Anda di halaman 1dari 34

Definisi

>> Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk
bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya.

>> Titrasi asam basa adalah reaksi penetralan.

>> Jika larutan bakunya asam disebut asidimetri dan jika larutan bakunya basa disebut
alkalimetri.

[ menu ]

Jenis-Jenis Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :

1. Asam kuat - Basa kuat

2. Asam kuat - Basa lemah

3. Asam lemah - Basa kuat

4. Asam kuat - Garam dari asam lemah

5. Basa kuat - Garam dari basa lemah

Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat

Contoh :

- Asam kuat : HCl


- Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :
HCl + NaOH   →   NaCl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH-   →   H2O

Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat


Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah

contoh :

- Asam kuat : HCl


- Basa lemah : NH4OH

Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH   →   NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH   →   H2O + NH4+

Kurva Titrasi Asam kuat – Basa Lemah

Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat

contoh :
- Asam lemah : CH3COOH 
- Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :
CH3COOH + NaOH   →   NaCH3COO + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH-   →   H2O

Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

Titrasi Asam Kuat - Garam dari Asam Lemah

contoh :

- Asam kuat : HCl


- Garam dari asam lemah : NH4BO2
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2   →   HBO2 + NH4Cl
Reaksi ionnya :
H+ + BO2-   →   HBO2

Titrasi Basa Kuat - Garam dari Basa Lemah

contoh :

- Basa kuat : NaOH


- Garam dari basa lemah : CH3COONH4

Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4   →   CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4-   →   NH4OH

[ menu ]

Cara Melakukan Titrasi Asam Basa

1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke dalam buret
yang telah ditera

2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran

3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator fenoftalien

4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat tepat
dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah
wadah titrat

5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi sedikit)
sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan warna dan diperoleh
titik akhir titrasi. Hentikan titrasi !

set alat titrasi


[ menu ]

Indikator Asam Basa

>> Indikator asam basa adalah asam lemah atau basa lemah (senyawa organik)
yang dalam larutannya warna molekul-molekulnya berbeda dengan warna ion-
ionnya

>> Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang larut, stabil, dan menunjukkan
perubahan warna yang kuat.

>> Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH

Beberapa indikator asam basa

Perubahan warna
Pelarut
Indikator
Asam Basa

Thimol biru Merah Kuning Air

Etanol
Metil kuning Merah Kuning
90%

Kuning-
Metil jingga Merah Air
jingga

Metil merah Merah Kuning Air

Bromtimol biru Kuning Biru Air


Tak Etanol
Fenolftalein Merah-ungu
berwarna 70%

Tak Etanol
thimolftalein biru
berwarna 90%

[ menu ]
asidi-alkalimetri
Agustus 26, 2009 oleh ulanira

Asam adalah suatu zat yang larutannya berasa asam, memerahkan lakmus biru, dan
menetralkan basa. Sedangkan basa adalah suatu zat yang larutannya berasa pahit dan
terasa licin, membirukan kertas lakmus merah, dan menetralkan asam.
Ada beberapa konsep asam-basa yang pernah dikemukakan oleh para ahli yaitu konsep
asam-basa menurut Arrhenius dan konsep asam-basa menurut Bronsted-Lowry.

• Asam-basa menurut Arrhenius-Ostwald


Teori yang dikemukakan oleh arrhenius antara lain :
Asam dinyatakan sebagai senyawa yang dapat memberikan ion hidrogen (H+) bila
dilarutkan dalam air.
Basa merupakan suatu senyawa yang dapat memberikan ion hidroksi (OH-) bila
dilarutkan dalam air.
Tiga yang pertama dalam tiap kelompok bersifat sangat atau seluruhnya terionkan dalam
larutan air dandikelompokkan sebagai asam kuat ataupun basa kuat. Di pihak lain, asam
asetat dan amonia hanya sedikit terionkan dalam larutan air dan karenanya
dikelompokkan masing-masing sebagai asam bila dihadapkan pada basa. Zat seperti itu
disebut senaywa amfotir atau zat amfotir.

