat ditangani oleh mentor, termasuk perijinan, pelaksanaan
evalluasi dan pelaporan.

c) Pengawas Sekolah, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi


program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, termasuk perbaikan
pelaksanaan tugas apabila ditemukan terjadinya kekurangan dalam mencapai
indikatoir keberhasilan program induksi.

d) Dinas Pendidikan, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi


program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, termasuk menangani
keluhan atas pelaksanaan program induksi di sebuah sekolah.

e) Badan Kepegawaian Daerah, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil


evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, yang mana
atas hasil evaluasi dan rekomendasi ditemukan bahwa seorang guru pemula
dinilai gagal melaksanakan program induksi.

f) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,


menangani masalah yang berhubungan dengan sosialisasi, regulasi, dan
implementasi program induksi termasuk penyediaan program pendampingan
bagi daerah yang belum mampu melaksanakan program induksi sepenuhnya
sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Manajemen Kelas bagi Guru Pemula

Guru pemula biasanya melihat kelas sebagai fenomena kehidupan baru, kecuali guru
pemula itu benar-benar berbakat dan menguasai substansi pembelajaran, maka dipastikan
pada tahap awal guru tersebut dapat menyesuaikan diri. Guru dituntut harus mampu
mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang efektif
dalam diri siswa. Di samping itu, guru diharapkan mampu menciptakan interaksi
pembelajaran agar siswa mampu mewujudkan kualitas perilaku belajarnya secara efektif.
Guru dituntut pula untuk mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif.

Guru harus mampu meningkatkan kualitas belajar para siswa dalam bentuk kegiatan
belajar yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif, dan pekerja
yang produktif. Dalam hubungan ini, guru memegang peranan yang amat penting dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik-baiknya. Guru tidak terbatas hanya sebagai
pengajar, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pembelajaran, manajer
pembelajaran, penilai hasil belajar, dan direktur belajar.

Sebagai pengelola pembelajaran (manager of instruction) seorang guru akan


berperan mengelola seluruh proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi-kondisi
belajar agar setiap siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Kegiatan belajar
hendaknya dikelola oleh guru dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan suasana yang
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan kualitas yang lebih baik. Dengan
demikian, proses pembelajaran akan senantiasa ditingkatkan terus-menerus untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal.

Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat, karakteristik guru yang


diharapkan, antara lain sebagai berikut :

a. Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang
diajarkannya.

b. Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan suasana hati secara


cepat, serta membuat kontak dengan kelompok secara tepat.

c. Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang diperlukan untuk


menumbuhkan semangat belajar.
d. Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha
memberikan penjelasan kepada siswa.

e. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik isi maupun metode.

f. Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode, model, dan teknik.

Pada bulan Maret 1983, dipimpin oleh Ernest L. Boyer, Presiden Yayasan Carnigie
dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim, untuk peningkatan pembelajaran (Carnigie
Foundation for The Advanchement of Theaching)10 orang anggota Panel on The Preparation
of Beginning Teachers menyajikan materi mengenai tiga area isu krusial dari keahlian yang
perlu dimiliki oleh guru pemula, yaitu :

1. Pengetahuan tentang cara mengelola kelas. Pengetahuan dimaksud tidak sekedar


tahu tentang apa (know what) mengenai manajemen kelas, tetapi yang lebih utama
adalah tahu bagaimana (know how) mengenai manajemen kelas yaitu dalam
makna classroom management in action.

2. Pengetahuan di bidang mata pelajaran atau penguasaan bahan ajar. Pengetahuan


yang dimaksudkan di sini tidak hanya berkaitan dengan subject matter, tetapi juga
pengetahuan dan penguasaan bidang metodologi pembelajaran, seperti strategi
pembelajaran, evaluasi pendidikan, pengembangan dan inovasi kurikulum, dasar-
dasar kependidikan, etika profesi keguruan, dan lain-lain.

3. Pembelajaran tentang latar belakang sosiologikal dari para siswa yang dididik atau
diajarnya. Latar belakang sosiologikal yang dimaksud meliputi kondisi sosial
ekonomi, agama, budaya, asal, pekerjaan orang tua, perjalanan hidup peserta didik
dan sebagainya.

