PENDAHULUAN
1
Berdasarkan arahan undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah, maka luas wilayah Kota Makassar ± 17.437 Ha atau
0,28 %, pulau-pulau 140 Ha, dan wilayah perairan 4 mil dari garis
pantai meliputi 14 wilayah kecamatan dan Kecamatana Panakukang
memiliki 5 kelurahan
Dan salah satunya adalah Kelurahan Pampang yang merupakan
salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Panakukang yang
terletak ditengah-tengah Kota Makassar dengan luas wilayah sebesar
0.57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 Jiwa (BPS, Tahun
2007).
Permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Pampang Kota
Makassar, disamping masalah lingkungan, hal yang menjadi masalah
utama adalah kondisi rumah tinggal yang tidak layak huni yang lebih
disebabkan oleh ketidak mampuan dalam pengadaan rumah dan
rendahnya kesempatan terhadap pengadaan tersebut. Oleh sebab itu
kekumuhan kawasan permukiman di Kelurahan Pampang selain
dipandang dari sisi kondisi konstruksi yang temporer juga dipandang
dari sisi kesemrawutan lingkungannya, dimana sampah berbagai jenis
masih berserahkan yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri, akibat
masih kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan. Kemudian
dengan adanya tumpukan-tumpukan sampah ini mengakibatkan
saluran-saluran drainase tersumbat sehingga aliran airnya kurang
lancar. Sehingga pada lokasi ini masih sering terjadi genangan
terutama pada saat musim hujan. Namun keberadaan kawasan
permukiman dengan kondisi kumuh tersebut menjadi motifasi untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan permukiman
tersebut.
2
B. Rumusan Masalah
Agar terdapat satu pembahasan yang terstruktur maka perlu
adanya suatu rumusan masalah yang mensinkronkan permasalahan
-permasalahan dalam penelitian, Adapun rumusan masalah tersebut
yaitu :
• Seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan permukiman
di Kelurahan Pampang ditinjau dari kondisi lokasi, kependudukan,
bangunan, sosial ekonomi serta prasarana dan sarana.
• Faktor signifikan yang mendorong timbulnya
kekumuhan di Kelurahan Pampang
C. Tujuan Penelitian
Sebagai arahan agar penelitian ini mengena pada sasaran
maka harus ada tujuan penelitian, Dimana tujuan penelitian tersebut
meliputi :
• Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekumuhan kawasan
permukiman di Kelurahan Pampang.
• Faktor-faktor signifikan yang menimbulkan kekumuhan tersebut.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian meliputi beberapa hal yang cenderung
secara umum kegunaannya ditujukan kepada penulis maupun instansi
dan masyarakat yang terkait dalam penelitian ini, diantaranya:
• Sebagai acuan dalam upaya penataan kawasan permukiman
kumuh di Kelurahan Pampang guna meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan yang sehat dan tertata dengan baik, dengan
mengetahui sebarapa besar tingkat kekumuhan di wilayah tersebut.
• Sebagai masukan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya
dalam penelitian atau penulisan dengan tema yang sama.
3
E. Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup pembahasan yang akan diidentifikasi dalam
pembahasan ini adalah mencakup :
1. Kajian terhadap kondisi lokasi
2. Kajian terhadap kondisi bangunan
3. Kajian terhadap kependudukan
4. Kajian terhadap kondisi sarana dan prasarana
5. Kajian terhadap kondisi sosial ekonomi
F. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian berada di Kelurahan Pampang, Kecamatan
Panakukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Metode Pengumpulan Data
a) Observasi/Pengamatan/survey
Pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan secara langsung dan mencatat berkas-
berkas, kejadian-kejadian yang berkaitan dengan obyek yang
diteliti dilapangan.
b) Teknik Kuesioner (Self Administrated Questionnaire)
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data dengan
menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi
sendiri oleh responden. Bentuk kuesioner disajikan dalam bentuk
tertutup (Closed form). Pertanyaan yang dituangkan dalam
kuesioner atau angket berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup
yaitu pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan,
sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan
apa yang diketahuinya. Responden hanya memberi tanda pada
tempat yang telah disediakan untuk jawaban yang dianggap
paling sesuai dan paling mendekati pendapat atau situasi sendiri.
