Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A.. Latar belakang


Perkotaan merupakan suatu tempat kegiatan atau
konsentrasi penduduk yang tinggi dan mempunyai peranan yang
sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai pusat
konsentrasi penduduk dan berbagai aktifitasnya, maka suatu kota
akan memiliki kecenderungan tumbuh dan berkembang sejalan
dengan perkembangan penduduknya.
Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan kota umumnya
sama sebagaimana yang berpengaruh pada perkembangan kota-kota
di negara yang sedang berkembang, antara lain pertambahan jumlah
penduduk baik secara alami maupun karena migrasi desa-kota, dan
perkembangan atau perubahan kegiatan usaha atau kehidupan
penduduk yang berkembang. Kedua hal ini telah berakibat pada
semakin meningkatnya kebutuhan akan berbagai fasilitas dan sarana
pelayanan seperti perumahan, pelayanan sosial, dan air bersih.
Salah satu tujuan pemerintah melaksanakan pembangunan
adalah mengupayakan agar seluruh rakyat Indonesia menempati
rumah yang sehat lingkungan dan layak huni. Arah dan kebijaksanaan
pembangunan perumahan dan permukiman yang telah dicanangkan
adalah upaya penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk
peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap
kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Seperti Kota Makassar yang merupakan Ibu kota Sulawesi
Selatan dan merupakan kota terbesar di kawasan Timur Indonesia
karena Makassar mempunyai nilai strategis ditinjau dari letak
geografisnya maupun perkembangannya. Kota Makassar mempunyai
letak geografis yakni terletak di pantai barat koordinat 119°24’17,38”
BT dan 5°8’6,19” LS. dengan luas kurang lebih 175,77 km2.

1
Berdasarkan arahan undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah, maka luas wilayah Kota Makassar ± 17.437 Ha atau
0,28 %, pulau-pulau 140 Ha, dan wilayah perairan 4 mil dari garis
pantai meliputi 14 wilayah kecamatan dan Kecamatana Panakukang
memiliki 5 kelurahan
Dan salah satunya adalah Kelurahan Pampang yang merupakan
salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Panakukang yang
terletak ditengah-tengah Kota Makassar dengan luas wilayah sebesar
0.57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 Jiwa (BPS, Tahun
2007).
Permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Pampang Kota
Makassar, disamping masalah lingkungan, hal yang menjadi masalah
utama adalah kondisi rumah tinggal yang tidak layak huni yang lebih
disebabkan oleh ketidak mampuan dalam pengadaan rumah dan
rendahnya kesempatan terhadap pengadaan tersebut. Oleh sebab itu
kekumuhan kawasan permukiman di Kelurahan Pampang selain
dipandang dari sisi kondisi konstruksi yang temporer juga dipandang
dari sisi kesemrawutan lingkungannya, dimana sampah berbagai jenis
masih berserahkan yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri, akibat
masih kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan. Kemudian
dengan adanya tumpukan-tumpukan sampah ini mengakibatkan
saluran-saluran drainase tersumbat sehingga aliran airnya kurang
lancar. Sehingga pada lokasi ini masih sering terjadi genangan
terutama pada saat musim hujan. Namun keberadaan kawasan
permukiman dengan kondisi kumuh tersebut menjadi motifasi untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan permukiman
tersebut.

2
B. Rumusan Masalah
Agar terdapat satu pembahasan yang terstruktur maka perlu
adanya suatu rumusan masalah yang mensinkronkan permasalahan
-permasalahan dalam penelitian, Adapun rumusan masalah tersebut
yaitu :
• Seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan permukiman
di Kelurahan Pampang ditinjau dari kondisi lokasi, kependudukan,
bangunan, sosial ekonomi serta prasarana dan sarana.
• Faktor signifikan yang mendorong timbulnya
kekumuhan di Kelurahan Pampang

C. Tujuan Penelitian
Sebagai arahan agar penelitian ini mengena pada sasaran
maka harus ada tujuan penelitian, Dimana tujuan penelitian tersebut
meliputi :
• Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan
permukiman di Kelurahan Pampang.
• Faktor-faktor signifikan yang menimbulkan kekumuhan tersebut.

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian meliputi beberapa hal yang cenderung
secara umum kegunaannya ditujukan kepada penulis maupun instansi
dan masyarakat yang terkait dalam penelitian ini, diantaranya:
• Sebagai acuan dalam upaya penataan kawasan permukiman
kumuh di Kelurahan Pampang guna meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan yang sehat dan tertata dengan baik, dengan
mengetahui sebarapa besar tingkat kekumuhan di wilayah tersebut.
• Sebagai masukan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya
dalam penelitian atau penulisan dengan tema yang sama.

