"Hai kura-kura kenapa kamu nampak sinis dan seakan membenci saya?"
tanya seekor belalang yang lagi bertengger di selembar daun. "Apakah saya
telah melakukan kesalahan dan mengganggu kehidupanmu sehingga kamu
begitu sinis dan membenci saya?”
Hiduplah seperti kura-kura yang tidak pernah berpura-pura. Jadilah diri sendiri,
maka anda akan menemukan kebahagiaan hidup yang hakiki. Semoga!
KISAH PUPY DAN PEPY BAGIAN 1
13 Oct @Cerita Anak
Aku seekor Kucing kecil. Namaku Pupy. Pupy mempunyai satu saudara
kembar. Namanya Pepy.
Teman-teman tentu bertanya: “Apa beda Pupy dan Pepy?” Bedanya Pupy
berjenis kelamin jantan, bulunya belang putih dan hitam. Kalau Pepy berjenis
kelamin betina, bulunya belang putih dan kuning. Kami Kucing yang imut dan
lucu.
Suatu hari Pupy pergi bemain bersama Pepy. Kami bermain di pekarangan
rumah bagian belakang. Kami sudah bosan bermain di dalam rumah. Lagi
pula Mak kami pergi dari pagi tak pernah kembali. Kami sudah capek
menunggu Mak pulang. Kami sudah lapar. Kami keluar rumah secara diam-
diam.
“Pupy..., lihat, binatang apa itu? Cantik sekali warnanya? Ini kah yang
namanya Kupu-kupu?” ucap Pepy sambil terus berlari.
“Pepy.., tunggu aku!” ucap Pupy menyusul Pepy yang sedang mengejar Kupu-
kupu yang cantik.
“Huuup..! Meoong..! Aku dapat satu! Ucap Pepy gembira. Kupu-kupu itu
meronta-ronta dalam gigitan Pepy. Salah satu sayapnya terlepas.
“Meoooong, mauuu Pepy..! Bagi Pupy, dong..?” ucap Pupy merayu Pepy.
“Meooong.., uuuhh! Gak mauu.., sana Pupy! Kamu tangkap sendiri. Masih
banyak!” ucap Pepy sambil membawa hasil buruannya. Dia menyuruk ke balik
semak-semak. Pupy kecewa dengan sikap Pepy yang tiba-tiba menjadi pelit.
“Meooong.. ah, dasar Pepy pelit. Aku juga bisa menangkap sendiri!” ucap
Pupy kesal.
“Buuk.., byuuur..!” terdengar bunyi suar benda jatuh ke dalam selokan. Sesaat
kemudian terdengar keciprak-ciprak air. Rupanya Pupy terjatuh saat mengejar
Kupu-kupu.
Pupy terjatuh masuk selokan. Badannya kotor dan basah. Pupy menjerit minta
tolong. Pupy memanggil Pepy. Tapi tidak ada sahutan. Pupy memanggil
Maknya, tetapi Maknya tak mendengar suara Pupy.
Pupy terus mengeong minta tolong. Pupy berusaha untuk naik keluar dari
selokan, tetapi tidak juga berhasil. Pupy terus menggapai untuk naik.
Napasnya sudah tersengal-sengal. Gerak kaki dan tangannya semakin lemah.
Pupy semakin sedih karena tidak bisa naik.
Pupy menjerit pilu. Suara tangisnya menghiba, menyayat hati siapa yang
mendengarnya. Tubuhnya semakin menggigil kedinginan. Suaranya mulai
parau. Hari sudah diambang senja. Langit gelap diselimuti awan hitam.
Gelegar kilat dan petir silih berganti. Pupy semakin ketakutan.
(BERSAMBUNG)
Setiap hari petani bekerja dengan penuh semangat. Melihat padi nan subur,
dalam hatinya selalu bersyukur. Senandung doa selalu dipanjatkan, agar hasil
sesuai dengan harapan. Di sawah itu terjalin cerita rantai makanan antara
makhluk Tuhan.
“Ciiiitt.., ciiiitt.., ciiiitt! Wahai teman-teman. Sebentar lagi padi-padi ini akan
masak. Kita tidak akan pernah kelaparan lagi,” ucap salah seekor Pipit yang
melompat dari batang padi yang satu ke batang padi yang lain. Dia bernyanyi
riang gembira.
