Anda di halaman 1dari 9

"Tim kami di Jogja sangat membutuhkan donasi anda untuk membantu satwa-satwa

terlantar di wilayah yang terkena bencana. Kami membutuhkan dukungan keuangan untuk
mengcover makan, obat-obatan, dan keperluan satwa lain nya"

'Status' ini beredar di home-screen Facebookers para pecinta satwa dan pelestari alam, 31
Oktober 2010. Kalimatnya cukup menggelitik. Waahh.. disaat banyak orang sibuk, heboh,
dan pontang-panting membantu korban bencana dan pengungsi akibat letusan Merapi,
ternyata masih ada sekelompok orang yang peduli pada nasib satwa- satwa yang hidup atau

tinggal di lereng Merapi..? Inilah para pahlawan satwa itu, tim


Merapi Animal Rescue

Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Oleh jaringan komunitas tersebutlah status ini di
share. Jaringan ini memang telah diakui memiliki komitmen yang luar biasa dalam
melindungi dan merawat satwa terlantar. Jadi, sebenarnya bukanlah kejutan jika pada saat
bencana, mereka juga aktif sebagai relawan untuk membantu para korban, yang dalam hal ini
korbannya tentu saja adalah satwa. Mungkin tidak terpikirkan oleh kita, bahwa tidak hanya
manusia yang menderita akibat letusan Merapi, tapi juga para satwa!

Kali ini, JAAN tidak berjuang sendiri. Mereka tergabung dalam tim
gabungan Merapi Animal Rescue bersama dengan Centre for Orangutan Protection (COP)
dan Animal Friends Jogja (AFJ). Tim gabungan ini, bahkan telah berada di lokasi sejak
Merapi meletus pertama kali, 26 oktober 2010, untuk misi penyelamatan sekaligus evakuasi
satwa-satwa yang berada di lokasi bencana.

Setiap hari tim memberi pakan untuk 25-35 sapi baik yang masih berada di wilayah bencana
maupun di tempat penampungan, yang jumlahnya hampir mencapai ratusan ekor, demikian
pula untuk ayam-ayam, 20 ekor anjing, 20-an ekor kucing dan ratusan (3 kelompok) monyet
ekor panjang yang berada di lokasi wisata Kaliurang, Tlogo Putri.
Elang Ikan Kepala Abu berhasil dikeluarkan dari kandang tempat dia ditinggalkan
oleh pemiliknya

Sampai Sabtu kemarin (13/11) ada sekitari 8 ekor anjing, 2 ekor anjing, 1 ekor burung elang
yang telah berhasil dievakuasi oleh tim ini. Ada juga 3 ekor monyet ekor panjang yang
ditinggal mengungsi oleh tuannya, merana tanpa makanan dan minuman, dan nyawanya
terancam wedhus gembel yang dapat berhembus kapan saja.

"Satwa-satwa tersebut untuk sementara kami titipkan di Pusat Penyelamatan Satwa Jogja
(PPSJ). Dan, untuk 8 ekor anjing serta 2 kucing, ditampung di base-camp kami di Animal
Friends Jogja (AFJ)," Benvika, atau akrab dipanggil Iben, salah satu relawan dari JAAN
menjelaskan.

Bekerja cerdas, semangat dan selalu waspada, adalah prinsip yang diterapkan oleh tim
gabungan ini. Tim ini, telah melakukan perjuangan yang tidak main-main. Mereka bekerja
setiap hari, tanpa libur, dibantu oleh 22 orang relawan. Tim ini tidak hanya menyelamatkan
hewan peliharaan masyarakat, tapi juga satwa-satwa liar di lokasi bencana.

AFJ juga menjelaskan bahwa ada begitu banyak sapi yang mengalami luka bakar sangat
parah di lereng Merapi, yang tidak bisa berjalan lagi. Sapi yang masih bisa berjalan segera
diungsikan oleh tim evakuasi satwa ke daerah yang lebih aman, untuk segera diberi
perawatan medis.

