Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat
serta karunia-NYA kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Gajah dan Perburuan Liar.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar. Dalam
menyusun makalah ini kami menemukan beberapa kesulitan, namun atas bantuan dari
teman-teman yang lain kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi kita
semua. Kami menyadari makah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membenagun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga Allah S.W.T senantiasa meridhai usaha kita, AMIN.

Bandung, 21 Oktober 2014

Penyusun

Abstrak
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah salah satu hewan langka yang
keberadaannya

mulai

rentan

dengan

kepunahan.

Soehartono

et

al.

(2007)

memperkirakan populasi Gajah Sumatera pada akhir tahun 2007 berkisar antara 2400
sampai 2800 ekor. Bila dibandingkan dengan perkiraan Blouch dan Haryanto serta
Blouch dan Simbolon (1985) sekitar 2800 4800 ekor, populasi Gajah Sumatera
sangat menurun tajam (lebih dari 30%) dalam kurun waktu 20 tahun. Kondisi ini
sangat mengkhawatirkan untuk menjamin kelestarian populasi Gajah Sumatera
dalam jangka panjang.
Kerusakan hutan dan fragmentasi habitat merupakan masalah serius bagi kelestarian gajah
sumatera, selain itu gajah sumatera dibunuh untuk mendapatkan gadingnya dan terlibat
konflik dengan masyarakat. Untuk menanggualangi hal tersebut perlu ada tindakan dari
berbagai pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Pemerintah baiknya
memberikan sanksi yang berat kepada pelaku pemburuan liar serta meningkatkan lagi
pengawasan agar kelangsungan hidup gajah sumatera bias terawasi.

Daftar Isi
Kata Pengantar .........................................................................................................................1
Abstrak..2

BAB I .......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................................................................ 5
BAB II......................................................................................................................................6
Pembahasan .............................................................................................................................6
2.1 Perburuan Liar ............................................................................................................... 6
2.2 Kelompok Gajah ........................................................................................................... 7
2.3 Kepunahan Gajah Sumatera .......................................................................................... 8
BAB III ..................................................................................................................................11
Penutup ..................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 11
3.2 Saran ............................................................................................................................ 11
3.3 Daftar Pustaka...12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Berkurangnya luas hutan berkaitan dengan upaya pemerintah dalam memningkatkan devisa
negara, yang pada masa lalu didominasi oleh logging di hutan produksi untuk pemenuhan
kayu (69 juta Ha), konversi hutan untuk perkebunan sawit (lebih dari 3 juta Ha) dan
pembangunan hutan tanaman industri (7.861.251 Ha) (FWI-GWF,2001). Aktivitas tersebut
telah membawa masalah dan pengaruh terhadap penyempitan dan fregmentasi habitat
spesies terutama mamalia besar seperti gajah, badak dan harimau.
Kerusakan hutan dan fragmentasi habitat merupakan masalah serius bagi kelestarian
satwa liar bukan hanya di hutan tropis Indonesia, tetapi juga di hampir semua hutan
tropis dunia. Hal ini terjadi bukan hanya di luar kawasan konservasi namun juga di
dalam kawasan konservasi, yang mengakibatkan terisolasinya satwaliar pada kawasan
yang sempit karena tidak ada akses menuju kawasan di luarnya, dan terpotongnya
jalur jelajah bagi satwa yang membutuhkan wilayah jelajah (homerange) yang
sangat luas seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang mencapai
680 Ha per ekor (Santiapillai, 1987). Fragmentasi habitat yang terjadi, dalam
jangka panjang juga akan menyebabkan terjadinya kemerosotan genetik karena
tekanan silang dalam (inbreeding depression) yang mengancam kelestarian spesies
(Vidya et al. 2007).
Sebagai sub spesies dari gajah asia, Gajah Sumatera hanya ditemukan di Pulau
Sumatera yang kini sedang mengalami penyempitan dan fragmentasi habitat. Kondisi
tersebut membuat populasinya semakin menurun. Selain itu Gajah Sumatera juga
diburu untuk mendapatkan gadingnya dan dibunuh karena terlibat konflik dengan
masyarakat. Soehartono et al. (2007) memperkirakan populasi Gajah Sumatera pada
akhir tahun 2007 berkisar antara 2400 sampai 2800 ekor. Bila dibandingkan dengan
4

perkiraan Blouch dan Haryanto serta Blouch dan Simbolon (1985) sekitar 2800 4800
ekor, populasi Gajah Sumatera sangat menurun tajam (lebih dari 30%) dalam kurun
waktu 20 tahun. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan untuk menjamin kelestarian
populasi Gajah Sumatera dalam jangka panjang.
Fakta semakin menurunnya populasi gajah karena penyempitan dan fragmentasi
habitat, konflik dengan manusia, dan perburuan liar, menjadikan Gajah Sumatera
termasuk satwa yang terancam punah dan terdaftar dalam IUCN