3
E. Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup pembahasan yang akan diidentifikasi dalam
pembahasan ini adalah mencakup :
1. Kajian terhadap kondisi lokasi
2. Kajian terhadap kondisi bangunan
3. Kajian terhadap kependudukan
4. Kajian terhadap kondisi sarana dan prasarana
5. Kajian terhadap kondisi sosial ekonomi

F. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian berada di Kelurahan Pampang, Kecamatan
Panakukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Metode Pengumpulan Data
a) Observasi/Pengamatan/survey
Pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan secara langsung dan mencatat berkas-
berkas, kejadian-kejadian yang berkaitan dengan obyek yang
diteliti dilapangan.
b) Teknik Kuesioner (Self Administrated Questionnaire)
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data dengan
menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi
sendiri oleh responden. Bentuk kuesioner disajikan dalam bentuk
tertutup (Closed form). Pertanyaan yang dituangkan dalam
kuesioner atau angket berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup
yaitu pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan,
sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan
apa yang diketahuinya. Responden hanya memberi tanda pada
tempat yang telah disediakan untuk jawaban yang dianggap
paling sesuai dan paling mendekati pendapat atau situasi sendiri.

4
c) Metode Kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan
informasi yang relevan melalui studi literatur, jurnal, seminar
laporan dan lain-lain yang berkaitan.

G. Sistematika Penullisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan
ini adalah :
Bab I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
ruang lingkup penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab II : Tinjauan Pustaka yang berisi tentang pengertian
permukiman, terjadinya permukiman kumuh, klasifikasi
permukiman kumuh, sifat dan kriteria permukiman
kumuh, tipologi permukiman kumuh serta penilaian
tingkat kekumuhan.
Bab III : Metode Penelitian berisi tentang lokasi penelitian, waktu
penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data, metode analisis, variabel
penelitian, kerangka konseptual serta definisi
operasional.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan berisi tentang kebijakan
pembangunan Kota Makassar, gambaran umum Kota
Makassar, aspek fisik dasar, aspek penggunaan lahan,
aspek kependudukan, aspek ekonomi, aspek sosial
ekonomi, aspek fasilitas sosial ekonomi, aspek sarana
dan prasarana, gambaran umum lokasi permukiman
kumuh, aspek fisik dasar, aspek penggunaan lahan,
aspek kependudukan, aspek ekonomi, aspek sosial
ekonomi, aspek fasilitas sosial ekonomi serta aspek
sarana dan prasarana.
Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perumahan dan Permukiman


Perumahan berasal dari kata dasar rumah yang diartikan
sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pe mbinaan keluarga dan secara fisik merupakan tempat
tinggal dan fungsional merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang sehat,
aman serasi dan teratur (Kamus Tata Ruang, 1997). Sedangkan dalam
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perumahan dan
Permukiman menjelaskan fungsi rumah sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia (papan), yang juga memiliki fungsi startegis dalam
peranannya sebagai pusat pendidikan keluarga, pesemaian budaya
dan peningkatan kualitas generasi yang kan datang, serta merupakan
pengejewantahan jati diri (KSNPP, 2002).
Dalam Undang - Undang No. 4 tahun 1992 dijelaskan
perumahan secara umum yaitu kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Secara fisik
bangunan rumah berfungsi sebagai tempat berteduh dari gangguan
alam seperti iklim dan cuaca, dalam giliran berikutnya rumah harus
memenuhi fungsi sebagai tempat tinggal atau kediaman untuk
memperoleh ketenangan dan ketentraman hidup serta mampu
mengespresikan kepribadian penghuninya.
Sedangkan secara makro permukiman dapat diartikan sebagai
kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan
pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung
perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya
guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman

6
perkotaan maupun permukiman perdesaan. Permukiman adalah
tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus
Tata Ruang).
Menurut Budiharjo (1992, 92) perumahan dan prasarana
lingkungan merupakan kebutuhan dasar setiap keluarga dalam
masyarakat Indonesia, yang dicita-citakan dan merupakan faktor yang
sangat penting dalam peningkatan stabilitas sosial, dinamika dan
produktivitas masyarakat. Disamping itu pembangunannya sendiri
dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi dari
perluasan lapangan kerja. Pembangunan perumahan di kawasan
pusat pertumbuhan yang sedang berlangsung sekarang ini nampaknya
hanya mampu memenuhi fungsi rumah secara fisik saja, namun fungsi
rumah sebagai hunian belum terpenuhi khususnya rumah-rumah type
kecil dimana terdapat beberapa kekurangan dalam pengembangan
perumahan pascahuni yang menyebabkan menurunnya kinerja rumah
sebagai hunian seperti tidak adanya ruang pencahayaan dan ventilasi
udara dari samping ataupun dari belakang sehingga penghuni merasa
gerah tinggal didalamnya.