Sedangkan ratusan sapi yang telah mati, harus segera dikubur untuk mencegah penyebaran
penyakit, juga kontaminasi dengan hewan liar dan manusia. Dibantu para relawan, tim ini
mengubur sapi – sapi tersebut. tidak sekedar memberi pakan, bahkan
untuk penyediaaan pakan juga dilakukan oleh tim dan relawan (mulai dari mencari lokasi pakan hijauan, memotong/menyiangi sendiri
hingga proses pemberian pakan)

Menyelamatkan satwa di lokasi bencana - seperti yang dilakukan oleh teman-teman dari
JAAN, COP, and AFJ - pastinya bukan perjuangan yang mudah. Kegiatan ini sama
beresikonya dengan perjuangan para relawan yang mengevakuasi korban bencana (manusia)
di garis depan. Mereka terancam oleh serangan awan panas yang dapat meluncur setiap saat,
setiap waktu. Malah, dibutuhkan tambahan tekad dan niat yang tulus untuk menjalankan misi
ini, karena yang ditolong ada satwa [yang mungkin bagi sebagian orang, tidaklah cukup
penting untuk diselamatkan].

"Saat ini kami sangat kesulitan untuk masuk ke lokasi bencana. Kami juga sangat memahami
kondisi pasca letusan. Begitu banyak jatuh korban dari manusia, sehingga kami menduga di
beberapa wilayah yang kami maksud, juga terdapat banyak korban dari sisi satwa. Semoga
hari esok akan lebih baik, sehingga kami bisa menyelamatkan lebih banyak lagi satwa,"
ungkap Iben pantang menyerah.

Selamat berjuang para pahlawan satwa.. Tetaplah bekerja cerdas, semangat, dan selalu
waspada. Karena tanpa kalian, mungkin tidak ada yang terpikir akan nasib para satwa itu -
yang juga adalah makhluk Tuhan - di tengah letusan Merapi...

Boediono Sebut Relawan Merapi Sebagai Pahlawan 


Irwan Nugroho - detikNews

<p>Your browser does not support iframes.</p>


<a href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?
n=a59ecd1b&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img
src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?
zoneid=24&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a59ecd1b' border='0'
alt='' /></a>

Tokyo - Wakil Presiden (Wapres) Boediono menghargai pengorbanan para relawan yang
telah berani mengambil risiko dengan menyelamatkan warga dari amukan Gunung Merapi. Ia
pun menyebut mereka sebagai orang yang pantas menyandang gelar pahlawan.

"Ada pahlawan relawan, yang rela memberi waktu dan tenaga bahkan jiwa untuk
menyelamatkan saudara-saudara mereka," kata Boediono saat bertatap muka dengan WNI
yang tinggal di Jepang di KBRI Tokyo, Jepang, Minggu (14/11/2010).

"Mereka tidak banyak bicara, tidak banyak berkomentar. Namun, mereka bekerja dengan luar
biasa. Kita pantas memberikan apresiasi," lanjutnya.

Dari uluran tangan para relawan dan bantuan dari masyarakat lainnya, Boediono menghayati,
rasa kesetiawanan bangsa Indonesia masih sangat besar. Di tengah kehidupan sosial yang
makin modern, rasa kesetikawanan tersebut tidak hilang.

Di lain sisi, sambung Wapres, ia juga menyaksikan ketabahan masyarakat korban letusan
Gunung Merapi yang sedang dirundung bencana selama beberapa pekan terakhir. Selain tetap
tegar, mereka masih menyimpan kepercayaan akan hari esok yang lebih baik.

Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, berdasarkan laporan dari otoritas yang
meneliti Merapi, belum diketahui kapan gunung teraktif di dunia itu akan berhenti bererupsi.
Letusan Merapi kali ini memang lebih besar dari tahun sebelumnya, bahkan dari letusan
dahsyat pada tahun 1872.

"Tahun itu (1972) 5 hari selesai, tapi ini seminggu belum selesai dan masih berlanjut. Jadi
tanggap darurat akan terus dilakukan, terus memantau, dengan harapan lebih baik lagi
suasananya," tutup Boediono.

Boediono berkunjung ke Jepang dalam rangka menghadiri penutupan KTT APEC ke-21 yang
dihelat di Yokohama. Ia menggantikan keikutsertaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), yang harus kembali lebih cepat karena memantau penanganan bencana di tanah air.
Wapres bersama Ibu Herawati dan rombongan mendarat di Bandara Narita, 60 Km dari
Yokohama, pada pukul 09.16 waktu setempat.