• . Asam-basa menurut Bronsted dan Lowry


Menurut bronsted asam adalah suatu spesi yang bias memberikan protonnya atau
kelebihan proton sedangkan basa adalah spesi yang bias menerima proton. Teori asam-
basa dari Arrhenius banyak digunakan orang karena kesedarhanaannya. Tetapi, teori
tersebut memiliki keterbatasan yaitu hanya dapat menjelaskan asam-basa senyawa
organik dalam larutan air. Senyawa-senyawa yang dapat dijelaskan adalah senyawa-
senyawa yang memiliki jenis rumus kimia HX untuk asam dan LOH untuk basa. Teori ini
tidak dapat menjelaskan kenyataan bahwa CO2 dalam air bersifat asam atau NH3 dalam
air bersifat basa. Pada larutan ammonia sebagai pelarut, bias membentuk NH4+ sebagai
asam dan dapat berbentuk NH2- sebagai basa. Pada teori ini ion H+ dan ion OH-
mempunyai peranan yang penting dalam penentuan sifat asam dan basa dan hanya air
sebagai pelarutnya. Fakta menunjukkan bahwa HClO4 bersifat asam dalam pelarut air.
Asam ini juga menunjukkan sifat asamnya dalam pelarut bukan air, misalnya pelarut
asam cuka glasial dan pelarut amonia cair. Dari fakta-fakta itulah dapat diperkirakan
bahwa ion H+ yang mempunyai peranan yang mempunyai peranan yang istimewa dalam
menentukan sifat asam.
Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri. Kata metri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti ilmu, proses atau seni mengukur. Jadi asidimetri dapat diartikan
penentuan kadar suatu asam dalam larutan dan alkalimetri dapat diartikan penentuan
kadar suatu basa dalam suatu larutan. Asidimetri-alkalimetri menyangkut titrasi asam dan
atau basa diantaranya :
1. Asam kuat-basa kuat
2. Asam kuat-basa lemah
3. Asam lemah-basa kuat
4. Asam kuat-garam dari asam lemah
5. Basa kuat-garam dari basa lemah

Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada jumlah
perekasi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut, sehingga berlaku :
Jumlah ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi
Atau ( V x N)analat = ( V x N)perekasi

Maka jumlah pereaksi harus diketahui dengan teilti sekali, sebagai berat gram ataupun
sebagai larutan dengan konsentrasi dan volume. Larutan yang diketahui dengan tepat
konsentrasinya dan dipakai sebagai pereaksi dalam arti ini disebut larutan baku.
Telah berulang kali dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk titrasi asam, tetapi
NaOH tidak dapat diperoleh dalam keadaan sangat murni. Karena itu, konsentrasi
tepatnya tidak dapat dihitung dari berat NaOH yang ditimbang dan volume larutan yang
dibuat, walaupun kedua-duanya dilakukan dengan cermat.
Larutan NaOH ini harus `distandardisasi` atau `dibakukan`, yakni ditentukan
konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya. Cara yang mudahuntuk standardisasi
ialah dengan titrasi, misalnya larutan NaOH itu dipakai sebagai titrant untuk menitrasi
suatu larutan “bahan baku primer”.
Pada titrasi standardisasi harus diusahakan ketelitian yang sebesar-besarnya, setidak-
tidaknya lebih teliti daripada titrai yang akan menggunakan NaOH itu nanti. Untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. bila bahan baku primer (bbp) digunakan sebagai zat padat, minimum hendaknya
ditimbang 200 mg agar kesalahan penimbangan tak lebih dari 0,1% (menimbang selalu
dua tahap, yakni menimbang wadah kosong kemudian bersama bahan baku primer, dan
dengan neraca analitik umumnya kesalahan menimbang sekitar 0,1 mg). Bila BE bahan
baku primer tersebut kecil sehingga yang diperlukan jauh kurang dari 200 mg (agar
volume titrant minimum 40 ml), sebaiknya dibuat dulu larutan bbp dengan menimbang
cukup banyak bbp tersebut dan melarutkannya dengan teliti volumenya.
b. Titrant yang terpakai hendaklah 40 ml atau lebih agar kesalahn titrasi tidak melebihi
0,1% karena kesalahan membaca letak meniskus sekitar 0,01 ml (dan ada dua
pembacaan) ditambah kesalahan drainase buret sekitar 0,02 ml.
c. Sebaiknya jangan menggunakan cara titrasi kembali, tetapi langsung menuju titik akhir
sebab setiap tahap pengerjaan merupakan sumber kesalahan.
d. Selalu harus dihindarkan menstandardisasi dengan sebuah selisih hasil maksimum
(0,1-0,2%)

3. Bahan dan Alat yang digunakan


Bahan : – Sampel
- NaOH 0,1 N
- Asam Oksalat
- Indikator Phenolpthalein
Alat : – Labu ukur 250 ml : 1 buah
- Pipet Volumetrik 25 ml : 1 buah
- Buret 50 ml : 1 buah
- Erlenmeyer 150 ml : 4 buah
- Standart / stati : 1 buah
- Corong

4. Prosedur Percobaan
4.1 Penyiapan Larutan NaOH 0,1 N
- Cuci dan bilas botol 500 ml
- Bila larutan ini akan disimpan dalam waktu yang lama, sediakan botol plastik, sebab
larutan NaOH pasti bereaksi dengan wadah kaca, walaupun perlahan.
- Timbang 2,0 gram NaOH, larutkan kedalam beaker glass 500 ml yang berisi aquades,
kocok sampai larut.

