Anda di halaman 1dari 64

Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3 . Profil Sanitasi Kota Makassar


3.1 Kondisi Umum Sanitasi Kota

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
mahluk hidup yang ada di dalamnya termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain.

Pengelolaan lingkungan sebagai upaya untuk melestarikan dan mengembangkan


kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang. Salah satu pengelolaan
lingkungan tersebut adalah dengan melakukan pengelolaan sanitasi yang baik untuk
kepentingan masyarakat luas. Secara umum kondisi sanitasi Kota Makassar tahun 2011 dapat
diuraikan sebagai berikut :

3.1.1 Kondisi Kesehatan Lingkungan

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan


hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan
pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata serta pengutamaan
manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut
usia (lansia), dan keluarga miskin.

Peningkatan Pembangunan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu: (i)
peningkatan situasi derajat kesehatan, (ii) status gizi, (iii) indikator masyarakat, (iv) indikator
pelayanan kesehatan dan (v) indikator kesehatan lingkungan. Gambaran indicator derajat
kesehatan tahun 2010 Kota Makassar terdapat pada tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.1. Fluktuasi Indikator Derajat Kesehatan Kota Makassar Tahun 2010

No Indikator Nominal 2009 Nominal 2010 Target Maks


Angka kematian 321/27.697 283/25.830
1. 40/1000 KH
Bayi (AKB) (11,4/1000 KH) (10,9/1000 KH)
Angka Kematian Ibu 4/27.697 3/25.830
2. 150/100.000 KH
Melahirkan (AKI) (16/100.000 KH) (11,8/100.000)
Angka Kematian 43/27.967 48/25.830
3. 58/1000 KH
anak balita (AKABA) (3,71/1000 KH) (1,86/1000 KH)
Tubercolosis paru
4. 91,07% 62,62 % 70%
dengan BTA
182 kasus
5. Demam Berdarah 255 kasus < 2/10.000
0,86/1000
Sumber : Kota Makassar Dalam Angka, Tahun 2011

Bab 3 - Halaman 1
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Terjadinya penurunan angka kematian bayi merupakan indikasi terjadinya peningkatan


derajat kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di
bidang kesehatan. Hal tersebut merupakan respon positif dari upaya pemerintah untuk
mendekatkan masyarakat dengan sarana dan tenaga kesehatan, meskipun masih diperlukan
lagi upaya yang lebih maksimal lagi untuk mengeliminir Angka Kematian Bayi pada level yang
lebih rendah lagi.

Angka Kematian balita (1-4 Tahun) adalah jumlah kematian anak umur 1-4 tahun per 1000
anak Balita. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
menular dan kecelakaan. Indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam
arti besar dan tingkat kemiskinan penduduk.

Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian Balita yang disurvei pada SKRT 1995 dan
Suskernas 2001 diperoleh gambaran besarnya proporsi penyebab utama kematian Balita.
Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.2 Proporsi Penyebab Utama Kematian Balita di Kota Makassar Berdasarkan SKRT
dan Suskesnas Tahun 1995 dan 2001

Survei SKRT 1995 SUSKESNAS 2001


Jenis Penyakit % Jenis Penyakit %
Gangguan sistem Pernafasan 30,8% Sistem Pernafasan (Pneumonia) 22,8%
Gangguan perinetal 21,6% Diare 13,2%
Diare 15,3% Saraf 11,8%
Infeksi dan parasit lain 6,3 % Tifus 11,0%
Saraf 5,5% Sistem pencernaan 5,9%
Tetanus 3,6% Infeksi Lain 5,1%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar

Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup
sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kodisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan
kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dimasa
nifas.

Khusus kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pencegahan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, pada tahun 2009 jumlah
penderita TB Paru Klinis sebanyak 9916 penderita, dengan rincian 3568 berdasarkan
pencatatan dan pelaporan Puskesmas se-Kota Makassar, sisanya 4,412 berdasarkan laporan
dari 15 rumah sakit yang ada di Makassar. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah penderita TB
Paru sebanyak 18.835 penderita, berdasarkan pencatatan dan pelaporan dari puskesmas,
dan Rumah Sakit. Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB + dan penderita yang sembuh dapat
dilihat pada tabel 3.2.

Bab 3 - Halaman 2
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.3 Penderita TB Klinis dan yang Sembuh Menurut Sarana Pelayanan Kesehatan
Di Kota Makassar tahun 2010

Jumlah penderita
No Sarana Kesehatan
Klinis + Sembuh
1. Puskesmas - 1080 900
2. Rumah sakit - 464 272
Jumlah 18.835 1544 1172
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Makassar

Indikator derajat kesehatan berikutnya adalah indikator berdasarkan data penyakit demam
berdarah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas keseluruh wilayah
propinsi di negara ini. Kota Makassar melalui dinas kesehatan kota telah melakukan berbagai
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), antara
lain penanggulangan fokus, pelaksanaan PSN/3M, survei jentik dan abatesasi, serta fogging
massal/kasus. Hasilnya kasus penyakit DBD dan jumlah kematian akibat DBD dalam kurun
waktu 2007-2010 mengalami penurunan.

Data tahun 2010 mengenai kondisi sanitasi dan perilaku hidup sehat diperinci sebagai
berikut: Dari jumlah rumah yang ada 57.304 rumah , dilakukan pemeriksaan terhadap
37.034 rumah (64,63 %). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka ditemukan
Rumah sehat sebanyak 29.642 (80.04 %). Angka capaian ini sudah mencapai target SPM
yang sebesar 80 %.

Komponen untuk penilaian Sanitasi Dasar, Rumah Sehat, tempat-tempat umum sehat
terdiri dari komponen fisik, sarana sanitasi dan perilaku penghuninya

3.1.1.1 Sarana dan Prasarana Sanitasi Dasar Penduduk


Salah satu komponen indicator kesehatan lingkungan adalah kepemilikan sarana sanitasi
dasar seperti kepemilikan jamban keluarga, air bersih, tempat sampah dan Sarana
Pembuangan Air Limbah ( SPAL).

Sarana dan prasarana sanitasi tepat guna yang digunakan untuk pembuangan air limbah
domestik terdiri 2 (dua) sistem, yaitu: sistem pembuangan setempat (on-site system) dan
sistem pembuangan terpusat (off-site system). Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas
sanitasi yang berada di dalam daerah persil (batas tanah yang dimiliki).

Bab 3 - Halaman 3
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.1: Sebagian kondisi sarana tempat BAB yang ada pada masyarakat
golongan kurang mampu.

Bab 3 - Halaman 4
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.4. Jumlah Sarana Dan Prasarana Sanitasi Berdasarkan Jenis Limbah dirinci Per-Kecamatan Di Kota Makassar 2010.

Limbah Mandi, Cuci, Dapur (Gray


Limbah Tinja (Black Water)
Water)
No. Kecamatan Jumlah KK MCK Umum IPAL Komunal Septictank Bersama
Saluran Saluran Saluran
Jmlh KK Jmlh KK Jmlh KK Tersier Sekunder Primer
Unit Pengguna Unit Pengguna Unit Pengguna
1 Mariso 13.401 5 55 1 288 0 0 0 0 55
2 Mamajang 16.294 3 15 1 45 0 0 0 0 0
3 Tamalate 32.904 6 118 1 100 6 118 0 0 0
4 Rappocini 28.444 0 0 0 0 0 0 13.837 2.856 2.800
5 Makassar 15.949 31 172 0 0 31 172 0 0 0
6 Ujung Pandang 7.177 45 360 3 433 37 290 13.837 2.856 2.855
7 Wajo 11.347 14 74 0 0 0 0 0 0 0
8 Bontoala 14.140 28 126 0 0 0 0 0 0 0
9 Ujung Tanah 11.331 2 135 0 0 0 0 0 0 0
10 Tallo 35.618 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Panakkukang 26.929 21 115 0 0 2 6 0 0 0
12 Manggala 24.658 23 699 2 393 0 0 0 0 0
13 Biringkanaya 35.684 0 0 2 196 0 0 0 0 0
14 Tamalanrea 22.498 8 20 0 0 0 0 0 0 0

Kota Makassar 296.374 186 1.889 10 1.455 76 586 27.674 5.712 5.710
Sumber : Survey Dan Investigasi Sanitasi Air Limbah Domestik Kota Makassar, Tahun 2010

Bab 3 - Halaman 5
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.2 : Prosentase warga yang memiliki akses penggunaan jamban di Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 6
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Hasil survey dan investigasi sarana dan prasarana sanitasi air limbah sebagian besar (84,3%)
dari responden melakukan buang air besar di jamban milik sendiri, sedangkan sisanya 7,6%
responden yang melakukan praktek buang air besar sembarangan dalam hal ini di kebun
yang berada di lingkungan mereka, sebesar 4,3% responden melakukan buang air besar di
toilet MCK umum dan 3% responden BAB menumpang di tetangga, serta 0,8% responden
BAB di tempat lainnya.

Sarana sanitasi dengan sistem


pembuangan terpusat adalah sistem
penyaluran air limbah yang
kemudian dibuang ke suatu tempat
pembuangan (disposal site) yang
aman dan sehat, dengan atau tanpa
pengolahan sesuai dengan kriteria
baku mutu dan besarnya limpahan.

Gambar 3.3: Pembangunan IPAL Kel. Manggala

Di Kota Makassar sistem sanitasi off-site ini menggunakan teknologi IPAL Komunal dan
MCK++ dengan total cakupan layanan 1208 KK atau sebesar 0,5% dari jumlah rumah tangga
di kota Makassar, sistem off-site ini terdapat di Kelurahan Sambungjawa Kec. Mamajang,
Kelurahan Manggala Kec. Manggala, Kel. Mariso Kec. Mariso, Kel. Daya dan Bulurokeng Kec.
Biringkanaya, Kel. Parang Tambung Kec. Tamalate dan Kelurahan Barang Caddi Kec. Ujung
Tanah.

Gambar 3.4. Pembangunan IPAL Komunal di


kelurahan Sambungjawa

Bab 3 - Halaman 7
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.5. Kawasan Dan Cakupan Layanan Pengolahan Air Limbah Skala Komunal Di Kota Makassar

Kawasan Sistem Tahun Sam.


No Kel/Kec Teknologi Cakupan Layanan
Pengelolaan Pengolahan Dibangun Rumah
1. Sambung Jawa - Mamajang RW I-II IPAL Komunal DEWATS 2009 45 45 KK / 275 jiwa
2. Sambung Jawa - Mamajang RW 09 MCK ++ DEWATS 2009 51 51 KK / 376 jiwa
3. P. Barang Caddi Ujung Tanah P. Barang Caddi MCK ++ DEWATS 2009 60 60 KK / 360 Jiwa
4. P. Barang Caddi Ujung Tanah P. Bone Tambung MCK ++ DEWATS 2009 75 75 KK / 300 Jiwa
5. Mariso Rusunawa Mariso IPAL Komunal BIOFILTER 2008 288 288 KK
6. Daya Biringkanaya Rusunawa Daya IPAL Komunal BIOFILTER 2009 96 96 KK
7. Manggala RSH Manggal IPAL Komunal BIOFILTER 2009 293 293 KK
8. Manggala RT 02 + 04 RW 09 IPAL Komunal BIOFILTER 2010 100 100 KK
9. Parang Tambung Tamalatea RT 05 RW 12 IPAL Komunal BIOFILTER 2010 100 100 KK
10. Bulurokeng Biringkanaya RT C RW 05 IPAL Komunal BIOFILTER 2010 100 100 KK
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar, 2010

Bab 3 - Halaman 8
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Hasil survey dan investigasi sarana dan prasarana sanitasi air limbah, di kota makassar dari
296.374 KK yang menggunakan sarana sanitasi system on-site sebesar 74,51% atau sekitar
220.826 KK. Dari jumlah tersebut yang mengolah air limbah dengan pengolahan tangki septic
sebesar 87,86% atau sebanyak 194.022 KK, sedangkan selebihnya sebesar 12,14% atau
sebanyak 26.804 KK tidak melakukan pengolahan limbah yaitu dibuang langsung meresap
dalam tanah atau langsung ke selokan/drainase.

Grafik 3.1: Tempat Buang Air Besar (BAB) Penduduk

3.1.1.2 Rumah Sehat

Data tahun 2010 mengenai kondisi sanitasi dan perilaku hidup sehat diperinci sebagai
berikut: Dari jumlah rumah yang ada 57.304 rumah , dilakukan pemeriksaan terhadap
37.034 rumah (64,63 %). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka ditemukan
rumah sehat sebanyak 29.642 (80.04 %) .Angka capaian ini sudah mencapai target SPM
yang sebesar 80 %.

Komponen untuk penilaian Sanitasi Dasar, Rumah Sehat, tempat-tempat umum sehat
terdiri dari komponen fisik, sarana sanitasi dan perilaku penghuninya

Data yang diperoleh dari bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun 2010 dari 53.902
rumah yang diperiksa, sebanyak 43.099 rumah bebas jentik, dengan angka bebas jentik
selama 4 tahun terakhir yaitu : tahun 2006 : 77%; tahun 2007 : 78%. Tahun 2008 menjadi :

Bab 3 - Halaman 9
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

79%; tahun 2009 menjadi : 80%, tahun 2010 : 79,96%. Namun demikian program program
penyehatan lingkungan dan pemukiman masih perlu lebih ditingkatkan sehingga dapat
mewujudkan Misi Kota Makassar Sehat 2010 dan Indonesia Sehat 2010.

Perilaku yang menunjang kesehatan masyarakat adalah rumah tangga yang menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data dari bidang Bina Kesehatan Masyarakat
tahun 2010 jumlah rumah tangga yang ber PHBS sebesar 30.097 (69, 17%) dari 43.511 RT
yang dipantau pada 14 kecamatan. Sebagaimana data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat
Statistik) jumlah RT yang ada di Kota Makassar tahun 2010 sebanyak 306.067 RT (KK). Angka
tersebut mencapai target dari indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 65% RT telah berPHBS.

Namun demikian data yang diperoleh diatas merupakan data sarana (fasilitated based) yang
hanya didapatkan dari sarana pelayanan kesehatan yang ada. Karenanya diperlukan upaya
pengumpulan data yang lebih akurat dan bersumber langsung dari masyarakat langsung
(community based).

Data tersebut belum sepenuhnya dianggap dapat menggambarkan kenyataan yang ada
mengingat jumlah RT yang dipantau masih jauh lebih kecil dari jumlah RT yang ada di Kota
Makassar.

Prosentase rumah tangga yang mempunyai kategori sebagai rumah sehat di kota makassar,
dapat di lihat pada gambar berikut:

Bab 3 - Halaman 10
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.5 : Prosesntase Rumah tangga yang berkategori Rumah Sehat di Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 11
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.1.1.3. Tempat-Tempat Umum Sehat

Salah satu misi dalam mewujudkan Indonesia Sehat


2010 adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat beserta
lingkungannya. Tugas utama kesehatan adalah
memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap
warga negaranya yaitu setiap individu, keluarga dan
masyarakat Indonesia tanpa meninggalkan upaya
penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan dan
perbaikan kualitas lingkungannya.