Ia dijadwalkan berada di Jepang hingga Rabu 17 November mendatang. Boediono ingin


melihat sistem transportasi di Jepang yang sudah maju. Selain itu, ia ingin mengetahui
manajemen bencana yang sudah teruji dengan baik di negeri sakura tersebut. Wapres akan
tiba di Jakarta pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB.

Seorang pedagang kecil ambil tabungan haji, sediakan kebutuhan pengungsi. Kupeluk
berkaca-kaca, “Kau mabrur sebelum berhaji!”

Sebuah rumah sederhana berkamar 3 tampung 100 pengungsi #Merapi. Kusalami haru,
“Istana surgamu pasti megah sekali!”

Sebuah rencana walimah, anggaran & berasnya dialihkan ke barak #Merapi. Kusembahkan
jemari di dada, “Kalian pengantin surga!”

Seorang penjual gudheg, sedekahkan dagangan sepekan untuk #Merapi. Kuselamati, “Butir
nasi & serpih nangka bertasbih untukmu!”

Juru masak hotel berbintang ambil cuti 3 pekan, layani dapur umum #Merapi. Kutakjubi,
“Harum aroma masakanmu sampai ke surga!”
Tukang pijat&tukang cukur hibahkan keahlian, keliling barak-barak. Kugeleng-geleng,
“Kebermanfaatan surgawi sungguh buat iri!”

Para dokter nan tinggalkan ruang nyaman ber-AC & keberlimpahan untuk berdebu-debu,
kusenyumkan syukur terbaik, “JzkmLlh

Seorang dokter hewan keliling evakuasi ternak, suntikkan nutrisi tuk sapi-sapi. Kutundukkan
kepala, “Kebergunaan nan memukau!”

Pemulia insan nan tak gentar abu & gemuruh api, yang terus berjuang temukan warga, hidup
maupun mati. Speechless tuk kalian!

Pemuda-pemudi yang kembalikan dirinya jadi kanak-kanak, bermain bersama bocah-bocah


pengungsi. Kalian lebih hebat dari Batman!

Dai-dai nan menguatkan hati; sedia mendengar tanpa banyak menasehati, kehadirannya di
barak mencahayai. Allah bersama kalian!

- Salim A Fillah, melalui Twitter

Mbah Maridjan wafat dalam tugas. Beliau ditemukan kaku dalam posisi sujud di ruang
belakang rumahnya. Tak diragukan lagi, Mbah Mardijan wafat dalam menjalankan
pengabdian dan tugas.

Tak mudah memahami apa tugas Mbah Maridjan dan kepada siapa beliau mengabdikan diri
menjalankan amanah. Kita hanya tahu bahwa beliau ‘menjabat’ sebagai Juru Kunci Gunung
Merapi mengemban amanat dari Sultan Hamengkubuwono IX. Jabatan yang tidak ada dalam
nomenklatur pemerintahan daerah, apa lagi dalam jajaran institusi kenegaraan. Jabatan juru
kunci bukanlah jabatan formal, bukan pula kedudukan terhormat dalam protokoler
pemerintahan. Sebelum Gunung Merapi berulah pada tahun 2006, Mbah Maridjan dan
jabatannya bukanlah apa-apa. Ia hanya seorang pengabdi yang tak dikenal dan tak pernah
disebut. Mbah Mardijan kemudian terkenal karena sikapnya yang kukuh tidak mau
mengungsi ketika Gunung Merapi berstatus awas.

Ucapan Mbah Maridjan yang terus mengiang di telinga saya ketika beliau tidak mau turun
mengungsi sekalipun Sri Sultan Hamengkubuwono X telah memerintahkan mengungsi, kira-
kira bunyinya begini:”Saya diperintah oleh Sri Sultan dan saya hanya patuh pada Sri Sultan,
saya bukan diperintah oleh Gubernur”. Begitulah Mbah Maridjan menjelaskan alasan
“pembangkangannya”. Saya menganggap bahwa penjelasan Mbah Maridjan ini adalah
penjelasan yang jenius terhadap posisi dilematis Kesultanan Yogyakarta. Mbah Marijan
memisahkan dengan tegas sekaligus mengkompromikan wibawa kultural keraton dan wibawa
pemerintahan dengan status propinsinya.