Kemampuan di bidang manajemen ini, terutama manajemen kelas, sangat


esensial bagi guru-guru, dan calon guru. Squire, Huitt dan Segars (1983) dalam Sudarwan
Danim dan Yunan Danim mengemukakan bahwa guru yang efektif yaitu guru yang
mampu menciptakan wahana bagi siswa untuk mendemonstrasikan secara konsisten
pada prestasi level tinggi (high level of achievement), sehingga dituntut memiliki tiga
area keahlian :

1. Perencanaan, yaitu penciptaan kondisi kesiapan bagi aktivitas kelas. Perencanaan


dimaksud mencakup satuan acara pembelajaran, media, dan sumber pembelajaran,
dan pengorganisasian lingkungan belajar.

2. Manajemen, yaitu berupa kemampuan guru bekerja dalam mengendalikan perilaku


siswa. Semakin besar jumlah rombongan belajar, semakin banyak sumber daya yang
digunakan, semakin berat materi atau bahan ajar, semakin ditutup pula kemampuan
manajemen kelas dari kalangan guru.
3. Pengajaran, yaitu kemampuan guru dalam menciptakan kondisi dan membimbing
siswa dalam belajar. Prakarsa ini amat terasa pada proses pembelajaran yang
diindividualisasikan dan beragamnya latar belakang sosiologikal siswa.

D. Peran Guru Kelas

Salah satu tugas guru sebagai pendidik di sekolah adalah sebagai manajer. Seorang guru
harus mampu memimpin kelasnya agar tercipta pembelajaran yang optimal. Fasilitas dan
kondisi kelas merupakan salah satu factor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut
Padmono (2011, 23) fasilitas kelas (instrumental in put) berkaitan erat dengan terciptanya
lingkungan belajar (environmental in put), sehingga murid dengan senang dan sukarela
belajar.

Penataan fasilitas dapat menjadi pendorong jika diorganisir secara baik. Di sinilah
peran guru SD dapat terlihat, adapun peran guru dalam memanage kelas agar tercipta
pembelajaran yang efektif sebagai berikut:

1. Peran guru dalam pengorganisasian kelas

Organisasi kelas yang tepat akan mendorong terciptanya kondisi belajar yang kondusif.
Pengorganisasian kelas ini pada dasarnya bersifat lokal, artinya organisasi kelas tergantung
guru, kelas, murid, lingkungan kelas, besar ruangan, penerangan, suhu, dan sebagainya.
Pada saat ini telah diketahui bahwa penataan kelas secara tradisional yang menempatkan
satu meja guru berhadapan dengan meja kursi siswa menempatkan guru sebagai pusat
kegiatan dan sentra perhatian murid tampak sebagai objek pengajaran bukan sebagai subjek
yang belajar. Akibatnya aktivitas sebagian besar dilakukan guru sedang murid hanya pasif
menerima. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengorganisasi kelas agar siswa
mudah dan senang dalam belajar di kelas.

2. Peran guru dalam pengaturan tempat duduk

Penataan kelas sebagaimana diuraikan pada pengorganisasian kelas ditata fleksibel yang
mudah diubah sesuai pembelajaran yang akan dikembangkan guru. Penataan tempat duduk
dapat berbentuk :

a. Seating chart

Penempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada satu periode
waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang sedang
dikembangkan oleh guru, sehingga perkembangan dan pertumbuhan murid tidak
terganggu. Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar
sendiri oleh murid atau sekelompok murid secara bergilir, sehingga keterbatasan
penataan tempat duduk secara tradisional ini dapat diminimalkan pengaruh
buruknya. Penataan dan gambar desain dilaksanakan secara bergilir, sehingga
setiap kelompok mampu menuangkan idenya dan mengembangkan iklim
demokrasi di kelasnya, sehingga sikap menghargai pendapat orang lain akan
muncul yang tidak hanya menggunakan pandangan diri sendiri.

b. Melingkar

Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam pembelajaran diskusi
kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan kejenuhan siswa.

c. Tapal kuda

Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru
atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan meningkatkan
keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok kecil.

3. Peran guru dalam pengaturan alat-alat pelajaran

Alat-alat pelajaran dapat klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain:

a) Menurut kedudukannya, alat pelajaran dibedakan atas permanen dan tidak


permanen. Permanen jika alat pelajaran tersebut diletakkan di kelas secara terus
menerus, misalnya: listrik, papan tulis, dan sebagainya. Alat pelajaran tidak
permanen atau yang bergerak (movable) yaitu alat pelajaran yang dapat
dipindah, misalnya: kursi, OHP, mesin-mesin, peta, dan sebagainya.

b) Menurut fungsinya, alat untuk menulis; kapur, papan tulis, pensil, dan lain-lain;
dan alat-alat lukis; jangka, meter, segitiga, buku.