4
c) Metode Kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan
informasi yang relevan melalui studi literatur, jurnal, seminar
laporan dan lain-lain yang berkaitan.
G. Sistematika Penullisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan
ini adalah :
Bab I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
ruang lingkup penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab II : Tinjauan Pustaka yang berisi tentang pengertian
permukiman, terjadinya permukiman kumuh, klasifikasi
permukiman kumuh, sifat dan kriteria permukiman
kumuh, tipologi permukiman kumuh serta penilaian
tingkat kekumuhan.
Bab III : Metode Penelitian berisi tentang lokasi penelitian, waktu
penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data, metode analisis, variabel
penelitian, kerangka konseptual serta definisi
operasional.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan berisi tentang kebijakan
pembangunan Kota Makassar, gambaran umum Kota
Makassar, aspek fisik dasar, aspek penggunaan lahan,
aspek kependudukan, aspek ekonomi, aspek sosial
ekonomi, aspek fasilitas sosial ekonomi, aspek sarana
dan prasarana, gambaran umum lokasi permukiman
kumuh, aspek fisik dasar, aspek penggunaan lahan,
aspek kependudukan, aspek ekonomi, aspek sosial
ekonomi, aspek fasilitas sosial ekonomi serta aspek
sarana dan prasarana.
Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
perkotaan maupun permukiman perdesaan. Permukiman adalah
tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus
Tata Ruang).
Menurut Budiharjo (1992, 92) perumahan dan prasarana
lingkungan merupakan kebutuhan dasar setiap keluarga dalam
masyarakat Indonesia, yang dicita-citakan dan merupakan faktor yang
sangat penting dalam peningkatan stabilitas sosial, dinamika dan
produktivitas masyarakat. Disamping itu pembangunannya sendiri
dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi dari
perluasan lapangan kerja. Pembangunan perumahan di kawasan
pusat pertumbuhan yang sedang berlangsung sekarang ini nampaknya
hanya mampu memenuhi fungsi rumah secara fisik saja, namun fungsi
rumah sebagai hunian belum terpenuhi khususnya rumah-rumah type
kecil dimana terdapat beberapa kekurangan dalam pengembangan
perumahan pascahuni yang menyebabkan menurunnya kinerja rumah
sebagai hunian seperti tidak adanya ruang pencahayaan dan ventilasi
udara dari samping ataupun dari belakang sehingga penghuni merasa
gerah tinggal didalamnya.
7
Perumahan dan Permukiman antara lain dalam bentuk rumusan visi
dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
C. Permukiman Kumuh
1. Pengertian Permukiman Kumuh
Kumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan
orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat di
pinggir-pinggir jalan ataun lorong-lorong yang kotor dan merupakan
bagian dari kota secara keseluruhan atau juga biasa disebut
dengan wilayah pencomberan. Tetapi pada perincian ini
permukiman kumuh dianggap sebagai tempat anggota masyarakat
kota yang mayoritas berpenghasilan rendah dengan membentuk
permukiman tempat tinggal dalam kondisi minim (Suparlan dalam
Luthfie. Muhammad, II-9, 1997).
Permukiman Kumuh adalah Permukiman tidak layak huni
antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam
luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit
lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani
prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan
keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. UU
No. 4 Pasal 22 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Dengan melihat beberapa teori tersebut di atas maka
pengertian permukiman kumuh adalah suatu kawasan permukiman
yang sangat jorok dimana kondisi lingkungan sangat kotor, kondisi
fisik bangunan rata-rata bersifat temporer atau darurat dan tidak
layak huni sebab sebahagian besar penduduknya berpenghasilan
rendah serta tingkat pendidikan yang sangat rendah pula,
sebagaimana kawasan permukiman yang terdapat di Kelurahan
Pampang Kota Makassar.