Pemerintahan modern berkewajiban melindungi rakyatnya dan untuk wilayah pemerintahan


Yogyakarta hal itu dilakukan di bawah perintah Gubernur. Pemerintahan kultural yang
eksistensinya masih sangat kuat di alam batin mayoritas rakyat Yogyakarta tetapi dicoba
diingkari secara diam-diam oleh banyak pihak, ditegaskan eksistensinya oleh Maridjan. Mbah
Maridjan menegaskan eksistensi kultural tersebut dengan mengatakan hanya tunduk pada
perintah Sultan. Menurut saya inilah tersirat dari penjelasan Mbah Maridjan yang
sesungguhnya, walau banyak pihak justru menganggap bahwa ucapan Mbah Maridjan
tersebut mendelegitimasi peran kesultanan Sri Sultan Hamengkubuwonon X.

Kita semua tahu bahwa Mbah Maridjan menjadi penjaga gunung merapi atas amanah
almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pengabdian Mbah Mardijan adalah amanah yang
terpaut erat dengan nilai-nilai kultural keraton Yogyakarta. Pengabdian yang dilandasi
dengan keyakinan. Karena keyakinan akan amanah inilah yang menghantarkan Mbah
Maridjan berbulat hati menjalankan tugas dan perannya, bahkan sampai dijemput maut.

Entah apa yang dilakukan Mbah Maridjan sehari-hari dalam menjalankan perannya sebagai
Juru Kunci Gunung Merapi. Apakah beliau mengamati gejala perubahan dan memonitor
dengan caranya sendiri perkembangan perilaku vulkanik Gunung Merapi? Apakah Mbah
Maridjan menjaga agar Gunung merapi tak sampai menyemburkan laharnya ke Keraton
Yogyakarta? Entahlah, kita tak pernah bisa mendapatkan catatan daftar tugas dan Tupoksi
(tugas pokok dan fungsi) Mbah Maridjan dalam jabatannya sebagai Juru Kunci Gunung
Merapi. Beliau sendiri tak pernah merinci apa tugasnya, kecuali mengatakan bahwa beliau
mendapat amanah dari alm Sultan Hamengkubuwono IX.

Akan tetapi sebagian besar masyarakat menganggap bahwa Mbah Maridjan punya
kedigdayaan dan kesaktian. Seakan-akan Mbah Maridjan adalah pemegang kunci meletus
tidaknya Gunung Merapi. Mbah Maridjan disamakan dengan pawang hujan yang punya
kesaktian untuk menurunkan hujan atau menghalau hujan dan menggantikan dengan terik.
Mbah Maridjan dipahami sebagai pawang penjinak hewan liar yang ganas.

Ya… kita semua memahami perannya sebagai pawang yang berbekal ilmu kesaktian.
Sehingga banyak pihak terperangah ketika Mbah Maridjan justru tewas disapu lahar panas
Gunung Merapi. Mungkin ada pula yang mencibir dan bergumam: ‘inilah buah kepercayaan
pada tahayul’. Mungkin ada yang kecewa mendapati kenyataan bahwa Mbah Maridjan
ternyata tak sakti mandraguna menghadapi bahaya Gunung Merapi. Namun bagi saya, Mbah
Maridjan telah menggenapi amanah yang diembannya hingga di ujung hayatnya.

Mbah Maridjan wafat dalam tugas yang penuh misteri bagi banyak orang.  Ia telah
menunaikan seluruh pengabdinnya tanpa pamrih, tanpa perlu diketahui dan tanpa hasrat
untuk dipahami banyak orang. Ia telah mengabdikan dirinya dengan sepenuh-penuhnya
pengabdian dan keyakinan serta dengan sepenuh-penuhnya ikhlas. . Mbah Maridjan adalah
refleksi keikhlasan pengabdian. Karena itu beliau adalah pahlwan. Mbah Maridjan adalah
Pahlawan Merapi.

Jadi, bagi para tuan yang masih senang berdebat tentang sosok pahlawan nasional renungkan
dan hayatilah cara pengabdian dan keikhlasan Mbah Maridjan.***

Para pengungsi Merapi tidak banyak yang ingat bahwa hari ini adalah Hari Pahlawan. Namun jika
ditanya siapa pahlawan bagi mereka, tanpa pikir panjang mereka menjawab: relawan.