B. Kebijaksanaan Pembangunan Perumahan Dan Permukiman


Pembangunan perumahan dan permukiman tidak terlepas dari
dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan
pemerintah dalam mengelolah perumahan dan permukiman. Hal
tersebut menjadi salah satu pokok permasalahan untuk
menginterpretasikan kebijakan pembangunan perumahan dan
permukiman, sehingga diperlukan rumusan kebijakan dan strategi
pengembangan yang lebih mengakar di masyarakat dan dapat
diterjemahkan oleh semua pihak. Pemahaman tersebut ditindak lanjuti
dengan perumusan Kebijakan dan Startegi Nasional Perumahan Dan
Permukiman yang mengacu pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang
perumahan dan permukiman. Rumusan kebijakan pembangunan

7
Perumahan dan Permukiman antara lain dalam bentuk rumusan visi
dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

C. Permukiman Kumuh
1. Pengertian Permukiman Kumuh
Kumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan
orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat di
pinggir-pinggir jalan ataun lorong-lorong yang kotor dan merupakan
bagian dari kota secara keseluruhan atau juga biasa disebut
dengan wilayah pencomberan. Tetapi pada perincian ini
permukiman kumuh dianggap sebagai tempat anggota masyarakat
kota yang mayoritas berpenghasilan rendah dengan membentuk
permukiman tempat tinggal dalam kondisi minim (Suparlan dalam
Luthfie. Muhammad, II-9, 1997).
Permukiman Kumuh adalah Permukiman tidak layak huni
antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam
luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit
lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani
prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan
keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. UU
No. 4 Pasal 22 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Dengan melihat beberapa teori tersebut di atas maka
pengertian permukiman kumuh adalah suatu kawasan permukiman
yang sangat jorok dimana kondisi lingkungan sangat kotor, kondisi
fisik bangunan rata-rata bersifat temporer atau darurat dan tidak
layak huni sebab sebahagian besar penduduknya berpenghasilan
rendah serta tingkat pendidikan yang sangat rendah pula,
sebagaimana kawasan permukiman yang terdapat di Kelurahan
Pampang Kota Makassar.

8
Yang menyebabkan terjadinya permukiman kumuh di
Kelurahan Pampang adalah:
- Dari segi fisik yaitu kondisi bangunan rumah
yang tidak layak huni, kondisi lingkungan yang sangat kotor
serta kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai.
- Dari segi non fisik yaitu tingkat pendidikan
masyarakatnya sangat rendah sehingga kurangnya
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya lingkungan yang
bersih serta hunian yang layak. Selain itu juga disebabkan
karena tingkat penghasilan yang rendah sehingga konstruksi
bangunan rumahnya terbuat dari bahan yang kualitasnya rendah
serta ditempatkan pada lahan yang dianggap masih kosong
tanpa memperdulikan status lahan dengan alasan tidak mampu
membeli tanah untuk lokasi pembangunan rumah.
2. Klasifikasi Permukiman Kumuh
Menurut Lutfi (16-21, 1997), klasifikasi permukiman kumuh
dilihat dari segi fisik/kondisi bangunan, sehingga klasifikasi
permukiman kumuh dapat dibedakan atas :
a. Kumuh Permanen.
Permukiman kumuh permanen dapat ditandai dengan
beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk serta status pemilikan
rumah dan tanah adalah milik sendiri.
- Tingkat penghasilan masyarakat rendah.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah yang non
permanen.
- Kepadatan bangunan dan penduduk cukup tinggi,
tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang
bahkan tidak ada sama sekali.

9
- Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
b. Kumuh Semi Permanen.
Adapun ciri permukiman kumuh semi permanen dapat
ditandai oleh beberapa kondisi sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk dan sedang serta
status pemilikan rumah dan tanah adalah berstatus sewa
atau menumpang milik keluarga.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah bersifat semi
permanen dan non permanen.
- Kepadatan bangunan dan penduduk tinggi, tata
letak bangunan teratur, tidak teratur serta kurang teratur.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang,
walaupun ada tetapi masih dibawah standar.
- Lingkungan sekitarnya pun kotor dan jorok.
c. Kumuh Liar
Pada dasarnya permukiman kumuh liar menempati lahan
yang tidak legal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk bahkan sangat buruk
dengan kondisi bangunan yang hampir rubuh serta status
pemilikan rumah dan tanah adalah tidak sah dalam hal ini
tanah negara atau milik orang lain.
- Penghasilan masyarakat rendah.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah yang bersifat non
permanen dan terbuat dari tripleks atau kardus-kardus bekas.
- Kepadatan bangunan cukup tinggi, tata letak
bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang
bahkan tidak ada sama sekali.
- Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.