“Ceriiciiiiit.., ciiitt.., ciiit! Benar sekali, kawan. hari yang menggembirakan!” ucap
Pipit yang lain saling bersahutan.
Obrolan Pipit akhirnya buyar, karena petani mengusir ereka dari sawah itu.
Pipit lalu terbang bernyanyi. Mereka pergi ke sawah yang lain. Sampai
akhirnya menjelang petang, temboloknya kenyang dan mereka kembali ke
sarang dengan gembira.
Dibalik rerimbunan padi ada Ular sawah yang sedang mencari makan. Ular
Sawah senang berburu Kodok dan Tikus sawah. Hari masih pagi, ketika ular
keluar dari sarangnya. Tetes embun masih melekat di ujung dedaunan rumput
liar dan daun padi.
“Saatnya berburu,” ucap Ular Sawah sambil menjulur-julurkan lidahnya.
Badannya yang panjang meliuk-liuk melata di atas tanah yang masih lembab.
Indera penciumannya memang tajam.
“Semoga aku dapat santapan lezat pagi ini! Mumpung sinar matahari belum
terik,” pikir ular.
Ular terus melata sampai ke tengah sawah. Tanah yang masih basah dan
lembab tiada dipedulikannya. Ular Sawah hendak berburu tikus.
“Nampaknya usaha ku akan membuahkan hasil,” ucap Ular pada diri sendiri.
Dia mencium ada Tikus di sekitar itu. Tak lama kemudian:
“Mau lari ke mana kau, Tikus. Aku akan menangkapmu. Aku akan
memakanmu!” ucap ular terus berlari semakin kencang. Lidahnya yang
bercabang terus menjulur keluar. Badannya yang panjang berlari dengan
gerakan zig-zag dengan cepat sekali.
Sampai akhirnya Tikus terdesak dan tidak bisa mengelak lagi. mulut Ular
Sawah sudah menganga, siap menelan Tikus hidup-hidup. Kaki Tikus
gemetaran seakan tak kuata lagi berdiri. Jantungnya seakan berhenti
berdetak. Badan Tikus menggigil dalam ketakutan yang luar biasa. Nasib naas
akan menimpa dirinya dalam waktu sekejab.
“Haaaap! Dapat kau Tikus! Aku memang sudah lapar sekali!” ucap Ular Sawah
sambil menggigit badan Tikus. Dia bermaksud hendak membawa Tikus ke
sarangnya.
“Ciiiiitt.., ciiiiitt.., ciiiitt! Aammmpuun, Ular. Jangan bunuh aku!” ucap Tikus
dengan menghiba.
“Sssssst. Diam lah Tikus. Jangan menceracau juga. Aku sudah dua hari belum
makan!” ucap Ular Sawah sambil mendesis gembira.
“Tolong lah Ular. Mohon lepaskan aku! Kasihi lah aku! Aku punya 6 ekor anak-
anak yang masih bayi merah!” ucap Tikus sambil meronta-ronta dari gigitan
Ular Sawah.
“Mohon wahai Ular Sawah yang bijak. Beri aku kesempatan untuk menyusui
anak-anakku. Mereka pasti kelaparan. Mereka menunggu aku pulang!” ucap
Tikus menghiba. Jeritannya melengking pilu tiada berdaya, diantara desis Ular
Sawah yang lapar.
BERSAMBUNG
Ular sejenak berhenti berlari. Bergetar juga hatinya mendengar ratapan Tikus.
Terbayang olehnya anak Tikus yang masih merah menanti induknya pulang.
“Pasti mereka sudah kelaparan, seperti aku,” ucap Ular Sawah dalam hatinya.
Ular Sawah lalu melepaskan Tikus dari cengkraman giginya yang tajam.
Tikus masih dalam keadaan lemas dan gemetar terlepas dari mulut Ular
Sawah.
“Terma kasih, wahai Ular yang budiman. Aku tidak akan melupakan budi
baikmu!” ucap Tikus. Lalu dia berlari menemui anaknya dalam lubang
sarangnya. Kepulangannya disambut anak-anaknya dengan cicit-cicit suara
senang. Semua anaknya menyusu dengan nikmat.