Sperti yang dilansir dari detik.com, Suripto, pengungsi yang berasal dari Dusun Salam, Wukirsari,
Cangkringan mengaku sama sekali tidak tahu kalau hari Rabu (10/11) ini merupakan Hari Pahlawan.
Sebabnya, situasi di pengungsian membuatnya jarang mengetahui hal-hal di luar sana.

Namun selain pahlawan kemerdekaan ada figur lain yang terus dikenang Suripto
terkait dengan aksi kepahlawanan. Pria berusia 62 tahun ini mengaku berhutang budi kepada para
relawan Merapi yang membantunya menyemalatkan diri kala gunung teraktif di Indonesia tersebut
meletus dashyat pada Jumat (5/11) silam.

Dikisahkannya, kala itu dia sedang berada dalam situasi panik yang luar biasa lantaran mendengar
kabar dusun di sebelah timur Salam telah diterjang luapan lahar dari Sungai Gendol. Saat itu ia
dibantu oleh para relawan mencari jalan ke tempat evakuasi paling dekat.

"Mbengi niku peteng ndedet. Kulo bingung. Untunge enten relawan ingkang mbantu (Malam itu
gelap gulita. Saya bingung. Namun untungnya ada relawan yang membantu," ujarnya dalam
perbincangan detikcom di Stadion Maguwoharjo.

Namun Suripto tidak ingat relawan-relawan dari pihak mana yang membantunya
mencari jalan. "Sing jelas do nganggo rompi (yang jelas mereka memakai rompi)," kenangnya.

Pengalaman serupa juga dirasakan oleh Subandi. Warga dusun Bulaksaksalak,


Wukirsari, ini mengaku tertolong dengan kesigapan relawan yang menyediakan truk tak jauh dari
desanya. Menurutnya, jika tidak dibantu menggunakan truk, bisa jadi ia turut terkena awan panas.

"Dusun saya itu sekitar 15 kilo dari puncak, tapi awan datang cuma lima menit. Cepet sekali itu.
Untung ada relawan, kalau saya jalan sendiri pasti terkejar. Pahlawan itu ya mereka ini," ujarnya.
(berbagai sumber/dns)

Hari Rabu (10/12) dibuka dengan erupsi Merapi untuk kesekian kalinya. MER-C Cabang
Yogyakarta melaporkan cerahnya langit Yogyakarta saat itu membuat pemandangan erupsi
terlihat jelas, bahkan dari markas MER-C Cabang Yogyakarta yang terletak di jalan Monjali.
Menurut pengawas gunung Merapi, erupsi tersebut mengarah ke barat dan barat daya, berarti
daerah seperti Muntilan dan Magelang harus bersiap menerima imbas dari erupsi Merapi kali
ini. Rabu (10/11) kemarin bertepatan dengan Hari Pahlawan dan juga hari dimana Presiden
US Barrack Obama datang ke Indonesia. Hampir semua stasiun TV memberitakan tentang
Obama dan pidatonya, seolah-olah Hari Pahlawan tidak ada. Selain itu, untuk sejenak,
nampaknya isu Merapi juga sedikit tersisih di benak banyak orang.

Meskipun begitu dan apapun yang terjadi di luar sana, para relawan Merapi tetap terus
bergerak memberikan bantuan demi meringankan beban penderitaan saudara-saudara mereka
yang menjadi korban erupsi merapi. Mereka tetap melakukan aktifitas kemanusiaan seperti
biasa.

Tak terkecuali relawan MER-C. Relawan MER-C yang berasal dari MER-C cabang
Yogyakarta, Semarang dan Solo bekerjasama untuk meng-cover wilayah-wilayah
pengungsian di sekitar merapi.  Mereka menyusuri dan mendatangi titik-titik pengungsian
untuk memberikan pelayanan medis dan mendistribusikan bantuan logistik amanah para
donatur kepada para pengungsi yang tersebar di sejumlah titik. Titik-titik pengungsian pun
tak jarang berubah-ubah akibat arah letusan merapi yang seringkali berubah-ubah juga setiap
harinya.
 