10
- Berada pada tanah negara seperti pada bantaran
sungai atau pantai yang tidak diperuntukkan untuk
permukiman.
3. Ciri dan Kriteria Permukiman Kumuh
Ciri dan kriteria permukiman kumuh yang keluarkan oleh
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman,
Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah,
mengemukakan beberapa hal, antara lain :
a. Ciri permukiman kumuh yang menonjol adalah :
- Lebih dari 60 % kondisi rumahnya kurang
memenuhi syarat.
- Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.
- Prasarana dan sarana lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan dan kurang terpelihara.
- Umumnya penduduk tidak mempunyai kamar mandi
sendiri.
- Tidak ada ruang lagi untuk fasilitas umum.
- Penataan Permukiman yang kurang baik.
b. Kriteria Permukiman Kumuh, antara lain :
- Income per capita < 300.000/bulan.
- Prosentase konsumsi untuk makanan > dari
rata-rata nasional.
- Gen ratio > rata-rata nasional (0,32).
- Prosentase pekerja sektor informal > 80 %.
- Tingkat pendidikan kepala keluarga rata-rata
tidak tamat SD.
- Kualitas hunian sangat rendah(non permanen >
permanen).
- Hunian tidak berstruktur dan tidak berpola.
- Kepadatan > 400 jiwa/Ha.

11
- Prasarana umum tidak tersedia dengan baik <
30 %.

D. Indikator Penilaian Tingkat Kekumuhan


Penilaian terhadap tingkat kekumuhan lingkungan permukiman
didasarkan pada Konsep Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan,
yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah (2002). Dalam konsep tersebut dikemukakan bahwa tingkat
kekumuhan suatu lingkungan permukiman ditinjau dari beberapa
aspek yang didasarkan pada pertimbangan faktor-faktor pembentuk
permukiman yang secara garis besar terdiri atas :
• Kondisi lokasi
• Kondisi bangunan
• Kondisi kependudukan
• Kondisi sarana dan prasarana dasar
• Kondisi sosial ekonomi masyarakat

12
BAB III
METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Pampang Kecamatan
Panakukang yang terletak di Kota Makassar. Pemilihan lokasi
penelitian didasarkan oleh tinjauan kondisi fisik lingkungan masih
semraut sehingga terkesan kumuh dan membutuhkan penelitian dalam
menentukan seberapa besar tingkat kekumuhan dan indikator apa
yang menyebabkan kekumuhan tersebut, guna menjadi suatu
informasi yang akan membantu dan memudahkan dalam hal penataan
kembali oleh aparat pemerintah serta memerlukan kesadaran dari
masing-masing penduduk sekitar sehingga kawasan tersebut menjadi
kawasan bersih lingkungan yang layak huni.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah semua kemungkinan pengukuran yang perlu
diperhatikan, yaitu keseluruhan unit atau individu dalam ruang
lingkup yang diteliti. Populasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
populasi sasaran dan populasi sampel. Populasi sasaran adalah
keseluruhan individu dalam area/wilayah/lokasi/kurun waktu yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Populasi sampel adalah
keseluruhan individu yang akan menjadi satuan analisis dalam

13
populasi yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik sebagai
sampel penelitian sesuai dengan kerangka sampelnya.
Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah jumlah
penduduk Kelurahan Pampang sebanyak 15.946 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebesar 3.189 KK.
2. Sampel
• Suharsimi (56,1996) mengemukakan bahwa
penggunaan sampel sangat penting, pada umumnya untuk
memperoleh informasi tentang karakteristik suatu populasi
maka tidak perlu semua anggota populasi diobservasi, tetapi
cukup hanya sebagiannya saja. Dengan hanya mengamati
sampel tersebut, daripada mengamati seluruh populasinya
maka akan diperoleh efisiensi baik dari segi waktu, tenaga
maupun biaya.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
- Data Primer adalah data yang diperoleh melalui
survey dan pengamatan langsung dilapangan, meliputi kondisi
lingkungan kawasan permukiman kumuh, antara lain sumber air
bersih, kondisi jaringan drainase, jaringan jalan, jaringan listrik dan
telepon serta sistem persampahan.
- Data Sekunder adalah data yang diperoleh
melalui instansi penyedia data yang dibutuhkan untuk menunjang
penelitian tersebut meliputi jumlah penduduk, luas wilayah,
penggunaan lahan serta keberadaan fasilitas maupun utilitas yang
tersedia pada kawasan permukiman kumuh.
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subyek darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan
kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka
sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau

14
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis
maupun lisan.
Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber
datanya bisa berupa benda gerak atau proses sesuatu. Adapun
sumber data sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan adalah :
- Data primer diperoleh dari hasil survei serta wawancara
langsung di wilayah studi yang dilaksanakan oleh peneliti.
- Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah dan
instansi terkait lainnya serta literatur-literatur yang dapat diperoleh
peneliti.