4.2 Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N


- Timbang sejumlah tertentu kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O) dilarutkan dalam labu
250 ml, hingga diperoleh H2C2O4.2H2O 0,1 N.
- Pipet larutan diatas sebanyak 25 ml, masukkan kedalam erlenmeyer tambakan 2 tetes
phenolpthalein.
- Titrasi dengan larutan baku asam ( NaOH ) sampai terjadi perubahan warna indikator
menjadi pink ( merah muda ) yang stabil. Catat volume NaOH yang terpakai.
- Lakukan titrasi duplo, hingga diperoleh konsentrasi NaOH.

4.3 Menentukan Kadar Asam Asetat dalam Cuka


Cuka dapur mengandung asam asetat 4-6%, karena komponen bersifat asam dalam cuka
adalah asam asetat, maka kadarnya dapat ditentukan melalui titrasi engan larutan standar
NaOH atau basa kuat lainnya. Contoh cuka, dapat diperoleh dipasar dan catat
pengamatan pada labelnya seperti merek dan sebagainya.
Prosedur :
- Pipet sampel sebanyak 25 ml, masukkan kedalam erlenmeyer tambahkan 2 tetes
indikator phenolpthalein.
- Titrasi dengan larutan NaOH, sampai terjadi perubahan warna indikator menjadi pink
( merah muda ) yang stabil. Catat volume NaOH yang terpakai.
- Lakukan titrasi diatas secara duplo, hitung kadar asam asetat yang diperoleh.

Harjadi, W.. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.
Khopkar, S. M.. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: A. Saptorahardjo.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Asidimetri & Alkalimetri
May 2, 2009 at 8:31 am (Landasan Teori)

ANALISIS KUANTITATIF : ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu
yang akan di analisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui,
unknown). Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan
basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu
basa yang tepat saling menetralkan (Keenan, 1998: 422-423).

Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai
seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218).

Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah
titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet gondok. Untuk mengamati
titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dala titrasi yang
diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen (syukri, 1999 : 428).

Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan yang bereaksi
sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama ditambahkan secara
kontinu ke dalam reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang ditambahkan tadi disebut
sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant kedalamnya disebut titree. Didalam
beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik selama proses titrasi dimana tepatnya titrat
telah cukup ditambahkan untuk bereaksi dengan titree. Salah satu masalah tekhnis dalam
titrasi adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk
mengindikasikan pendekatan yang paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik akhir
dan titik ekivalen seharusnya identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang
yang mampu membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal
dimana perbedaan antara kedua hal tersebut dapat diabaikan (Snyder, 1996 : 597-599).

Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan tetapi perlu kita
ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam sampel. Sebagai
contoh, seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau dimana ikan-ikannya
mati. Dia harus mengetahui secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung dalam
suatu sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan suatu
larutan yang disebut tirant dari buret ke suatu flask yang berisi sampel dan disebut analit.
Berhasilnya titrasi asam-basa tergantung pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik
stoikiometri. Pada titik tersebut, jumlah mol dari H3O+ dan OH- yang ditambahkan
sebagai titrant adlah sama dengan jumlah mol dari OH- atau H3O+  yang terdapat dalam
analit. Pada titik stoikiometri, larutan terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah
asam apabila ion asam yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa yang
terkandung didalamnya (Atkins, 1997 : 550).

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari
reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa keduanya setara, yaitu
dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang akan
dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal basa) yang terdapat didalam buret,
ditambahkan ke asam. Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan
tetesan hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna
indikator. Titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah disebut titik akhir
(Petrucci, 1997 : 636).

Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak diketahui
konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui suatu prosedur
yang disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan suatu basa yang telah
diketahui konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita menempatkan suatu asam yang
volumenya telah ditentukan ke dalam suatu flask. Dan tambahkan beberapa tetes
indikator seperti penolftalein, kedalam larutan asam. Dalam larutan asam, penolftalein
tidak berwarna. Kemudian, buret kita isi dengan larutan NaOH yang konsentrasinya telah
diketahui. dan dengan hati-hati NaOH ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa
mengetahui bahwa netralisasi telah berlangsung ketika penolftalein dalam larutan
berubah warna menjadi merah muda. Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang
ditambahkan dan molar NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi asam (Timberlake,
2004 : 354-355).

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, Peter and Jones Lorette. 1997. Chemistry Molecules and Canges, 3rd Ed. New

York: W. H. Freeman and Company.

Brady, James E. 1999. Kimia Universutas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa

Aksara

Keenan, C. W, dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Petrucci, Ralph H and Willias S. Harwood. 1997. General Chemistry. New Jersey:

Prentice Hall.

Snyder, Milton K. 1996. Chemistry Structure and Reaction. New York: Holt, Rinehart
And winston. Inc.

Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung ITB.

Timberlake, Karen C. 2004. General, Organic and Biological Chemistry Structure Of

Life. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.


Asidi Alkalimetri
Salah satu analisis titrimetri yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri.
Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-
reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk
dipelajari

Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri
adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari
asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas)
dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion
hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J,
1994).

Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam


suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan
larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi.
Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:

1.Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya


pada suhu 110-120oC).

2.Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan


dapat diabaikan.

3.Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.

4.Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-
uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya
tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5.Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan
titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan
eksperimen.

6.Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh
udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar
komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen


iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa
digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat
yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah
ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, J, 1994).

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut


titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara)
atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih
lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator (Basset, J, 1994).

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya


mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).

Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak
terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya (Day, 1981).

Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam
suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan
warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa
lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan
warna merah dari ion-ionnya (Day, 1981).

Campuran karbonat dan hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat


ditetapkan dengan titrasi dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan jingga
metil (Day, 1981).

Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai suatu basa dengan suatu asam kuat
sebagai titran, dalam hal mana akan diperoleh dua patahan yang cukup nyata, yang
berpadanan dengan reaksi :
Asidimetri
 

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam dan
basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku sekunder serta
menetapkan kadar amonia (NH4OH) menggunakan larutan baku HCl dan kadar asam
cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.

Teori Singkat

Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa,
sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan
baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa.

Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang
ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan
untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati,
karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi
dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat
diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat
penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara  di atas
termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis
volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi
yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi
oleh titrasi.

Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa
adalah sebagai berikut :

o Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka
reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
o Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah
reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu
reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah
dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis
kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga
titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya
merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.

Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam
cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang
bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.

Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),

Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V 1 + N1 = V2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas,
berarti larutan 1 M = 1 N. Akan  tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1
M = 1 N.

2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol

Misalnya untuk reaksi :

2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O

(COOH)2 = 2 NaOH

Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V1 M1       2

------- = ---                                  V1 M1 x 1 = V2 M 2  x 2

V2 M 2      1

Oleh sebab itu :  V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2


 Alat dan Bahan

Alat :                                                                           Bahan :

1.                  Buret dan statif                                                 1.   Larutan baku NaOH

2.                  Labu Elenmeyer                                                2.   Larutan pembaku asam oksalat

3.                  Pipet volumetrik                                                3.   Indikator : (PP)

4.      Larutan amonia (NaOH)

5.      Larutan asam cuka

 Cara Kerja

A. Pembakuan NaOH

1. Dipipet 25 mL larutan asam oksalat yang sudah diketahui konsentrasinya ke


dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akudestilata.
2. Ditambahkan 1-3 tetes indikator fenolflatelien
3. Larutan NaOH yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan asam
oksalat dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari jernih menjadi merah muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.

B. Penetapan Kadar Asam Cuka

1. Dipipet 25 mL larutan asam cuka yang akan ditentukan kadarnya ke dalam labu
Elenmeyer yang sudah dibersihkan dan dibilas dengan akudestilata.
2. Diteteskan 1-3 tetes indicator fenolflatelein
3. Dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan pada percobaan
sebelumnya, sehingga terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.

Hasil dan Pembahasan

 Percobaan asidimetri yang dilakukan teridiri dari tahap standardasi NaOH kemudian
penentuan kadar asam cuka (CH3COOH). Prinsip asidimetri  adalah pengukuran
konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa. Dalam hal ini NaOH sebagai
basa kuat dan CH3COOH sebagai asam lemah.
Pada percobaan ini digunakan indicator fenolflatelien sebagai indiaktor visual yang
menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula bening
menjadi merah muda pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH3COOH + NaOH  → CH3COONa + H2O

Pada percobaan asidimetri ini menggunakan metode titrasi, yaitu mengukur volume titran
yang perlukan untuk mencapai titik ekivalen; artinya ekivalen pereaksi-pereaksi sama.
Reaksi yang  terjadi juga disebut reaksi netralisasi.

Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan menggunakan penghitungan berdasarkan


logika, dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2

di mana V1 dan N1 adalah volume dan konsntrasi asam dan V2 dan N2 adalah volume dan
konsentrasi basa.

Percobaaan ini dilakukan duplo, yang pertama secara manual dan yang kedua
menggunakan mesin. Sebelum mengukur kadar asam cuka, perlu diketahui terlebih
dahulu konsentrasi NaOH dengan mentitrasikannya pada larutan asam oksalat 0.1 N
dengan indicator PP sampai terjadi perubahan warna. Dari percobaan ini:

V1                           = 25 mL                                   N1                          = 0.1 N;

V2 mesin           = 25.9 mL                                V2 manual         = 26 mL. N2 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2

maka

o                     N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin

= (25 mL x 0.1 N)/25.9mL

= 2.5 mL N x 25.9 mL

=0.09652 N

o                     N2 = (V1 x N1)/ V2 manual

= (25 mL x 0.1 N)/26 mL

= 2.5 mL N x 26 mL

=0.09615 N

 _
N2 = ∑N2/n

= (0.09652 N + 0.09615 N)/2

= 0.096335 N

Harga N2 rata-rata yang diperloleh mendekati 0.1 N, artinya harga N 2 rata-rata yang
diperoleh cukup baik. Setelah N2 rata-rata diketahui, kita dapat menentukan kadar asam
cuka. Diperoleh :

V1                           = 25 mL                                   N2                          = 0.9615 N

V2 mesin           = 26.1 mL                                V2 manual         = 26.5 mL. N1 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2

Maka

o                     N1 = V2 x N2/ V1 mesin

= (26.1 mL x 0.096335 N)/25mL

= 2.514 mL N / 25 mL

=0.1005 N

o   N1 = V2 x N2/ V1 manual

= (26.5 mL x 0.096335 N)/25mL

= 2.5528 mL N / 25 mL

=0.102112 N

 _

N1 = ∑N1/n

= (0.1005 N + 0.102112 N)/2

= 0.101341 N

Jadi, kadar asam cuka (CH3COOH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.101341 N.
Kesimpulan

Titrasi asidimetri pada percobaan ini adalah menentukan kadar (CH 3COOH) dengan
menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan. Reaksi dapat diamati dengan baik
dengan penggunaan asam lemah (CH3COOH), basa kuat NaOH, dan indicator PP. rekasi
sempurna terjadi ketika terjadi perubahan warna larutan dari bening ke merah muda.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi netralisasi dengan menghasilkan H2O dan
CH3COONa.

Alkalimetri
 

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam dan
basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku sekunder serta
menetapkan kadar amonia (NH4OH) menggunakan larutan baku HCl dan kadar asam
cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.

 Teori Singkat

Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa,
sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan
baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa.

Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang
ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan
untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati,
karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi
dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat
diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat
penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara  di atas
termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis
volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi
yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi
oleh titrasi.

Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa
adalah sebagai berikut :
o Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka
reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
o Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah
reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu
reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah
dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.

Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis
kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga
titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya
merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.

Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam
cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang
bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.

Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),

Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V 1 + N1 = V2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas,
berarti larutan 1 M = 1 N. Akan  tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1
M = 1 N.

2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol

Misalnya untuk reaksi :

2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O

(COOH)2 = 2 NaOH

Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :
 

V1 M1       2

------- = ---                                  V1 M1 x 1 = V2 M 2  x 2

V2 M 2      1

Oleh sebab itu :  V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2

 Alat dan Bahan

 Alat :                                                                           Bahan :

1.      Buret dan statif                                                       1.   Larutan baku NaOH

2.      Labu Elenmeyer                                                      2.   Larutan baku HCl

3.<SPAN style="FONT: 7pt 'Times New Roman'">      Pipet volumetrik


3.   Larutan pembaku boraks

4.      Larutan asam borat (H3BO3)

5.      Larutan amonia

6.      Indikator : (MM), (MB)

Cara Kerja

A. Pembakuan HCl

 o Menggunakan Boraks Sebagai Pembaku

1.Dipipet 25 mL larutan boraks yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam labu


Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata

2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil

3.Larutan HCl yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan boraks dtitrasi
sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah jingga.