Gambar 3.6: Tempat Sampah di Tempat Umum Sehat

Salah satu indikator utama dalam pencapaian


Indonensia Sehat adalah tercapainya Tempat Tempat
Umum (TTU) sehat sebesar 80%. Untuk mencapainya
maka Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bidang Kesehatan Lingkungan melakukan
berbagai upaya antara lain :
a. Mengadakan temu karya Pemilik Tempat Tempat Umum yang melibatkan instansi dan
institusi terkait seperti : Dinas Kebersihan, Dinas Pariwisata, PD, Pasar, Kebersihan , PDAM
Kota Makassar, Pihak Sekolah, pengelola tempat tempat ibadah yang ada di Kota
Makassar.
b. Melakukan bimbingan Teknis (bimtek) ke tempat tempat umum terutama kawasan
wisata, hotel, restoran, sarana peribadatan, maupun sekolah sekolah , terminal, pasar dan
sarana kesehatan yang ada di Kota Makassar.

Tempat Tempat Umum (TTU) yang ada di Kota Makassar meliputi hotel, restoran/rumah
makan, masjid, salon kecantikan dan lain-lain. Pada tahun 2010 jumlah TTU yang ada
di Kota Makassar adalah 2639 TTU (hotel, restoran dan pasar), dari jumlah tersebut
dilakukan pemeriksaan sebanyak 1806 (68,43 %) dan yang dinyatakan memenuhi
syarat kesehatan 1518 TTU (84,05 %).

3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat

Komponen perilaku sehat dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosi
kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk memampukan atau memberdayakan
masyarakat agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (WHO).

Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat terbagi menjadi 3 (tiga)
tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan dan tatanan Tempat-
Tempat Umum (TTU). Dari 43.511 RT yang dipantau pada 14 kecamatan jumlah rumah
tangga ber PHBS sebesar 30.097 (69,17%). Sebagaimana data yang diperoleh dari BPS jumlah
RT yang ada di Kota Makassar tahun 2010 sebanyak 306.067 RT (KK).

Bab 3 - Halaman 12
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.7: Perilaku warga yang BAB di pantai

Gambar 3.8: Aktifitas mencuci, Air Limbah


Gray Water terbuang sembarangan

3.1.3 Kondisi Air Bersih

Peranan air sangat menentukan dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan pembangunan
yang terus berlangsung dan meningkatnya jumlah penduduk. Di sisi lain, kuantitas dan
ketersediaannya masih perlu mendapat perhatian serius. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain pencemaran, menurunnya daerah untuk resapan air, dan kegiatan-kegiatan
yang mengabaikan lingkungan. Sumber air baku yang dimanfaatkan untuk pengelolaan air
bersih Kota Makassar berasal dari air permukaan Sungai Lekopaccing dan air yang berasal
dari Waduk Bili-Bili. Potensi sumber air baku tersebut digunakan oleh PDAM Kota
Makassar untuk mensuplai kebutuhan air bersih/minum penduduk dan beberapa instansi
pemerintah/ swasta yang ada di Kota Makassar.

Sedangkan sumber air baku lainnya selain PDAM yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Kota Makassar dan sekitarnya, bersumber dari sumur gali dengan kedalaman rata-rata 5 -
6 m untuk sumur gali, dan 15-30 m untuk sumur tanah dalam. Pada beberapa kawasan
tertentu dijumpai potensi air tanah dangkal dan dalam tersebut dalam kondisi asin,
yang sulit untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum yang layak untuk dikomsumsi.

Jarak sumur gali dari rumah penduduk


umumnya berkisar antara 5-10 meter.
Sumur gali yang ada dijumpai di daerah
dengan topografi yang rendah, sedangkan
sumur tanah dalam umumnya pada
kawasan-kawasan yang memiliki kontur
tertentu (ketinggian). Diameter sumur
rata-rata masyarakat yang ada umumnya
berkisar 80 cm - 1,0 meter dan dijumpai
pada daerah-daerah atau kawasan tertentu
yang memungkinkan untuk penggunaan
sumur gali.

Gambar 3.9: Letak sumber air bersih berdekatan dengan kamar WC/septicktank

Bab 3 - Halaman 13
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Pengelolaan penyediaan pelayanan air bersih Kota Makassar dilakukan oleh PDAM,
s elaku perusahaan daerah serta kelembagaan lainnya ditingkat masyarakat sebagai
pelaku pengguna air bersih yang tidak terjangkau oleh pelayanan jaringan pipa distribusi
PDAM. Potensi air bersih yang bersumber dari PDAM, secara umum masih dominan
dimanfaatkan oleh masyarakat perkotaan. Berdasarkan data yang di peroleh tingkat
pelayanan air bersih yang bersumber dari PDAM Kota Makassar baru mencapai 64,89 %
a t a u 189148 KK.
Ketersediaan sumber daya air sebagai sumber
air bersih di Kota Makassar relative tetap
karena mengikuti daur hidrologi. Untuk itu
perlu dipertimbangkan pemanfaatan air baik
untuk saat ini maupun pada saat yang akan
datang. Potensi dan sumber daya air masih
cukup banyak berasal dari air tanah dangkal
dan air tanah dalam. Sumber air baku yang
digunakan berasal dari sungai Jeneberang
Sungai Maros, dan Dam Bili-bili. Sumber air
baku bagi PDAM Masih perlu diperhatikan dan
dijaga kualitasnya.

Gambar 3.10: Sumber Air Baku PDAM yang masih tercemari


Tabel 3.6. Produksi Air PDAM Kota Makassar Tahun 2010

Terpasang Realisasi
No. Sumber Produksi Keterangan
(d/l) (d/l)
1. IPA I Ratulangi 50 50 Sungai Jeneberang
2. IPA II Panaikang 1000 1000 Sungai Maros
3. IPA III Antang 105 85 Sungai Maros
4. IPA IV Maccini Sombala 200 100 Sungai Jeneberang
5. IPA V Somba Opu 1000 1000 Dam Bili-Bili
Jumlah 2355 2235
Sumber : PDAM Kota Makassar, Tahun 2011

Adapun area pelayanan PDAM Kota Makassar terbagi atas beberapa wilayah pelayanan yang
diuraikan sebagai berikut :
IPA I Ratulangi, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang dan Wajo
IPA II Panaikang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Wajo, Bontoala, Panakkukang,
Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya
IPA III Antang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Manggala
IPA IV Maccini Sombala, area pelayanan meliputi; Kecamatan Mamajang dan Mariso
IPA V Somba Opu, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang, Mamajang,
Panakkukang, Rappocini, Tamalate dan Manggala.

Bab 3 - Halaman 14
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.11: Pembagian Zona Pelayanan PDAM Kota Makassar 2010

Bab 3 - Halaman 15
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sedangkan panjang pipa yang terpasang untuk melayani air bersih bagi masyarakat Kota
Makassar dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7 Panjang Pipa Yang Terpasang menurut Jenis dan Diameter Pipa

Panjang Pipa Menurut Jenis Pipa Total


Diameter
No. panjang
(mm) PVC DIP CIP GIP ACP SP pipa (m')
1 50 1030877,15 24.128 1.055.005
2 75 758123,74 30.228 6 788.357
3 100 486123,74 15.185 16.200 15.771 11 533.290
4 125 6.049 6.049
5 150 342928,9 8.486 11.155 5.557 2.851 93 371.070
6 200 85474,75 18.305 8.865 39 480 48 113.212
7 250 31437,5 4.996 4.875 16 38 41.363
8 300 36634,25 11.148 3.986 97 51.865
9 350 7684,5 1.740 765 9.790 2.908 22.888
10 375 3.675 3.675
11 400 4704, 11.345 2.050 14.450 15.753 48.302
12 450 715 715
13 500 1424, 895 564 2.883
14 600 4447, 113 4.560
15 700 4.030 4.030
16 900 1.137 1.137
17 1000 5.923 5.923
18 1100 4.589 4.589
Jumlah 2.789.860 87.779 58.335 75.738 27.571 19.631 3.058.913
Sumber : PDAM Kota Makassar, Tahun 2011

Bab 3 - Halaman 16
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.8: Data Pelanggan PDAM Per Golongan Tarif Periode : Desember 2010

Non Jumlah
No. Klasifikasi Pelanggan Gol. Tarif Aktif Total %
Aktif Total

1 SOSIAL 1A 605 295 900 2.104 1,27


1B 781 144 925
1C 271 8 279
2 RUMAH TANGGA 2A 7.788 3.860 11.648 148.562 89,85
2B 94.751 4.793 99.544
2C 31.815 2.130 33.945
2D 3.182 243 3.425
3 INSTANSI 2E 5 - 5 778 0,47
2F 590 171 761
2G 12 - 12
4 BISNIS 3A 9.267 2.417 11.684 13.716 8,30
3B 1.329 271 1.600
3C 408 24 432
5 INDUSTRI 4A 27 12 39 178 0,11
4B 83 56 139
6 KHUSUS 5A 2 3 5 14 0,01
5B 3 1 4
5C 3 - 3
5D 1 - 1
5E 1 - 1
JUMLAH 150.924 14.428 165.352 165.352 100,00
Sumber : PDAM Kota Makassar, Tahun 2010

Dari Tabel di atas terlihat bahwa jumlah sambungan PDAM baik yang aktif maupun yang
tidak aktif adalah 165.352 sambungan, dengan penggunaan jumlah sambungan terbesar
adalah rumah tangga yaitu : 148.562 unit atau 89,85% dan pelanggan bisnis dengan jumlah
sambungan 13.716 atau 8,30%. Sedangkan penggunaan jumlah sambungan terkecil adalah
pelabuhan laut, dengan jumlah sambungan 14 unit atau 0,01%.

Sumber air bersih bagi masyarakat Kota Makassar, sebagian besar menggunakan air ledeng /
PDAM yaitu sebesar 64,69%, berikutnya menggunakan sumur gali sebesar 14,60% dan
mengggunakan sumur bor sebesar 2,68%. Disamping itu masih ada yang menggunakan air
hujan sebagi sumber air bersih yaitu sebesar 0,62% yang terbanyak di wilayah kecamatan
Ujung tanah. Prosentase akses air bersih masyarakat Kota Makassar dapat dilihat pada tabel
berikut .

Bab 3 - Halaman 17
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.9: Prosentase Keluarga Memiliki Akses Air Bersih Kota Makasar 2010

Jumlah Akses air Bersih


Jumlah
No. Kecamatan Keluarga Ledeng/ Sumur Sumur
keluarga PAH Kemasan Lainnya Jumlah
terperiksa PDAM Bor Gali

1 Mariso 10.787 10.787 7.298 184 1.456 0 0 0 8.938


2 Mamajang 12.279 8.060 8.853 16 728 0 0 0 9.597
3 Tamalate 25.604 24.041 23.286 154 7.377 0 0 0 30.817
4 Rappocini 38.665 38.665 20.765 1.118 1.924 0 0 0 23.807
5 Makassar 16.782 15.814 11.504 292 1.878 0 0 0 13.674
6 Ujung Pandang 6.706 5.884 5.550 162 309 0 0 0 6.021
7 Wajo 6.764 6.472 4.765 244 892 0 0 0 5.901
8 Bontoala 10.061 9.760 8.054 70 629 0 0 0 8.753
9 Ujung Tanah 9.260 8.930 2.595 16 1.631 1.695 0 0 5.937
10 Tallo 26.007 25.499 16.532 402 3.036 6 0 0 19.976
11 Panakkukang 22.330 18.262 15.885 51 3.591 98 0 0 19.625
12 Manggala 26.372 22.364 15.908 70 6.483 10 0 0 22.471
13 Biringkanaya 58.354 54.391 34.485 5.520 8.371 0 0 0 48.376
14 Tamalanrea 21.510 21.510 13.668 26 4.263 0 0 0 17.957
Jumlah Total 291.481 291.481 189.148 8.325 42.568 1.809 0 0 241.850
Prosentase : 64,89% 2,86% 14,60% 0,62% 0,00% 0,00% 82,97%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2010

Bab 3 - Halaman 18
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.12 : Prosesntase Rumah tangga yang mempunyai akses Air bersih Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 19
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Berdasarkan survey EHRA Kota Makassar tahun 2011, sumber air minum masyarakat di Kota
Makassar bervariasi, diantaranya air dalam kemasan, ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali,
dan mata air terlindung. Pada umumnya masyarakat menggunakan air ledeng/PDAM untuk
sumber air minumnya (72,4%). Prosentase kedua yakni sumur gali (14,6%) kemudian sumur
bor (2,86%). masih terdapat masyarakat yang menggunakan air hujan untuk sumber air
bersihnya sebesar tetapi prosentasenya kecil (0,62%).

Terkait kualitas air bersih, sebagian besar masyarakat (73,7%) responden menyatakan bahwa
kualitas air mereka selalu bagus, sedangkan sisanya (14,7%) responden menyatakan kualitas
air bersih dari sumber utama seringkali jelek. Sedangkan 10,4% responden menyatakan
kualitas air seringkali bagus dan 0,6% responden menyatakan kualitas air selalu jelek serta
0,6% responden menyatakan lainnya.

Grafik 3.2 Kualitas Air Bersih dan Sumber Air Utama

3.1.4 Limbah Cair

3.1.4.1 Limbah Cair Domestik

Pengelolaan sanitasi di Kota Makassar untuk penanganan limbah cair kegiatan rumah tangga
pada umumnya dilakukan secara on site dengan pembuatan tangki septik di tiap-tiap rumah
tangga. Hal ini banyak dilakukan pada kawasan-kawasan permukiman dan perumahan
penduduk. Kelemahan dari kondisi ini adalah seringkali masyarakat tidak mengetahui standart
teknis dan kesehatan yang telah ditentukan. Salah satu syarat yang kurang diperhatikan oleh
masyarakat saat membangun sumur peresapan adalah jarak sumur peresap dengan sumur gali
mereka sering kurang dari 10 meter karena sempitnya persil tanah yang dipunyai, disamping
ketidaktahuan posisi sumur peresap tetangga sekitarnya.

Bab 3 - Halaman 20
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Pengolahan air limbah domestik dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu secara on site system dan
off site sistem. Untuk off site system di Kota Makassar, saat ini masih dalam tahap
perencanaan yakni IPAL Losari (Nipa-Nipa) yang rencananya akan dioperasikan pada Tahun
2014.

Pembuangan limbah rumah tangga oleh masyarakat dilakukan dengan dibuang langsung ke
badan air tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu, dibuang ke badan air dengan
melakukan pengelohan sederhana berupa tangki septic, dan menggunakan system pengolahan
yang memadai. Sistem pengolahan yang memadai ini diaplikasikan dalam bentuk Program
Pengelolaan Air Limbah yang ada di Kota Makassar yakni Sanimas dan SLBM. Selain dua
Program tersebut, Kota Makassar memiliki Program SPBM USRI untuk penanganan sanitasi
masyarakat tetapi pada saat ini masih dalam tahap perencanaan pembangunan fasilitas
pengolahan oleh masyarakat.

Di Kota Makassar sistem sanitasi off-site ini menggunakan teknologi IPAL Komunal dan MCK ++
dengan total cakupan layanan 1208 KK atau sebesar 0,5% dari jumlah rumah tangga di kota
Makassar, sistem off-site ini terdapat di kelurahan Sambungjawa Kec. Mamajang, Kelurahan
Manggala Kec. Manggala, Kel. Mariso kec. Mariso, Kel. Daya dan Bulurokeng Kec. Biringkanaya,
Kel. Parang Tambung Kec. Tamalate dan Kelurahan Barang Caddi Kec. Ujung Tanah.

Grafik 3.3: Tempat penampungan limbah tinja dari jamban penduduk

Terkait tempat penampungan limbah tinja, 48,6% responden mengaku bahwa tempat
penampungan limbah tinja menggunakan septictank tidak kedap air, 38,4% menggunakan
septictank kedap air, 8,3% responden hanya menggunakan lubang saja tanpa tampungan.
Sedangkan 0,8% responden menggunakan IPAL (Instalasi pengolahan Air Limbah) yang
standart, dan sisanya 3,5% responden menjawab lainnya.

Bab 3 - Halaman 21
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Grafik 3.4
Jarak Septicktank/Penampungan Limbah Tinja dengan sumber Utama Air Besih

Sedangkan jarak penempatan bangunan septictank dengan sumber air utama untuk air bersih
yaitu berjarak kurang dari 5 meter ada 23% responden, antara 5-10 meter ada 44,5%
responden, antara 10-20 meter ada 14,8% responden, lebih dari 20 meter ada 9,2%, dan
sisanya 8,2% menjawab lainnya.

Dalam hal pembuangan hasil pengolahan limbah tinja (outlate), sebanyak 21,9% responden
mengaku menyalurkan ke penampungan khusus (IPAL), 55,3% responden menyalurkan ke
lubang resapan dan langsung meresap ke dalam tanah, 18,9% respondes langsung membuang
ke selokan yang ada disekitar rumah, 1,5% responden mengalirkan di permukaan tanah, dan
sisanya 2,7% responden menjawab lainnya.

Bab 3 - Halaman 22
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Grafik 3.5
Tempat Pembuangan Outlate Pengolahan Limbah Tinja

3.1.4.2 Limbah Non Domestik

Kualitas pengelolaan limbah non domestik yaitu limbah industri dan rumah sakit ditentukan
dari kepemilikan IPAL, dimana dari IPAL limbah industri dan rumah sakit yang ada di Kota
Makassar, belum ada data yang pasti tentang kepemilikan IPL bagi industri dan rumah sakit
tersebut.

3.1.5 Persampahan

Kota Makassar yang berkembang pesat menimbulkan dampak pada kondisi persampahannya.
Sampah merupakan persoalan yang tiada habisnya dan setiap tahun selalu bertambah baik
secara kuantitas dan kualitas. Peningkatan masalah sampah di Kota Makassar disebabkan oleh
jumlah penduduk yang terus bertambah, disamping perkembangan sektor industri dan usaha
lainnya. Belum lagi adanya keterbatasan sarana dan prasarana pengelola sampah itu sendiri,
ditambah dengan ketersediaan lahan untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kota Makassar
yang sangat terbatas, sehingga masalah persampahan kota menjadi lebih kompleks. Timbulan
sampah di Kota Makassar dalam kurun waktu lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Bab 3 - Halaman 23
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.10: Timbulan Sampah di Kota Makassar dalam 5 tahun terakhir

Timbulan Sampah % Terhadap


No. Tahun Tertangani
(m3/hari) Timbulan
1. 2006 3.582,01 3.151,27 87,97%
2. 2007 3.661,81 3.245,29 88,63%
3. 2008 3.812,69 3.315,20 86,95%
4. 2009 3.680,03 3.278,12 89,08%
5. 2010 3.781,23 3.373,42 89,21%
Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 2011

Dari data tersebut, jumlah timbulan sampah pada Tahun 2010 sebanyak 3781,23 m3/hari
sampah perkotaan setiap harinya. Padahal kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa hanya
sekitar 2,800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Sedangkan komposisi sampah di kota
Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11: Komposisi Sampah Di Kota Makassar Keadaan Bulan Desember 2010

3
No Komposisi Sampah Volume (M ) Prosentase
1 Sampah Organik / Organic 2.910,79 76,98%
Kertas, Karton / Paper,
2 322,16 8,52%
Carton
3 Plastik / Plastic 366,02 9,68%
Metal, Kaleng, Besi,
4 81,67 2,16%
Aluminium/ Metal
5 Karet, Ban / Rubber 55,21 1,46%
6 Kaca / Glass 29,87 0,79%
7 Kayu / Wood 11,72 0,31%
8 Lain - lain / Others 3,78 0,10%
Jumlah 3.781,23 100,00%
Sumber : Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar, Tahun 2011

Disamping itu, Kota Makassar memiliki empat sarana pengelolaan sampah komunal yang
dikelola oleh masyarakat yakni di Kelurahan Sambung Jawa, Kompleks BTP, Kelurahan
Pannambungan (Mariso), dan Kelurahan Bulurokeng. Fasilitas pengelolaan sampah ini sampai
saat ini masih belum dapat berfungsi secara optimal karena berbagai masalah pengelolaan
seperti lembaga pengelola, sarana prasana, dan administrasinya

Bab 3 - Halaman 24
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.13. TPST 3R Kel. Sambungjawa Gambar 3.14. TPST 3R Kel. Pannambungan

Penanganan sampah di Kota Makassar berdasarkan survey yang dilakukan dapat dilihat pada
grafik berikut ini:

Grafik 3.6 Penanganan Sampah Di Kota Makassar Tahun 2011

Diangkut petugas

60 Ditimbun

Dibuat Kompos
40 Dibakar

Dibuang ke kanal/selokan
20
Dibuang sembarangan Dibuang sembarangan

Dibuang ke TPS
0 Diangkut petugas

Lainnya
Persentase

Sum
Sumber: Survei EHRA 2011

3.1.6 Drainase Lingkungan

Drainase merupakan saluran yang berada pada sisi kiri maupun kanan jalan yang berfungsi
untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir dan mengurangi genangan air di jalan akibat hujan.
Secara umum drainase di kota Makassar masih digunakan untuk menyalurkan air hujan dan air
limbah (grey water) dari rumah tangga (khusus dari kamar mandi dan dapur karena air limbah
dari WC masuk ke dalam tangki septic). Pada musim kemarau - karena yang melewati saluran
drainase hanya air limbah (grey water) - akan menyebabkan terjadinya sedimentasi pada dasar
saluran yang mempengaruhi kapasitas saluran pengurangan kapasitas saluran dapat juga
disebabkan oleh sampah yang masuk ke dalam saluran tersebut.

Bab 3 - Halaman 25
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.15 Kondisi Drainase yang ada di Kelurahan Paropo Kecamatan Panakukang
dan Kelurahan Pannambungan Kecamatan Mariso

Banjir berpotensi menjadi sebab penyebaran penyakit-penyakit, khususnya yang dikategorikan


sebagai waterborne disease seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare atau
penyakit kolera. Risiko ini bisa muncul karena berbagai hal. Yang umum adalah karena banjir
mencemari sumber-sumber air minum warga dengan patogen. Seringkali, risiko terkena
penyakit menjadi semakin besar ketika praktik higinitas diri warga memburuk selama atau
pasca banjir. Dalam studi, data mengenai pengalaman banjir diperoleh melalui laporan atau
jawaban verbal dari responden.

Grafik 3.7 Kejadian Banjir/Air Tergenang di Kota Makassar Tahun 2011

Kejadian Banjir/Air Tergenang

Tidak Tahu

Tidak Pernah
Kejadian Banjir/Air Tergenang

Ya

0 20 40 60

Sumber: Survei EHRA 2011

Bab 3 - Halaman 26
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Seperti terbaca pada tabel di atas, banjir/air tergenang tampaknya bukan pengalaman
mayoritas rumah tangga di Kota Makassar. Dari semua rumah yang di survei, sekitar 42,4%
yang melaporkan pernah mengalami banjir/air tergenang, baik yang sampai masuk ke dalam
rumah atau sebatas hanya di lingkungan tempat tinggal. Frekuensi banjir/air tergenang dalam
satu tahun dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Grafik 3.8
Frekuensi Banjir/Air Tergenang dalam satu Tahun Terakhir di Kota Makssar Tahun 2011

Frekuensi Banjir/air Tergenang dalam Satu


Tahun Terakhir di Kota Makassar

60
50
40
30 Frekuensi Banjir/air
Tergenang dalam Satu
20 Tahun Terakhir di Kota
10 Makassar
0
1 Kali
2 - 5 Kali
6 kali

Sumber: Survei EHRA 2011

Disamping hal tersebut, terkait dengan kondisi saluran limbah (drainase lingkungan)
masyarakat Kota Makassar, dari hasil studi EHRA yang dilaksanakan, bahwa ditemui sekitar
23,2% kondisi saluran air limbah/drainase masyarakat dalam keadaan sedikit/kadang berbau,
air mengalir,tidak ada tinja, sedikit sampah. Kondisi lainnya sekitar 20,2% berbau,air mengalir,
tidak ada tinja dan sampah. Dan dengan kondisi tidak ada tinja dan sampah, air mengalir
sebesar 21,1%. Kondisi saluran tersebut dapat disampaikan sebagaimana grafik 3.9.

Bab 3 - Halaman 27
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Grafik 3.9
Kondisi Saluran Air Limbah/Drainase Rumah Tangga di Kota Makassar Tahun 2011

Kondisi Saluran Limbah/Drainase Rumah Tangga Kota


Makassar

50

0
Kondisi Saluran
Limbah/Drainase Rumah
Tangga Kota Makassar

Sumber: Survei EHRA 2011

3.1.7 Pencemaran Udara

Pencemaran udara di Kota Makassar bersumber dari kegiatan transportasi, industri, dan lain-
lain. Udara yang tercemar, apabila terhirup maka akan masuk ke dalam darah dan
mengakumulasi menjadi racun dalam tubuh. Berikut adalah hasil pengukuran udara ambien di
14 lokasi di Kota Makassar.

Tabel 3.12 Data Hasil Pemeriksaan Udara Ambien, Tahun 2010

Hasil Uji Lokasi


Parameter Satuan BM*
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7

SO2 g/Nm 30.91 26.73 27.20 29.45 29.36 51.62 18.10 360

CO g/Nm 78.69 88.67 81.02 87.04 116.06 225.82 36.45 10000

NO2 g/Nm 43.16 23.98 35.69 22.49 45.33 41.15 16.25 150

O3 g/Nm 21.73 25.19 50.77 87.04 84.85 225.82 27.54 230

TSP g/Nm 27.51 30.17 23.81 35.02 114.04 37.72 230

Bab 3 - Halaman 28
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sambungan Tabel 3.12

Hasil Uji Lokasi


Parameter Satuan BM*
L8 L9 L10 L11 L12 L13 L14

SO2 g/Nm 39.67 33.53 72.62 25.57 31.52 36.11 27.41 360

127.6
CO g/Nm 87.60 191.35 57.89 69.72 91.06 67.63 10000
6

NO2 g/Nm 47.72 15.47 48.86 26.83 21.60 31.07 40.03 150

O3 g/Nm 25.88 43.96 45.65 24.95 27.54 40.36 18.26 230

TSP g/Nm 32.42 37.31 108.18 35.75 23.82 26.38 29.17 230
Sumber: BBLK Makassar 2010

3.1.8. Limbah Industri

Kota Makassar merupakan salah satu kota yang berkembang menjadi pusat industri di
kawasan Indonesia Timur yang produksinya industrinya mulai dari industry rumah tangga
hingga industry besar. Kota Makassar dalam perencanaan tata ruang telah menetapkan suatu
kawasan industri di wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea sebagai suatu Kawasan
Industri Makassar (KIMA) yang dikelola oleh PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) dengan luas
kawasan sebesar 200 Ha yang akan dikembangkan menjadi 703 Ha.

Sektor industri dapat dibedakan atas industri besar, sedang, kecil, dan rumah tangga. Industri
yang aktif di Kawasan Industri Kota Makassar meliputi industri karbon, industri pengawetan
kulit, industri plastic, industri pengolahan kayu, industri kemasan karbon, industri pengolahan
beras, industri mie instan, industri pengolahan biji coklat, industri pengolahan biji kopi, industri
pengolahan rumput laut, industri cold storage, industri traktor tangan, industri rotan, industri
vulkanisir, industri mesin, dan industri mesin/baja.

3.1.9. Limbah Medis

Limbah medis Rumah Sakit dan Puskesmas tidak seperti limbah lain pada umunya yang
bisa dibuang di TPA maupun IPAL komunal. Hal ini disebabkan limbah medis Rumah Sakit
dan Puskesmas biasanya berupa limbah infectious yang berbahaya bila tidak dikelola dengan
baik. Limbah ini berupa :
a) Limbah cair: limbah cair dari ruang operasi, apotek, radiologi, kamar mandi, toilet dan
lain-lain.
b) Limbah Padat: jarum suntik, potongan organ tubuh, botol infus, tempat obat,
sarung tangan dan lain-lain.

Bab 3 - Halaman 29
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.2 Pengelolaan Sanitasi Air Limbah

3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional

Landasan hukum yang dipakai dalam pengelolaan limbah cair di Kota Makassar antara lain :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419),
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3699)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377),
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161)
Peraturan Daerah Nomor & Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Sulawesi Selatan
Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2003 tentang Pengelolaan,
Pengendalian Pencemaran Air, Udara, Penetapan Baku Mutu Limbah Cair, Baku Mutu
Udara Ambien dan Emisi serta Baku Tingkat Gangguan Kegiatan yang Beroperasi di
Propinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Kebersihan

3.2.2 Aspek Institusional

Secara institusional pengelolaan limbah cair di Kota Makassar sebagian besar


ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Makassar yang dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah. Tahun 2011 sedang dibentuk kelembagaan khusus untuk Pengelolaan Air
Limbah yaitu setingkat UPTD.

3.2.3 Cakupan Pelayanan

Sampai sejauh ini Pengelolaan air limbah rumah tangga secara terpusat (Off-Site
Sanitation) skala kota di Kota Makassar masih belum ada. Sedangkan untuk pengolahan
air limbah skala komunal kecil masih sangat terbatas, pernah dibangun untuk septik tank
komunal dengan kapasitas 45 KK di Kelurahan Sambung Jawa pada tahun 2002, dan pada
tahun 2006 dibangun sistem sewerage untuk skala kawasan perumahan 100 KK di
perumahan Dukuh Manggala serta tahun 2008 juga dibangun sistem sewerage skala
kawasan perumahan untuk 100 KK di Perumahan PNS Manggala, Kelurahan Tamangapa.

Sebagian besar sistem pengelolaan ai limbah rumah tangga untuk kota Makassar masih
dilakukan secara setempat (On-site Sanitation). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Makassar tahun 2010, dapat dijelaskan bahwa 86 % Rumah Tangga membuang limbah
(Black Water) ke Septik Tank Pribadi dan 1 % menggunakan Septik Tank Komunal
sedangkan sisanya kurang lebih 14% rumah Tangga atau 33.315 keluarga yang
mempergunakan saluran/kanal sungai dan lahan-lahan terbuka

Bab 3 - Halaman 30
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.2.4 Aspek Teknis dan teknologi

A. Sarana Pengolahan Sistem On-Site


Data Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun 2010 melaporkan tentang kepemilikan sarana
pengelolaan air limbah yang dimiliki masyarakat sebagaimana dalam tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13: Sarana Kepemilikan Pengelolaan Air Limbah tahun 2010

Jumlah Keluarga yang memiliki /


Jumlah Rumah
menggunakan sarana
Tangga Tahun
No Kecamatan Septik Tank Septik Tank MCK
2010
Pribadi Komunal Komunal
1 Tamalanrea 22.498 19.990 - 2
2 Biringkanaya 35.684 21.426 1 5
3 Manggala 24.658 19.836 1 -
4 Panakukkang 26.929 23.091 1 4
5 Tallo 35.618 20.586 1 4
6 Ujung Tanah 11.331 6.374 1 1
7 Bontola 14.140 12.666 2 -
8 Wajo 11.347 6.920 2 -
9 Ujungpandang 7.177 4.435 2 -
10 Makassar 15.949 13.718 2 3
11 Rappocini 28.444 20.910 - -
12 Tamalatte 32.904 31.176 3 5
13 Mamajang 16.294 10.889 1 -
14 Marisso 13.401 8.836 1 3
Jumlah 2963.374 220.853 18 27
Sumber : Puskesmas di Kota Makassar

B. Sarana Pengolahan Sistem Off-Site

1. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)


Instalasai IPLT yang dimiliki kota Makassar sebanyak 1 unit dengan kapaitas pengolahan
sebesar 100 M3/hari terletak di desa Nipa-Nipa, Kecamatan Manggala. Instalasi IPLT ini
dibangun tahun 1990. Terletak kurang lebih 20 km dari pusat kota Makassar.

