Anda di halaman 1dari 6

MENERJEMAHKAN GAYA BAHASA, IDIOM DAN TERMS:

SUATU PENDEKATAN KONTEKSTUAL

By. Siti Fathonah Wijayanti*

Penerjemahan merupakan salah satu komponen yang tak dapat


dipisahkan dalam mempelajari Bahasa Inggris. Dalam menerjemahkan
suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, misalnya dari bahasa
Inggris ke Bahasa Indonesia, tidak hanya kompetensi bahasa (linguistik)
saja yang diperlukan, tetapi juga kompetensi non-bahasa seperti
pengetahuan si penerjemah terhadap budaya maupun kondisi sosio-
geografis pemakai bahasa tersebut. Hal ini dikarenakan hakikat
penerjemahan sendiri yang tak hanya sekedar mengalihbahasakan suatu
teks dari satu bahasa ke bahasa yang lain, tetapi lebih dari itu,
penerjemahan juga memindahkan arti dan pesan dari teks tersebut
sehingga pembaca benar-benar mendapat makna yang sebenarnya tanpa
berpikir bahwa teks tersebut merupakan suatu karya terjemahan. Dengan
kata lain, seorang penerjemah dituntut untuk membuat karya tersebut
berkesan natural.

Karena kompleksitas dari penerjemahan itu sendiri, banyak sekali


permasalahan yang muncul ketika melakukan proses penerjemahan suatu
teks dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Permasalahan yang pada
umumnya dijumpai meliputi aspek ekuivalensi arti leksikal (lexical
equivalence); kesesuaian struktur gramatikal (grammatical adjustment);
gaya bahasa (style) yang meliputi penggunaan variasi majas atau biasa
dikenal dengan figure of speech seperti eufemisme (euphemism),
personifikasi (personification), maupun perumpamaan (simile); dan
penggunaan idiom, dan istilah asing (term).
Dari aspek lexical equivalence misalnya, satu kata dalam Bahasa
Inggris bisa memiliki lebih dari satu makna. Tentu saja dalam
menerjemahkannya tidak dapat sekedar diartikan kata-per-kata, tetapi
juga harus disesuaikan dengan konteks di mana kata tersebut digunakan.
Contohnya kata ‘blue’ seperti di bawah ini:

- Blue is my favourite colour.

- My heart turns blue after hearing that news.

Dalam kedua kalimat tersebut terkandung kata ‘blue’ yang masing-


masing memiliki makna berbeda yang hanya dapat kita artikan dengan
melihat konteks masing-masing kalimat tersebut.

Karena sistem tata bahasa antara Bahasa Inggris dan Bahasa


Indonesia sedemikian berbeda, permasalahan dari segi grammatical
adjustment juga menjadi isu yang cukup penting dalam penerjemahan.
Bahasa Inggris dikenal dengan penggunaan struktur bahasa yang cukup
kompleks, ditinjau dari penggunaan noun phrases, conditionals, ataupun
tenses. Implikasinya, seorang penerjemah harus memiliki pemahaman
yang memadai dari aspek gramatikal ini agar dapat menghasilkan suatu
teks terjemahan yang akurat.

Style juga kerapkali menjadi permasalahan dalam penerjemahan


teks Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Variasi gaya bahasa yang
digunakan si penulis menuntut seorang penerjemah untuk memahami
konteks di mana gaya bahasa tersebut difungsikan, sehingga akan
tercipta karya terjemahan yang natural. Isu lain yang tak kalah penting
adalah penerjemahan idiom dan istilah-istilah asing (terms). Pada
dasarnya, idiom dan istilah asing ini tidak dapat diterjemahkan sehingga
banyak sekali permasalahan yang muncul ketika kita mencoba mencari
ekuivalensi antara bahasa sumber (Bahasa Inggris) dengan bahasa
sasaran (Bahasa Indonesia). Misalnya istilah the scape goat yang apabila
diterjemahkan menjadi kambing hitam, atau the skeleton in the cupboard
yang tidak sapat diterjemahkan sebagai kerangka manusia di lemari
melainkan rahasia keluarga. Oleh karena itu, pembahasan kali ini akan
lebih ditekankan pada permasalahan yang muncul dari penggunaan gaya
bahasa (style), idiom dan istilah asing (terms) ini.

Dalam menerjemahkan gaya bahasa, idiom dan istilah-istilah asing


ini, ada beberapa prinsip yang harus dipahami, sebagaimana tertera di
bawah ini.

1. Menerjemahkan berdasarkan konteks

Seperti yang kita pahami, idiom merupakan ekspresi yang tidak dapat
diartikan secara literal, tetapi harus dikaitkan dengan konteks di mana
idiom itu digunakan. Hal ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

• Yesterday I went home in the rain, so I caught a cold. (masuk


angin)

• I wasn’t satisfied with my hotel room, so I made a fuss.


(mengadu)

• This university has produced many great men of letter.


(sarjana)

Dari contoh di atas, sangat jelas bahwa idiom tak bisa diartikan kata-
per-kata, tetapi harus dihubungkan dengan konteks kalimatnya. Selain
itu, satu idiom juga dapat memiliki lebih dari satu makna, sehingga
dalam menerjemahkan pun harus disesuaikan konteks. Contohnya
dapat dilihat di bawah ini:

• If it is too hot inside this room, you can take off your jacket.

• The plane will take off at two o’clock sharp.


Take off pada kalimat pertama dan kedua jelas memiliki arti yang
berbeda di mana yang pertama berarti melepas sedangkan yang
kedua berarti tinggal landas. Dalam memahami arti ini, kita dapat
melihat konteks masing-masing kalimat. Contoh lain dapat kita
temukan seperti di bawah ini:

• These articles are difficult to get rid of.

• How can we get rid of this unwelcome visitor?

• The local authority planned to get rid of those mad dogs.

Seperti istilah take off, to get rid of memiliki banyak makna yang
hanya dapat diartikan dengan melihat konteks kalimat di mana istilah
ini digunakan. Dalam kalimat-kalimat di atas, istilah to get rid of dapat
berarti menjual, mengusir, atau membunuh.

2. Diberi tanda petik “…” untuk istilah yang tidak dapat diterjemahkan
secara langsung

Apabila ada istilah asing yang benar-benar tidak dapat diartikan


secara langsung, atau tidak dapat ditemui padanan kata yang tepat
dalam Bahasa Indonesia, istilah tersebut tidak perlu diterjemahkan,
cukup ditulis menggunakan tanda petik atau ditulis miring, misalnya
“sandwich”, hamburger.

3. Ditulis ekspresi original dengan menambahkan keterangan di


dalam kurung (…)

- Brand Image (merk yang sudah terkenal secara meluas


seperti supermi, aqua dll)

4. Menerjemahkan dengan idiom yang hampir sama


“Barking dogs seldom bite” dapat diterjemahkan menjadi “Anjing
menggonggong, kafilah tetap berlalu.”

5. Menerjemahkan secara lugas (non-idiomatik)

“Love me, love my dog.”

Ekspresi di atas mengandung makna “Jika mencintai saya, kamu harus


mencintai semua yang saya miliki, keluarga dan teman-teman saya
dan menyukai apa yang saya lakukan/saya sukai.” Atau dapat
diterjemahkan menjadi “Mau menerima saya apa adanya”.

"The early bird catches the worm" tidak bisa diterjemahkan menjadi
"burung yang datang lebih awal dapat menangkap cacing" Karena
idiom ini mempunyai arti:
"orang yang melakukan sesuatu lebih diawal akan mendapat
keuntungan daripada yang belakangan".

Dari beberapa contoh dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan


bahwa penerjemahan sebuah gaya bahasa, idiom, maupun istilah asing
tidak dapat dilakukan secara literal tetapi berdasarkan konteks di mana
ungkapan-ungkapan tersebut digunakan. Seorang penerjemah harus
mampu memahami makna yang tersirat dari masing-masing ungkapan
dengan melihat pada konteks spesifik di mana mereka difungsikan, baru
kemudian mampu menerjemahkannya ke dalam ungkapan-ungkapan
yang tepat. Ungkapan-Idiom, gaya bahasa, maupun istilah asing sendiri
dapat memiliki lebih dari satu makna, tergantung pada konteks di mana
mereka difungsikan. Oleh karena itu, penerjemah harus menyesuaikan
setiap arti dengan konteks yang sesuai agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman dalam pemaknaan ungkapan tersebut. Selain itu, ketika
dalam menerjemahkan istilah atau ungkapan tertentu tidak ada padanan
kata yang ekuivalen, penerjemah dapat member tanda petik “…” pada
istilah tersebut, menulisnya dengan cetak miring, atau menulisnya dalam
ekspresi original dengan menambahkan keterangan di dalam kurung (…).
Yang terpenting, sebuah hasil terjemahan harus tetap mencerminkan
pesan yang ingin disampaikan oleh si penulis, sehingga pendekatan yang
digunakan dalam menerjemahkan pun harus berdasarkan konteks yang
sesuai.

*SITI FATHONAH WIJAYANTI/ K2208047, CLASS A

Anda mungkin juga menyukai