“Biarlah ku simpan ceritaku, sampai mereka dewasa dan bisa mencari makan
sendiri,” ucap Tikus dalam hati sambil mengenang tragedi yang hampir
merenggut nyawanya. Masih terbayang rintihannya minta belas kasihan Ular
Sawah. Entah bagaimana caranya dia kelak membalas budi pada binatang
melata itu.
Begitulah perburuan Ular Sawah setiap hari. Setelah kenyang dia akan pergi
ke sarangnya dan tidur nyenyak sepanjang hari. Dia tidak akan peduli dengan
segala kejadian di sekitarnya.
Beberapa bulan setelah pertemuan maut antara Tikus dan Ular Sawah itu,
mereka bertemu kembali. Ular sawah melihat Tikus melintasi sawah dengan 6
ekor anaknya. Mereka lari ketakutan melihat Ular Sawah.
“Menjauhlah wahai anak-anakku dari sergapan Ular Sawah, agar kalian tidak
menjadi santapan lezatnya!” ucap ibu Tikus kepada anak-anaknya. Anak-anak
Tikus pun berlari mencari lubang persembunyian. Mereka berpencar dalam
suasana ketakutan.
Tikus tinggal sendiri di hadapan Ular Sawah. Dia menyapa Ular Sawah. Ular
Sawah mendesis membalasnya. Walau ada rasa takut, tetapi dia beranikan
diri menyapa, karena Si Ular Sawah pernah melepaskannya dari perjuangan
maut di mulut Ular itu sendiri.
“Tak Usah takut. Aku tidak akan mengganggumu, asal jangan bermain di
sawah ini. Aku menguasai daerah sekitar sawah ini. Bawa anak-anakmu
bermain jauh-jauh. Jangan ke sini. Carilah makanan di tempat lain. Ingat,
kalau ada anak keturunannmu yang berkeliaran saat siang hari di sawah, aku
akan menangkap mereka!” ucap Ular Sawah.
Maka sejak saat itu, Tikus selalu berusaha menjaga jarak dengan Ular Sawah,
agar tidak melanggar kesepakatan kedua belah pihak.
Itulah sebabnya Tikus lebih senang mencari makan di tengah malam, agar
tidak bertemu dengan Ular Sawah yang berburu di siang hari. Lubang-lubang
bekas sarang Tikus merupakan tempat percembunyian Ular Sawah. Walau
bukan merupakan sahabat, tetapi mereka tetap berusaha saling menghargai,
dengan mengindari pertemuan dan menjaga disiplin waktu mencari makan.
Pesan Moral:
1. Jangan menindas kaum yang lemah dan tiada berdaya. Karena doa
mereka yang teraniaya selalu didengar Allah.
2. Sekecil apa pun pertolongan dari orang lain, jangan lupa mengucapkan
terima kasih.
5. Setiap kebaikan yang telah ditanam, akan menuai hasil kebaikan pada
suatu hari kelak.
SAMSINAR
HARIMAU DAN KUCING HUTAN
BAGIAN 1
28 Sep @Cerita Anak
Salah satu dari binatang itu adalah Harimau. Dia adalah binatang hutan yang
paling ditakuti kebanyakan penghuni hutan.semua itu karena Harimau sangat
suka memakan daging binatang yang lebih kecil. Kancil, Kijang, Babi Hutan,
dan pelanduk adalah binatang kesukaan Harimau.
Suatu hari setelah pulang berburu di hutan Harimau meraung dan mengamuk.
Binatang-binatang lain pada lari ketakutan. Tidak ketinggalan bangsa burung,
monyet dan kera. Semuanya lari menjauh. Mereka takut menjadi sasaran
amukan Harimau.
Matanya liar menatap penuh selidik. Pohon-pohon kecil banyak yang tumbang
diseruduk dan diterjangnya. Harimau itu berlari ke sana ke mari mencari
anaknya. Sudah letih dia mencari. Sudah penat dia berteriak. Tapi kedua
anaknya seperti hilang ditelan bumi. Tiada jejak kaki ataupun darah bekas
anaknya diterkam binatang buas yang lain. Harimau itu hampir putus asa.
Hari mulai beranjak malam. Lingkungan sekitar tempat tinggal harimau terasa
sunyi. Hanya burung-burung terdengar candanya kembali pulang ke sarang.
Sementara Kera dan Orang Hutan pergi jauh mencari tempat tidur yang
nyaman dari raungan Harimau malang tersebut.