Sejauh ini di Kota Makassar belum ada perusahaan swasta yang melakukan jasa penyedotan
tinja. Pelayanan penyedotan tinja di Kota Makassar sampai dengan Tahun 2009 ditangani oleh
PD Kebersihan Kota Makassar melalui SK walikota Makassar No 7255 tahun 1999. Namun
demikian sejak adanya reorganisasi, maka perusahaan tersebut telah ditiadakan, selanjutnya
pengelolaan IPLT berada pada Dinas Pertamanan dan Kebersihan.

Bab 3 - Halaman 31
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Jumlah pelanggan pada tahun 2009


tercatat sebesar 4.899 pelanggan dan
meningkat menjadi 5.905 pelanggan pada
tahun 2010. Jumlah tinja terangkut pada
tahun 2009 tercatat sebesar 12.457 m3,
sedangkan pada tahun 2001 terangkut
sebesar 14.750 m3. Pengoperasian sistem
IPLT tersebut didukung oleh 25 orang
petugas lapangan atau 56,8% dari total
karyawan yang jumlahnya 44 orang.

Gambar 3.16 Kondisi Endapan Lumpur IPLT Nipa-Nipa

Dengan asumsi kandungan BOD air cucian rumah tangga sebesar 168 mg/l, air limbah
kemersial/jasa 250 mg/l dan air limbah industri 1152 mg/l, maka beban polusi akan mencapai
78 600 kg/hari di Kota Makassar. Beban polusi tersebut harus dikurangi dengan jalan
memperbaiki saluran pembuangan air limbah.

Gambar 3.17 Foto Existing IPLT Nipa-Nipa

Bab 3 - Halaman 32
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.18 Layout rencana Normalisasi IPLT Nipa-Nipa

Pelayanan air limbah domestik di Kota Makassar dikelola oleh Dinas Pertamanan dan
Kebersihan yang mempunyai 8 buah kendaraan truk penyedot tinja dengan kapasitas 3 m3
yang masih beroperasi walaupun terdapat 2 buah truk tinja yang sudah tidak layak dipakai
mengingat umur teknis sudah habis (truk tahun 1986). Operasi kendaraan mempunyai
pengaturan truk yang berbeda pada musim kemarau dan musim hujan. Pada musim hujan,
seluruh kendaraan beroperasi dengan rotasi sebanyak 4 truk/hari dan mengangkut lumpur
tinja sebanyak 96 m3/hari. Pada musim kemarau, hanya 3 mobil yang beroperasi dengan.
Jumlah lumpur terangkut sebanyak 36 m3/hari.

Tabel 3.14 Sarana Operasional IPLT

Tahun
No Jenis dan Jumlah Kendaraan Kondisi
perolehan

1 2 unit Toyota Dyno 1986 Rusak berat


2 2 Unit Toyota Dyno Rino 1983 Rusak berat
3 1 Unit Daihatsu 1996 Baik
4 3 Unit Toyota Dyno Rino 1999 Baik
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Lumpur tinja di buang ke IPLT Kampung Nipa-Nipa Kelurahan Antang Kecamatan Manggala
yang dibangun pada tahun 80-an, terletak sekitar 18 km dari pusat kota. Luas lahan sekitar 10
000 m2 dan luas lahan terbangun sekitar 2.181 m2 atau 21,8% dari luas lahan total. IPLT
Kampung Nipa-Nipa, Kelurahan Antang saat ini tidak berfungsi secara optimal mengingat tidak
terpeliharanya prasarana yang ada. Berdasarkan studi yang dilakukan pada tahun 2000,
disimpulkan bahwa terjadi perbedaan dimensi hasil observasi lapangan dan shop drawing dan
as built drawing. Perbedaan dimensi ini menyebabkan tidak optimalnya sistem operasi IPLT.
Sistem pengolahan lumpur tinja ini teridiri dari unit-unit pengolahan yaitu:

Bab 3 - Halaman 33
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

- Inhoff Tank
- An-aerobic Pond I
- An-erobik pond II
- Facultatif
- Maturation pond
- Bangunanan Penunjang (Kantor Operasional)

Kondisi instalasi tidak terawat dengan baik, sehingga instalasi tidak berfungsi secara efektif
termasuk bangunan penunjang berupa Kantor IPLT di lapangan sudah dalam kondisi rusak.
Secara fisik, IPLT Nipa-Nipa sudah mengalami penurunan kapasitas mengingat terjadinya
pengendapan sedimen lumpur yang cukup tebal, penyumbatan saluran, tidak berfungsinya
katup saluran di bak imhoff, kolam aerobik I dan II, dan bahkan pada kolam fakultatif, terjadi
rembesan lumpur, tidak ada inlet/outlet cadangan dan tidak adanya fasilitas pengering.Bak
Pengering lumpur sudah tertutup lumpur padat,penampungan cake terlampau kecil dan pipa
pembawa mengalami korosi/rusak. Sarana dan prasarana penunjang sudah tidak memadai dan
mengalami kerusakan yang cukup berat sehingga tidak dapat digunakan.

Untuk pembiayaan kegiatan operasional IPLT dan Truk Tinja sebagaimana pembiayaan
pelayanan persampahan diperoleh dari biaya rutin biaya pembangunan APBD dan Jasa
Penyedotan Tinja. Tarif pelayanan penyedotan Tinja ditetapkan berdasarkan SK Dinas
Keindahan Kota Makassar Np.86/Kep/PDK/X/2001 yaitu :
Pelayanan Daftar Tunggu Rp. 75.000/rit
Pelayanan Extra Cepat Rp 125.000/rit

Berdasarkan studi yang pernah dilakukan, beberapa usulan pemecahan permasalahan


rehabiliasi IPLT Nipa-Nipa disajikan pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.15 Kondisi IPLT saat ini, permasalahan dan tindakan pemecahannya

No Permasalahan Uraian Permasalahan Tindakan Pemecahan


1 Bak Imhoff Pengendapan Lumpur Pengerukan Lumpur
Penyumbatan saluran Pembersihan Saluran
Kerusakan pada mulut saluran Perbaikan Mulut Saluran
Bak Relatif Rendah Penambahan Ketinggian Bak
2 Bak Pengendapan Kepadatan Lumpur Pengerukan lumpur padat
Lumpur Pelimpahan lumpur di bak Pembesihan/pengerukan
Penyumbatan pengaliran air Pembersihan saluran
Tidak ada bak residu Pembuatan bak residu
3 Kolam aerobik I Pengendalian lumpur Pengerukan lumpur
Pengentalan lumpur Pembersihan kolam
Penyumbatan saluran Pembersihan saluran
Katup saluran tidak berfungsi Perbaikan kran saluran
Terjadi rembesan Dibuat jembatan kerja
Rehabilitasi bak kontrol

Bab 3 - Halaman 34
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sambungan tabel 3.15


No Permasalahan Uraian Permasalahan Tindakan Pemecahan
4 Kolam Aerobik II Pengendalian lumpur Pengerukan lumpur
Pengentalan lumpur Pembersihan kolam
Penyumbatan saluran Pembersihan saluran
Katup saluran tidak berfungsi Perbaikan kran saluran
Terjadi rembesan Dibuat jembatan kerja
Rehabilitasi bak kontrol
5 Kolam Fakultatif Terjadi penyumbatan saluran Pembersihan/pengerukan
Terjadi rembesan lumpur tinja Pembersihan
Kerusakan jalan inspeksi Perbaikan jalan inspeksi
Katup saluran tidak berfungsi Perbaikan kran saluran

6 Kolam Maturasi Terjadi penyumbatan saluran Pembersihan/pengerukan


Terjadi rembesan lumpur tinja Pembersihan
Kerusakan jalan inspeksi Perbaikan jalan inspeksi
Katup saluran tidak berfungsi Perbaikan kran saluran
7 Sarana dan Terjadi kerusakan dan tidak Rehabilitasi dan pengadaan
Prasarana berfungsi dengan baik kelengkapannya
Penunjang
Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar

Tabel. 3.16 Manajemen Angkutan Limbah

No Kondisi Eksisting Permasalahan Tindakan Yang Disarankan


1 Kendaraan Dari 8 buah mobil ada 2 mobil yang Agar diadakan pengadaan
Jumlah 8 buah dan masih sudah tidak layak dilihat dari umur mobil sebanyak 2 buah
beroperasi teknisnya untuk menggantikan mobil
yang sudah tidak layak
2 Tempat kerja yang ada Kurangnya tenaga yang profesional Perlu ditambah tenaga kerja
sebanyak 24 orang yang bisa menangani khusus yang profesional khusus
dilokasi IPLT pada saat yang menangani IPLT
pengoperasiannya nanti (dilokasi) paling sedikit 4
orang
3 Besarnya biaya Besarnya biaya operasional yang Diupayakan agar biaya
operasional sebesar Rp dikeluarkan cukup besar, bila operasional tidak
124.430.500/9 bulan atau dibandingkan dengan tarif yang mengalami peningkatan
Rp.13.825.000/ bulan diterima yang cukup tinggi setiap
atau untuk 1 tahun Rp tahun
146.870.500.
4. Besarnya biaya Biaya pemeliharaan cukup besar Agar diupayakan biaya
pemeliharaan ditambah ditambah biaya over head pemeliharaan tidak
over head adalah Rp mengalami peningkatan
76.247.999/9 bulan atau yang cukup tinggi dalam
Rp 8.471.000/bln atau Rp tahun-tahun mendatang
86.271.000/th
5 Analisa Tarif Jumlah tarif yang diterima tidak Terlihat ada subsidi untuk
Penerimaan Rp 126 sebanding dengan biaya OP yang menutupi biaya OP. Tetapi
juta/9 bulan atau Rp 14 dikeluarkan. Terjadi pengurangan sebenarnya penerimaan
juta/bulan. Sedangkan dana atau subsidi sebesar Rp 74,7 dalam setahun dapat
biaya pengelolaan Rp 198 jt/9 bulan atau Rp 39,8 jt/tahun menutup
jt/thn pengeluaran/tahun

Bab 3 - Halaman 35
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

No Kondisi Eksisting Permasalahan Tindakan Yang Disarankan


6 Pada saat musim hujan Armada yang disiapkan hanya 8 Agar diadakan penambahan
jumlah pelanggan buah, sedangkan yang dibutuhkan jumlah armada sebanyak 5-
bertambah 40 50 sebanyak 13-14 buah 6 buah
7 Masih belum bisa Mobil yang dimiliki ukuran besar, Agar diupayakan untuk
melayani untuk sehingga tidak dapat pengadaan mobil/armada
pelanggan yang tinggal masuk/melewati jalan kecil untuk melayani
pada jalan setapak/jalan setapak/jalan kecil pelanggan yang tinggal di
kecil daerah jalan setapak/jalan
kecil
Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar

2. Sistem Intermediate (Semi terpusat)


Pengelolaan sistem ini di Kota makassar berdasarkan data tahun 2009 baru mencapai 1,84 %
yang berupa Septik Tank Komunal (Tabel 3.15) dan hampir merata di setiap kecamatan, dan
pada tahun 2007 mulai dibangun sistem semi terpusat.

Tabel 3.17 Pembangunan sarana prasarana sanitasi dan air bersih di Kota Makassar

Program / Kegiatan / Kelurahan / Sistem


No. Jenis Sarana / Prasarana Keterangan
Sumber Dana Lokasi Pembangunan

1. NUSSP 42 Masyarakat Drainase 2004-2008

2. Sanimas 4 Masyarakat MCK++, Perpipaan 2007-2008


3. Unilever Care 1 Masyarakat MCK++, Perpipaan 2007
4. Swash Care Siklus 1 3 Masyarakat MCK dan HU 2008
5. Swash Care Siklus 2 3 Masyarakat MCK dan HU 2009
6. WES / Care-Unicef 16 Masyarakat MCK , Master Meter 2009-2010
Sumur Dalam, HU, dan
7. Pamsimas 39 Masyarakat 2008-2010
Sanitasi Sekolah
DAK Air Bersih dan
8. 8 Masyarakat Sumur Dalam dan RO 2008-2009
Sanitasi
9. APBD II Air Bersih 2 Pihak ke III Sumur Dalam , HU, RO 2008-2009
10. DAK Air Bersih 2 Masyarakat Sumur BOR Dalam 2010
11. DAK Sanitasi (SLBM) 3 Masyarakat IPAL Communal 2010
12. Replikasi Care 3 Masyarakat Septic Tank Communal 2010
APBD Pemeliharaan
13. 6 Swakelola MCK 2010
Sanitasi
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar

3. Sistem Terpusat Skala Kawasan


Pengelolaan prasarana dan sarana air limbah skala kawasan atau sistem komunal bertujuan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat di suatu kawasan
lingkungan permukiman tertentu. Di Kota Makassar sarana pengolahan air limbah mulai
dilaksanakan melalui program SANIMAS tahun 2007 kerjasama Departemen PU, Pemkot
makassar dan BORDA, Program SLBM Tahun 2010 Dinas PU Kota Makassar dan IPAL RSH
melalui proyek Satker pengembangan PLP Sulawesi selatan.

Bab 3 - Halaman 36
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel. 3.18 Sarana Prasarana Pengolahan Limbah Terpusat

Mulai
Kelurahan- Jmlah
No Kawasan Teknologi Sistem Operas Ket
Kecamatan pengguna
inal
1 RWI-II Sambungjawa IPAL 45 Kk/
DEWATS 2009
Mamajang Komunal 250 Jiwa SANIMAS
2 RW 09 Sambungjawa 51 Kk/ (Kerjasana
MCK ++ DEWATS
Mamajang 376 Jiwa Pemkot
3 P. Barrang Barrang Caddi 60KK/ Makassar-
MCK ++ DEWATS 2009
Caddi Ujung Tanah 260jiwa Dept PU-
4 P. Bone Barrang Caddi 75 KK/ BORDA
Tambung MCK ++ DEWATS 2009
Ujung Tanah 300 jiwa
5 Rusunawa IPAL
Mariso BIOFILTER 2007 288 KK
Mariso Komunal Satker
6 Rusunawa Daya - IPAL Pengemba
BIOFILTER 2008 96 KK
Daya Biringkanaya Komunal ngan PLP
5 RSH IPAL Sul-Sel
Manggala BIOFILTER 2009 293 KK
Manggala Komunal
6 RT 02+04 IPAL
Manggala BIOFILTER 2010 100 KK
RW 09 Komunal Program
7 RT 05 Parang SLBM 2010
IPAL
RW 12 Tambung BIOFILTER 2010 100 KK Dinas PU
Komunal
Tamalatea Kota
8 RT C RW Bulurokeng - IPAL Makassar
BIOFILTER 2010 100 KK
05 Biringkanaya Komunal
Sumber : Satker Pengembangan PLP Sul-Sel

4. Sistem Terpusat Skala Kota


Pengelolaan sistem terpusat skala kota, sampai saat ini masih belum ada akan tetapi Kota
Makassar telah mempunyai Master Plan untuk sistem terpusat yang disusun pada tahun 1996
oleh Konsultan PCI (Pacific Consultant International) dan Yachiyo Engineering CO, Ltd, Tokyo
dan tahun 2007 telah dilakukan Rewiew oleh Konsultan Sehati. Dan pada tahun 2011, Kota
Makassar telah menyusun Rencana Induk Investasi Air Limbah Kota Makassar melalui Program
Water And Sanitation Initiative/WSI dan dilaksanakan oleh Indonesian infrastructure initiative
(IndII).