8
Yang menyebabkan terjadinya permukiman kumuh di
Kelurahan Pampang adalah:
- Dari segi fisik yaitu kondisi bangunan rumah
yang tidak layak huni, kondisi lingkungan yang sangat kotor
serta kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai.
- Dari segi non fisik yaitu tingkat pendidikan
masyarakatnya sangat rendah sehingga kurangnya
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya lingkungan yang
bersih serta hunian yang layak. Selain itu juga disebabkan
karena tingkat penghasilan yang rendah sehingga konstruksi
bangunan rumahnya terbuat dari bahan yang kualitasnya rendah
serta ditempatkan pada lahan yang dianggap masih kosong
tanpa memperdulikan status lahan dengan alasan tidak mampu
membeli tanah untuk lokasi pembangunan rumah.
2. Klasifikasi Permukiman Kumuh
Menurut Lutfi (16-21, 1997), klasifikasi permukiman kumuh
dilihat dari segi fisik/kondisi bangunan, sehingga klasifikasi
permukiman kumuh dapat dibedakan atas :
a. Kumuh Permanen.
Permukiman kumuh permanen dapat ditandai dengan
beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk serta status pemilikan
rumah dan tanah adalah milik sendiri.
- Tingkat penghasilan masyarakat rendah.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah yang non
permanen.
- Kepadatan bangunan dan penduduk cukup tinggi,
tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang
bahkan tidak ada sama sekali.
9
- Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
b. Kumuh Semi Permanen.
Adapun ciri permukiman kumuh semi permanen dapat
ditandai oleh beberapa kondisi sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk dan sedang serta
status pemilikan rumah dan tanah adalah berstatus sewa
atau menumpang milik keluarga.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah bersifat semi
permanen dan non permanen.
- Kepadatan bangunan dan penduduk tinggi, tata
letak bangunan teratur, tidak teratur serta kurang teratur.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang,
walaupun ada tetapi masih dibawah standar.
- Lingkungan sekitarnya pun kotor dan jorok.
c. Kumuh Liar
Pada dasarnya permukiman kumuh liar menempati lahan
yang tidak legal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Kondisi bangunan yang buruk bahkan sangat buruk
dengan kondisi bangunan yang hampir rubuh serta status
pemilikan rumah dan tanah adalah tidak sah dalam hal ini
tanah negara atau milik orang lain.
- Penghasilan masyarakat rendah.
- Rata-rata memiliki kondisi rumah yang bersifat non
permanen dan terbuat dari tripleks atau kardus-kardus bekas.
- Kepadatan bangunan cukup tinggi, tata letak
bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.
- Sarana dan prasarana lingkungan (jalan, air bersih,
drainase, MCK dan sistem persampahan) masih kurang
bahkan tidak ada sama sekali.
- Lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
10
- Berada pada tanah negara seperti pada bantaran
sungai atau pantai yang tidak diperuntukkan untuk
permukiman.
3. Ciri dan Kriteria Permukiman Kumuh
Ciri dan kriteria permukiman kumuh yang keluarkan oleh
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman,
Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah,
mengemukakan beberapa hal, antara lain :
a. Ciri permukiman kumuh yang menonjol adalah :
- Lebih dari 60 % kondisi rumahnya kurang
memenuhi syarat.
- Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.
- Prasarana dan sarana lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan dan kurang terpelihara.
- Umumnya penduduk tidak mempunyai kamar mandi
sendiri.
- Tidak ada ruang lagi untuk fasilitas umum.
- Penataan Permukiman yang kurang baik.
b. Kriteria Permukiman Kumuh, antara lain :
- Income per capita < 300.000/bulan.
- Prosentase konsumsi untuk makanan > dari
rata-rata nasional.
- Gen ratio > rata-rata nasional (0,32).
- Prosentase pekerja sektor informal > 80 %.
- Tingkat pendidikan kepala keluarga rata-rata
tidak tamat SD.
- Kualitas hunian sangat rendah(non permanen >
permanen).
- Hunian tidak berstruktur dan tidak berpola.
- Kepadatan > 400 jiwa/Ha.