Red List of

Threatened Species (IUCN, 2008), dan termasuk dalam Appendix I dari Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Kategori terancam punah yang dimaksud adalah Gajah Sumatra liar (di alam) hanya
terdapat dalam populasi yang kecil karena sebaran geografisnya sempit/terbatas dan
kepadatan populasinya rendah (Mackenzie et al, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis mengembangkan permasalahan pokok yang dibahas dalam
makalah ini, yaitu:
1. Apa penyebab kepunahan gajah sumatera ?
2. Bagaimana Potensi Habitat Gajah Sumatera?
3. Bagaimana penanganan pemerintah untuk menanggulangi kepunahan gajah ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui penyebab kepunahan gajah
2. Hubungan antara habitat dan kepunahan gajah
3. Mengetahui cara penanganan agar gajah tidak punah

BAB II
Pembahasan

2.1 Perburuan Liar


Menurut humas WWF, kematian gajah sumatera dapat disebabkan karena
berbagai faktor. Salah satu faktor penyebab gajah mati adalah adanya masalah dengan
masyarakat sekitar, karena adanya pengurangan areal hutan serta adanya perburuan
liar. Konflik tersebut telah berujung dengan adanya gajah yang di racun. Selain itu
perburuan liar yang di lakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, telah
menyebabkan banyak gajah yang mati, karena telah ditemukan adanya bangkai gajah
yang telah di ambil gadingnya, jelas Syamsidar.
Tingkat kematian gajah yang semakin tinggi tidak sebanding dengan
pengungkapan para pelaku pembunuh gajah, pelakunya tidak tertangkap serta jarang
diketahui karena bangkai gajah yang telah ditemukan sering kali hanya tinggal tulang
belulang saja, jelas Syamsidar. Pada tahun 2011, WWF telah mencatat sebanyak 10
kasus kematian gajah Sumatera. Gajah yang mati tanpa gading di temukan di hutan
dan perkebunan kota Duri, Bengkalis serta di Kabupaten Kuatan Singingi.
Sepanjang tahun 2012 telah mencatat sebanyak 15 kasus bangaki gajah yang
telah di temukan di kawasan Taman Nasional Tesso Nillo yang ada di Kabupaten
Pelalawan. Tahun 2013 telah ditemukan sebanyak 13 kasus kematian gajah mulai dari
anak hingga gajah dewasa. Pada tahun 2014 ini, telah ada 8 kasus kematian gajah
yang telah ditemukan dengan kondisi yang sangat mengenaskan. 1 bangkai gajah
ditemukan di kawasan Minas, Kota Dumai dan 7 sisanya telah ditemukan di
Pelalawan.
Konflik yang terjadi antara manusia dengan gajah disebabkan karena semakin
banyaknya industri perkebunan serta hutan tanam industri. Selama 20 tahun terakhir,
luas hutan Riau telah berkurang hingga 56,8% atau sekitar 182.140 hektar, ungkap
Syamsidar. Hingga tahun 2014 hutan di Riau hanya 10% yang masih layak digunakan
sebagai habitat gajah, karena bagian lainnya berupa rawa yang tidak disukai gajah,
tambahnya.
6

7 gajah yang mati belakangan ini, polisi hutan di Dinas Kehutanan Pelalawan
masih melakukan penyelidikan. Penyelidikan tersebut juga dibantu oleh Polda Riau
melalui jajarannya di Polres Pelalawan. 2 tengkorak gajah yang ditemukan telah di
bawa ke Camp Baserah, Ukui, Pelalawan untuk dilakukan otopsi, ungkap Guntur,
polisi hutan. 7 ekor gajah yang telah mati, dikarenakan telah di racun sekitar 3 bulan
yang lalu, kesimpulan untuk sementara kematian gajah tersebut akibat diracun, bukan
di bunuh, tambah Guntur.
2.2 Kelompok Gajah
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) telah punah dan sebagian
berstatus kritis di lebih dari separuh habitatnya di Pulau Sumatera. Alih fungsi hutan
dan tingginya konflik dengan manusia dinilai menjadi penyebab penyusutan drastis
populasi gajah.
Data Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) menunjukkan, dari 56
habitat, gajah dinyatakan punah sejak lima tahun terakhir di 13 lokasi dan berstatus
kritis di 11 lokasi. Selain itu, populasi gajah di ambang kritis di 2 lokasi.
Ketua FKGI Krismanko Padang mengatakan, Jumat (11/4/2014), di Jambi,
habisnya gajah dari habitatnya, antara lain, karena dibunuh atau mati karena tidak ada
lagi sumber pangan setelah hutan beralih menjadi kebun dan permukiman. Kondisi ini
terjadi di 6 lokasi habitat gajah di Riau, 3 lokasi di Sumatera Selatan, 2 lokasi di
Jambi, serta masing-masing 1 lokasi di Bengkulu dan Sumatera Barat.
Lokasi populasi gajah yang dinyatakan kritis antara lain di Bukit Salero dan
Gunung Raya yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
Sumatera Selatan. Di lokasi itu hanya ada empat gajah. Idealnya, populasi gajah
sebanyak 30-60 ekor per habitat.
Di banyak wilayah lain, keberlangsungan hidup gajah sumatera juga
mengkhawatirkan. Krismanko mencontohkan, ketika survei di ekosistem Bukit
Tigapuluh, Jambi, tahun lalu, ia mendapati dua kelompok besar gajah berjumlah 90an ekor. Namun, satu kelompok diketahui terpecah tahun ini, diduga akibat
pembukaan areal perambahan di salah satu hutan. Sebagian anggota kawanan
terganggu pembukaan hutan sehingga terpisah dari kelompoknya, katanya.
Keberadaan gajah yang terpisah-pisah, ujar Krismanko, berbahaya bagi
keberlanjutannya. Jika gajah dalam kelompok menyusut, misalnya hanya terdiri dari

induk dan anak-anak, perkembangbiakannya akan jadi masalah. Akhirnya kelompok


gajah ini bisa punah, katanya.
Organisasi Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah menetapkan
gajah sumatera ke dalam daftar merah (berstatus kritis). FKGI memperkirakan,
populasi gajah sumatera tinggal 1.800 ekor, tersebar di Sumatera dan Kalimantan
Utara.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan
Bambang Novianto menyatakan, gajah sumatera termasuk spesies satwa prioritas
untuk diselamatkan. Pemerintah pusat menargetkan pertambahan populasi 3 persen
pada gajah sumatera dan gajah kalimantan.
Harus dilakukan penanganan konflik manusia-gajah secara cepat dan terpadu
melibatkan semua pihak terkait. Kondisi gajah sumatera sangat kritis. Jambi adalah
salah satu kantong terakhir gajah sumatera, ujarnya.
Agusrizal dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menyatakan, konsep
penyelamatan gajah sumatera dapat dilakukan secara terpadu tanpa perlu merelokasi.
Untuk menghubungkan antar- kelompok gajah, perlu dibuat koridor penghubung.
Setiap perusahaan perkebunan memiliki rencana kerja usaha tahunan. Perusahaan
berkewajiban mengalokasikan areal kebun untuk konservasi satwa. Alokasi area ini
akan disesuaikan dengan data area distribusi gajah, ujarnya.
Di sepanjang koridor akan disiapkan area pakan gajah. Kebun yang dilewati
gajah diberi pengamanan pagar listrik.

2.3 Kepunahan Gajah Sumatera


Punahnya gajah sumatera terjadi karena pecahnya kelompok-kelompok besar
gajah yang menjadi kelompok-kelopmpok kecil. Misalnya satu kelompok gajah yang
terdiri dari induk dan anak-anaknya perkembang biakannya menjadi masalah. Hal ini
terjadi karena adanya fungsi alih hutan. Hutan yang awalnya menjadi habitat gajah,
diubah fungsinya menjadi perkebunan industri kelapa sawit dan industri produksi
kertas. Untuk menangani hal ini, perlu adanya campur tangan dari pemerintah.
Pemerintah perlu mempertimbangkan secara dalam dengan dinas-dinas yang
berhubungan mengenai fungsi hutan sebagai habitat gajah. Perlu adanya pengawasan
agar tidak terjadi kasus suap dalam project-project pendirian perkebunan ataupun
industri.
8

Habitat gajah yang mulai bermasalah mengakibatkan gajah sering terbunuh


akibat manusia karena gajah memasuki pemukiman penduduk. Manusia membunuh
gajah dengan alasan perlindungan diri. Perlunya pembatas antara permukiman dengan
habitat gajah agar gajah tidak dapat menjangkau pemukinan warga.