C. MASTER PLAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH KOTA MAKASSAR

Berdasarkan Master Plan Sistem Pengelolaaan Air Limbah Domestik Kota Makassar tahun 1996
yang dibuat oleh konsultan PCI, yang merekomendasikan Kota Makassar di bagi menjadi 3
Zone pengelolaan air limbah domestik yaitu:

1. Zone Maccini Sombala


2. Zone Lembo
3. Zone Pampang

Untuk jangka pendek direkomendasikan pengelolaan air limbah kawasan pantai Losari
merupakan bagian dari Zone Maccini Sombala. Lebih jelasnya Master Plan Sistem Pengelolaan

Bab 3 - Halaman 37
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Air Limbah Domestik Kota Makassar tahun 1996 untuk jangka panjang (2012 2020 ) tersebut
dapat dilihat pada gambar 3.16

Sedangkan berdasarkan Review Master Plan tahun 2007, direkomendasikan pembagian zone
pelayanan pengelolaan air limbah menjadi 6 Zone sebagaimana dalam gambar 3.16 , dengan
cakupan pelayanan sebagai berikut :
1. Zone Pelayanan Sistem Lembo :
- Luas Pelayanan : 509 Ha
- Jumlah Pendudk : 82.935 jiwa
- Kapasitas Pengolahan : 7.962 M3/hari
2. Zone Sistem Pampang
- Luas Pelayanan : 334.32 Ha
- Jumlah Penduduk : 46.954 Jiwa
- Kapasitas Pengolahan : 3.800 m3/hari
3. Zone Pelayanan Sistem Maccini Sombala
- Luas Pelayanan : 334.32 Ha
- Jumlah Penduduk : 46.954 Jiwa
- Kapasitas Pengolahan : 3.800 m3/hari
4. Zone Pelayanan Sistem Kawasan Pantai Losari
- Luas Pelayanan : 422 Ha
- Jumlah Penduduk : 79.038
- Kapasitas Pengolahan : 7.000 m3/hari
5. Zone Pelayanan Makassar
- Luas Pelayanan : 150 Ha
- Jumlah Penduduk : 35.998
- Kapasitas Pengolahan : 3.600 m3/hari
6. Zone Pelayanan Sambung Jawa
- Luas Pelayanan : 192 Ha
- Jumlah Penduduk : 40.386 Ha
- Kapasitas Pengolahan : 4.000 m3/hari

Bab 3 - Halaman 38
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

LOSARI

Gambar 3.19: Zone Pelayanan Air Limbah berdasarkan Review Master Plan Tahun 1996

Berdasarkan penyusunan Rencana Induk Investasi Air Limbah Kota Makassar 2011, Master
Plan Air limbah terdapat memiliki pentahapan sebagai berikut (DED untuk Losari dari
SEHATI dan Dana Consult):

- Tahun Pertama (2009, sekarang 2011):


Sekitar 2.5 km, pipa air limbah induk di Losari 1 dengan diameter 250mm 500mm
Sekitar 2.2km, pipa sekunder di Losari 1dengan diameter 200 mm
2.5km, saluran pipa induk 600mm di lokasi IPLT
Pump House
Pembangunan IPLT dengan luas 6 ha dan kapasitas 7,000m3/hari, lihat Bab 6.2 untuk
lebih detil
- Tahun Kedua (2010, sekarang 2012):
Sekitar 14 km, pipa sekunder di Losari 1 dengan diameter 150 200mm
1,000 sambungan di Losari 1
Sekitar 7 km, pipa induk di Losari 2 dengan diameter 350mm 500mm
- Tahun Ketiga (2011, sekarang 2013)
1.5 km, Pipa sekunder di Losari 1 dengan diameter 150mm
1,500 sambungan di Losari 1
4.5 km, pipa induk di Losari 2 dengan diameter 300mm
8.5 km, pipa sekunder di Losari 2 dengan diameter 200mm
500 sambungan rumah di Losari 2
- Tahun keempat (2012, sekarang 2014)

Bab 3 - Halaman 39
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sistem pengelolaan air limbah terpusat direncanakan dapat menerima buangan rumah
tangga (domestik) maupun kegiatan non domestik baik yang bersifat Black Water maupun
Grey Water, yang disalurkan secara gravitasi dengan menggunakan pipa menuju ke Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Rencana Kebutuhan sistem penyaluran air limbah sistem
Losari dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Berdasarkan pertimbangan kualitas air limbah
sebagaimana dijelaskan sebelumnya dan pertimbangan biaya operasional instalasi serta
ketersediaan lahan , maka ditetapkan rencana sistem pengolahan air limbah domestik
untuk kawasan pantai Losari menggunakan sistem pengolahan An-aerobik dan sistem
Aerobik. Teknologi pengolahan yang digunakan sudah sering diterapkan di beberapa kota
besar di Indonesia.

Perkiraan Biaya Operasi dan Pemeliharaan untuk saluran air limbah domestik dan Instalasi
Pengolahan air limbah diperkirakan sebesar Rp 900.000.000/tahun, yang terdiri dari O &
M Sewer sebesar Rp 300.000.000/tahun dan O & M untuk IPAL sebesar Rp
600.000.000/tahun.

Sistem pelayanan air limbah yang sudah ada di Kota Makassar adalah sistem
pelayanan air limbah setempat yaitu berupa Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
Nipa-Nipa. Namun demikian kondisinya saat ini secara teknis sudah tidak layak. Untuk itu
perlu dilakukan Rehabilitasi yang meliputi sebagai berikut:
Pengerukan lumpur yang mengendap dan perbaikan dinding kolam dan saluran yang
bocor.
Penggantian katup-katup yang tidak berfungsi.
Untuk mendukung pemfungsian IPLT, diperlukan tambahan armada truk tinja untuk
melayani penyedotan lumpur tinja.

Berdasarkan Review Master Plan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Kota
Makassar tahun 2007, Kota Makassar di bagi menjadi 6 Zone pengolahan air limbah
domestic. Dari ke 6 Zona pelayanan diatas, sesuai dengan program jangka menengah
kota Makassar prioritas utama untuk segera dilaksanakan adalah zona pelayanan
sistem Kawasan Pantai Losari. Kawasan Pantai Losari merupakan ikon Kota Makassar.

Pantai Losari ini merupakan program prioritas Pemerintah Kota Makassar maupun
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dalam pengembangan system pelayanan air limbah
perpipaan atau sewerage sistem. Hal ini terlihat dengan telah adanya rencana saluran
tangkap di sepanjang pinggir pantai Losari yang saat ini sebagian telah dibangun (141,5
m, TA 2006 dan 97 m, TA 2007). Kawasan Pantai Losari juga merupakan salah satu daerah
tujuan wisata, baik domestik, maupun mancanegara, daerah wisata bahari dan kuliner.

Banyak hotel dan restoran disekitar pantai Losari, bangunannya berorientasi pada
keindahan dan keasrian pantainya. Oleh karena itu unsur estetika dan kebersihan harus
lebih dikedepankan walaupun lahan untuk lokasi IPAL sangat terbatas. Daerah Pelayanan
Pengelolaan Air Limbah Sistem terpusat Kawasan Pantai Losari (sistem Losari) meliputi:
1. Kecamatan Ujung Pandang
2. Kecamatan Makassar
3. Kecamatan Mariso
4. Kecamatan Mamajang
5. Kawasan GMTDC

Bab 3 - Halaman 40
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Jumlah kapasitas air limbah dihitung berdasarkan penggunaan air minum/air bersih.
Perhitungan kapasitas air limbah diasumsikan sebagai berikut:

Periode proyeksi sampai dengan tahun 2028


Pemakaian Air minum pada awal tahun perencanaan sebesar 120 l/orng/hari
(Laporan PDAM, tahun 2008, Juli) dan 150 l/orng/hari pada akhir tahun
perencanaan, tahun 2028
Jumlah Air Limbah sebesar 70 % dari pemakaian air minum
Pemakaian air minum Non domestik sebesar 15% dari pemakaian domestik
Pelayanan air limbah sistem On-site 20 %.

Hasil proyeksi kapasitas air limbah sampai dengan tahun 2030 dapat dilihat dalam tabel
berikut:

Tabel 3.19 Perhitungan Proyeksi Komposisi Air Limbah Kota Makassar Tahun 2030

Perhitungan Polusi 2015 2020 2030


Penggunaan air pipa domestik lcd 144 150 175
Rasio air bersih/air limbah % 80% 80% 80%
Produksi air limbah harian lcd 115 120 140

3.2.5 Peran serta Masyarakat dan Gender dalam Penanganan Limbah Cair

Tanggungjawab Penanganan Limbah Cair merupakan tanggungjawab bersama baik


perempuan maupun laki-laki. Keberhasilan penanganan limbah cair ini sangat ditentukan oleh
kesadaran masyarakat akan kontribusi dan partisipasi mereka dalam mensukseskan kegiatan
tersebut.

Penanganan Limbah cair melalui rogram program pembangunan idealnya selalu


mengedepankan keterlibatan perempuan yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan
kegiatan, monitoring dan evaluasi secara menyeluruh. Keterloibatan dan peran serta laki-laki
dan perempuan selayaknya adil dan setara yaitu mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
perempuan yang notabene perempuan adalah yang mempunyai akses yang paling penting
terhadap limbah cair, karena kaum perempuan dan ibu-ibu yang paling dekat, paling sering
dan intensif berhubungan dengan kegiatan yang terkait dengan limbah cair.

Pada beberapa program keterlibatan perempuan dalam pengelolaan limbah cair belum terlalu
kelihatan karena belum tersosialisasinya penanganan limbah cair yang belum optimal.
Beberapa program yang yang menangani kegiatan yang terkait dengan penanganan limbah
cair juga masih sebatas kegiatan penyadaran dan belum ditemukan strategi pendampingan
yang mampu mendorong masyarakat untuk peduli sehingga muncul awareness masyarakat
terhadap pentingnya penanganan limbah cair dalam rangka mewujudkan masyarakat dan
lingkungan yang bersih dan sehat.

Namun demikian sampai sekarang ini di Kota Makassar, peran serta masyarakat dalam
penangangan limbah cair di Kota Makassar masih sebatas pada kesadaran untuk hidup

Bab 3 - Halaman 41
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

sehat dengan membangun jamban dan tangki septik sendiri tanpa bantuan pemerintah
serta iuran warga untuk membagun sarana MCK dan Pengolahan air Limbah Komunal pada
lingkungan masyarakat yang kurang mampu, namun tingkat kesadaran masyarakat untuk
menggunakan jamban rumah maupun jamban umum masih kurang yang ditunjukkan
dengan (a) masih adanya sebagian masyarakat yang membuang limbah cair langsung dari
toilet ke sungai dan (b) Jamban umum/MCK yang masih kurang terawat.

Untuk itu segenap program program yang menangani penanganan limbah cair hendaknya
lebih intensif dalam pengarusutamaan gender equality dalam perencanaan sampai pada
proses monitoring dan evaluasi dengan lebih banyak mendorong partisipasi aktif segenap
perempuan untuk terlibat aktif dalam seluruh tahapan kegiatan program.

3.2.6. Permasalahan

Permasalahan dalam pengelolaan air limbah merupakan persoalan yang dihadapi


maupun tantangan yang harus diselesaikan.
Rumusan masalah yang terjadi dalam pengelolaan limbah cair di Kota Makassar adalah
sebagai berikut :
1. Septik tank yang tidak memenuhi syarat sehingga mengakibatkan pencemaran air bersih
oleh bakteri e-coli
2. Jarak antara sumber air (sumur) dan tangki septic tank yang tidak memenuhi standar.
3. Ketidakteraturan penyedotan tinja, hal ini disebabkan karena kesadaran akan
pentingnya penyedotan secara berkala masih kurang. Penyedotan dilakukan oleh
masyarakat bila jika fasilitas tinja di rumah mengalami suatu masalah.
4. Masih kurangnya fasilitas Instalasi pengelolaan lumpur tinja (IPLT) yang memadai untuk
dapat melayani cakupan pelayanan seluruh wilayan Kota Makassar.
5. Kesadaran masyarakat untuk menggunakan jamban rumah maupun jamban umum masih
kurang.
6. Keterbatasan inovasi teknologi untuk penanganan limbah.

3.3 Pengelolaan Sanitasi Persampahan


3.3.1 Dasar Hukum Operasional
Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2009 tanggal 7 Mei 2009 (Bagian ke-dua paragraph 15)
tentang pembentukan dan struktur organisasi perangkat daerah.
Peraturan Walikota nomor 38 tahun 2009 tanggal 13 Juli 2009 tentang Uraian Tugas
jabatan struktur DPK
Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan
/Kebersihan (usulan perubahan perda)
Peraturan Walikota Makassar nomor 03 Tahun 2010 tanggal 25 Januari 2010 tentang
Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan di Kota
Makassar

3.3.2 Aspek Institusional

Tanggung jawab pengelolaan sampah di Kota Makassar berada dibawah kewenangan Dinas
Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, dengan jumlah personil yang terlibat sebanyak
561 orang yang terdistribusi untuk :

Bab 3 - Halaman 42
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

- Penyapu Jalan : 86 orang


- Angkutan sampah : 372 orang
- Pengawas Lapangan : 2 orang
- Pelestarian Lingkungan : 39 orang
- Operator Buldozer : 7 orang
- Pengelolah TPA : 16 orang

3.3.3 Cakupan Layanan

Produksi sampah Kota Makassar tahun 2010 mencapai 3.781,23 m3/hari. Dari jumlah
tersebut yang sudah terlayani dalam pengangkutan sampah kota sebesar 3.373,42 m3/hari
sehingga masih ada 407,81 m3/hari yang belum terangkut. Sehingga sampah terangkut
tersebut sekitar 89,21 % dari jumlah sampah timbulan harian, sedangkan sisanya sekitar
10,79% dari timbulan sampah harian masih dikelola secara sedarhana atau dibuang di
lingkungan rumah tangga penghasil sampah masing-masing .

3.3.4 Aspek Teknis dan Teknologi

Secara teknik operasional, pengelolaan sampah oleh Dinas Pertamanan dan Kebersihan
kota Makassar mulai dari sumber sampah sampai proses akhir secara umum meliputi :
Kegiatan Penyapuan Jalan & Fasilitas Umum, Kegiatan Pengumpulan, Pengangkutan Sampah,
dan Pengolahan Akhir Sampah di Tempat Pengolahan Akhir (TPA)

Pengangkutan sampah dari asal sampah banyak dilakukan dengan sarana gerobak (1 m3)
untuk dikumpulkan dibak sampah sementara (TPS), kemudian dari TPS akan diambil truk (12
m3) untuk dibawa ke TPA. Pengangkutan sampah dari sumber sampah rumah tangga
dilakukan dengan menggunakan songkro untuk dikumpulkan sementara di TPS/ TD /
Kontainer untuk kemudian diangkut menggunakan drump truk ke lokasi TPA.

