Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROFESI KEPENDIDIKAN

“RANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU”

Dosen Pengampu:

Ama Noor Fikrati., S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok 1:

1. Sri Wahyuni Amilah ( 185004 )


2. Yunita Miftakhul Jannah ( 185006 )
3. Felian Nabela ( 185007 )

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG

2018-A
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................ i


A. Penyediaan Guru ..................................................................................... 1
B. Induksi Guru Pemula .............................................................................. 3
C. Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga ............................................... 4
D. Profesionalisasi Guru Berbasis Individu ................................................. 5
E. Kesimpulan ............................................................................................. 9
Daftar Pustaka ............................................................................................ 10

i
RANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU

A. Penyediaan Guru
Di Indonesia seperti juga banyak di banyak Negara, guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal. mereka diangkat sesuai dengan peraturan regulasi yang berlaku
dilingkungan pemerintahan, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Mereka
yang diangkat sebagai guru merupakan lulusan lembaga penyedia calon guru.

Berkaitan dengan guru, Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tenteang guru
telah menggariskan bahwa hasil itu menjadi kewenangan lembaga pendidikan
tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru
berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga
pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang
diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelengarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan/atau pendidikan menengh, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-


kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah
memiliki keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru professional.
Pada sisi lain,baik UU No. 14 Tahun 200entang Guru dan Dosen maupun PP
No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang
berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang
memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan
dinyatakn lulus pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini
menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri,
yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.

Beberapa amanat penting yang dapat disadap (diterima) dari dua produk
hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-

1
IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan
oleh masyarakat. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan
secra objektif, transparan, dan akuntabel.

Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun


ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan
uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui
ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.

Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang


mencakup penguasaan:

1. Wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta


didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran,
dan evaluasi hasil belajar;
2. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
mata pelajaran, kelompok mata pelajaran dan program; dan
3. Konsep-konsep disiplin keilmuwan, teknologi, atau seni yang secara
konseptual menaungi materi pelajaran. kedelapan, ujian kinerja
dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktek pembelajaran
yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.

Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, tidak ada alasan calon guru
pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun
demikian, ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam
skema kepegawaian negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung
bertugas penuh ketika menginjakan kaki pertama kali dikampus sekolah.
Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut
dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan
dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu
tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu

2
tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun
jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang
tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.

Jadi, dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dipahami bahwa


penyediaan guru di Indonesia belum maksimal. Karena masih terdapat guru
yang kurang memenuhi kualifikasi terutama di sekolah-sekolah pelosok.
Kalaupun ada calon guru yang sudah memenuhi sayarat akademik itupun juga
masih ada yang belum langsung bisa bertugas penuh. Melainkan masih harus
memasuki fase prakondisi atau induksi.

B. Induksi Guru Pemula


Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 seperti
dimaksudkan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan, hanya lulusan S1/ D-
IV yang memiliki sertifikat pendidiklah yang akan direkeut menjadi guru.
Namun demikian, sunggupun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi
sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih diperlukan
program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar
professional. Memang, pada banyak literature akademik, program induksi
diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan
diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa
transisi bagi guru pemula (beginning teacher)terhitung mulai dia pertama kali
menginjak kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak
dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara
mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis
dan empiris lazim dilakukan di banyak Negara. Sehebat apapun pengalaman
teoritis calon guru dikampus, ketika menghadapi realitas kehidupan dunia
kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan
dengan materi apa yang akan di ajarkan dan bagaimana mengajarkannya,
melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut
mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik
didalam maupun di luar kelas.