Beberapa hari Harimau itu meraung dan menangisi nasib anaknya. Badannya
sudah kurus, matanya sudah cekung akibat terus menangis. suaranya pun
tinggal desau saja lagi karena parau.
Setelah dua minggu, Harimau itu berusaha bangkit kembali. Dia berusaha
melupakan hatinya yang sedih dan perih. Dia hendak mencari makan pengisi
perutnya yang lapar.
“Iya.., selamat siang Kucing Hutan yang cantik,” ucap Harimau memuji dan
menghilangkan kekakuan antara dia dan Kucing Hutan.
Mendengar Harimau memujinya, hilang sedikit rasa gentar dalam diri Kucing
Hutan.
“ Iya.., benar sekali. Aku mau mencari makan setelah hampir dua minggu
berpuasa,” ucap Harimau lagi.
“Ayok lah, Bu Harimau. Sebelum hari beranjak petang!” ucap Kucing Hutan
lagi. Lalu Harimau dan Kucing Hutan asyik berburu sampai ke tengah Hutan.
Harimau dapat menangkap seekor anak Babi Hutan. Sedangkan Kucing Hutan
dapat menangkap seekor Ayam Hutan. Setelah perut mereka kenyang,
akhirnya Harimau dan Kucing Hutan pulang ke tempat tinggal masing-masing.
Saat dalam perjalanan pulang, Harimau menceritakan musibah yang baru saja
menimpa dirinya. Dia sangat sedih. Kucing Hutan ikut sedih dan terharu
mendengar kisahnya. Harimau mengajak Kucing Hutan tinggal bersamanya.
Supaya dia ada teman ngobrol dan bercanda, agar bisa mengusir kesepian
hatinya.
(BERSAMBUNG)
Kucing Hutan mau ikut dengan Harimau, dengan jaminan Harimau akan
melindungi dan menyayanginya seperti anak kandungnya. Harimau mengasihi
Kucing Hutan sebagai pengganti anaknya.
Harimau memang rajin berburu. Bahkan kadang kala Kucing Hutan hanya di
suruh tinggal di sarang, tak perlu ikut berburu ke hutan. Kucing Hutan hanya
tinggal menunggu Harimau pulang. Kucing Hutan tidur saja sepanjang hari.
“Cing.., hari ini Ibu Harimau saja yang pergi berburu, ya? Kamu santai aja
disarang. Nanti Ibu bawakan makanan yang lezat?” ucap Harimau pada
Kucing Hutan.
“Lhoo.., kok begitu, Bu?” tanya Kucing Hutan dengan heran. Keningnya
berkerut dan mulutnya manyun. Dia merasa tidak enak.
“Udah.., tidak usah protes. Tak usah banyak tanya. Kamu duduk manis
menunggu Ibu di sarang, ya?” bujuk Harimau sambil mengusap kepala Kucing
Hutan dengan sayang.
Kucing Hutan terpaksa menurut saja. Toh, kalau pun protes tetap tak ada
gunanya. Akhirnya Harimau berburu sendirian di hutan. Sementara Kucing
Hutan seharian hanya tidur bermalasan dalam sarang.
Tapi pergi berburu ke hutan juga menyenangkan bagi Kucing Hutan. Biasanya
setiap pergi berburu, ia selalu diboncengi Harimau di atas punggungnya. Tapi
sekarang Harimau sering menyuruh Kucing Hutan bermain di rumah saja. Dia
merasa sangat heran.
Hampir menjelang petang Harimau pulang membawa seekor anak Babi hutan.
Kucing Hutan hanya makan sedikit saja., karena perutnya memang kecil. Sisa
makanan ditutup dengan dedaunan dan ranting untuk persediaan besok.
Harimau sudah mulai hamil lagi. makin hari perutnya semakin bunting. Dia
sering bercerita pada Kucing Hutan tentang harapannya pada anak-anaknya
yang tak lama lagi akan lahir.
Walau hati Kucing Hutan merasa agak cemburu, akan kehilangan kasih
sayang dari Ibu angkatnya Harimau, tetapi sekali pun tak pernah
diperlihatkannya. Dia selalu berlaku baik. Sampai suatu hari :
“Ibu.., aku mohon maaf. Jika yang ku ucapkan ini kurang berkenan!” ucap
Kucing Hutan dalam kebimbangan hati.