Pengangkutan sampah dari TPS/TD/container ke TPA dilaksanakan pada pagi hari (jam
05.00,) dan sore hari (jam 17.30). Daerah yang tidak terjangkau layanan angkutan sampah
DPK Kota Makassar dilaksanakan oleh pengangkutan untuk sampah permukiman atau rumah
tangga dalam gang mekanismenya dari tong sampah dikumpulkan dan diangkut dengan
songro menuju ke TPS/TD/Kontainer kemudian di angkut dengan armada sampah seperti
dump truk atau amroll truk ke TPA. Pengangkutan untuk sampah rumah tangga jalan
protokol mekanismenya dari tong sampah diangkut dump truk menuju ke TPA. Pengelolaan
sampah secara umum dapat dilihat pada Lampiran gambar berikut ini.

Bab 3 - Halaman 43
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.20 Kebijaksanaan Umum Teknis Pengangkutan Sampah Kota Makassar

Gambar 3.21 Teknis Pelayanan Persampahan Komunal di Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 44
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

A. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah


Fasilitas pengelolaan kebersihan/sampah dibawah wewenang Dinas Pertamanan dan
Kebersihan Kota Makassar diantaranya adalah :

Tabel 3.20 Fasilitas pengelolaan Kebersihan/Persampahan Kota Makassar

Volume
No Tempat Penanganan Lokasi Jumlah (m3/uni
t)
1. TPS / Kontainer
a. Terbuka Tersebar 276 6 - 10
b. Tertutup Tersebar 78 6
c. Dengan Pemisahan sesuai
Tersebar 563 0,03-0,06
jenis Sampah
2. Fasilitas Pengolahan Sampah Tamangapa
a. TPA Kel. SambungJawa,
2 150
(Tempat Pempuangan Akhir) Mariso, Tamalanrea,
b. TPST (Tempat Pengolahan Bulurokeng 4
Sampah Terpadu)
Sumber :Buku isian Data Buku II Non-Fisik Program ADIPURA tahun 2010-2011

Jumlah armada angkutan sampah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Makassar dalam
hal ini Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar dengan kemampuan serta
operasionalisasinya dapat dirinci pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.21 Jumlah sarana Alat angkut sampah di Kota Makassar

Kapasitas Masih Beroperasi


No Jenis Alat Angkut Jumlah Perunit Ritasi
Ya Tidak
(m3)
1. Gerobak Sampah 192 1 2
2. Truk Terbuka Kecil 4 4 2
3. Mini Truk (kijang) 8 3 2
4. Truk Compactor besar 3 8 3
5. Truk Compactor kecil 2 6 3
6. Dump truk kecil 104 6 3
7. Arm roll besar 5 10 3
8. Arm roll kecil 51 6 3
9. Motor sampah 31 1 3
Sumber :Buku isian Data Buku II Non-Fisik Program ADIPURA tahun 2010-2011

Penanganan persampahan dalam kota Makassar dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun
terakhir, dengan perbandingan timbulan sampah yang tertangani dalam tiap tahun dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Bab 3 - Halaman 45
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.22 Daftar Perbandingan Penanganan Sampah Kota Makassar


Dalam (m3 perhari) dari tahun 1997/1998 s/d Desember 2010

% TERHADAP
NO TAHUN PELAYANAN TIMBULAN SAMPAH TERTANGANI
TIMBULAN

1 1997/1998 2.913,40 M3/HARI 2.753,79 M3/HARI 94,52%

2 1998/1999 3.311,60 M3/HARI 2.987,40 M3/HARI 90,21%


3 1999/2000 3.535,20 M3/HARI 2.996,67 M3/HARI 84,77%

4 2000 3.816,00 M3/HARI 3.064,00 M3/HARI 80,29%


5 2001 3.918,00 M3/HARI 2.675,30 M3/HARI 68,28%
6 2002 3.560,00 M3/HARI 2.871,84 M3/HARI 80,67%
7 2003 3.748,00 M3/HARI 3.251,74 M3/HARI 86,76%

8 2004 3.580,15 M3/HARI 3.121,55 M3/HARI 87,19%


9 2005 3.546,21 M3/HARI 3.109,56 M3/HARI 87,69%
10 2006 3.582,01 M3/HARI 3.151,27 M3/HARI 87,97%

11 2007 3.661,81 M3/HARI 3.245,29 M3/HARI 88,63%


12 2008 3.812,69 M3/HARI 3.315,20 M3/HARI 86,95%

13 2009 3.680,03 M3/HARI 3.278,12 M3/HARI 89,08%


14 2010 3.781,23 M3/HARI 3.373,42 M3/HARI 89,21%
Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 2010

Tabel 3.23 Timbulan Sampah Dan Yang Terangkut Di Kota Makassar Tahun 2010
Persentase Persentase
Sampah
Timbulan Terhadap Terhadap
No Lokasi Terangkut
(M3/hari) Total Total
(M3/hari)
Timbulan (%) Timbulan (%)
1. Permukiman
a. Mewah 264,52 7,00 253,25 95,74%
b. Menengah 394,61 10,44 349,70 88,62%
c. Sederhana 1.268,14 33,54 1.105,56 87,18%
2. Fasilitas Kota
a. Pasar 594,71 15,73 528,64 88,89%
b. Kawasan Perniagaan 137,41 3,63 123,16 89,63%
c. Kawasan Perkantoran 115,04 3,04 110,83 96,34%
d. Kawasan Pendidikan 79,83 2,11 72,10 90,32%
e. Terminal 96,26 2,55 86,10 89,45%
f. Stasiun Kereta Api - - - -
g. Pelabuhan 98,00 2,59 91,38 93,24%
g. Bandara - - - -
h. Hotel 86,74 2,29 80,21 92,47%
i. Rumah sakit 88,65 2,34 77,00 86,86%
j. Sarana Ibadah 22,67 0,60 20,74 91,50%

Bab 3 - Halaman 46
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sambungan Tabel 3.23


Persentase Persentase
Sampah
Timbulan Terhadap Terhadap
No Lokasi Terangkut
(M3/hari) Total Total
(M3/hari)
Timbulan (%) Timbulan (%)

3. Kawasan Industri 78,98 2,09 70,18 88,86%


4. Perairan terbuka 283,52 7,50 245,76 86,68%
5. Pantai Wisata 38,15 1,01 36,17 94,80%
6. Sungai - - - -
7. Anak sungai - - - -
8. Sapuan jalan dan taman 109,00 2,88 100,55 92,25%
9. Lain lain 25,00 0,66 22,09 88,34%
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar tahun 2010

B. Tempat pemprosesan akhir Sampah (TPA)


Pemerintah Kota Makassar telah memiliki lokasi Pengolahan Sampah Akhir. Lokasi ini
berfungsi sebagai Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah, yang berlokasi di kelurahan
Tamangapa, Kecamatan Manggala, dengan luas lahan sekitar 14,3 ha. TPA ini mulai
beroperasi 1994/1995 dan lokasi yang sudah terpakai sampai sekarang adalah 11,9 Ha,
dengan system operasional TPA yang digunakan Control Landfill. Tata letak lokasi TPA
Tamangapa dapat digambarkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 3.22: TPA Tamangapa

Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 2010

C. Investasi Prasarana dan Sarana Persampahan.


Pemerintah Daerah melalui APBD telah mengalokasikan dana Investasi (belanja modal) untuk
pengelolaan sampah. Sebagai wujud Pelaksanaan kegiatan dalam hal penerimaan retribusi
yang merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah ( P A D ) dan menjadi kewajiban Dinas

Bab 3 - Halaman 47
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar telah terealisasi sebesar Rp. 4.719.746.220,- atau
sebesar 73,4% dari t arget sebesar Rp.6.461.865.000,-.
Capaian target dan realisasi pendapatan retribusi dapat dilihat sebagaimana daftar berikut :
Tabel 3.24 Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi SKPD
DinasPertamanan dan KebersihanTahun Anggaran 2010

No Jenis Pekerjaan Target Penerimaan Realisasi Penerimaan %


Retribusi
1 Rp. 5.449.665.000,- Rp. 3.828.496.220,00 70,25
Sampah/Kebersihan
Retribusi Pelayanan
2 Rp. 162.600.000,- Rp. 371.200.000,00 228,29
Pemakaman
3 Retribusi Tinja Rp. 849.600.000,- Rp. 520.050.000,00 61,21
Jumlah Rp. 6.461.865.000,- Rp. 4.719.746.220,00 73,04
Sumber : Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 2010

D. Operasi & Pemeliharaan Pengelolaan Sampah


Perkembangan biaya operasi dan pemeliharaan pengelolaan sampah dalam 1 tahun terakhir ,
dapat di lihat dalam Anggaran Belanja Langsung tahun anggaran 2010 pada tabel berikut:

Tabel 3.25 Perkembangan biaya operasi dan pemeliharaan sampah Tahun 2010

No KEGIATAN TARGET REALISASI %


Pembangunan Kinerja Pengelolaan
1. Rp. 14.620.130.500,- Rp. 14.058.997.235,- 96,16%
Persampahan
Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan
2. Rp. 151.400.000,- Rp. 123.300.000,- 81,44%
Persampahan
3. Penyapuan dan Pengumpulan Sampah Rp. 389.622.000,- Rp. 276.482.750,- 70,96%
4. Pengangkutan Sampah Rp. 9.973.713.000,- Rp. 9.810.948.435,- 98,37%
5. Workshop/Bengkel Rp. 106.069.000,- Rp. 93.952.000,- 88,58%
6. Petugas, supervisi, Penagih dan Staf Rp. 618.771.000,- Rp. 510.556.250,- 82,51%
7. Pengelolaan UPTD TPA Tamangapa Rp. 3.108.355.000,- Rp. 2.994.033.300,- 96,32%
8. Pemeliharaan/Perbaikan Kontainer Rp. 183.400.000,- Rp. 173.924.500,- 94,83%
9. Intensifikasi Pengelolaan Retribusi Rp. 88.800.000,- Rp. 75.800.000,- 85,36%
Sumber : LAKDPK Tahun 2010

E. Perkembangan Pendapatan Retribusi Kebersihan


Pemungutan retribusi kebersihan dilakukan dengan menempatkan Petugas penagih langsung.
Sedangkan untuk pemungutan retribusi kebersihan di Pasar dan Terminal, pemungutannya
diserahkan kepada Petugas Retribusi di Pasar dan Terminal. Beberapa kegiatan penarikan
retribusi juga dilakukan melalui RT/RW, untuk menjangkau masyarakat yang tidak mempunyai
akses ke lokasi tersebut diatas.

F. Kebijakan Dan Kegiatan


Dalam Pelaksanaan kebijakan program Pengembangan Kawasan, Tata Ruang dan Lingkungan
khususnya dalam bidang Persampahan, Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar
melanjutkan program kerjasama dengan Pihak Ketiga sebagai wujud dari Millenium
Development Goals (MDGs), yakni melalui kegiatan Landfill Resource Recovery (LRR) TPA
Tamangapa dan Pembakaran Gas Methan (Landfill Flaring Gas (LFG)) TPA Tamangapa sebagai
bentuk dari pelaksanaan program kegiatan Clean Development Mechanism (CDM) dengan PT.

Bab 3 - Halaman 48
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

GIKOKO dan Pembuatan Kompos Organik dengan PT. ORGINDO sebagai pengembangan dari
program Landfill Resource Recovery (LRR) serta Peningkatan Kapasitas Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Tamangapa kerjasama dengan Satuan Kerja Dinas Tata Ruang Dan Permukiman
Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.

3.3.5 Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Sampah

Keterlibatan pihak lain dalam pengelolaan sampah, antara lain :


- Masyarakat, melalui kegiatan pewadahan sampah dan secara kelompok (RT/RW) dan
ditunjang oleh beberapa LSM / BKM-LKM / LPM melakukan pengumpulan sampah dengan
gerobak ke TPS.
- RT/RW juga berperan dalam pengumpulan/penarikan dana retribusi dan pengelolaan
sampah.
Pengembangan Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah utamanya dalam program
3R, telah diadakan kerjasama dengan Pihak Yayasan Unilever, PT. Media fajar dan LSM
Yayasan Peduli Negeri pemerhati lingkungan untuk melaksanakan program Green and Clean
di 52 (lima puluh dua) lokasi kegiatan dalam wilayah kota Makassar. Pada kegiatan
pembersihan Kanal dilakukan kerjasama dengan TNI Kodam VII Wirabuana.

3.3.6 Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah

Permasalahan yang di hadapi dalam Pengelolaan Sampah :


a. Terbatasnya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan.
b. Belum optimalnya pengelolaan sampah di tingkat Rumah Tangga , TPST dan TPA.
c. Kurangnya partisipasi aktif dari swasta dalam pengeloaan kebersihan
d. Kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah.
e. Masih lemahnya penegakkan sanksi hukum bagi yang melanggara dan pemberian
penghargaan dalam pengelolaan persampahan.

3.4 Pengelolaan Drainase

3.4.1 Landasan Hukum/Legal Operasional

Adapun landasan hukum/legal operasional dalam pengelolaan drainase sebagai berikut:


a. Peraturan daerah No. 06 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Makassar.
b. Peraturan Daerah No. 13 tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka panjang
daerah (RPJPD) Kota Makassar Tahun 2005 2025.
c. Kepmen Kimpraswil No. 534 Tahun 2001 tentang Pedoman Penentuan SPAM bidang
penataan Ruang dan Permukiman, Standar Nasional Indonesia (SNI) Bidang Kimpraswil.

3.4.2 Aspek Institusional

Berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tugas dan
Fungsi Dinas Daerah Kota Makassar fungsi pengelolaan drainase ditangani oleh Dinas
Pekerjaan Umum Kota Makassar Bidang Saluran dan Bangunan Air.

Bab 3 - Halaman 49
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.4.3 Cakupan Pelayanan

Dari seluruh luas wilayah kota (175 Km2), hanya sekitar 54 % (96 Km2) yang dapat
terkendalikan limpasan air permukaannya melalui sistem drainase kota. Wilayah tersebut
terutama berada pada bagian barat Kota Makassar. Di sebagian wilayah timur lainnya
(Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala dan Panakukkang) masih mengalami
permasalahan karena belum adanya pengendalian banjir yang sistematis.

Akibatnya sering terjadi bencana banjir di kawasan permukiman pada wilayah tersebut akbiat
dari meluapnya sungai Tallo, misalnya Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Hamzi,
Bung, Antara, Perumnas Antang, Asal Mula dan CV Dewi. Tidak tertampungnya volume air
melalui sistem pengendalian banjir Kota Makassar (Kanal Jongaya, Panampu dan
Sinrijala) sesuai dengan catchment area pada saat intensitas hujan tinggi yang bersamaan
dengan pasang air laut. Meluapnya sungai Jene Madingin/Borong Jambu yang berdampak
pada kawasan perumahan Manggala/Antang dan sekitarnya.

Tingginya sedimentasi pada saluran tersier dan sekunder akibat dari pembuangan sampah.
Adanya saluran drainase yang dijadikan sebagai pelataran (plat penutup) yang menghambat
untuk dilakukan normalisasi saluran.

