PENDAHULUAN
TEORI DASAR
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya
disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi).
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik
ekuivalent.
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
Persamaan Reaksi :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- H2O
Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH H2O + NH4+
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
Reaksi ionnya :
H+ + BO2- HBO2
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4 CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4- NH4OH
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
ALAT:
Gelas ukur
Labu erlenmeyer
Gelas kimia
Buret
Corong
Pipet tetes
Sikat pembersih
BAHAN:
Larutan HCl 0,1 M
Larutan NaOH
Larutan PP
2. Mengisi buret dengan larutan NaOH tepat sampai garis nol dengan bantuan corong
4. Meletakkan labu erlenmeyer tepat dibawah buret, lalu buka kran buret secara
tercampur rata dan sampai terjadi perubahan warna yang paling awal.
7. Mencatat jumlah NaOH yang digunakan yaitu selisih antara volume akhir dan
Volume NaOH
No Percobaan Warna
Larutan yang terpakai
. ke- Larutan
(mL)
1 CH3COOH + PP + NaOH 1 58 tetes = 2,9 ml Pink
2 CH3COOH + PP + NaOH 2 59 tetes = 2,95 ml Pink
3 CH3COOH + PP + NaOH 3 49 tetes = 2,45 ml Ungu muda
4 CH3COOH + PP + NaOH 4 52 tetes = 2,6 ml Pink
5 CH3COOH + PP + NaOH 5 41 tetes = 2,05 ml Pink ungu
6 CH3COOH + PP + NaOH 6 55 tetes = 2,75 ml Pink ungu
7 CH3COOH + PP + NaOH 7 34 tetes = 1,7 ml Pink ungu
8 CH3COOH + PP + NaOH 8 33 tetes = 1,65 ml Pink ungu
Rata-rata : 2,38 ml
B. PEMBAHASAN
Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang di butuhkan
untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan lain.
Pada percobaan ini kami menentukan molaritas NaOH dengan menggunakan proses
titrasi antara larutan HCl sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan
HCl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu
ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes
sampai ekuivalen atau habis bereaksi. Begitu pula titrasi antara larutan CH3COOH
sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan CH3COOH dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu ditetesi dengan
larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes sampai
ekuivalen atau habis bereaksi.
Titik ekuivalen dapat diketahui dengan bantuan larutan PP ,kisaran warna yaitu tidak
berwarna sampai merah ungu, yakni apabila tak berwarna berarti sifatnya asam dan
jika berwarna merah ungu berarti basa. Jika larutan sudah ekuivalen maka, larutan
akan mengalami perubahan warna paling awal, dan warnanya sangat muda dan cerah
saat itulah titrasi dihentikan. Saat larutan menunjukkan perubahan warna paling awal
itulah yang disebut titik akhir titrasi.
Percobaan 1 menggunakan HCl
Titrasi asam kuat + basa kuat
Dalam percobaan titrasi yang kami lakukan pada larutan HCl sebanyak 15 ml dititrasi
dengan NaOH menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut ;
HCl + NaOH NaCl + H2O
Titrasi ke-1
Dalam percobaan pertama, langkah pertama yang dilakukan adalah HCl 15 ml 0,1 M
dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi
setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,4 ml dan warnanya ungu kepink-pinkan.
1,4 M = 1,5
Titrasi ke-2
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya ungu muda.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2
Titrasi ke-3
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1 ml dan warnanya ungu tua.
15.0,1 = 1 M2
1,5 = 1 M2
Titrasi ke-4
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,4 ml dan warnanya ungu kepink-pinkan.
15.0,1 = 1,4 M2
1,5 = 1,4 M2
Titrasi ke-5
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,7 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1 = 1,7 M2
1,5 = 1,7 M2
Titrasi ke-6
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2
Titrasi ke-7
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 3,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1 = 3,35 M2
1,5 = 3,35 M2
Titrasi ke-8
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan
menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi
tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1 = 1,35 M2
1,5 = 1,35 M2
Molaritas NaOH yaitu :
Jadi molaritas NaOH adalah 0,99 M
Titrasi ke-1
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,9 ml dan warnanya pink.
2,9 M = 1,5
Titrasi ke-2
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,95 ml dan warnanya
pink.
15.0,1 = 2,95 M2
1,5 = 2,95 M2
Titrasi ke-3
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,45 ml dan warnanya
ungu muda.