“Iya.., kenapa. Kamu mau apa? Kok sepertinya ada hal yang penting, begitu?”
tanya Harimau heran. Keningnya agak berkerut. Matanya mengamati Kucing
Hutan penuh selidik..
“Mulai besok aku izin meninggalkan Ibu, ya? akau ingin mencari keluarga dan
teman-teman yang sudah lama aku lupakan. Mungkin mereka mengira aku
sudah mati!” ucap Kucing Hutan sedih. Tanpa disadarinya, air matanya
menetes perlahan. Sudah berusaha menguatkan hati, ternyata pertahanannya
runtuh juga.
Mendengar permohonan Kucing Hutan itu, Harimau amat terkejut. Dipeluknya
Kucing Hutan dengan sayang, sambil diusap-usapnya punggung Jucing
Hutan. Dia cukup memahami maksud dari Kucing Hutan
Mlam itu sengaja di keloninya Kucing Hutan, karena besok Subuh mereka
akan berpisah.
Sampailah suatu hari, ketika anak-anaknya sudah cerdik dan pintar berlari.
Dibawanyalah keduanya pergi berburu ke hutan. Sampai di hutan mereka
mendengar suara :
Harimau tidak bertanya lagi. langsung saja dikeratnya tali itu dengan giginya.
Lama juga, akhirnya tali tersebut bisa putus. Kucing Hutan itu terbebas dari
maut. Kucing Hutan berterima kasih pada Harimau. Dicium dan dipeluknya Ibu
Harimau yang pernah mengasihinya. Anak Harimau heran melihat kelakuan
ibunya. Tetapi setelah dijelaskan akhirnya keduanya pun ikut menyalami
Kucing Hutan.Pertemuan yang sangat mengharukan.
Pesan Moral :
Di taman itu tinggallah Belalang Sembah dan Belalang Daun. Mereka hidup
bertetangga. Di antara daun-daun bunga yang hijau dan tangkai bunga. Di
situlah mereka tinggal.
“Ada apa, Belalang sembah memanggil aku?” tanya Belalang Daun sambil
mengusap-usap matanya.
“Coba kamu lihat. Aku dapat kepandaian baru. Ini hasil kreasi aku sendiri, lho.
Aku sudah pandai menari!” ucap Belalang Sembah dengan penuh semamgt.
“Makanya, kamu harus belajar juga Belalang daun. Kamu harus berusaha
sendiri, agar pintar menari seperti aku!” ucap belalang Sembah dengan
sombongnya.
Dalam hati dia berkata: “ Mana bisa Belalang Daun menari seperti aku.
Pinggangnya saja gede. Pemalas lagi!”
“Haiii, Belalang daun. Coba kamu perhatikan aku!” ucapnya pada Belalang
daun.
“Kenapa kamu?” tanya belalang Daun kurang paham.
“Makanya.., kamu jangan kebanyakan tidur dan makan Belalang Daun. Coba
tiru aku. Setiap hari senam teratur dan makannya diatur. Agar badan sehat
dan tetap cantik!” ucapnya semakin sombong.
Belalang Daun hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Tapi dia tidak mau
berdebat dengan Belalang Sembah. Dia permisi, lalu pergi menjauh dari
Belalang Sembah. Dia mencari makan ke daun bunga yang lain.
(BERSAMBUNG)
Tapi anak Gajah tidak memeperhatikan nasehat Tupai. Tupai terus melompat
dari dahan ke dahan mengikuti anak Gajah dan Kupu-kupu. Hatinya semakin
cemas.
Anak Gajah kaget, karena tiba-tiba ada hewan kecil di atas punggungnya.
Anak Gajah menghentikan langkahnya, lalu menoleh. Rupanya Tupai yang
sudah berada di atas punggungnya.
“Maaf Gajah kecil. Aku sudah lancang menaiki punggungmu!” ucap Tupai.
“Oh.. tak apa-apa Tupai. Ada apa gerangan?” tanya anak Gajah.
Lalu Tupai menjelaskan tentang bahaya yang sedang mengintai anak Gajah.
Anak Gajah berterima kasih kepada Tupai sudah berusaha menolongnya.