Tabel 3.26 Data Hidrolis Saluran Jongaya Panampu

Bebit Dimensi Saluran


Saluran Catchment Panjang
No 2 max B (m) B (m)
Utama Area (km ) (km) 2 (H) I Z Type
(m /dt) 1 2
1. Pannampu 6,57 4,92 30,00 10,50 15,62 2,56 1/4300 1 A
15,50 5,00 10,12 2,56 1/6400 1 B

2. Jongaya 11,45 7,83 30,00 14,00 14,00 2,56 1/10500 5 E


30,00 12,50 17,62 2,56 1/6400 1 C
25,00 10,50 15,62 2,56 1/6400 1 A

3. Sinrijala 0,86 2,36 5,00 5,00 8,60 1,80 1/10500 1 F


Sumber : Profil Dinas PU Kota Makassar 2010

Untuk kota bagian Timur (Zona V) sistem drainase utama adalah saluran Pampang yang
terdiri dari :
Saluran Pampang Hilir
Saluran Pampang Hulu
Saluran Antang
Saluran Gowa
Saluran Perumnas
SUN

Bab 3 - Halaman 50
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.27 Kapasitas Saluran Utama

Panjang
Kapasitas Luas
No. Saluran Saluran Muara Ket.
(M/detik) Catchment
(Km)

1 Panampu 35 0,97 4,92 Laut

2 Jongaya 41 11,45 7,82 Laut

3 Sinrijala 6 0,56 2,36 Pampang

4 Pampang 92 45,4 13,104 S.Sinassara

5 Perumnas 43 0,53 1,86 Gowa

6 Gowa 77 1,37 4,89 Pampang

Total 376 61,52 36.341

Sumber : Renstra Dinas PU Kota Makassar 2009-2014

Gambar 3.23: Prioritas Penanganan Banjir

Bab 3 - Halaman 51
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.24: Peta Persebaran Kawasan Rawan Banjir Dan Genangan Di Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 52
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Gambar 3.25: Kondisi Banjir/Genangan Air di Kota Makassar

3.4.4 Aspek Teknis dan Operasional

Drainase Kota Makassar yang telah dikembangkan dan dibangun dalam program P3KT Sulirja
(Tahun 1993-1996) sampai dengan Pembangunan Drainase Primer oleh Direktorat Jenderal Air
yang terdiri dari Saluran Pembuang Panampu, Saluran Pembuang Jongaya dan Saluran
Pembuang Sinrijala. Jumlah penduduk yang dapat menerima manfaat dari pembangunan
saluran drainase ini sejak 1985 sampai dengan sekarang diperkirakan 650.000 jiwa atau + 58%
dan jumlah penduduk Kota Makassar. Secara rinci kondisi eksisting drainase Kota Makassar
dapat dilihat pada tabel 3.28.

Secara umum alur jaringan drainase di Kota Makasar mengikuti ketinggian (kontur) dan
mengikuti pola jaringan jalan Kota yang ada, dimana sistem pembuangan air hujan yang masih
menjadi satu dengan sistem pembuangan air kotor. Sistem drainase campur ini, terlihat kurang
menguntungkan untuk daerah yang landai, sehingga terjadi pengendapan dan penggenangan
di dalam saluran yang menyebabkan bau dan pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.
Pada bagian lain, kondisi jalan yang relatif tinggi terhadap permukiman penduduk menjadikan
saluran jalan hanya dapat dimanfaatkan sebagai saluran penampung limpasan air hujan dari
badan jalan dan sebagai saluran pembawa, sedangkan saluran pembuangan dari permukiman
melalui saluran yang dibuat sendiri dan dialirkan ke saluran drainase yang ada. Selain itu
sistem drainase di Kota Makasar juga dipengaruhi oleh pengaruh pasang surut. Hal ini sangat
dirasakan pengaruhnya apabila pada saat bersamaan terjadi hujan lebat dan air pasang

Secara umum penyebab masalah genangan yang masih sering terjadi di Kota Makassar
adalah diakibatkan antara lain meliputi :
Pengaruh pasang surut air laut;
Merupakan daerah relatif rendah terhadap muka air laut;
Kurangnya pemeliharaan (penyempitan penampang saluran atau gorong-gorong) terhadap
endapan tanah/sampah.
Hambatan hidrolis (kemiringan atau hambatan di dalam penampang saluran, banyaknya
belokan, duicker terlaluh rendah, dll. );
Kurangnya berfungsinya sistem street inlet, sehingga sering terlihat genangan di atas badan
jalan;
Beban saluran terlalu besar, sehingga penampang saluran yang ada tidak muat menampung
beban yang ada.

Bab 3 - Halaman 53
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Tabel 3.28 Panjang Kontribusi Saluran Pembuangan/Drainase Kota Makassar

Nama Panjang Saluran Debit Catchment Pembuangan


No
Saluran/Area primer sekunder tersier (m3/dt) area (ha) Ke
Saluran
1. Pembuangan 4.920 - - 35 - Laut
Pannampu
Saluran
2. Pembuangan 8.234 - - 41 - Laut
Jongaya
Saluran
3. Pembuangan 2.355 - - 6 - S. Pampang
Sinrijala
4. Area Urban V - 29.385 77.251 - 1.650 -
5. Area 2 1.375 2.375 2.700
6. Area 3 21.504 27.38
7. Area 4 1.391 2.62
Saluran
8. Pembuangan 13.00 - - 92 S. Tallo
Pampang
Saluran
11. Pembuangan 1.400 11 S. Pampang
Antang
Saluran
12. Pembuangan 4.600 35 S. Pampang
Gowa
Saluran
13. Pembuangan 1.700 34 S. Pampang
Perumnas
Total 36.209 53.655 109.648 4.350
Sumber : Dinas PU Kota Makassar 2010

3.4.5 Peran serta Masyarakat dan Gender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan

Pembangunan di berbagai bidang yang diselenggarakan selama ini belum sepenuhnya mampu
mengangkat kualitas perempuan. Hal ini, antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya nilai
Gender-related Development Index (GDI) Indonesia. Nilai GDI Indonesia adalah 0.671 dan
berada pada urutan ke 92, jauh tertinggal dibanding negara-negara ASEAN seperti Malaysia
dan Thailand (Human Development Report, 2001). Kualitas dan kesejahteraan perempuan yang
masih relatif rendah juga ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti tingginya angka kematian
ibu melahirkan, rendahnya status gizi ibu, tingginya penduduk perempuan berumur 10 tahun
ke atas yang belum pernah sekolah, dan rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja
perempuan.

Pasal 27 UUD 1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh warganegara di hadapan hukum,
baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian, beberapa pelanggaran hukum dan hak
asasi manusia (HAM) seperti penindasan, eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan,
termasuk anak perempuan sering kali terjadi baik dalam keluarga, lingkungan/tempat kerja,
atau dalam masyarakat.

Bab 3 - Halaman 54
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ini diperburuk oleh pendekatan
pembangunan yang belum benar-benar mengindahkan kesetaraan dan keadilan gender.
Pendekatan pembangunan ini selanjutnya mengakibatkan kebijakan pemerintah yang tidak
peka gender yaitu belum mempertimbangkan perbedaan pengalaman, aspirasi dan
kepentingan antara perempuan dan laki-laki serta belum menetapkan kesetaraan dan keadilan
gender sebagai tujuan dan sasaran akhir dari pembangunan.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender


dilandaskan pada pasal 27 UUD 1945 dan diperkuat melalui ratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women/ CEDAW) ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984, serta
Landasan Aksi dan Deklarasi Beijing hasil Konferensi Dunia tentang Perempuan keempat di
Beijing pada tahun 1995. Namun demikian, hal tersebut juga belum dapat menyetarakan
kedudukan dan peranan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan. Masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki merupakan
salah satu penyebab utama sulitnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Nilai-nilai
ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak
setara yang ditandai dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan

Dalam pembangunan sanitasi peran Jender sangat penting menjadi perhatian bersama karena
aspek partisipasi perempuan seringkali dijadikan indicator keberhasilan program sanitasi.

3.4.6. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang masih ditemui antara lain :


1. Pembangunan drainase di Kota Makassar ternyata tidak disertai perencanaan matang.
Berdasarkan hasil pemantauan Komisi C DPRD, 3.000 kilometer saluran air belum
terintegrasi satu sama lain.
2. Kota Makassar kerap mengalami banjir saat curah hujan di atas rata-rata.Drainase utama
untuk pembuangan air ke laut, tidak terkoneksi dengan saluran air di kompleks
permukiman warga. Alhasil, air yang seharusnya dibuang langsung, terhambat dan
menimbulkan banjir. Akibat tidak terintegrasinya drainase tersebut,air dari kompleks
permukiman warga tidak dapat dibuang ke laut.
3. Drainase utama dan drainase di permukiman warga tidak terkoneksi.
4. Drainase di Makassar saat ini sangat memprihatinkan. Saluran air yang ada sudah tidak
mampu menampung dan mengaliri air ke saluran sekunder.

Permasalahan yang dihadapi juga menyangkut soal Dana. Kemampuan Dinas PU Makassar
membenahi kondisi drainase sangat sulit, sebab dana yang tersedia dalam APBD sangat
terbatas. Dana pembangunan jalan yang mencapai Rp230 miliar tidak sama dengan
pembangunan drainase yang hanya berkisar Rp.600 juta per tahun.

Bab 3 - Halaman 55
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.5. Penyediaan Air Bersih Kota Makassar

3.5.1 Landasan hukum/legal operasional

Landasan Hukum :
1. UU No.& Tahun 2007 tentang Sumber Daya Air
2. PP No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air minum (SPAM)
3. Kepmen Kimpraswil No. 534 Tahun 2001 tentang Pedoman Penentuan SPAM bidang
penataan Ruang dan Permukiman, Standar Nasional Indonesia (SNI) Bidang Kimpraswil
4. Kepmendagri No.47 Tahun 1994 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM
5. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pelayanan air bersih di Indonesia mengalami perubahan dan transformasi sejak keterlibatan
pihak swasta pada tahun 90-an serta reformasi ekonomi dan politik tahun 1997. Sebelumnya,
penyediaan air bersih dipandang sebagai fungsi publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah. Sedangkan, tugas utama pemerintah pusat adalah menerbitkan kebijakan nasional dan
memberikan bantuan teknis bagi pembangunan prasarana air minum. Mulai tahun 90-an pihak
swasta diberikan kesempatan untuk ambil bagian dalam pembangunan prasarana air minum
dengan tujuan memberikan insentif bagi penanaman investasi di bidang air minum. Akibat dari
krisis ekonomi tahun 1997, Pemerintah mulai memberlakukan air sebagai komoditi ekonomi
dan sosial.

Pada tahun 2004, undang-undang sumber daya air disyahkan yang memberi kerangka
landasan hukum bagi penyediaan dan penyelenggaraan air minum. Undang-undang tersebut
selanjutnya membuka kesempatan bagi koperasi, perusahaan swasta dan komunitas untuk
berpartisipasi dalam pembangunan penyediaan air minum, serta memungkinkan
pembentukan badan regulator yang berfungsi menjamin pelayanan yang prima dengan harga
terjangkau, menjaga keseimbangan kepentingan antara konsumen dan penyelenggara, serta
meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

Situasi di atas telah mendorong perubahan kebijakan yang menyoroti beberapa masalah yang
dihadapi mencakup peningkatan pelayanan dan cakupan, kesinambungan pelayanan, dan
investasi baru.

2.5.2 Aspek institusional

A. Pengelolaan PDAM
Pada tahun 1999, Pemerintah telah mensyahkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah yang mengalihkan kewenangan investasi kepada pemerintah daerah dan PDAM. Dalam
rangka menunjang peran serta swasta, telah diterbitkan pula peraturan-peraturan yang
memberi peluang kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dengan badan usaha milik
pemerintah, mengingat PDAM merupakan layanan publik yang diberi mandat untuk
memproduksi dan menjual air minum. Restrukturisasi PDAM juga dilakukan untuk
meningkatkan kinerjanya. Mengingat keterbatasan dana dan upaya percepatan pembangunan
prasarana, maka Pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan Pembangunan Infrastuktur
yang berfungsi melakukan koordinasi dan mengurangi hambatan dalam pembangunan
prasarana.

Bab 3 - Halaman 56
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

PDAM berdasarkan petunjuk teknis Departemen Dalam Negeri menerapkan struktur tarif
berdasarkan konsumsi dan penggolongan pelanggan. Struktur tariff ini memungkinkan subsidi
silang antara konsumen yang mampu dan yang kurang mampu. Besarnya tarif ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah bersama DPRD berdasarkan pertimbangan keterjangkauan masyarakat
dan situasi sosio-ekonomi-politik. Tingkat keterjangkauan masyarakat bervariasi menurut
tingkat pelayanan dan harga air. Pada umumnya, pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk
air minum adalah sebesar 1-2% dari pendapatan, tetapi dalam banyak kasus masyarakat,
terutama yang tidak mendapatkan akses ke sistem air minum, harus mengeluarkan uang lebih
banyak untuk air minum yang diperoleh dari penjaja air.

B. Swakelola masyarakat
Pengelolaan dan pelayanan air bersih di kota Makassar ditangani oleh PDAM Kota Makassar
sebagai BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola dan melayani kebutuhan air
bersih masyarakat. Dalam perjalanannya pengelolaan air bersih juga dilakukan oleh
masyarakat melalui program PAMSIMAS, dan lembaga-lembaga lain yang concern dalam hal
air bersih seperti CARE internasional dan beberapa program pemerintah dibawah PNPM dan
proyek proyek sejenisnya.
Didalam pelaksanaan program PNPM pengelolaan air bersih dilakukan oleh masyarakat yang
bersifat swakelola dengan bantuan teknis dan bantuan fisik serta masyarakat dalam
pengelolaannya membentuk Badan Pengelola Sarana Prasarana Air Minum. Pelembagaan
pengelolaan air minum yang berbasis masyarakat ini didorong oleh masih adanya persoalan
kesulitan akses terhadap air bersih utamanya bagi warga miskin.

3.5.3 Cakupan pelayanan

PDAM kota Makassar memberikan pelayanan air minum untuk penduduk wilayah kota
Makassar secara keseluruhan. Sumber air minum yang digunakan PDAM Kota Makassar untuk
melayani penyediaan air minumnya sebagian besar berasal dari permukaan (sungai), yaitu
sungai Jeneberang dan Sungai Maros. Untuk pengambilan air baku dari sungai Jeneberang
dibangun Intake Ratulangi (IPA Ratulangi) dan Bili-Bili (IPA Somba Opu), sedangkan air baku
dari sungai Maros dibangun Intake Lekopancing (IPA Panaikang). Kapasitas produksi masing
masing instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sebagai berikut :
1. IPA Ratulangi 50 l/det
2. IPA Somba opu 1000 l/det
3. IPA panaikang 1000 I/det

Berdasarkan data dari PDAM Kota Makassar, secara rinci pelayanan air bersih Kota Makassar
dapat dilihat pada table 3.29 berikut :

Tabel 3.29 Pelayanan Air Bersih di Kota Makassar


Banyaknya Jumlah
Jenis Pelanggan
Pelanggan
Rumah Tangga 106.005
Niaga 7.443
Sosial 1.623
Instansi pemerintah 391
Industri 162
Total 115.624
Sumber: PDAM Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 57
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Khusus untuk penyediaan air bersih untuk rumah tangga, maka pelayanan air bersih PDAM
Makassar masih rendah, yaitu 106.005 sambungan atau 40% dan total rumah tangga sebanyak
262.037 KK. Tingkat kebocoran air PDAM baik dan segi teknis maupun administrasi rata-rata
adalah lebih kurang 50%. Hal ini adalah suatu masalah yang cukup serius untuk ditangani.
Dengan asumsi kebutuhan 185 l/orang/hari dengan tingkat kebocoran diasumsikan sebesar 15
%, didapat bahwa masih ada sisa produksi air bersih di Makassar sebesar 54.743.660 liter/hari.