3
C. Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin
keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses
penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan
upaya yang terus menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan
profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti
pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain
adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru
pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses,
dan sebagainya. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah prakarsa
personal guru untuk menjalani profesionalisasi.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan itu dilaksanakan secara
sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu, seperti analisis
kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan
deliveri program, dan evaluasi program. Ini berarti bahwa kegiatan
pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru secara
berkelanjutan harus dilaksanakan atas perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematis.
Aktivitas-aktivitas pengembangan guru tersebut memiliki temali satu
sama lain. Pada fase perencanaan, fokus perhatian terpusat pada kebutuhan
akan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan apa yang diperlukan
bagi guru. Penentuan jenis kegiatan pendidikan dan pelatihan ini didasari atas
diagnosis mengenai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh guru dan
satuan pendidikan saat ini, serta kemungkinannya di masa depan, termasuk
kemungkinan perubahan kebijakan dan strategi kerja keorganisasian.
Tujuan dan sasaran pendidikan dan pelatihan guru ditetapkan dengan
mencerminkan kondisi yang diingini, sekaligus menjadi ukuran keberhasilan
program itu. Perumusan tujuan dan sasaran ini akan menjadi acuan dalam
menentukan substansi dan pelaksanaan program, dengan titik tekan pada
upaya memenuhi kebutuhan guru dan satuan pendidikan secara nyata.

4
Evaluasi program dimaksudkan untuk menentukan tingkat keberhasilan
kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan yang dilakukan, serta
kelemahan-kelemahan selama proses penyelenggaraan. Hal ini akan menjadi
umpan balik bagi perencanaan program pengembangan yang lebih efektif dan
efisien.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan merupakan proses yang
ditempuh oleh guru pada saat menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini
diorganisasikan secara beragam dan bersprektrum luas dengan tujuan untuk
meningkatkan kompetensi, keterampilan, sikap, pemahaman, dan performansi
yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di masa mendatang. Di banyak
negara, saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru dalam
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, terutama tenaga guru.
Kecenderungan-kecenderungan baru dimaksud adalah:
1. Berbasis pada program penelitian
2. Menyiapkan guru untuk menguji dan mengases kemampuan praktis
dirinya
3. Diorganisasikan dengan pendekatan kolegalitas
4. Berfokus pada partisipasi guru dalam proses pembuatan keputusan
mengenai isu-isu esensial di lingkungan sekolah
5. Membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada beberapa aspek
tertentu dari kompetensinya.

Dengan demikian, kegiatan ini merujuk kepada peluang-peluang


belajar (learning opportunities) yang di desain secara sengaja untuk
membantu pertumbuhan profesional guru. Lebih spesifik, ia dimaksud untuk
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial, bahkan dapat dilakukan sebagai wahana promosi bagi
guru.

D. Professional Guru Berbasis Individu


Realitas membuktikan, hanya sebagian kecil guru memiliki peluang
menjalani profesionalisasi atas prakarsa institusi atau lembaga. Untuk
indonesia, data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya hanya sekitar 5
persen guru yang berpeluang mengikuti aneka program pengembangan yang

5
dilembagakan sejenis penetaran atau pelatihan dilembaga-lembaga pelatihan
atau lembaga sejenisnya. Ini berarti dalam waktu sekitar 20 tahun, masing-
masing guru hanya berpeluang mengikuti 1 kali mengikuti program
pengembangan profesi yang dilembagakan, bukan atas inisiatif sendiri. Itupun
dengan asumsi bahwa akses guru mengikuti program dimaksud bersifat
dibagi rata.
Kenyataan dilapangan, begitu banyak guru yang sama sekali tidak
memiliki akses mengikuti program pendidikan, pelatihan, dan pengembangan
secara lembaga, kecuali pada saat mereka menempuh pelatihan prajabatan
dari calon PNS ingin menjadi PNS penuh. Menghadapi realitas ini, kalau guru
mau tetap eksis pada profesi dengan derajat profesional yang layak
ditampilkan, tidak ada pilihan lain dia harus melakukan profesionalisasi
secara mandiri yang dalam buku ini disebut sebagai guru profesional madani
atau guru profesional.
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Diawali
dengan penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan, penugasan,
pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesionalsebenarnya,
yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Guru semacam inilah
yang kelak akan menjelma sebagai guru profesional. Edy suharto
mengemukakan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis
dimana anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapatr dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya,
dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi
kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan
di wilayahnya. Istilahnya masyarakat madani nesensinya merupakan lawan
dari tradisi struktur yang menekan kebebasan dan hak demokrasi warga
negara.
Merujuk pada referensi berpikir di atas, guru profesional sesungguhnya
adalah guru yang didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat
otonom, menguasai kompensasi secara khomphrensif dan daya intelektual
tinggi. Kata otonom mengandung makna, bahwa guru profesional adalah
mereka yang secara profesional dapat melaksanakan tugas dengan pendekatan