Tupai menunjukkan sebuah tempat yang aman untuk bersembunyi. Di lereng
tebing yang terlindung oleh bebatuan cadas dan belukar. Di sanalah anak
Gajah, Tupai dan Kupu-kupu berlindung.
Tiba-tiba langit mendung. Awan hitam pekat menyelimuti langit. Angin mulai
bertiup kencang disertai petir yang menggelegar. Angin ribut semakin kencang
disertai badai yang dahsyat. Pohon-pohon meliuk-liuk seperti mau tumbang.
Ranting-ranting dan dedaunan berguguran.
Tidak lama kemudian angin reda. Hujan pun telah berhenti. Anak Gajah naik
ke atas tebing diikuti Tupai dan Kupu-kupu. Anak Gajah berjalan dengan hati-
hati karena jalannya licin setelah diguyur hujan.
Sesampai di atas tebing mereka sangat terkejut melihat seekor Singa merintih
terjepit oleh pohon yang tumbang tadi. Singa itu berusaha melepaskan dirinya
dari himpitan kayu. Tapi usahanya sia-sia.
Gajah kecil sangat iba melihat nasib Singa yang malang itu. Dia ingin
menolong Singa yang sudah tak berdaya itu. Dia membayangkan, bagaimana
sedih hatinya sekiranya yang tertimpa pohon itu induk atau ayahnya sendiri.
“Aauuuuu... aauuuu! Aduuhh sakiiitt! Tolong aku wahai anak Gajah! Tolong
akuuu!” ucap Singa menghiba-hiba.
Anak Gajah tertegun. Gajah kecil itu berpikir, apa yang harus dilakukannya.
Kalau dia tolong, apakah nanti Singa tidak akan mencelakakan dirinya?
Hatinya diliputi rasa bimbang.
“Ayo Gajah kecil. Mengapa kamu masih berdiri di sini melihat Singa yang jahat
itu?” tanya Tupai menggagetkan anak Gajah dari kemelut pikirannya.
Lalu anak Gajah itu mematahkan satu persatu dahan kayu yang tumbang.
Sungguh aksi yang sangat heroik. Tanpa memikirkan keselamatan dirinya
sendiri, Gajah kecil itu berupaya dengan susah payah menyingkirkan dahan-
dahan kayu. Gajah kecil berhasil menyelamatkan Singa. Tetapi Singa itu tidak
bisa berdiri. Kakinya sakit, dua buah gigi depannya rontok. Singa berterima
kasih kepada Gajah kecil, telah menyelamatkannya dari kematian.
Induk dan ayah Gajah kecil mengucapkan terima kasih kepada Kupu-kupu dan
Tupai. Kupu-kupu dan Tupai merasa sangat terharu menyaksikan bersatunya
kembali keluarga gajah tersebut. Sejak saat itu anak Gajah selalu dilindungi
induknya dengan hati-hati. Anak Gajah pun berjanji tidak akan bermain jauh-
jauh lagi dari kedua orang tuanya.
Pesan Moral :
4. Ikhlas lah selalu dalam menolong, sekalipun orang yang kamu tolong
pernah berbuat jahat kepadamu.
5. Biasakan meminta maaf bila bersalah, dan berterima kasih bila sudah
ditolong seseorang.
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seekor Beruang yang mempunyai banyak
makanan. Ia tidur selama beberapa hari. Setelah itu ia melihat tempat
makanannya. Ternyata makanannya telah habis. Lalu ia pergi untuk mencari
makanan. Kemudian ia melihat batang rambutan yang sedang berbuah.
Beruang penasaran, lalu bertanya kepada Kancil kenapa sarang lebah tidak
boleh diambil. Kancil mengatakan bahwa Lebah sedang marah. Karena angin
malam membuat sarang Lebah jatuh. Bila diganggu lebah akan menyengat
Beruang.
“Tapi aku lapar Kancil, madu itu makanan aku,”kata Beruang. Beruang
mencium bau madu yang manis. Jadi tetap akan mengambil madu Lebah.
Tidak masalah apapun yang terjadi.
Beruang lari dan minta minta tolong kepada Kancil. Kancil berkata. “Jika kamu
diberi nasehat kau tak mau mendengar sekarang telah terlambat,”kata Kancil.
Beruang memohon kepada kancil dan mengatakan tolonglah Kancil, kau kan
pandai bantu aku.