4.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo

 o Menggunakan NaOH Sebagai Larutan Baku Sekunder


1.Dipipet 25 mL larutan HCl  yang akan dibakukan ke dalam labu Elenmeyer 250 mL
yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata

2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil

3.Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan hingga terjadi
perubahan warna dari merah menjadi kuning jingga.

4.Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.

 B. Penetapan Kadar NH4OH

 1.Dipipet 25 mL asam borat ke dalam labu Elenmeyer yang berfungsi untuk mencegah
menguapnya larutan amonia.

2.Dipipet 25 mL larutan amonia yang akan ditentukan kadarnya dan dimasukkan ke


dalam labu Elenmeyer yang berisi asam borat.

3.Diberi indikator campuran merah metil dan biru metilen, sehingga warnanya menjadi
hijau.

4.Dititrasi dengan larutan HCl yang sudah dibakukan pada percobaan sebelumnya,
dengan perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu

5.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.

 Hasil dan Pembahasan

Percobaan alkalimetri kali ini menggunakan asam kuat HCl dan basa lemah amonia
(NH4OH).  Pada dasrnya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar konsentraasi
amonia. Namun, HCl terlebih dahulu harus dibakukan dengan melakukan titrasi pada
boraks (Na2B4O7) dan ditetesi indikator metil orange tiga tetes sebagai indikator
visualnya. Perhitungan yang digunakan seperti pada percobaan asidimetri dimana :

V1 dan N1 adalah volume dan konsentrasi basa dan V2 dan N2 adalah volume dan
konsentrasi asam (HCl) dan percobaan dilakukan duplo (manual dan mesin).

Diperoleh

V1                           = 25 mL                                   N1                          = 0.1 N;

V2 mesin           = 25.6 mL                                V2 manual         = 26.4. N2 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2

maka
o                     N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin

= (25 mL x 0.1 N)/25.6mL

= 2.5 mL N x 25.6 mL

=0.0976 N

o                     N2 = (V1 x N1)/ V2 manual

= (25 mL x 0.1 N)/25.4 mL

= 2.5 mL N x 25.4 mL

=0.0984 N

 _

N2 = ∑N2/n

= (0.0976 N + 0.0984 N)/2

= 0.098 N

Dari harga N2 rata-rata yang diperoleh bisa ditentukan kadar normalitas NH4OH  dengan
rumus yang sama. Dalam penghitungan kunatitif konsentrasi amonia, pemipetan 25 mL
asam borat (H3BO3) tidak diperhitungkan, karena dia tidak ikut bereaksi. Ia hanya
berfungsi untuk mencegah penguapan amonia. Otomatis, penambahan indikator
campuran antara metil merah dengan metil biru adalah 3:1. indikator ditambahkan sampai
larutan amonia dan asam boraks berwarna hijau.

Titrasi dengan HCl yang telah dibakukan merubah warna larutan tersebut menjadi abu-
abu pada volume 17.5 mL dan 18.1 mL. Titrasi dilakukan duplo dengan mesin
Perhitunganya adalah sebagai berikut:

V1 x N1 = V2 x N2

Maka

o                     N1 = V2 x N2/ V1

= (17.6 mL x 0.098 N)/25mL

= 1.7248 mL N / 25 mL

= 0.068992 N
o   N1 = V2 x N2/ V1

= (18.1 mL x 0.098 N)/25mL

= 1.7738 mL N / 25 mL

= 0.070952 N

 _

N1 = ∑N1/n

= (0.068992 N + 0.070952 N)/2

= 0.069972 N

Jadi, kadar amonia (NH4OH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.069972 N.

 Kesimpulan

Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar konsentrasi  NH4OH
(basa lemah) dengan HCl sebagai basa kuat. Reaksi netralisasi dapat diamati dengan baik
ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu dengan menggunakan
indikator MO dan ME (3:1) sebagai indikator visualnya. Reaksi netralisasinya adalah
NH4OH+HCl  → NH4Cl+H2O.