D. Metode Pengumpulan Data


Tahap pengumpulan data bertujuan untuk mengumpulkan data
dan informasi yang ada dilokasi survey. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Observasi atau survey lapangan yaitu dengan cara
mengadakan pengamatan langsung dilokasi penelitian, kemudian
quisioner dan interview terhadap masyarakat yang menjadi
sample.
- Survey instansi yaitu dengan cara melakukan pencarian data
pada instansi-insatansi yang dianggap ada kaitannya dengan data
yang dibutuhkan, misalnya BPS, Kantor Lurah, Puskesmas.
- Telaah kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan bacaan yang ada kaitannya dengan
topik penulisan ini, sebagai bahan pembanding.

E. Metode Analisis
Metode analisis yang dipergunakan dalam pembahasan ini
adalah teknik analisis kualitatif, yaitu menganalisis data primer dari
hasil observasi lapangan serta standard yang dapat menunjang
sebagai penyusunan dasar dan data sekunder yang bersifat deskriptif
yang telah dikategorikan sesuai pemaknaannya yang dilakukan secara

15
rasional untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan metode analisis
kuantitatif digunakan untuk mengolah data yang berbentuk angka yang
dibuat dalam bentuk tabulasi. Adapun metode analisis yang digunakan
dalam pengolahan data tersebut antara lain :

Penilaian Tingkat Kekumuhan


Penilaian tingkat kekumuhan didasarkan pada karakteristik
masing-masing variabel dan indikator sebagai faktor pengaruh
terhadap terjadinya permukiman kumuh. Metode penilaian terhadap
variabel dan indikator yang dimaksud antara lain :

a. Faktor Kondisi Lokasi


Faktor kondisi lokasi yang dinilai antara lain :
• Legalitas Tanah, metode penilaian dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Luas Permukiman pada Peruntukan Bukan Perumahan
X 100 %
Jumlah Luas Wilayah
Dimana :
- Sangat Kumuh :> 70 % - Kumuh Ringan : 11 –
30 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 % - Tidak Kumuh :<
10 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
• Status Penguasaan Bangunan, merupakan perbandingan
antara jumlah KK yang menempati bangunan dengan cara
sewa/ kontrak dengan jumlah seluruh KK yang ada pada
lingkungan permukiman yang akan dinilai, persamaan yang
digunakan adalah
Jumlah KK dengan cara menyewa/ kontrak
X 100 %
Jumlah KK
Dimana :
- Sangat Kumuh :> 70 % - Kumuh Ringan : 11 –
30 %

16
- Kumuh Berat : 51 – 70 % - Tidak Kumuh :<
10 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
• Frekwensi Bencana Kebakaran, dinilai dari banyaknya
kejadian selama satu tahun, dengan ketentuan :
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
• Frekwensi Bencana Banjir dinilai dari banyaknya kejadian
selama satu tahun, pada satu wilayah.
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
• Frekwensi Bencana Longsor dinilai dari banyaknya kejadian
selama satu tahun, pada satu wilayah.
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
b. Kondisi Kependudukan
Penilaian terhadap kondisi kependudukan meliputi :
• Tingkat Kepadatan penduduk, adalah perbandingan
banyaknya penduduk dengan luas wilayah administrasi
kelurahan (Ha).
Jumlah Penduduk dalam suatu Wilayah (jiwa)
Luas Wilayah (Ha)

17
Tabel 1 : Ketentuan Penilaian Untuk Ukuran Masing-Masing Kota
No Tingkat Kota Metro Kota Besar Kota Kota Kecil
Kumuh Sedang
1 Sangat Kumuh > 750 > 500 > 250 > 150
2 Kumuh Berat 750 – 700 500 – 450 250 – 225 150 – 100
3 Kumuh 700 – 600 450 – 350 225 – 200 100 – 75
Sedang
4 Kumuh Ringan 600 – 500 350 – 250 200 – 150 75 – 50
5 Tidak Kumuh 500 – 250 250 – 150 150 – 100 50 – 25
Sumber : Konsep Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, Tahun 2002

• Rata - Rata Anggota Rumah Tangga, dinilai dengan


membandingkan jumlah penduduk keseluruhan dengan
jumlah seluruh KK.