11
- Prasarana umum tidak tersedia dengan baik <
30 %.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Pampang Kecamatan
Panakukang yang terletak di Kota Makassar. Pemilihan lokasi
penelitian didasarkan oleh tinjauan kondisi fisik lingkungan masih
semraut sehingga terkesan kumuh dan membutuhkan penelitian dalam
menentukan seberapa besar tingkat kekumuhan dan indikator apa
yang menyebabkan kekumuhan tersebut, guna menjadi suatu
informasi yang akan membantu dan memudahkan dalam hal penataan
kembali oleh aparat pemerintah serta memerlukan kesadaran dari
masing-masing penduduk sekitar sehingga kawasan tersebut menjadi
kawasan bersih lingkungan yang layak huni.
13
populasi yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik sebagai
sampel penelitian sesuai dengan kerangka sampelnya.
Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah jumlah
penduduk Kelurahan Pampang sebanyak 15.946 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebesar 3.189 KK.
2. Sampel
• Suharsimi (56,1996) mengemukakan bahwa
penggunaan sampel sangat penting, pada umumnya untuk
memperoleh informasi tentang karakteristik suatu populasi
maka tidak perlu semua anggota populasi diobservasi, tetapi
cukup hanya sebagiannya saja. Dengan hanya mengamati
sampel tersebut, daripada mengamati seluruh populasinya
maka akan diperoleh efisiensi baik dari segi waktu, tenaga
maupun biaya.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
- Data Primer adalah data yang diperoleh melalui
survey dan pengamatan langsung dilapangan, meliputi kondisi
lingkungan kawasan permukiman kumuh, antara lain sumber air
bersih, kondisi jaringan drainase, jaringan jalan, jaringan listrik dan
telepon serta sistem persampahan.
- Data Sekunder adalah data yang diperoleh
melalui instansi penyedia data yang dibutuhkan untuk menunjang
penelitian tersebut meliputi jumlah penduduk, luas wilayah,
penggunaan lahan serta keberadaan fasilitas maupun utilitas yang
tersedia pada kawasan permukiman kumuh.
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subyek darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan
kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka
sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau
14
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis
maupun lisan.
Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber
datanya bisa berupa benda gerak atau proses sesuatu. Adapun
sumber data sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan adalah :
- Data primer diperoleh dari hasil survei serta wawancara
langsung di wilayah studi yang dilaksanakan oleh peneliti.
- Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah dan
instansi terkait lainnya serta literatur-literatur yang dapat diperoleh
peneliti.
E. Metode Analisis
Metode analisis yang dipergunakan dalam pembahasan ini
adalah teknik analisis kualitatif, yaitu menganalisis data primer dari
hasil observasi lapangan serta standard yang dapat menunjang
sebagai penyusunan dasar dan data sekunder yang bersifat deskriptif
yang telah dikategorikan sesuai pemaknaannya yang dilakukan secara
15
rasional untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan metode analisis
kuantitatif digunakan untuk mengolah data yang berbentuk angka yang
dibuat dalam bentuk tabulasi. Adapun metode analisis yang digunakan
dalam pengolahan data tersebut antara lain :
16
- Kumuh Berat : 51 – 70 % - Tidak Kumuh :<
10 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
• Frekwensi Bencana Kebakaran, dinilai dari banyaknya
kejadian selama satu tahun, dengan ketentuan :
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
• Frekwensi Bencana Banjir dinilai dari banyaknya kejadian
selama satu tahun, pada satu wilayah.
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
• Frekwensi Bencana Longsor dinilai dari banyaknya kejadian
selama satu tahun, pada satu wilayah.
- Nilai Sangat Kumuh :> 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Berat : 5 – 7 kali/thn
- Nilai Kumuh Sedang : 3 – 5 kali/thn
- Nilai Kumuh Ringan : 1 – 3 kali/thn
- Nilai Tidak Kumuh : 0 kali/thn
b. Kondisi Kependudukan
Penilaian terhadap kondisi kependudukan meliputi :
• Tingkat Kepadatan penduduk, adalah perbandingan
banyaknya penduduk dengan luas wilayah administrasi
kelurahan (Ha).