Titrasi asidimetri terjadi dengan baik karena sifat asam dan basanya berbeda. Artinya
asam lemah akan membentuk reaksi sempurna dengan basa lemah. Percobaan titrasi
asidimetri menghasilkan air dan garam.
LKS : Titrasi Asam Basa Tujuan : Menentukan konsentrasi larutan HCL dengan larutan NaOH melalui
titrasi asam-basa Konsep :
Titrasi merupakan salah satu aplikasi stoikiometri larutan. Pada umumnya digunakan dalam penenuan
konsentrasi asam atau basa (titrasi asam basa atau asidi alkalimetri). Poses ini melibatkan larutan yang
konsentrasinya telah diketahui (titran), kemudian larutan ini dikeluarkan dari buret ke dalam larutan yang
akan ditentukan konsentrasinya sampai pada titik stoikiometri atau titik ekivalen. Namun pada prakteknya
titik ekivalen ini tidak bisa diamati langsung dari percobaan. Yang bisa diamati adalh titik dimana saat warna
indikator tepa berubah warna (titrasi dihentikan) yang disebut titik akhir titrasi.
Alat dan Bahan :
Alat:
1 - Buret - Corong
2 - Erlenmeyer - statif
3 - Gelas ukur - Pipet tetes

Bahan :
1 - Larutan HCl dengan konsentrasi yang belum diketahui
2 - Larutan Fenolftalein
3 - Larutan NaOH 0,1 M
4 - Aquades

Langkah kerja :
1 1. Isi buret dengan larutan NaOH 0,1 M dan catat pembacaan buret
2 2. Masukkan 5 mL larutan HCl ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 5 mL aquades
3 3. Tambahkan 2 tetes larutan fenolftalein
4 4. Lakukan titrasi dengan cara meneteskan larutan NaOH dari buret ke dalam labu erlenmeyer
sambil diguncangkan. Penetesan larutan NaOH dihentikan
5 jika larutan dalam erlenmeyer menjadi merah muda dan warna itu tidak menghilang jika erlenmeyer
diguncangkan.
6 5. Catat volume NaOH yang digunakan
7 6. ulangi percobaan 2-3 kali

Pengamatan:
Konsentrasi larutan NaOH diketahui adalah................M
Pembacaan buret berisi larutan NaOH :
Percobaan ke- Volume NaOH ( mL )

Awal (V1) Akhir (V2) Terpakai (V2-V1)


1
2
3

Perhitungan :
VHCl x MHCl = VNaOH x MNaOH
Volume rata- rata NaOH yang digunakan : .........................................mL
Volume HCl yang digunakan : ................................mL
Pertanyaan :
1 1. Tuliskan persamaan reaksi dari percobaan di atas?

............................................................................................................................................................................
........................................................................
1 2. Berapa konsentrasi larutan HCl tersebut ?

............................................................................................................................................................................
.......................................................................
1 3. faktor-faktor apa saja yang bisa menyebabkan kesalahan pada percobaan titrasi?

............................................................................................................................................................................
.......................................................................
1 4. Apa kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan?
............................................................................................................................................................................
........................................................................
Titrasi Asam Basa
A. pengertian
Titrasi asam basa adalah penetapan kadar suatu zat (asam atau basa)
berdasarkan reaksi asam basa. Sebagai titran digunakan larutan baku asam maka
penetapan kadarnya menggunakan metode asidimetri sedang bila larutan standar yang
digunakan bersifat basa maka penetapan kadarnya menggunakan metode alkalimetri.

Dalam hal asidimetri dan alkalimetri, asam didefinisikan sebagai suatu ion
atau molekul yang dapat memberikan proton dan disebut sebagai donor, dan basa
didefinisikan sebagai suatu ion atau molekul yang dapat menerima proton dan
disebut sebagai proton aseptor, seperti misalnya air, asam sulfida, asam hidroklorida
dan asam sulfat disebut sebagai molekul asam; amonia dan air disebut molekul
basa.

Dalam teori ionisasi, suatu larutan netral mengandung jumlah ion hidrogen dan ion hidroksida dengan konsentrasi yang hampir
sama besar, seperti misalnya air. Zat-zat yang dalam larutan air dapat memberikan ion hidrogen bersifat asam dan zat-zat yang
dalam larutan air memberikan ion hidoksida bersifat basa, karena itu menurut teori ionisasi, reaksi netralisasi terjadi bila ion
hidrogen dari asam brsatu dengan ion hidroksida dari basa membentuk molekul air.