Jumlah seluruh Penduduk dalam satu Wilayah


Jumlah seluruh KK

- Sangat Kumuh :> 13 jiwa/ KK


- Kumuh Berat : 11 – 13 jiwa/ KK
- Kumuh Sedang : 8 – 10 jiwa/ KK
- Kumuh Ringan : 5 – 7 jiwa/ KK
- Tidak Kumuh : < 5 jiwa/ KK
• Jumlah Kepala Keluarga/unit rumah, persamaan
matematisnya adalah :

Banyaknya KK dalam suatu wilayah


Jumlah Bangunan Rumah
- Sangat Kumuh : > 4 KK/ rmh
- Kumuh Berat : 4 KK/ rmh
- Kumuh Sedang : 3 KK/ rmh
- Kumuh Ringan : 2 KK/ rmh
- Tidak Kumuh : 1 KK/ rmh
• Tingkat Pertumbuhan Penduduk, adalah
perbandingan jumlah pertambahan penduduk dalam satu

18
tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun yang
sama dikalikan dengan 100
Jumlah Penduduk Akhir Tahun – Jumlah Penduduk Awal
Tahun X 100
Penduduk Awal Tahun

- Sangat :> 2,5 %


- Kumuh Berat : 2,1 – 2,5 %
- Kumuh Sedang : 1,6 – 2,0 %
- Kumuh Ringan : 1,0 – 1,5 %
- Tidak Kumuh :< 1,0 %
• Angka Kematian Kasar, adalah perbandingsn
banyaknya jumlah kematian yang terjadi pada tahun tertentu
dengan penduduk awal pertengahan tahun tersebut dikalikan
1.000.
Jumlah Kematian selama Satu Tahun
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun yang X 1000
sama

- Sangat Kumuh :> 40 %


- Kumuh Berat : 31 – 40 %
- Kumuh Sedang : 21 – 30 %
- Kumuh Ringan : 11 – 20 %
- Tidak Kumuh :< 10 %
• Status Gizi Balita, dinilai dengan metode persamaan
sebagai berikut :
Jumlah Balita di Bawah Garis Merah

Jumlah Balita X 100 %

- Sangat Kumuh :> 70 %


- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

19
• Angka Kesakitan Malaria, penilaian dilakukan
dengan persamaan berikut :
Jumlah Penderita Malaria dalam Satu Tahun
X 1000
Jumlah Penduduk

- Sangat Kumuh :> 20 %


- Kumuh Berat : 16 – 20 %
- Kumuh Sedang : 11 – 15 %
- Kumuh Ringan : 6 – 10 %
- Tidak Kumuh :< 5%

• Angka Kesakitan Diare, penilaian dilakukan dengan


persamaan berikut :
Jumlah Penderita Diare dalam Satu Tahun
X 1000
Jumlah Penduduk
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Angka Kesakitan Demam Berdarah, metode


penilaian adalah :
Jumlah Penderita Demam Berdarah dalam Satu
Tahun X 1000
Jumlah Penduduk
- Sangat Kumuh :> 20 %
- Kumuh Berat : 16 – 20 %
- Kumuh Sedang : 11 – 15 %
- Kumuh Ringan : 6 – 10 %
- Tidak Kumuh :< 5%

• Angka Kesakitan ISPA, metode penilaian adalah :


Jumlah Penderita ISPA dalam Satu Tahun X 1000

20
Jumlah Penduduk
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

c. Penilaian Kondisi Bangunan


Penilaian terhadap kondisi bangunan meliputi :
• Tingkat Kualitas Struktur Bangunan, metode
persamaan yang digunakan adalah :
Jumlah Bangunan Rumah dengan Struktur Tidak
X 100
Layak
%
Jumlah Keseluruhan Bangunan Rumah

- Sangat Kumuh :> 70 %


- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Tingkat Kepadatan Bangunan, metode penilaian


adalah :

Jumlah Bangunan Rumah


Luas Wilayah (Ha)

- Sangat Kumuh : > 200 unit/ Ha

21
- Kumuh Berat : 151 – 200 unit/ Ha
- Kumuh Sedang : 101 – 150 unit/ Ha
- Kumuh Ringan : 51 – 100 unit/ Ha
- Tidak Kumuh : < 50 unit/ Ha

• Tingkat Kesehatan dan Kenyamanan Bangunan,


penilaian dilakukan dengan metode :
Jumlah Bangunan Rumah Tidak Sehat dan Aman X 100
Jumlah Keseluruhan Bangunan Rumah %

- Sangat Kumuh :> 70 %


- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Tingkat Penggunaan Luas Lantai Bangunan,


metode penilaian yang digunakan adalah :

Luas Bangunan Rumah


Jumlah Penghuni Rumah

- Sangat Kumuh : < 4,5 m2/ Org


- Kumuh Berat : 4,5 – 6,5 m2/ Org
- Kumuh Sedang : 6,6 – 8,5 m2/ Org
- Kumuh Ringan : 8,6 – 10,5 m2/ Org
- Tidak Kumuh : > 10,5 m2/ Org

d. Kondisi Sarana dan Prasarana


Aspek-aspek yang dinilai pada kondisi sarana dan
prasarana antara lain :
• Tingkat Pelayanan Air Bersih, metode penilaian
adalah :
Jumlah KK yang Tidak Mendapat Pelayanan Air
X 100
Bersih
%
Jumlah KK Keseluruhan