Tabel 3.30 Kebutuhan Sarana Prasarana Air Bersih Kota Makassar

Kapasitas Produksi Kebutuhan Kebutuhan


Jumlah Selisih
No. Eksisting Ideal Kota Total
Penduduk (Ltr/Hr)
L/Det L/hr Metropolitan (Ltr/Hr)

1. 1.160.011 349 301.536,00 185/Ltr/Org/Hr 246.792.340 54.743,66

Sumber: PDAM Kota Makassar

Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 185 l/dt/org, Kota
Makassar dengan jumlah penduduk 1.160.011, membutuhkan 246.792.340 lt/hr. Jumlah ini
didapatkan dari jumlah penduduk x 185 x 1,15 l/orang/hari. PDAM Kota Makassar dapat
memproduksi sebanyak 301.536.000 l/hari. Sehingga kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi.

3.5.4. Aspek Teknis dan Operasional

PDAM Makassar merupakan pengguna air terbesar dari sungai Jeneberang yang ditampung
oleh waduk/DAM Bili-Bili di kabupaten Gowa, terutama untuk konsumsi rumah tangga. Dari
total produksi yang air bersih yang dihasilkan, sebanyak 2.340 liter/detik dimanfaatkan oleh
PDAM Makassar sebesar 53% pertahun.
Kebutuhan air bersih untuk masyarakat Kota Makassar disupplay dari sungai Jeneberang dan
Sungai Maros. PDAM Makassar memiliki 5 Instalasi pengelolaan Air (IPA) untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

Tabel 3.31 Sarana Instalasi Pengelolaan Air (IPA)

Kapasitas IPA
No IPA Sumber Air Tahun Operasi
(Liter/Detik)
1 Ratulangi Jeneberang 50 1924
2 Panaikang Maros 1.000 1977
3 Antang Maros 90 1985,1992,2003
4 Maccini Sombala Jeneberang 200 1994
5 Somba Opu Jeneberang 1.000 2001
Total 2.340
Sumber: PDAM Kota Makassar

3.5.5 Peran Serta Masyarakat dan Gender dalam Pengelolaan Air Bersih

Masalah penyediaan air bersih ini menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat
kesehatan masyarakat. Mengingat keberadaan air sangat vital dibutuhkan oleh makhluk hidup.
Seiring meningkatnya kepadatan penduduk dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air
pun semakin meningkat., sehingga dituntut tersedianya air yang sehat yang meliputi

Bab 3 - Halaman 58
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

pengawasan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia
yang bertujuan untuk menjamin tercapainya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi
seluruh lapisan masyarakat.

Gambar 3.26: Prosesntase Akses Air Bersih masyarakat di Kota Makassar

Bab 3 - Halaman 59
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

3.5.6 Permasalahan

Permasalan yang ada dalam pengelolaan air bersih di Kota Makassar antara lain meliputi :
Kendala Pelayanan Air Minum dalam hal teknis dan keuangan serta manajemen yaitu :

Teknis
Keterbatasan sumber air baku baik secara kuantitas maupun kualitas.
Investasi sarana produksi dan distribusi terbatas.
Tingkat kehilangan air masih tinggi diatas 47 %.
Jenis pipa transmisi dan distribusi yang terpasang. sebagian besar telah berumur > 20
tahun.
Sebagian besar alat ukur sistem produksi masih. menggunakan sistem makanik.
Keuangan
Rasio kamampuan mambayar pinjaman rendah.
Pencapaian pemulihan biaya penuh belum terlaksana.
Perbandingan aset berimbang dengan hutang.
Rentabilitas dan solvabilitas rendah.

Manajemen
Cakupan pelayan masih rendah.
Daftar tunggu semakin banyak pada daerah yang tidak ada jardistya.
Masyarakat lebih banyak memanfaatkan air bawah tanah.
Pencatatan meter air belum optimal.
Penggantian meter air diatas lima tahun belum optimal.
Sistem penagihan melalui kas pembantu belum online penuh.

3.6 Komponen Sanitasi Lainnya

3.6.1 Penanganan Limbah Industri

Upaya penanganan masalah air limbah industri di Kota Makassar saat ini merupakan upaya
yang tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota semata. Pihak swasta juga telah
menunjukkan peran dan keterlibatannya dalam penanganan masalah ini, meski ada beberapa
yang masih dalam tingkatan yang belum maksimal.

Hingga saat ini Pemerintah Kota Makassar melalui DLH Kota Makassar telah melakukan
pengawasan dan pemantauan terhadap penanganan limbah dengan landasan hukum /
peraturan perundangan sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
4. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5. PP. No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
6. Peraturan Daerah Nomor & Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Sulawesi Selatan
7. Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 494/VII/Tahun 2003 tentang Jenis Usaha atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi UKL/UPL di Propinsi Sulawesi Selatan

Bab 3 - Halaman 60
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

8. Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2033 tentang Pengelolaan,


pengendalian Pencemaran air, Udara, Penetapan Baku Mutu Limbah Cair, Baku Mutu
Udara ambient dan Emisi serta Baku Tingkat Gangguan Kegiatan yang Beroperasi di
Propinsi Sulawesi Selatan
9. Peraturan Daerah No. 06 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar
10. Keputusan Walikota Makassar Nomor 22 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penyusunan dan
Pemantauan Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DKL).
11. Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Kebersihan
12. Peraturan Walikota Makassar No. 32 Tahun 2005 tentang Kewajiban untuk menyusun
AMDAL, UKL/UPL, dan SOP bagi Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang Berdampak
Terhadap Lingkungan dalam Wilayah Kota Makassar
13. Peraturan Walikota Makassar Nomor 37 Tahun 2010 tentang Cara Penyusunan dan
Pemantauan Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL)

Melalui kebijakan ini Pemerintah Kota Makassar berupaya untuk meningkatkan kesadaran
pihak-pihak penghasil air limbah terhadap kualitas sumber daya air kota Makassar. Selain itu
juga memperketat pengawasan terhadap pihak perusahaan dan industri untuk lebih mematuhi
peraturan hukum yang berlaku yang ke depannnya akan terwujud kelestarian lingkungan
hidup di kota Makassar.

DLH menjalankan fungsi sebagai lembaga pengawas atau pengendali upaya pelestarian
lingkungan. Dalam pelaksanaan fungsi sebagai lembaga pengawas, DLH bertanggungjawab
untuk memberikan pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan terhadap pembuangan
limbah industri. Pemantauan terhadap kualitas air limbah adalah dengan melakukan
perbandingan beberapa/parameter utama dengan baku mutu yang ditetapkan. Jenis
parameter air yang diukur dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :
a. Parameter fisik, yang terdiri dari temperatur, residu terlarut dan residu tersuspensi.
b. Parameter Kimia Anorganik, yang terdiri dari pH, BOD, COD, DO, total fosfat, nitrat, NH3-N,
logam berat, NO2, SO2, khlorin bebas dan H2S.
c. Parameter kimia organik, yang terdiri dari minyak dan lemak, detergen dan phenol.
d. Parameter biologi, yaitu jumlah bakteri Eschericia coli.

Pengelolaan limbah diperlukan agar limbah yang dihasilkan tidak melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan. Namun, selama ini pengelolaan limbah masih dipandang sebagai biaya (cost)
oleh perusahaan karena investasi pembangunan Instalasi Pengolaha Air Limbah (IPAL) yang
tinggi serta biaya operasional yang juga tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
mengefisienkan biaya pengelolaan air limbah, bahkan lebih jauh lagi merubah paradigm
industry bahwa pengelolaan limbah adalah investasi berkelanjutan usaha (sustainable
production).

Selain pengelolaan limbah di akhir perlu juga didukung oleh upaya pencegahan pencemaran
agar beban pencemaran dapat dikurangi sehingga biaya pengelolaan air limbah juga bisa
dikurangi. Untuk itu perlu pendekatan lain yang dapat mencegah atau mengurangi limbah
masuk ke lingkungan yaitu dengan pengelolaan secara menyeluruh.

Dengan adanya berbagai permasalahan yang ada, diperlukan kerjasama yang dilakukan baik
oleh instansi terkait dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup dan pihak swasta untuk perbaikan

Bab 3 - Halaman 61
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

kepada kesadaran lingkungan yang lebih baik dalam mengelola limbah industri dan
meningkatnya kemampuan industri/perusahaan yang cukup besar untuk mengakses fasilitas
pembuangan air limbah industri.

3.6.2 Penanganan Limbah Medis

Limbah Medis di Kota Makassar bersumber dari kegitan Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan layanan Kesehatan lainnya. Limbah medis terbagi dalam beberapa jenis,
diantaranya adalah sebagai berikut :
- limbah infeksius
Limbah Infeksius yang dihasilkan oleh Rumah Sakit dalam wilayah Kota Makassar antara
lain Jarum Suntik, Botol Infus, Kapas Perban, Benda Tajam, dan limbah Farmasi, jaringan
tubuh dan lain-lain. Penanganan limbah ini bekerja sama dengan Dinas Pertamanan dan
Kebersihan yang kemudian di buang ke TPA. Kecuali limbah jaringan tubuh manusia
sebagian besar di bawa pulang oleh pasien.

- limbah radioaktif
Limbah radioaktif Rumah Sakit di Kota Makassar tidak berdampak terhadap lingkungan
karna pada umumnya limbah radioaktif seperti Sinar X memiliki ruangan khusus dan untuk
limbah cair hasil cucian Hidrologi (routgen) ditampung kedalam pipa dan septik tank
resapan.
- Operasional incenerator
Kota Makassar memiliki dua (2) unit incenerator untuk mensterilkan dilakukan dengan
pembakaran di incinerator yang terdapat di Rumah Sakit Wahidin dan Rumah Sakit Haji.

3.6.3 Kampanye PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Untuk
PHBS Dinas Kesehatan telah melakukan berbagai upaya agar masyarakat bisa mengetahui,
memahami, mengerti dan akhirnya mau melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagai
warga masyarakat untuk turut serta membangun kesehatan baik individu, sosial dan
lingkungan. PHBS cukup banyak jenis atau tatanannya diantaranya yaitu :
1. PHBS Rumah Tangga
2. PHBS Tempat-Tempat Umum
3. PHBS Tempat Kerja
4. PHBS Sekolah
5. PHBS Institusi Kesehatan

Kampanye PHBS telah dilakukan di Kota Makassar yaitu yang dilakukan pada PHBS Tatanan
Rumah Tangga melalui 10 indikator yang telah ditetapkan, yaitu ;
1. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan
2. Memberi bayi ASI eksklusif
3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
5. Menggunakan air bersih
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah

Bab 3 - Halaman 62
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

8. Makan sayur dan buah setiap hari


9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah

Untuk Cakupan Pelayanan atau Kegiatan PHBS yang dilakukan di Kota Makassar sebagai
berikut :
a. Cuci Tangan Dengan Air Bersih dan Sabun / CTPS
Kampanye dilakukan di sekolah-sekolah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan melalui
UKS yang berada di setiap sekolah. Kampanye berupa kegiatan penyuluhan dan demo cara
cuci tangan yang baik dan benar dengan menggunakan air bersih serta sabun. Juga
pemberian sarana percontohan untuk cuci tangan untuk beberapa sekolah.
b. Menggunakan Air Bersih
Kampanye PHBS Air Bersih dilakukan penyuluhan kesehatan lingkungan di posyandu dan
kelompok pemakai MCK. Disamping itu juga dengan mengadakan sarana percontohan air
bersih (perbaikan sumur gali & SPT) serta pemeriksaan bakteriologis air bersih.

c. Sosialisasi dan Kampanye Penyakit Berbasis Lingkungan


Kegiatan sosialisasi mengenai penyakit berbasis lingkungan di kalangan masyarakat yang
menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi dan kampanye ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat akan pentingnya PHBS untuk
menghindari dampak dari buruknya kondisi sanitasi.
d. Menggunakan Jamban Sehat
Berdasarkan hasil survey EHRA, masih ditemukannya warga yang BAB di sembarang
tempat. Untuk itu diperlukan pemicuan kesadaran masyarakat untuk tidak BABS melalui
kampanye dan sosialisasi PHBS.

3.7 Pembiayaan Sanitasi Kota

Institusi pengelola keuangan di Kota Makassar berada di Sekretariat Daerah Kota Makassar
Bagian Keuangan. Pengelolaan Sistem Informasi Keuangan Daerah yang berlaku di Kota
Makassar, adalah SIKD sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2005.

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar (PAD) yang berasal dari pajak daerah, dan
pendapatan lain-lain pada tahun 2010 sebesar 96,83% atau Rp. 210.080.685.636,64 dari
rencana Rp. 216.928.890.000, Sedangkan pendapatan yang terkait langsung dengan sanitasi
(Retribusi Kebersihan/Persampahan dan Penyedotan Kakus) dalam pembentukan PAD pada
tahun 2010 adalah sekitar 2,59% atau sebesar Rp. 5.449.655.000,-.

3.7.1 Pembiayaan Air Limbah

Terdapat sekitar 220.000 unit jamban keluarga di Kota Makassar dengan berbagai design. Bila
diasumsikan 50% jamban tersebut memiliki design standar teknis tanki septik, maka diperlukan
sekitar 18 unit armadaTruk Tinja per hari yang beroperasional dan harus mengolah sekitar 54
m3 lumpur tinja tersebut. Saat ini Pemerintah Kota Makassar telah memiliki 8 (delapan) unit
armada Truk Tinja, akan tetapi yang berfungsi sebanyak 7 (tujuh) unit yang merupakan sarana
utama dalam operasional.

Bab 3 - Halaman 63
Buku Putih Sanitasi Kota Makassar - 2011 POKJA AMPL

Sistem pengelolaan air limbah terpusat direncanakan dapat menerima buangan rumah
tangga(domestik) maupun kegiatan non domestik baik yang bersifat Black water maupun
Grey Water, yang disalurkan secara gravitasi dengan menggunakan pipa menuju ke Instalasi
pengolahan air limbah (IPAL).

Berdasarkan pertimbangan kualitas air limbah dan pertimbangan biaya operasional instalasi
serta ketersediaan lahan , maka ditetapkan rencana sistem pengolahan air limbah domestik
untuk kawasan pantai Losari menggunakan sistem pengolahan An-aerrobik dan sistem
Aerobik. Teknologi pengolahan yang digunakan sudah sering diterapkan di beberapa kota
besar di Indonesia. Perkiraan Biaya Operasi dan Pemeliharaan untuk saluran air limbah
domestik dan Instalasi Pengolahan air limbah diperkirakan sebesar Rp 900.000.000/tahun,
yang terdiri dari O& M Sewer sebesar Rp 300.000.000/tahun dan O& M untuk IPAL
sebesar Rp 600.000.000/tahun.

3.7.2 Pembiayaan Persampahan

Perkembangan pendapatan retribusi kebersihan beberapa tahun terakhir dapat dilihat dalam
lampiran. Selain target dan realisasi retribusi yang perlu dihitung sebenarnya adalah potensi
retribusi, sebab dari data ini bisa dilihat kinerja penarikan retribusi dan identifikasi masalah
dalam penarikan retribusi.

3.7.3 Pembiayaan Drainase Mikro

Pembiayaan Sektor Drainase Mikro sekala kawasan di Kota Makassar sebagian besar
bersumber dari APBD melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar. Sedangkan untuk
pemmbiayaan drainase sekala lingkungan pembiayaan juga ada yang bersumber dari bantuan
program pemerintah, yang pengelolaan kegiatannya berbasis masyarakat, misal melalui
program PNPM Mandiri yang dilaksanakan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

Bab 3 - Halaman 64

Anda mungkin juga menyukai