Faktor ekonomi perorangan juga dapat menjadi salah satu penyebab punahnya
gajah sumatera. Kurangnya lapangan pekerjaan dan angka kemiskinan yang tinggi
menyebabkan terjadinya perburuan gajah yang ilegal oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab sebagai mata pencaharian. Perlu diberikan peringatan dini,
pengetahuan bahwa pemburuan liar itu dilarang dan dapat menyebabkan kepunahan
gajah.
2.4 Menanggulangi Kepunahan Gajah Sumatera
Cara penanggulangan gajah sumatera Agar tidak terjadi kepunahan maka pemerintah beserta
instansi terkait melakukan usaha untuk mencegah terjadinya kepunahan dengan beberapa
cara, antara lain:
1. Menetapkan suaka marga satwa sebagai tempat untuk melindungi hewan tertentu
terutama gajah sumatera.
2. Membuat cagar alam sebagai tempat perlindungan dan pelestarian hewan, tumbuhan,
tanah dan air.
3. Membuat hutan lindung sebagai tempat untuk melindungi air/daerah resapan air
karena dihutan dengan tumbuhan yang menutupinya jika terjadi hujan maka air akan
tertahan dan diserap tanah
4. Inseminasi Buatan adalah perkembangbiakan pada hewan dengan cara menyuntikkan
sperma dari hewan jantan pada hewan betina. Inseminasi buatan ini biasa dilakukan
pada gajah sumatera karena jumlahnya di alam bebas yang semakin sedikit. Tidak
semua orang dapat melakukan inseminasi buatan, biasanya dilakukan oleh dokter
hewan di suatu lembaga pelestarian,misalnya kebun binatang.
5. Memberikan pemahaman kepada maasyarakat akan pentingya melestarikan gajah
sumatera, serta pihak berwajib harus memberikan sanksi hukum yang sesuai agar
memberikan efek jera kepada pelaku yang merusak habitat gajah sumatera.
Berpartisipasi dalam pelestarian gajah suamatera atau secara umum makhluk hidup bukan
tanggung jawab pemerintah saja, namun kita sebagai manusia dan makhluk Tuhan harus ikut
9

menjaga kelestarian makhluk hidup dan lingkungannya. Apa saja yang kita dapat lakukan
untuk melestarikan lingkungan dan makhluk hidup? Kita mulai dari lingkungan terkecil,
misalnya rumah dan tempat tinggal kita dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.
Pemeliharaan hewan tertentu oleh pribadi misalnya memelihara orangutan, burung yang
termasuk langka sebaiknya tidak dilakukan melainkan kita serahkan kepada lembaga yang
bertugas menjaga kelestarian lingkungan misalnya kebun binatang.Memperbanyak jenis
hewan tertentu yang biasa kita gunakan sebagai sumber makanan misalnya dengan berternak
ayam, sapi. Kesadaran manusia akan pentingnya keseimbangan alam diharapkan sekali dalam
usaha pelestarian makhluk hidup. Pemburuan liar yang dilakukan untuk menangkap hewan
harus di hindari dan didukung dengan cara tidak membeli hewan langka dan bagian-bagian
hewan tersebut. Dengan demikian usaha penjualan hewan langka menjadi terhenti.

10

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Kerusakan hutan dan fragmentasi habitat merupakan masalah serius bagi kelestarian
gajah sumatera, selain itu gajah sumatera dibunuh untuk mendapatkan gadingnya dan
terlibat konflik dengan masyarakat.

Berkurangnya area hutan sebagai habitat alami gajah, mengakibatkan gajah sumatera
ini mudah untuk utuk diburu oleh para pemburu liar. Selain itu gajah sumatera jadi
masuk ke wilayah pertanian masyarakat yang memicu konflik dengan masyarakat.

Untuk menanggulangi kepunahan gajah sumaetra ini pemerintah harus mengambil


langkah yang tegas, yaitu dengan menjaga habitat asli mereka, menahan laju
penyempitan hutan untuk kelapa sawit serta memberikan sanksi kepada para pemburu
liar yang membunuh gajah.

3.2 Saran

Untuk meanggulangi maraknya pemburuan liar pada gajah sumatera baiknya


pemerintah memberikan sanksi yang sangat berat kepada para pemburu liar.

Memperketat pengewasan pada habitat gjah sumatera, baik dengan memperbanyak


polisi hutan ataupun memasang kamera cctv pada titik tertentu agar proses pemburuan
liar bias terawasi dan bias itanggulangi secara dini.

11

Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/59221446/Cara-Penanggulangan-Hewan-Langka
http://www.dw.de/pembunuhan-gajah-meningkat-di-indonesia/a-16859343
http://www.wwf.or.id/?24060/Hilangnya-habitat-mendesak-gajah-Sumatera-selangkahmenuju-kepunahan

12

Anda mungkin juga menyukai