22
- Sangat Kumuh : > 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh : < 10 %

• Kondisi Sanitasi Lingkungan, metode penilaian


adalah :
Jumlah KK yang tidak Menggunakan Jamban
X 100
Keluarga/Umum
%
Jumlah Keseluruhan KK
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Kondisi Persampahan, metode penilaian yang


digunakan adalah :
Jumlah KK yang Buang Sampah Bukan pada
Tempatnya
X 100%
Jumlah Keseluruhan KK

- Sangat Kumuh :> 70 %


- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Kondisi Drainase, penilaian dilakukan dengan


meote persamaan :
Panjang Saluran Drainase yang Tidak Lancar,
Tergenang X 100%
Jumlah Total Panjang Saluran Drainase

23
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %

• Kondisi Jalan, penilaian dilakukan dengan metode


persamaan :
Panjang Jalan yang Sedang, Rusak dan Rusak
Berat X 100 %
Jumlah Total Panjang Jalan

- Sangat Kumuh : > 70 %


- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh : < 10 %

• Besarnya Ruang Terbuka, penilaian dilakukan


adalah :
Luas Ruang Terbuka (Ha) X 100
Luas Seluruh Wilayah Permukiman (Ha) %
- Sangat Kumuh :< 2,5 %
- Kumuh Berat : 2,5 – 5,0 %
- Kumuh Sedang : 5,0 – 7,5 %
- Kumuh Ringan : 7,5 – 10,0 %
- Tidak Kumuh :> 10,0 %

e. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat


Aspek-aspek yang dinilai pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat antara lain :
• Tingkat Kemiskinan, penilaian dilakukan dengan
metode persamaan berikut :
Jumlah KK Pra-Sejahtera dan Sejahtera I karena Alasan X 100 %
Ekonomi

24
Jumlah KK Keseluruhan

- Sangat Kumuh :> 35 %


- Kumuh Berat : 26 - 35 %
- Kumuh Sedang : 16 - 25 %
- Kumuh Ringan : 6 - 15 %
- Tidak Kumuh :< 6%

• Tingkat Pendapatan Masyarakat, metod penilaian


adalah :
Jumlah Penduduk berpenghasilan di bawah
UMP/UMK X 100 %
Jumlah Keseluruhan Penduduk

- Sangat Kumuh :> 35 %


- Kumuh Berat : 26 - 35 %
- Kumuh Sedang : 16 - 25 %
- Kumuh Ringan : 6 - 15 %
- Tidak Kumuh :< 6%

• Tingkat Pendidikan,, penilaian dilakuan dengan


metode berikut :
Jumlah Penduduk yang tidak Tamat Pendidikan Dasar 9
X 100
Tahun
%
Jumlah Keseluruhan Penduduk

- Sangat kumuh :> 15 %


- Kumuh Berat : 11 - 15 %
- Kumuh Sedang : 6 - 10 %
- Kumuh Ringan : 1-5%
- Tidak Kumuh :< 0%

• Tingkat Kerawanan Keamanan, penilaian dilakukan


berdasarkan banyaknya kejadian tindak kriminalitas dalam
setahun, dengan asumsi :
- Sangat Kumuh :> 6 kali/ thn

25
- Kumuh Berat : 5 – 6 kali/ thn
- Kumuh Sedang : 3 – 4 kali/ thn
- Kumuh Ringan : 1 – 2 kali/ thn
- Tidak Kumuh : 0 kali/ thn
:

Secara rinci penilaian tingkat kekumuhan diuraikan pada tabel


berikut :