Jumlah Penduduk dalam suatu Wilayah (jiwa)
Luas Wilayah (Ha)
17
Tabel 1 : Ketentuan Penilaian Untuk Ukuran Masing-Masing Kota
No Tingkat Kota Metro Kota Besar Kota Kota Kecil
Kumuh Sedang
1 Sangat Kumuh > 750 > 500 > 250 > 150
2 Kumuh Berat 750 – 700 500 – 450 250 – 225 150 – 100
3 Kumuh 700 – 600 450 – 350 225 – 200 100 – 75
Sedang
4 Kumuh Ringan 600 – 500 350 – 250 200 – 150 75 – 50
5 Tidak Kumuh 500 – 250 250 – 150 150 – 100 50 – 25
Sumber : Konsep Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, Tahun 2002
18
tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun yang
sama dikalikan dengan 100
Jumlah Penduduk Akhir Tahun – Jumlah Penduduk Awal
Tahun X 100
Penduduk Awal Tahun
19
• Angka Kesakitan Malaria, penilaian dilakukan
dengan persamaan berikut :
Jumlah Penderita Malaria dalam Satu Tahun
X 1000
Jumlah Penduduk
20
Jumlah Penduduk
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %
21
- Kumuh Berat : 151 – 200 unit/ Ha
- Kumuh Sedang : 101 – 150 unit/ Ha
- Kumuh Ringan : 51 – 100 unit/ Ha
- Tidak Kumuh : < 50 unit/ Ha
22
- Sangat Kumuh : > 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh : < 10 %
23
- Sangat Kumuh :> 70 %
- Kumuh Berat : 51 – 70 %
- Kumuh Sedang : 31 – 50 %
- Kumuh Ringan : 11 – 30 %
- Tidak Kumuh :< 10 %
24
Jumlah KK Keseluruhan
25
- Kumuh Berat : 5 – 6 kali/ thn
- Kumuh Sedang : 3 – 4 kali/ thn
- Kumuh Ringan : 1 – 2 kali/ thn
- Tidak Kumuh : 0 kali/ thn
:
I
Kondisi Lokasi
26
9. Tingkat Kesakitan Demam
Berdarah >20 % 16 - 20 % 11 - 15 % 6 - 10 % <5%
10. Tingkat Kesakitan ISPA >70 % 51 - 70 % 31 - 50 % 11 - 30 % < 10 %
III
Kondisi Bangunan
V
Kondisi Sosial Ekonomi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami tarik adalah :
• Tingkat kekumuhan suatu lingkungan permukiman ditinjau dari
beberapa aspek yaitu : Kondisi lokasi Kondisi bangunan, Kondisi
kependudukan, Kondisi sarana dan prasarana dasar, Kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat
• Kondisi permukiman yang ada di Kelurahan Pampang sudah sangat
memprihatinkan dan masuk dalam klasifikasi permukiman kumuh
permanen
• Hal yang mempengaruhi terjadinya permukiman kumuh di wilayah
pusat kota adalah masalah kependudukan dan tingkat sosial
ekonomi masyarakat.
27
Saran – Saran
Adapun saran-saran yang dapat diuraikan pada penulisan ini
didasarkan pada hasil pengamatan pada lingkungan permukiman di
Kelurahan Pampang, antara lain :
• Perlunya peningkatan kualitas lingkungan di Kota Makassar,
khususnya pada kelurahan Pampang sehingga pencagahan
pertumbuhan lingkungan permukiman dapat terjadi.
• Peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat untuk
menunjang kualitas hunian yang layak.
• Penyediaan sarana dan prasarana dasar lingkungan yang
memadai sebagai salah satu upaya penanganan terhadap
timbulnya permukiman kumuh.
• Tulisan ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah
kota Makassar dalam pembangunan dan pengembangan kota.
Daftar Pustaka
28
Luthfi. M, 1997, Studi Pengembangan Permukiman Nelayan di Kelurahan
Pontap Kabupaten Luwu. Skripsi Jurusan Planologi Univ. 45
Mks.
29