~~~
Pada zaman duhulu kala, para binatang di rimba Pulau Kalimantan dipimpin
oleh seekor Beruang besar dan kuat. Binatang itu adil dan bijaksana. Para
penghuni hutan Pulau Kalimantan hidup dengan tenang dan damai. Mereka
patuh pada pemimpinnya.
“Tugas apakah yang Mulia ?. Temui raja rimba pulau itu. Katakan padanya
agar tunduk dan patuh pada kekuasaanku. Ini surat dariku untuknya,” Gajah
memberi perintah pada Kelinci.
Setelah itu Kelinci kembali ke Pulau Sumatera. Mendengar berita itu para
binatang-binatang di rimba Pulau Kalimantan seketika menjadi resah.
Beruang sunggguh sedih. “Apa yang harus aku lakukan demi wargaku ?”
gumamnya, bingung sekali. “Jika aku mengikuti keinginan Gajah untuk tunduk
padanya, binatang-binatang di rimba ini pasti akan menderita.
Jika kulawan, rasanya tak akan menang. Menurut cerita binatang di rimba ini
yang pernah melihatnya, Gajah adalah binatang yang berbadan sangat besar.
Taringnya panjang. Belalainya kuat dan mampu menumbangkan pohon-pohon
besar. “Oh apa yang harus aku lakukan ?” kata Beruang.
Tiba-tiba datang seekor Landak. Landak itu besar dan tua. “ Ada apa kau
datang ke mari, hei Landak ?” tanya Beruang tak bersemangat. “Hamba ingin
menyampaikan usul,” kata Landak. “Katakanlah wahai Landak, sahabatku, “
kata Beruang.
Yang Mulia,” ucap Landak,” demi kehidupan kita yang tenang dan damai,
hamba mengusulkan yang Mulia mengirim burung ke Pulau Sumatera. Burung
itu membawa pernyataan bahwa yang Mulia tidak mau tunduk pada raja rimba
pulau itu. Burung itu harus pula membawa bulu-bulu Landak untuk
dipersembahkan pada raja itu. Suruh burung itu mengatakan bahwa bulu-bulu
itu adalah bulu-bulu raja para binatang di rimba Pulau Kalimantan. Begitulah
usul hamba.”
Beruang menyetujui usul itu. Segera dikirimnya burung ke Pulau Sumatera. Si
Burung menyampaikan kata Beruang pada Gajah dan memberikan bulu-bulu
landak padanya. Ia mengatakan bulu-bulu itu adalah bulu-bulu raja para
binatang di rimba Pulau Kalimantan.
Gajah terkejut sekali mendengar itu. Ia merasa ngeri. “Bulunya saja sudah
begini besar dan kuat. Apalagi pemiliknya ? Beruang, si Raja rimba Pulau
Kalimantan, pastilah kuat sekali dan besar.”
Kedua ekor Landak itu berpelukan dalam suasana takut. Lubang kelam di
bawah tanah itu semakin kelam saja terasa oleh kedua Landak itu. Keduanya
memejamkan mata mengusir bayangan buruk yang bakal menimpa, bila
lubang persembunyian mereka diketahui Anjing pemburu. Dalam hati
keduanya terus berdoa, agar selamat dari bencana tertangkap dan dikoyak-
koyak oleh Anjing atau bisa jadi dimasukkan ke dalam karung, seperti yang
telah terjadi pada saudara-saudara mereka.
Tiba-tiba gonggongan Anjing semakin dekat. Hati kedua Landak itu semakin
cemas. Jantungnya seakan mau berhenti berdenyut. Takut sekali. Getar kaki-
kaki mungilnya seakan tidak mampu lagi menupang badan kedua Landak itu
untuk berdiri. Lalu terdengar.bunyi desau yang keras diatas bambu. Seperti
ada binatang yang besar melompat. Anjing-anjing itu berlari.
Musang itu mati terbunuh lalu dimakan oleh Anjing. Anjing-anjing pemburu itu
makan berebutan. Suaranya antara geram dan menikmati lezatnya daging
Musang, terdengar oleh Kelinci dari dalam sarangnya di bawah akar pohon
laban besar. Di bawah tanah, dalam lubang yang tersembunyi. Di situlah
Kelinci tinggal bersama keluarganya.
“Hai Kelinci, apa kabarmu hari ini? Sudah selesai mencari makan?” tanya
Landak.