Tabel 2 : Nilai Masing - Masing Sebaran Indikator Tingkat Kekumuhan


Lingkungan Permukiman

Nilai Bobot Indikator


No Indikator
5 4 3 2 1

I
Kondisi Lokasi

1. Legalitas Tanah > 70 % 51 - 70% 31 - 50% 11 - 30 % < 10 %


2. Status Penguasaan Bangunan > 70 % 51 - 70% 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
3. Frekwensi Bencana Kebakaran > 7 kali/th 5-7 kali/th 3-4 kali/th 1 - 2 kali/th 0 kali/th
4. Frekwensi Bencana Banjir > 7 kali/th 5-7 kali/th 3-4 kali/th 1 - 2 kali/th 0 kali/th
5. Frekwensi Bencana Tanah
Longsor > 7 kali/3th 5-7 kali/3th 3-4 kali/3th 1-2 kali/3th < 1 kali/th
II Kependudukan
1. Tingkat Kepadatan Penduduk 150 150 - 100 100 - 75 75 - 50 50 - 25
2. Rata-Rata Anggota Rumah
Tangga >13/ jw/kk 11-13 jw/kk 8-10 jw/kk 5-7 jw/kk < 5 jiwa/kk
3. Jumlah KK Setiap Rumah >4kk/rmh 4 kk/rmh 3 kk/rmh 2 kk/rmh 1 kk
4. Tingkat Pertambahan Penduduk >2,5% 2,1 - 25% 1,6 - 2 % 1,0-1,5 % < 1,0 %
5. Angka Kematian Kasar > 40% 31 - 40% 21 - 30 % 11 - 20 % < 10 %
6. Status Gizi Balita >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
7. Tingkat Kesakitan Malaria >20 % 16 - 20 % 11 - 15 % 6 - 10 % <5%
8. Tingkat Kesakitan Diare >70 % 51 - 70% 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %

26
9. Tingkat Kesakitan Demam
Berdarah >20 % 16 - 20 % 11 - 15 % 6 - 10 % <5%
10. Tingkat Kesakitan ISPA >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %

III
Kondisi Bangunan

1. Tingkat Kualitas Bangunan >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %


151- 101-
2. Tingkat Kepadatan Bangunan >200 u/Ha 200u/Ha 150u/Ha 51-100 u/ha < 50 u/ha
3. Tingkat Kelayakan Bangunan >70% 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
2 2 2 2
4. Tingkat Penggunaan Luas Lantai <4,5m /org 4,5-6,5m /or 6,6-8,5m /or 8,-10,5m /or > 10,5m2/or

Kondisi Prasarana dan Sarana Dasar


IV

1. Tingkat Pelayanan Air Bersih >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %


2. Kondisi Sanitasi Lingkungan >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
3. Kondisi Persampahan >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
4. Saluran Air Hujan >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
5. Kondisi Jalan >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
6. Besarnya Ruang Terbuka <2,5% 2,5 - 5 % 5,0 - 7,5 % 7,5-10 % > 10 %

V
Kondisi Sosial Ekonomi

1. Tingkat Kemiskinan >35 % 26 - 35 % 16 - 25 % 6 - 15 % <6%


2. Tingkat Pendapatan >35 % 26 - 35 % 16 - 25 % 6 - 15 % <6%
3. Tingkat Pendidikan >15% 11 - 15 % 6 - 10 % 1-5% 0%
4. Tingkat Keamanan >6kali/th 5 - 6 kali/th 3 - 4 kali/th 1 - 3 kali/th 0 kali/th
Sumber : Dirjen Perumahan dan Permukiman, Dep. Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami tarik adalah :
• Tingkat kekumuhan suatu lingkungan permukiman ditinjau dari
beberapa aspek yaitu : Kondisi lokasi Kondisi bangunan, Kondisi
kependudukan, Kondisi sarana dan prasarana dasar, Kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat
• Kondisi permukiman yang ada di Kelurahan Pampang sudah sangat
memprihatinkan dan masuk dalam klasifikasi permukiman kumuh
permanen
• Hal yang mempengaruhi terjadinya permukiman kumuh di wilayah
pusat kota adalah masalah kependudukan dan tingkat sosial
ekonomi masyarakat.

27
Saran – Saran
Adapun saran-saran yang dapat diuraikan pada penulisan ini
didasarkan pada hasil pengamatan pada lingkungan permukiman di
Kelurahan Pampang, antara lain :
• Perlunya peningkatan kualitas lingkungan di Kota Makassar,
khususnya pada kelurahan Pampang sehingga pencagahan
pertumbuhan lingkungan permukiman dapat terjadi.
• Peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat untuk
menunjang kualitas hunian yang layak.
• Penyediaan sarana dan prasarana dasar lingkungan yang
memadai sebagai salah satu upaya penanganan terhadap
timbulnya permukiman kumuh.
• Tulisan ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah
kota Makassar dalam pembangunan dan pengembangan kota.

Daftar Pustaka

Anonim, 1998, Kamus Tata Ruang, Direktorat Jenderal Cipta


Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Ikatan Ahli Perencana
Indonesia, Jakarta.
Arikunto Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian, PT. Rineke
Cipta, Jakarta.
Budiharjo, 1992, Urbanisasi dan Permukiman, Bina Aksara, Jakarta
Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Petunjuk Perencanaan Kawasan
Perumahan Kota, Jakarta
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002, Konsep
Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan, Direktorat Jenderal
Perumahan dan Permukiman, Jakarta.

28
Luthfi. M, 1997, Studi Pengembangan Permukiman Nelayan di Kelurahan
Pontap Kabupaten Luwu. Skripsi Jurusan Planologi Univ. 45
Mks.

29

Anda mungkin juga menyukai