6
bebas dari intervensi kekuasaan atau birokrasi pendidikan. Dengan demikian,
guru harus menjadi profesional sebenarnya untuk bisa tumbuh secara madani.
Guru profesional melebihi batas-batas yang dimiliki oleh guru profesional
yang banyak dibahas dalam literatur akademik.
Guru profesional adalah mereka yang memiliki kemandirian tinggi
ketika berhadapan birokrasi pendidikan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya.
Mereka memiliki ruang gerak yang bebas sebagai wahana bagi
keterlibatannya dibidang pendidikan dan pembelajaran, pengembangan
profesi, pengabdian masyarakat dean kegiatan penunjang lainnya. Guru
profesionalpun memiliki daya juang dan energi untuk mereduksi secara
kuatmunculnya kuasa birokrasi pendidikan, kepala sekolah dan pengawas
sekolah atas hak dan kewajibannya. Merekapun bebar beralifiasi kedalam
organisasi sebagai wahana perjuangan, pengembangan profesi dan penegakan
independensi sebagai “pekerja” yang memiliki atasan langsung. Dengan
demikian, dari sisi kepribadian untuk tumbuh menjalani profesionalisasi, ciri-
ciri umum guru professional antara lain:
1. melakukan profesionalisasi-diri,
2. memotivasi diri,
3. memiliki disiplin diri,
4. mengevaluasi diri,
5. memiliki kesadaran diri,
6. melakukan pengembangan diri,
7. menjadi pembelajar,
8. melakukan hubungan efektif,
9. berempati tinggi, dan
10. taat asa pada kode etik

Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan,


dan nilai-nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat
semacam itu, guru profesional memiliki kemampuan melakukan
profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri, mendisiplinkan dan
meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri,
berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru professional pun adalah

7
pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Sejalan
dengan uraian sebelumnya, guru profesional bercirikan sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan profesional dan siap diuji atas kemampuannya,
2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang
“seprofesi” dengan mereka melalui kontrak dan aliansi social,
3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan
makna etika kerja dan tata santun berhubungan dengan atasannya,
4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi
dan gemar melibatkan diri secara individual atau kelompok seminar
untuk merangsang pertumbuhan diri,
5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam
rangka perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam
penyusunan kebijakan bidang pendidikan
6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan
mendisiplinkan diri sendiri
7. Siap bekerja tanpa disuruh atau diancam, karena sudah bisa mengatur dan
memotivasi dirinya
8. Secara rutin melakukan evaluasi diri untuk mendapatkan umpan balik
demi perbaikan diri
9. Memiliki empati yang kuat
10. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega,
komunitas,sekolah, dan masyarakat
11. Menjunjung tinggi etika kerja dan kaedah-kaedah hubungan kerja
12. Menjunjung tinggi kode etik organisasi tempatnya bernaung
13. Memiliki kesetiaan (loyalitas), dan kepercayaan (trust), dalam makna
tersebut mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri
14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-
lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.

8
E. Kesimpulan
Lembaga pendidikan tentang kependidikan dimaksud adalah perguruan
tinggi diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program
pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan
ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Program induksi merupakan masa
transisi bagi guru pemula, terhitung mulai dia pertama kali mengginjakkan
kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas
untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru dapat dilakukan
atas prakarsa intitusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang,
studi banding, dan lain-lain. Kegiatan pembinaan dan pengembangan
dilaksanakan secara sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu,
seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desai program,
implementasi dan deliveri program, dan evaluasi program. Guru profesional
sesungguhnya adalah guru yang didalamnya melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan
daya intelektual tinggi. Guru profesional adalah mereka yang memiliki
kemandirian tinggi ketika berhadapan birokrasi pendidikan dan pust-pusat
kekuasaan lainnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan dan H. Khairil. 2011. Profesi Kependidikan .Bandung: CV.


ALFABET

10

Anda mungkin juga menyukai