Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN

TEORI DASAR
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya

dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai

contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,

titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi

kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan

lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa)

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya

diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya

disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer

maupun titrant biasanya berupa larutan.

Prinsip Titrasi Asam basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun

titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam

ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan

ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi).

Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan

menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa

menghitung kadar titrant.

Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi

dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk

memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik

ekuivalent.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum

proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen

terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.


Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak

diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang

perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan

sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.

Perubahan warna Pelarut


Indikator Asam Basa

Thimol biru Merah Kuning Air


Metil kuning Merah Kuning Etanol 90%
Metil jingga Merah Kuning-jingga Air
Metil merah Merah Kuning Air
Bromtimol biru Kuning Biru Air
Fenolftalein Tak berwarna Merah-ungu Etanol 70%
thimolftalein Tak berwarna biru Etanol 90%
Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein.
Tabel berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.

pH <0 08.2 8.212.0 >12.0


Kondisi Sangat Asam atau Basa Sangat basa
asam mendekati netral
Warna Jingga Tidak berwarna pink Tidak
keunguan berwarna
Gamba
r

Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih

sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih

indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna

indikator disebut sebagai titik akhir titrasi.


D. jenis-jenis titrasi asam basa
Titrasi asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :
1. Asam kuat - Basa kuat
2. Asam kuat - Basa lemah
3. Asam lemah - Basa kuat
4. Asam kuat - Garam dari asam lemah
5. Basa kuat - Garam dari basa lemah

1. Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat


Contoh :
- Asam kuat : HCl
- Basa kuat : NaOH

Persamaan Reaksi :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- H2O
Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat

2.Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah


Contoh :
- Asam kuat : HCl
- Basa lemah : NH4OH

Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH H2O + NH4+

Kurva Titrasi Asam kuat Basa Lemah

Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat


Contoh :
- Asam lemah : CH3COOH
- Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :
CH3COOH + NaOH NaCH3COO + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- H2O

Kurva Titrasi Asam Lemah Basa Kuat


Titrasi Asam Kuat - Garam dari Asam Lemah
Contoh :
- Asam kuat : HCl
- Garam dari asam lemah : NH4BO2

Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl

Reaksi ionnya :
H+ + BO2- HBO2

Titrasi Basa Kuat - Garam dari Basa Lemah


Contoh :
- Basa kuat : NaOH
- Garam dari basa lemah : CH3COONH4

Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4 CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4- NH4OH
Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-

ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume

maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion

H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :

N = Normalitas

V = Volume

M = Molaritas

n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH (pada basa)

II. TUJUAN PENELITIAN


1. Mengetahui penetralan asam basa dengan metode titrasi
2. Menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa dengan menggunakan titrasi
asam-basa
3. Mengetahui titik ekuivalen dan titik akhir titrasi-basa

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT:
Gelas ukur

Labu erlenmeyer

Gelas kimia

Buret

Statif dan klem

Corong

Pipet tetes
Sikat pembersih

BAHAN:
Larutan HCl 0,1 M

Larutan CH3COOH 0,1 M

Larutan NaOH

Larutan PP

IV. CARA KERJA:

1. Menyiapkan buret statif dan klem

2. Mengisi buret dengan larutan NaOH tepat sampai garis nol dengan bantuan corong

3. Memasukkan 15 ml HCl 0,1 M kedalam labu erlenmeyer, lalu tambahkan 3 tetes

indikator PP kedalam larutan

4. Meletakkan labu erlenmeyer tepat dibawah buret, lalu buka kran buret secara

perlahan sehingga NaOH dapat menetes kedalam larutan.

5. Selama penambahan NaOH, goyangkan labu erlenmeyer agar NaOH dapat

tercampur rata dan sampai terjadi perubahan warna yang paling awal.

6. Mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan HCl.

7. Mencatat jumlah NaOH yang digunakan yaitu selisih antara volume akhir dan

volume awal NaOH.

8. Menentukan konsentrasi NaOH yang dipergunakan dengan rumus V1.M1 = V2.M2


9. Melakukan kegiatan 1-7 sekali lagi dan hitung rata-rata jumlah NaOH yang

terpakai untuk mengetahui titik ekuivalen

10. Mengulangi kegiatan 1-9 untuk larutan CH3COOH 0,1 M


V. PEMBAHASAN

A. TABEL HASIL PENGAMATAN


Volum NaOH
No Percobaan
Larutan yang terpakai Warna larutan
. ke-
(mL)
HCl + PP + Ungu ke pink-
1 1 28 tetes = 1,4 ml
NaOH pink an
HCl + PP +
2 2 33 tetes = 1,65 ml Ungu muda
NaOH
HCl + PP +
3 3 20 tetes= 1 ml Ungu tua
NaOH
HCl + PP +
4 4 28 tetes = 1,4 ml Ungu muda
NaOH
HCl + PP +
5 5 34 tetes = 1,7 ml Pink
NaOH
HCl + PP +
6 6 33 tetes = 1,65 ml Pink
NaOH
HCl + PP + 67 tetes = 3,35
7 7 Pink ungu
NaOH ml
HCl + PP +
8 8 27 tetes = 1,35 ml Pink ungu
NaOH
Rata-rata : 1,513 ml

Volume NaOH
No Percobaan Warna
Larutan yang terpakai
. ke- Larutan
(mL)
1 CH3COOH + PP + NaOH 1 58 tetes = 2,9 ml Pink
2 CH3COOH + PP + NaOH 2 59 tetes = 2,95 ml Pink
3 CH3COOH + PP + NaOH 3 49 tetes = 2,45 ml Ungu muda
4 CH3COOH + PP + NaOH 4 52 tetes = 2,6 ml Pink
5 CH3COOH + PP + NaOH 5 41 tetes = 2,05 ml Pink ungu
6 CH3COOH + PP + NaOH 6 55 tetes = 2,75 ml Pink ungu
7 CH3COOH + PP + NaOH 7 34 tetes = 1,7 ml Pink ungu
8 CH3COOH + PP + NaOH 8 33 tetes = 1,65 ml Pink ungu
Rata-rata : 2,38 ml

B. PEMBAHASAN
Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang di butuhkan
untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan lain.
Pada percobaan ini kami menentukan molaritas NaOH dengan menggunakan proses
titrasi antara larutan HCl sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan
HCl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu
ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes
sampai ekuivalen atau habis bereaksi. Begitu pula titrasi antara larutan CH3COOH
sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan CH3COOH dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu ditetesi dengan
larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes sampai
ekuivalen atau habis bereaksi.
Titik ekuivalen dapat diketahui dengan bantuan larutan PP ,kisaran warna yaitu tidak
berwarna sampai merah ungu, yakni apabila tak berwarna berarti sifatnya asam dan
jika berwarna merah ungu berarti basa. Jika larutan sudah ekuivalen maka, larutan
akan mengalami perubahan warna paling awal, dan warnanya sangat muda dan cerah
saat itulah titrasi dihentikan. Saat larutan menunjukkan perubahan warna paling awal
itulah yang disebut titik akhir titrasi.
Percobaan 1 menggunakan HCl
Titrasi asam kuat + basa kuat
Dalam percobaan titrasi yang kami lakukan pada larutan HCl sebanyak 15 ml dititrasi
dengan NaOH menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut ;
HCl + NaOH NaCl + H2O
Titrasi ke-1
Dalam percobaan pertama, langkah pertama yang dilakukan adalah HCl 15 ml 0,1 M
dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi
setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,4 ml dan warnanya ungu kepink-pinkan.

1,4 M = 1,5

Titrasi ke-2
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya ungu muda.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2

Titrasi ke-3
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1 ml dan warnanya ungu tua.
15.0,1 = 1 M2
1,5 = 1 M2

Titrasi ke-4
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,4 ml dan warnanya ungu kepink-pinkan.

15.0,1 = 1,4 M2
1,5 = 1,4 M2

Titrasi ke-5
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,7 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1 = 1,7 M2
1,5 = 1,7 M2

Titrasi ke-6
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2

Titrasi ke-7
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 3,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1 = 3,35 M2
1,5 = 3,35 M2
Titrasi ke-8
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1 = 1,35 M2
1,5 = 1,35 M2
Molaritas NaOH yaitu :
Jadi molaritas NaOH adalah 0,99 M

Percobaan 2 menggunakan CH3COOH


Titrasi asam lemah + basa kuat
Dalam percobaan titrasi yang kami lakukan pada larutan CH3COOH sebanyak 15 ml
dititrasi dengan NaOH menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut ;
CH3COOH + NaOH NaCH3COO + H2O

Titrasi ke-1
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,9 ml dan warnanya pink.

2,9 M = 1,5
Titrasi ke-2
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,95 ml dan warnanya
pink.
15.0,1 = 2,95 M2
1,5 = 2,95 M2

Titrasi ke-3
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,45 ml dan warnanya
ungu muda.
15.0,1 = 2,45 M2
1,5 = 2,45 M2

Titrasi ke-4
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,6 ml dan warnanya pink.
15.0,1 = 2,6 M2
1,5 = 2,6 M2

Titrasi ke-5
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,05 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 2,05 M2
1,5 = 2,05 M2

Titrasi ke-6
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,75 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 2,75 M2
1,5 = 2,75 M2
Titrasi ke-7
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,7 ml dan warnanya pink
ungu.
15.0,1 = 1,7M2
1,5 = 1,7 M2
Titrasi ke-8
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2
Molaritas NaOH yaitu :
Jadi molaritas NaOH adalah 0,662 M
Dalam percobaan ini kami melakukan titrasi masing-masing delapan kali, titrasi
asam kuat dengan basa kuat delapan kali dan titrasi asam lemah dengan basa kuat jaga
sebanyak delapan kali. Pada kedelapan percobaan pada titrasi HCl dengan NaOH ada
beberapa yang gagal dimana perubahan warna yang terjadi terlalu tua begitu pula
pada titrasi CH3COOH dengan NaOH. Namun, ada beberapa juga yang berhasil.
Kegagalan ini disebabkan beberapa factor yaitu:
1. Kurang telitinya mata saat memperhatikan perubahan warna yang terjadi,yang
sebenarnya mungkin perubahan warna awal sudah terjadi namun karena tidak
diperhatikan dengan seksama sehingga penetesan tetap dilanjutkan dan hasilnya warna
yang didapat terlalu pekat dan mencolok
2. Kurang telitinya saat melaksanakan proses titrasi
3. Kurang tepatnya pembuatan larutan HCl 0,1 M dan CH3COOH pada proses
penimbangan.
4. Kurang tepatnya dalam penghitungan tetesan larutan NaOH yang memungkinkan
kelebihan penetesan sehingga warna yang dihasilkan semakin pekat.
5. Pada saat hampir mencapai titik ekuivalen aliran kran buret

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
(habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah
asam yang dinetralkan yang disertai perubahan warna indikator.
2. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat
perubahan warna indikator
3. Indikator PP perlu ditambahkan kedalam larutan karena supaya mengetahui
perubahan warna yang terjadi pada titik ekivalen
4. Persamaan reaksi untuk masing-masing percobaan :
a. Asam kuat + basa kuat
HCl + NaOH NaCl + H2O
b. Asam lemah + basa kuat
CH3COOH + NaOH NaCH3COO + H2O
B. SARAN
1.
DAFTAR PUSTAKA

www.isolabgmbh.com/product.asp%3...rup%3D19
www.indigo.com/glass/gphglass/buret.html
www.daym.gov.tr/index2.php%3Fad%...kat%3D57www.analisateknisia.blogspot.com/20
11 ...ive.html www.oldprint.blogspot.com/20 11 /12/pe...int.html
www.try4know.co.cc/20 11 /12/gelas...mia.html
www.an89.wordpress.com/20 11 /03/2...am-basa/
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/20011/SRIYANI(050679)/latihan.html
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2011/Sri%20Ratisah
%20054828/materi.HTMhttp://akhitochan.wordpress.com/2011/02/13/titrasi-asam-basa/

Diposkan oleh permata sari di 14.44


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Laporan praktikum kimia titrasi asam dan basa

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Nama : M Inggit Fauzi


Npm : E1C013042
Prodi : Peternakan
Kelompok :1
Hari/jam : Rabu / 08.00-10.00
Tanggal : 13 November 2013
Ko-Ass : - Al-Arbi
- Irma Hartati
Dosen : Drs. Syafnil, M.Si
Objek Praktikum : TITRASI ASAM DAN BASA

Laboratorium Teknologi Industri Pertanian


Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
2013

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
(disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya
diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat
ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis
kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat
reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang
diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan
berdasarkan persamaan reaksi.

Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui
disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan
disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna
indicator.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan kami melakukan praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang


mengandung asam.

2. Mahasiswa mampu menstandari larutan.

BAB II

Tinjauan Pustaka

Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar).
Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan).
Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur
volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).

Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik
ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen
adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik
ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir
titrasi (Sukmariah, 1990).

Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu
larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang
diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang
memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Sukmariah, 1990).

Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1.Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.

2.Harus stabil.

3.Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air,
tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk
reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan
itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut
ini:

Mol = liter x konsentrasi molar

atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar

Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui molaritasnya bahkan


lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi dengan tepat satu
sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam hubungan ini, kedua
normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua volume (Brady, 1990).

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam
suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa banyak
komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan
jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering
diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel
tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan
didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis
titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar
disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan
suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Konsentrasi
larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah.
Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan
kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi kemolaran
dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dengan rumus :

VA . MA . nA = VB . MB . nB

Keterangan :

VA = Volume sebelum pengenceran

MA = Molaritas sebelum pengenceran

VB = Volume setelah pengenceran

MB = Molaritas setelah pengenceran

nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).

Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-konstituen
yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan
atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri
atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif
adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur,
pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data
numerik (Khopkar, 1990).

Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan
volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi)
yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari
volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan
orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir
ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan
dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan
konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar,
1990).

Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan berikut:

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dalam reaktan.

3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal) sebab
pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi. Berat
ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Volumetri dapat
dibagi menjadi:

1. Asidi dan alkalimetri

2. Oksidimetri

3. Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang diketahui
adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:

1. Titrasi asam dengan basa kuat

Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.

Misal:

HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat


Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal :
asam asetat dengan NaOH.

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4Cl dan HCl

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misal : asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).

Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam berat dalam biota
laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan keracunan akut dan khronik,
bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut (Keman, 1998). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa
kerang yang berasal dari Pantai Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar
1,22 ppm dan kerang dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium.
Penelitian lain yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa
jenis ikan dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium
dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sukmariah, 1990).
BAB III

Metodologi

3.1 Alat dan Bahan

1. NaOH 0,1 M

2. HCl 0,1 M

3. H2C2O4

4. Indikator penolphetalin

5. Erlenmeyer

6. Buret 50 mL

7. Statif dan klem

8. Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

9. Corong kaca

3.2 Cara Kerja

Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Cara kerja :

1. Cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksanat 0,1 M dan masukkan ke


dalam setiap erlenmeyer dan tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3
tetes indikator penolphtalein (PP).

2. Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyangkan.

3. Catat volume NaOH yang terpakai.

4. Ulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer II dan III.

5. Hitung molaritas (M) NaOH.

Penentuan konsentrasi HCl

1. Cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml larutan HCl 0,1 M dan masukkan ke dalam setiap
erlenmeyer.

2. Tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator phenolphtalein


(PP).

3. Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyangkan.
4. Catat volume NaOH yang terpakai.

5. Ulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer II dan III.

6. Hitung molaritas (M) HCl.


BAB IV

Hasil Pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan oksanat

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan asam oksanat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

19,8 19,7
2 Volume NaOH terpakai 20 mL 19,8 mL
mL mL

Molaritas (M) NaOH 0,05 0,05 0,05 0,05 M


3
M M M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25 mL 25 mL 12 mL 20,6 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0,05 mL

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,04 mL 0,04 mL 0,08 mL 0,05 mL


BAB V

Pembahasan

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan adalah :

1. Kebocoran buret.

2. Kesalahan pada saat penimbangan HCl.

3. Kesalahan penglihatan pada saat pengukuran vollume pada buret.

4. Kesalahan mengamati perubahan warna.

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat.

Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :

2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O

Pada standarisasi NaOH terhadap asam oksalat indikator yang digunakan adalah penolftalein atau PP
1 % ,pada saat indikator ditambahkan warna larutan tetap bening,setelah dititrasi dengan NaOH
sebanyak 20 mL larutan berubah menjadi warna pink atau merah muda. Begitupun seterusnya.
Perubahan warna pada larutan disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda,sehingga menunjukan warna pada range pH yang berbeda.
Indikator penolftalein adalah indikator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida fthalein dengan
fenol.

Dari hasil praktikum,di dapatkan Moralitas NaOH melalui perhitungan sebagai berikut:

Moralitas NaOH pada percobaan I : Molaritas NaOH pada percobaan III :

V1.M1=V2.M2 V1.M1=V2.M2

10,0,1=20.M2 10.0,1 = 19,7.M2

= M2 =M2
0,05 = M2 0,05 = M2

Moralitas NaOH pada percobaan II:

V1.M1 =V2.M2

10.0,1 = 19,8.M2

=M2

0,05 = M2

Jadi Moralitas rata-rata NaOH aadalah sebagai berikut:

0,05 M + 0,05 M + 0,05 M =

= 0,05 M
Jadi kadar NaOH pada proses titrasi yang dilakukan adalah sebanyak 0,05 M .

Standarisasi NaOH dengan larutan HCl

Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan HCl adalah sebagai berikut :

NaOH + HCl NaCl + H2O

Pada standarisasi NaOH terhadap HCl indicator yang digunakan adalah penolftalein atau PP 1 %
,pada saat indicator ditambahkan warna larutan tetap bening,setelah dititrasi dengan NaOH sebanyak
20 ml larutan berubah menjadi warna pink atau merah muda. Begitupun seterusnya. Perubahan warna
pada larutan disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator mempunyai tetapan
ionisasi yang berbeda,sehingga menunjukan warna pada range pH yang berbeda. Indicator
penolftalein adalah indicator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida fthalein dengan fenol. Larutan
yang terbentuk ketika NaOH dan HCl dicampurkan adalah garam dan air.

Dari hasil praktikum,di dapatkan Moralitas HCl melalui perhitungan sebagai berikut :

Moralitas HCl pada percobaan I : Moralitas HCl pada percobaan I

V1.M1=V2.M2 V1.M1=V2.M2

10.0,1=25.M2 10.0,1=12.M2

= M2 = M2

0,04=M2 0,08 = M2

Moralitas HCl pada percobaan II :

V1.M1=V2.M2

10.0,1=25.M2

= M2

0,04=M2

Jadi Moralitas rata-rata HCl aadalah sebagai berikut:

0,04 M + 0,04M + 0,08 M =

= 0,053 M

Jadi kadar HCl pada proses titrasi yang dilakukan adalah sebanyak 0,053 M .
BAB VI

Penutup

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa saya ambil dari praktikum yang kami lakukan adalah :

1. Untuk mengetahuikadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan


larutan basa yang sudah diketahui kadarnya,dan sebaiknya kadar suatu larutan basa
dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang sudah diketahui
kadarnya.

2. Pada standarisasi larutan NaOH terhadap asam oksalat dan NaOH terhadap HCl
indicator yang digunakan adalah penolphtalein atau PP 1 % sebanyak 3 tetes,
dengan demikian didapat bahwa molaritas NaOH yang terpakai sebanyak 0,05 M
dan molaritas HCl sebanyak 0,05 M.

6.2 Saran

Setiap kita melakukan praktikum harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti
agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.

BAB VI

Jawaban Pertanyaan

Pernyataan

1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen ?

2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator ?

3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak di tambah dengan indikator ?

4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi di atas ?

5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder ?

6. Tuliskan syarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi ?

Jawaban

1. Caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen adalah :

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,


kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit
mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah
warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator
yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH.

2. Indikator adalah suatu zat penunjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau basa,atau

netral melampirkan beberapa indikator dan perubahannya pada trayek pH


tertentu.

Fungsi indikator yaitu :

1.Untuk mengetahui berapa kira-kira pH suatu larutan.

2.Untuk mengetahui titik akhir kosentrasi pada beberapa senyawa organik dan
senyawa anorganik.

3. Tidak, karena tidak akan terjadi perubahan warna pada reaksi, karena larutan tidak
ditambah dengan indikator.

4. Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :

2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O

Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan HCl adalah sebagai berikut :

NaOH + HCl NaCl + H2O

5. a.Larutan standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dalam proses
pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain
ntuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya, contoh larutan standar primer
padapercobaan ini adalah asam oksalat.

b.Larutan standar sekunder adalah larutan yang dipergunakan untuk


menstandarisas / menentukan konsentrasi larutan lain tetapi larutan standar tersebut harus
distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasiyang sebenarnya, contohnya
pada percobaan ini adalah NaOH.

6. Reaksi asam basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi kompleks.

DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.

Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.

Anda mungkin juga menyukai