Anda di halaman 1dari 2

PENGORBANAN SEORANG IBU

Hari itu, kami sedang berkumpul di teras rumah. Tepatnya, ketika ibu baru pulang dari sawah,
sebagai buruh tandur. Dengan lembut ibu mengelus kepala adik bungsuku sambil berkata,
bahwa ia selalu berdoa kepada Allah siang dan malam untuk keberhasilan anak-anaknya.
Kulirik, mata beliau sembab karena genangan air mata yang ditahan agar tidak sampai jatuh
menitik. Kalimat itu sederhana, namun begitu menyayat hati. Kami tahu bahwa pekerjaan
yang dilakukannya tidak mudah, untuk seorang wanita setengah tua, butuh tandur dari pagi
hingga sore hari baru pulang. Tak peduli terik mentari menyengat ataupun hujan mengguyur
tubuhnya.

Beliau dengan ikhlas menjalaninya dengan harapan besar, anak-anaknya menjadi anak yang
saleh dan berhasil dalam kehidupannya. Doa seorang ibu adalah doa yang mustajab. Apalagi
doa untuk anak-anak yang dilahirkannya. Ibu senantiasa bangun tengah malam ketika yang
lain masih terlelap tidur untuk menjalankan salat tahajud. Sambil meneteskan air mata dia
memanjatkan doa kepada Tuhan. Doa yang tulus untuk kesehatan, pendidikan, kesalehan dan
keberhasilan anak-anaknya. Kasih sayangnya sungguh tak terbatas, tanpa mengharapkan
balasan dari anak-anaknya.

Ibu adalah seorang pekerja keras dan tangguh dalam menghadapi segala cobaan. Ibu bukanlah
wanita yang hidup dengan serba berkecukupan, bukan pula seorang istri yang selalu saja
menerima penghasilan dari seorang suami. Pekerjaan Bapak hanyalah pegawai rendahan
dengan golongan rendah, gaji yang diterimanya belum bisa mencukupi kebutuhan kami
sehari-hari. Ibu harus pandai-pandai mengelola keuangan yang sangat terbatas agar dapat
bertahan hidup. Setidaknya bisa makan hari ini, menabung sedikit untuk pendidikan dan
kesehatan anak-anaknya serta kebutuhan tidak terduga lainnya. Tetapi, kebutuhan yang terus
bertambah, maka penghasilan Bapak tidaklah mencukupi. Sementara, pendidikan anak-
anaknya terus diperjuangkan hingga pendidikan tinggi. Semua membutuhkan biaya.

Sejak saat itulah, Ibu saya memutuskan untuk membantu bekerja ke sawah sebagai buruh
tandur. Menanam padi di sawah siapa saja yang membutuhkan dengan mendapatkan upah
yang lumayan cukup untuk sekedar membeli sayur dan lauk. Tujuannya, menambah
penghasilan keluarga, untuk anak-anaknya. Pengorbanan besar beliau, tidak terukur. Beliau
rela berjemur di terik matahari, berderai keringat serta kedinginan oleh guyuran hujan.
Senja mulai gelap. Azan Magrib berkumandang. Ibu belum juga pulang. Bekerja di bawah
guyuran hujan lebat, kilatan petir memecah langit hitam. Mengigil sebab basah kuyub, masih
mengingat anak-anaknya yang telah tumbuh besar dan mulai dewasa. Bahkan, beliau tidak
memedulikan dirinya di bawah ancaman petir yang sewaktu-waktu dapat menyambarnya.
Tetapi, Allah memberi jalan pilihan. Beliau harus berteduh di bawah gubuk. Bangunan
bamboo reyot di tengah pematang sawah. Bibirnya bergetar, sambil lantunkan zikir dan doa
untuk anak-anaknya yang ada di rumah.

Hujan tak kunjung reda, ibu memutuskan untuk nekad pulang. Ia merindukan anak-anaknya di
rumah yang telah menunggu kedatangannya. Setiba di rumah, rasa haru tak tertahankan. Kami
sebenarnya tidak tega melihat ibu yang harus bekerja membanting tulang. Aku semakin
bertekad untuk menjadi orang yang sukses agar dapat membahagiakan ibu. Ibu tidak perlu lagi
bekerja. Cukuplah di rumah, beribadah dan beristirahat menikmati masa tuanya.

Pondok Serang, 12/12/2021

#bellancaaurora

#dwi_trisny

Anda mungkin juga menyukai