Alat-alat pelajaran tersebut tidak perlu disimpan ditempat khusus, tetapi


cukup diatur di dalam kelas, sehingga bila sewaktu-waktu digunakan akan mudah
diambil.

4. Peran guru dalam pemeliharaan keindahan ruangan kelas

Motto yang menyatakan “bersih adalah sehat dan rapi adalah indah” merupakan hal
yang tidak dapat dipungkiri. Setiap manusia memiliki cita rasa keindahan walaupun derajat
keindahannya berbeda. Keindahan akan memberikan rasa nyaman dan membuat anak
nyaman tinggal di kelas. Kelas yang diharapkan mengundang anak untuk betah berada di
dalamnya hendaknya dijaga kebersihan dan keindahannya. Guru memiliki peran untuk
mengorganisir siswanya agar dapat mendesain kelasnya menjadi kelas yang indah.
Keindahan dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu:
a. Menata ruangan menjadi rapi, misalnya: menata alat pelajaran sesuai
kelompoknya, menata buku sesuai tinggi buku, tebal buku, dan kelompok buku,
penataan alat pelajaran permanent yang sesuai dengan ruangan. Desain interior
yang harmonis akan merangsang anak untuk tenggelam dalam suasana akademik
(Immersion). Anak yang tenggelam dalam lautan ilmu pengetahuan akan
mengalami pembelajaran secara alamiah, nyata, langsung, dan bermakna.

b. Penataan meja guru serta gambar-gambar merupakan faktor pendukung


tercapainya ruangan yang rapi dan indah.

5. Peran Guru dalam Pengaturan Cahaya, Ventilasi, Akustik dan Warna

Kelas yang terlalu terang atau terlalu gelap kurang mendukung pembelajaran. Anak
SD berada pada tahap perkembangan yang menentukan, untuk itu menjaga kesehatan anak
merupakan salah satu tugas managemen kelas oleh guru. Kelas harus cukup memiliki
ventilasi untuk pertukaran udara sehingga anak merasa sejuk dan nyaman tinggal di kelas.
Guru sering kurang menyadari ruangan yang terang tetapi jendela tidak dibuka serta
kurangnya ventilasi menjadikan suara guru bergema, akibatnya anak kurang mampu
memusatkan perhatian pendengarannya pada suara guru, sebab terganggu oleh gema suara.
Untuk itu disamping digunakan untuk pertukaran udara, jendela juga berfungsi sebagai
sarana untuk mengurangi gema. Warna disamping memiliki arti juga membawa kesan
terhadap orang yang melihat. Dinding sekolah atau kelas berpengaruh terhadap siswa.
Pemilihan warna sering tidak melibatkan guru apalagi murid, sehingga kadang guru sendiri
tidak betah tinggal di kelasnya.

Sedangkan menurut Doyle (1986) dalam Sudarwan Danim (2010) pada buku
“Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas”, ada dua peran utama guru kelas (classroom
teacher’s role). Diantaranya adalah menciptakan keteraturan (establishing order) dan
memfasilitasi proses belajar (facilitaiting learning). Keteraturan yang dimaksud mencakup
hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti:

1. Tata letak tempat duduk;

2. Disiplin siswa di dalam kelas;

3. Interaksi siswa dengan sesamanya;

4. Interaksi siswa dengan guru;

5. Jam masuk dan keluar untuk masing-masing sesi mata pelajaran;

6. Manajemen sumber belajar;

7. Manajemen bahan belajar;


8. Prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran;

9. Lingkungan belajar.

Urgensi kemampuan memfasilitasi proses belajar siswa seperti disebutkan di atas


sejalan dengan spirit paradigma pendidikan modern, yaitu perilaku guru harus bergeser dari
guru sebagai dispenser ilmu pengetahuan (teacher as dispenser) kepada siswa ke fungsi guru
sebagai direktur atau fasilitator belajar. Fungsi fasilitatif yang diperankan oleh guru
mengandung makna bahwa yang paling dipentingkan oleh guru adalah menyediakan wahana
seluas dan seakurat mungkin bagi siswa untuk belajar. Penciptaan wahana itu dapat bersifat
pengayaan materi, penyediaan bahan ajar, pemberian peta jalan bagi siswa untuk dapat
mengakses sumber dan bahan ajar, merangsang siswa untuk belajar, menciptakan suasana
“bermain” dalam keseriusan bertindak, membangun kepercayaan diri siswa, menggali
potensi siswa, dan lain-lain. Intinya adalah guru harus menciptakan kondisi untuk
memudahkan siswa belajar, bukan untuk memudahkan guru mengajar.

Anda mungkin juga menyukai