Reaksi netralisasi ini mempunyai nilai yang berati untuk analisa kuantitatif yang harus berjalan sesempurna mungkin, reaksi ini
dapat disempurnakan dengan cara :

1. Dengan pembentukan suatu zat .

2. Dengan derajat disosiasi yang kecil.

3. Dengan membebaskan gas dari suatu reaksi.

4. Dengan pembentukan endapan dari suatu reaksi.

5. Dengan membebaskan suatu ion kompleks.

6. Dengan mengubah muatan dari ion.

7. Dengan menambah suatu reaksi yang berlebihan.


Indikator adalah suatu senyawa organik yang kompleks dan digunakan untuk
menetukan titik akhir suatu reaki netralisasi ; menentukan konsentrasi ion hidrogen
atau pH ; atau untuk menunjukkan perubahan pH larutan. Zat-zat organik ini dapat
berupa suatu asam atau suatu basa, yang mempunyai warna yang berbeda pada pH
yang tertentu.
Perubahan warna suatu indikator dalam hal titrasi tergantung pada konsentrasi ion hidrogen yang ada dalam larutan dan tidak
menunjukkan kesempurnaan reaksi atau ketetapan netralisasi. Tabel dibawah ini menunjukkan daerah pH dimana terjadi
perubahan warna indikator-indikator yang umum digunakan.

Nama Warna
Daerah pH Asam Basa
Indikator
Kuning metil 2,9 – 4,0 Merah Kuning

Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru

Jingga metil 3,2 – 4,4 Merah muda Kuning

Hijau 4,0 – 5,4 Kuning Biru


bromkresol
4,2 – 6,2 Merah Kuning
Merah metil
5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Ungu
6,0 – 7,6 Kuning Biru
bromkresol

6,8 – 8,2 Kuning Merah


Biru bromtimol

7,2 – 8,8 Kuning Merah


Merah fenol

8,0 – 9,2 Kuning Biru


Merah kresol

8,0 – 10,0 Tak berwarna Merah


Biru timol

8,6 – 10,0 Tak berwarna Biru


Fenoftalein

Timolftalein
Tabel ini menunjukkan bahwa jingga metil memperlihatkan warna merah muda pada
larutan asam dengan pH 3,2 dan warna warna kuning pada larutan basa dengan pH 4,4
dimana antara kedua nilai pH ini warna mulai berubah dari yang satu ke yang lainnya.

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan


pH. Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula
rendah dan selam titrasi terus-menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur
pH pada awal titrasi (yakni sebelum ditambah basa) dan pada waktu-waktu tertentu
setelah ditirasi dimulai, maka kalau pH larutan dialurkan lawan volume titran, kita
peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.

Cara Pemilihan Dan Penggunaan Indikator

1. indikator digunakan ± 3 tetes indikator dengan kadar 0,05 – 0,1 % dalam


air atau alkohol 70 – 90 b/v

2. AK + BK atau BK + AK, digunakan indikator jingga metil, merah metil dan


fenolftalein

3. AL + BK, digunakan indikator fenolftalein

4. BL + AK, digunakan indikator merah metil

5. BL + AL, tidak digunakan pada titrasi indikator perubahan warna yang


tajam

Sample Yang Dapat Dititrasi Dengan Metode Netralisasi

i. Asidimetri Secara Langsung

1. NaHCO3 (jingga metil)

2. Na. Salisilat (biru brom fenol)

3. Aminofilin (jingga metil)


4. Ba(OH) (PP)

5. Koffein (jingga metil)

6. Na. Benzoat (mo)

7. Na. Borat (mm)

8. TEA (mm)

9. Ca(OH) (PP)

10. NaOH (PP)

ii. Asidimetri secara tidak langsung

1. ZnO (mo)

2. K.Na. tatrat (mb + mm)

3. K. Asetat (mb + mm)

4. K. Sitrat (mb + mm)

5. Na. Asetat (mb + mm)

6. Na. propionat (mb + mm)

7. Sr. Asetat (mm)

8. Kalamin (mo)

9. Lidokain (mm)

10. Mg. stearat (mo)

iii. Alkalimetri secara langsung


1. Asam borat (pp)

2. asam tatrat (pp)

3. Asam benzoat (pp)

4. asam salisilat (pp)

5. Saccharin (pp)

6. Tolbutamid (pp)

7. Fenil butazon (pp)

8. Propitiourasil (Btb)

9. Histamin fosfat (timolftalin)

10. Fenobarbital (potensiometri)

iv. Alkalimetri secara tidak langsung

1. Aspirin (pp)

2. Kloralhidrat (pp)

3. As. Laktat (pp)

4. Metil salisilat (pp)

5. Etil asetat (pp)

6. Asetin kolin klorida (pp)

7. Benzoil klorida (pp)

8. Formaldehida (Btb)
9. Metil paraben (Btb)

10. Profil paraben (Btb)

Anda mungkin juga menyukai