15.0,1 = 2,45 M2
1,5 = 2,45 M2
Titrasi ke-4
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,6 ml dan warnanya pink.
15.0,1 = 2,6 M2
1,5 = 2,6 M2
Titrasi ke-5
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,05 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 2,05 M2
1,5 = 2,05 M2
Titrasi ke-6
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,75 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 2,75 M2
1,5 = 2,75 M2
Titrasi ke-7
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,7 ml dan warnanya pink
ungu.
15.0,1 = 1,7M2
1,5 = 1,7 M2
Titrasi ke-8
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya
pink ungu.
15.0,1 = 1,65 M2
1,5 = 1,65 M2
Molaritas NaOH yaitu :
Jadi molaritas NaOH adalah 0,662 M
Dalam percobaan ini kami melakukan titrasi masing-masing delapan kali, titrasi
asam kuat dengan basa kuat delapan kali dan titrasi asam lemah dengan basa kuat jaga
sebanyak delapan kali. Pada kedelapan percobaan pada titrasi HCl dengan NaOH ada
beberapa yang gagal dimana perubahan warna yang terjadi terlalu tua begitu pula
pada titrasi CH3COOH dengan NaOH. Namun, ada beberapa juga yang berhasil.
Kegagalan ini disebabkan beberapa factor yaitu:
1. Kurang telitinya mata saat memperhatikan perubahan warna yang terjadi,yang
sebenarnya mungkin perubahan warna awal sudah terjadi namun karena tidak
diperhatikan dengan seksama sehingga penetesan tetap dilanjutkan dan hasilnya warna
yang didapat terlalu pekat dan mencolok
2. Kurang telitinya saat melaksanakan proses titrasi
3. Kurang tepatnya pembuatan larutan HCl 0,1 M dan CH3COOH pada proses
penimbangan.
4. Kurang tepatnya dalam penghitungan tetesan larutan NaOH yang memungkinkan
kelebihan penetesan sehingga warna yang dihasilkan semakin pekat.
5. Pada saat hampir mencapai titik ekuivalen aliran kran buret
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
(habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah
asam yang dinetralkan yang disertai perubahan warna indikator.
2. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat
perubahan warna indikator
3. Indikator PP perlu ditambahkan kedalam larutan karena supaya mengetahui
perubahan warna yang terjadi pada titik ekivalen
4. Persamaan reaksi untuk masing-masing percobaan :
a. Asam kuat + basa kuat
HCl + NaOH NaCl + H2O
b. Asam lemah + basa kuat
CH3COOH + NaOH NaCH3COO + H2O
B. SARAN
1.
DAFTAR PUSTAKA
www.isolabgmbh.com/product.asp%3...rup%3D19
www.indigo.com/glass/gphglass/buret.html
www.daym.gov.tr/index2.php%3Fad%...kat%3D57www.analisateknisia.blogspot.com/20
11 ...ive.html www.oldprint.blogspot.com/20 11 /12/pe...int.html
www.try4know.co.cc/20 11 /12/gelas...mia.html
www.an89.wordpress.com/20 11 /03/2...am-basa/
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/20011/SRIYANI(050679)/latihan.html
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2011/Sri%20Ratisah
%20054828/materi.HTMhttp://akhitochan.wordpress.com/2011/02/13/titrasi-asam-basa/
BAB I
Pendahuluan
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
(disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya
diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat
ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis
kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat
reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang
diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan
berdasarkan persamaan reaksi.
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui
disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan
disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna
indicator.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar).
Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan).
Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur
volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik
ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen
adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik
ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir
titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu
larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang
diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang
memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Sukmariah, 1990).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1.Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.
2.Harus stabil.
3.Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air,
tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk
reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan
itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut
ini:
atau:
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam
suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa banyak
komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan
jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering
diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel
tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan
didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis
titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar
disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan
suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Konsentrasi
larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah.
Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan
kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi kemolaran
dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-konstituen
yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan
atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri
atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif
adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur,
pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data
numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan
volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi)
yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari
volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan
orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir
ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan
dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan
konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar,
1990).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dalam reaktan.
Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal) sebab
pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi. Berat
ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Volumetri dapat
dibagi menjadi:
2. Oksidimetri
3. Argentometri
Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang diketahui
adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal:
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4Cl dan HCl
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misal : asam asetat dan NH4OH
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam berat dalam biota
laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan keracunan akut dan khronik,
bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut (Keman, 1998). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa
kerang yang berasal dari Pantai Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar
1,22 ppm dan kerang dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium.
Penelitian lain yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa
jenis ikan dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium
dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sukmariah, 1990).
BAB III
Metodologi
1. NaOH 0,1 M
2. HCl 0,1 M
3. H2C2O4
4. Indikator penolphetalin
5. Erlenmeyer
6. Buret 50 mL
9. Corong kaca
Cara kerja :
2. Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyangkan.
1. Cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml larutan HCl 0,1 M dan masukkan ke dalam setiap
erlenmeyer.
3. Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyangkan.
4. Catat volume NaOH yang terpakai.
Hasil Pengamatan
Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
19,8 19,7
2 Volume NaOH terpakai 20 mL 19,8 mL
mL mL
Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
Pembahasan
1. Kebocoran buret.
Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :
Pada standarisasi NaOH terhadap asam oksalat indikator yang digunakan adalah penolftalein atau PP
1 % ,pada saat indikator ditambahkan warna larutan tetap bening,setelah dititrasi dengan NaOH
sebanyak 20 mL larutan berubah menjadi warna pink atau merah muda. Begitupun seterusnya.
Perubahan warna pada larutan disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda,sehingga menunjukan warna pada range pH yang berbeda.
Indikator penolftalein adalah indikator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida fthalein dengan
fenol.
Dari hasil praktikum,di dapatkan Moralitas NaOH melalui perhitungan sebagai berikut:
V1.M1=V2.M2 V1.M1=V2.M2
= M2 =M2
0,05 = M2 0,05 = M2
V1.M1 =V2.M2
10.0,1 = 19,8.M2
=M2
0,05 = M2
= 0,05 M
Jadi kadar NaOH pada proses titrasi yang dilakukan adalah sebanyak 0,05 M .
Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan HCl adalah sebagai berikut :
Pada standarisasi NaOH terhadap HCl indicator yang digunakan adalah penolftalein atau PP 1 %
,pada saat indicator ditambahkan warna larutan tetap bening,setelah dititrasi dengan NaOH sebanyak
20 ml larutan berubah menjadi warna pink atau merah muda. Begitupun seterusnya. Perubahan warna
pada larutan disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator mempunyai tetapan
ionisasi yang berbeda,sehingga menunjukan warna pada range pH yang berbeda. Indicator
penolftalein adalah indicator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida fthalein dengan fenol. Larutan
yang terbentuk ketika NaOH dan HCl dicampurkan adalah garam dan air.
Dari hasil praktikum,di dapatkan Moralitas HCl melalui perhitungan sebagai berikut :
V1.M1=V2.M2 V1.M1=V2.M2
10.0,1=25.M2 10.0,1=12.M2
= M2 = M2
0,04=M2 0,08 = M2
V1.M1=V2.M2
10.0,1=25.M2
= M2
0,04=M2
= 0,053 M
Jadi kadar HCl pada proses titrasi yang dilakukan adalah sebanyak 0,053 M .
BAB VI
Penutup
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari praktikum yang kami lakukan adalah :
2. Pada standarisasi larutan NaOH terhadap asam oksalat dan NaOH terhadap HCl
indicator yang digunakan adalah penolphtalein atau PP 1 % sebanyak 3 tetes,
dengan demikian didapat bahwa molaritas NaOH yang terpakai sebanyak 0,05 M
dan molaritas HCl sebanyak 0,05 M.
6.2 Saran
Setiap kita melakukan praktikum harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti
agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
BAB VI
Jawaban Pertanyaan
Pernyataan
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak di tambah dengan indikator ?
Jawaban
2. Indikator adalah suatu zat penunjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau basa,atau
2.Untuk mengetahui titik akhir kosentrasi pada beberapa senyawa organik dan
senyawa anorganik.
3. Tidak, karena tidak akan terjadi perubahan warna pada reaksi, karena larutan tidak
ditambah dengan indikator.
4. Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :
Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan HCl adalah sebagai berikut :
5. a.Larutan standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dalam proses
pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain
ntuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya, contoh larutan standar primer
padapercobaan ini adalah asam oksalat.
6. Reaksi asam basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.