“Ooh, kabar baik tentunya, Landak. Kalian baru hendak mencari makan?
Tanya Kelinci balik bertanya.
“Tepat sekali, sobat. Kami mau mencari makan. Tapi maukah kalian
mendengar cerita kami?” tanya Landak malu-malu sambil berputar-putar
memperlihatkan tingkahnya yang lucu.
“Ooo.., tentu saja. Kami akan mendengarkannya dengan senang hati!” jawab
Kelinci. Hidungnya bergerak-gerak dan Kelinci melompat-lompat dengan
girang. Lalu Kelinci diam dengan telinga tegak siap mendengar cerita
sahabatnya.
“Tadi malam kami sangat ketakutan!” ucap Landak sambil berpelukan. Mata
kedua Landak nampak sedih.
“Kenapa kalian takut? Ada apa?” tanya Kelinci heran. Telinganya digerak-
gerakkan, dan matanya menatap dengan liar.
“Tadi malam ada pemburu dan anjing-anjingnya yang galak. Mereka mencari
kami pakai lampu senter. Anjing-anjing itu sudah mengendus-endus sampai
pintu lubang sarang kami!” ucap Landak dengan gemetar. Dia menarik napas
yang dalam-dalam. Jantung Landak seperti berpacu memompa darah.
Berdegup dengan kencang.
“Untunglah saat genting itu ada seekor Musang yang melompat di atas
rumpun bambu. Perhatian pemburu dan Anjingnya beralih kepada Musang.
Akhirnya kami tertidur dalam suasana ketakutan.”
“Terima kasih kawan. Baiklah, kami akan pergi mencari makan!” ucap Landak
sambil pamit kepada sahabatnya. Keduanya berlari-lari kecil. Suara
gemericing dari duri-duri di punggungnya terdengar merdu. Akhirnya Landak
menghilang dari pandangan Kelinci.
Tidak lama setelah hari gelap, kedua Landak telah tiba dekat sarang Kelinci.
Lalu keduanya membuat sarang dengan arah yang berlawanan dengan
sarang Kelinci. Jadi sarang Kelinci dan sarang Landak lubang pintu masuknya
saling berhadapan. Ada semak-semak dan belukar yang menutupi pintu
sarang mereka. Tempat yang nyaman.
Sejak saat itu Landak dan Kelinci hidup berdampingan dan bertetangga
dengan damai. Mereka selalu berdoa agar Anjing-anjing pemburu tidak
mengetahui tempat sarang mereka yang tersembunyi tersebut. Landak dan
Kelinci akhirnya hidup dengan tenteram.
Pesan Moral:
1. Hiduplah dengan hemat dan suka menabung, agar berguna disaat susah
atau genting.
#TantanganGurusiana
Hari ke-95
“Semua juga sudah tahu. Aku sudah bosan mendengar basa-basi itu.” jawab
Beauty penuh arogansi.
Kepik dan Jangkrik berdiam diri tidak membalas ucapan Catty dan Beena.
Namun di belakang Beena maupun Catty, si Kepik dan Jangkrik tetap ingin
memberi pelajaran kepada Beauty.
“Sombong sekali kamu ini! Asal kamu tahu ada serangga lain yang lebih cantik
dari pada kamu di tempat ini!” Kepik mulai memanasi.
“Dimana aku bisa menemui Gracia?” potong Beauty penasaran dan jengkel.
“Jangan bilang kami belum memperingatkanmu, jika hal buruk terjadi.” Catty
sedikit terpancing emosi.
“Dimana Gracia!”
“Iya tentu saja, kalau dia benar secantik yang kau ucapkan. Maka hanya
akulah yang layak menjadi temannya. Si cantik berkumpul dengan si cantik,
cungkring jelek sepertimu pantasnya berteman dengan si jelek jangkrik,
kumbang, dan lainnnya.”
Ternyata jangkrik dan kepik tidak berbohong, Gracia sangat cantik dan juga
ramah.
“Aku berteman dengan siapa saja.” sanggah Gracia, “Aku akan sangat
bahagia jika bisa berteman denganmu.” tambah Gracia
“Tentu saja, tapi setelah aku menjadi temanmu kau harus menjauhi serangga-
serangga jelek itu!” Beauty mengajukan syarat.