Relawan MER-C Cabang Yogyakarta yang kadang dibantu oleh MER-C Cabang Semarang
men-cover wilayah Yogyakarta, Magelang dan Muntilan. Sementara MER-C Cabang Solo
men-cover wilayah Boyolali. Program yang dilakukan masih mencakup posko kesehatan 24
jam dan program mobile clinic.

MER-C Cabang Solo membuka 2 posko kesehatan di wilayah Boyolali. Posko berada di SDN
9 Boyolali dan Masjid Al Hidayah Boyolali. Kedua posko beroperasi selama 24 jam penuh
yang dijaga bergantian oleh para relawan. Titik-titik pengungsian lainnya dicover melalui
program mobile clinic dengan menggunakan ambulans. Tim mobile clinic setidaknya
mengunjungi minimal 2 titik pengungsian di Boyolali dan sekitarnya setiap harinya.

Sementara itu, sampai hari Rabu kemarin, MER-C Cabang Yogyakarta membuka 4 buah
Posko kesehatan 24 jam. Posko tersebut terletak di Youth Center, Pandowoharjo, JEC, dan
Piyungan. Aktifitas sedikit berbeda terlihat di posko Youth Center. Bekerjasama dengan RSU
dr. Sardjito, Tim Medis MER-C dari MER-C Cabang Yogyakarta memberikan layanan USG
dan konsultasi ibu hamil. Alat USG kecil diletakkan di posko MER-C, dan ibu-ibu yang
sedang mengandung dipersilahkan untuk mengecek kandungannya di posko MER-C. Kurang
lebih ada belasan ibu-ibu yang mendapat layanan tersebut.

Sedikit berbeda dari posko kesehatan 24 jam, Tim Mobile Clinic MER-C Cabang Yogyakarta
terus bergerak memberi layanan kesehatan di desa-desa terpencil di sekitar lerang Merapi.
Hari Rabu, Tim Mobile Clinic bergerak menuju arah Muntilan dan Magelang. Direncanakan
Tim Mobile Clinic akan memberikan layanan kesehatan di desa Mungkid, Magelang. Selain
itu, Tim Mobile Clinic akan menyalurkan ke beberapa daerah yang memang masih
kekurangan.

Daerah Muntilan dan Magelang merupakan daerah yang jarang tersentuh bantuan dan
layanan kesehatan. Bantuan Merapi terfokus pada wilayah Sleman, dan menumpuk di
beberapa titik saja. Sehingga, daerah-daerah terpencil di Muntilan dan Magelang seringkali
kekuarangan logistik dan tenaga kesehatan. Oleh sebab itu, MER-C setiap hari menugaskan
satu Tim Mobile Clinic ke arah Muntilan dan Magelang. Berbeda dengan Sleman yang hanya
dua kali mengalami hujan abu, hampir setiap hari hujan abu dan pasir turun di Muntilan dan
Magelang. Hal ini menyebabkan kesehatan warga menurun drastis, padahal tenaga kesehatan
sangat minim di beberapa titik.

Hari ini layanan kesehatan MER-C di buka di desa Mungkid. Desa ini hampir tidak pernah
mendapat layanan kesehatan. Hujan abu masih konsisten mengguyur desa Mungkid. Terlihat
dengan tebalnya abu sepanjang perjalanan menuju ke sana. Sampai di desa Mungkid, Tim
MER-C langsung disediakan tenda khusus. Tidak disangka, ketika tim MER-C masih
merapihkan peralatan dan obat-obatan, masyarakat sudah mengantri panjang dan memenuhi
tenda tersebut. Pelayanan kesehatan mulai diberikan pada pukul 14.30 dan berakhir pada
pukul 17.30. Pasien yang datang mencapai 140 orang. Hal ini menandakan betapa kurangnya
tenaga medis di daerah tersebut. Sekali ada tenaga medis datang, masyarakat langsung
berbondong-bondong untuk berobat.

Begitulah secara umum kondisi yang terjadi di beberapa titik pengungsian yang agak
terlupakan di daerah Muntilan dan Magelang. Oleh sebab itu, Tim Mobile Clinic MER-C
akan terus pro-aktif bergerak mencari titik-titik pengungsian yang masih membutuhkan
logistik dan tenaga medis. Sehingga bantuan yang diberikan oleh MER-C tepat sasaran
kepada yang membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai