Anda di halaman 1dari 32

Bahasa arab

Maf'ul Mutlaq adalah isim manshub yang disebutkan untuk 3 keadaan:


y y y

Untuk menegaskan suatu perbuatan Untuk menjelaskan bilangan perbuatan Untuk menjelaskan jenis/sifat perbuatan

Contoh sebagai penegas perbuatan

Aku telah menghafal pelajaran itu dengan sebenar-benarnya hafal Kata merupakan isim manshub dengan fathah karena isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Kata tersebut berfungsi untuk menegaskan perbuatan. Jika dilihat dari bentuk katanya, maful mutlaq merupakan isim yang berasal dari lafad fiilnya, dalam ilmu shorof dinamakan isim masdar. Sehingga untuk membuat maful bih suatu fiil, dengan cara mengubah fiil tersebut menjadi isim masdar. Contoh untuk menjelaskan bilangan Aku memukulnya dengan satu kali pukulan Kata merupakan isim manshub dengan fathah, karena isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Pada kalimat ini, maful mutlaq berfungsi sebagai penjelas bilangan dari perbuatan. Jika kita belajar ilmu shorof, kita akan temukan bentuk isim masdar yang lebih dari satu, seperti halnya pada contoh di atas. Kata dapat mempunyai isim masdar yang lebih dari satu, dan penggunaannya bermacam-macam, ada yang untuk sebagai penjelas perbuatan atau untuk menjelaskan bilangan, sehingga untuk dapat membentuk suatu kalimat yang mempunyai maful mutlaq, maka perlu adanya pengetahuan tentang bentuk-bentuk isim masdar dari suatu fiil. Contoh untuk menjelaskan jenis/sifat "Barang siapa yang keluar dari ketaatan Sulthon sejengkal saja, kemudian ia mati,maka seperti kematian jahiliyah" pada kalimat di atas terdapat kata dalam keadaan manshub. Kata tersebut merupakan .

maful bih karena berfungsi sebagai penjelas jenis dari fiil yang dipakai yakni

Pada kondisi ini, maful bih harus diikuti oleh naat. Sehingga maful bih yang berfungsi untuk menjelaskan jenis/sifat fiil harus diikuti oleh naat/sifat atau disandarkan ke isim yang lainnya. Untuk mempermudah pemahaman, perhatikan tabel berikut

Untuk menjelaskan jenis/sifat

Untuk menjelaskann bilangan

Untuk penegas perbuatan

Aku memukul dengan pukulan yang keras Aku duduk seperti duduknya ulama

Aku memukul dengan satu pukulan Aku meminum dengan satu kali tegukan

Aku benar-benar memukul

Aku benar-benar meminum

Pengertian Taukid Taukid adalah kata penegasan yang memberikan penekanan akan sesuatu yang ingin disampaikan. Dalam istilah bahasa Indonesia, kata taukid bisa berupa kata sungguh atau benar-benar . Dalam istilah bahasa arab, taukid merupakan tawabi (pengikut) yang disebutkan setelah kata yang ingin ditekankan, yang digunakan untuk menghilangkan keraguan dari pendengar. Contoh:

(wajaa`a robbuka wal malaku shoffan shoffan) Tuhanmu datang sedangkan malaikat dalam keadaan bershaf-shaf.

Pembagian Taukid Kata taukid terbagi menjadi 2, taukid lafdzi dan ma nawi. Taukid lafdzi adalah taukid yang diketahui dengan adanya tambahan lafad yang sama dengan yang kata yang ingin ditekankan. Contoh:

(jaa`a muhammadun muhammadun)

Muhammad benar-benar datang Kata yang terakhir, marfu dengan dhommah sebagai taukid.

Adapun taukid ma nawi adalah taukid yang diketahui dengan adanya penggunaan lafadz-lafadz taukid, seperti:

1. 2. 3.

(an-nafsu) (al- ainu) (kilaa, digunakan untuk 2 orang laki-laki)

4. 5. 6.

(kilta, digunakan untuk 2 orang perempuan) (kullu) (jamii u)

7.

( aammatu)

Catatan Dari keseluruhan lafadz taukid ini, maka setelah taukid, harus ditambahkan dhomir, yang kembali kepada kata yang ingin ditekankan. Terlihat pada contoh-contoh di atas, setelah lafadz taukid, ada dhomir yaTamyiz

Arti Tamyiz

Tamyiz ialah isim manshub yang berfungsi menjelaskan dzat yang samar, seperti dalam contoh perkataan di bawah ini:

= Zaid mencucurkan keringat. (kata keringat itu menjelaskan keadaan diri Zaid); = Bakar menurunkan lemak tubuhnya; = Muhammad baik orangnya; = aku telah membeli dua puluh orang pelayan atau budak; = aku telah memiliki sembilan puluh ekor kambing; = ayah Zaid lebih mulia daripada kamu; = dan wajahnya (parasnya) lebih cantik daripada kamu.

Tamyiz tidak akan terjadi, kecuali harus dengan isim nakirah dan tidak akan terjadi pula, kecuali sesudah kalam tamam atau sempurna (seperti halnya hl). Kata nazhim:

Definisi tamyiz ialah, isim yang di-nashab-kan dan menjelaskan keglobalan nisbat atau keglobalan dzat jenis tertentu.
ng mengikutinya.

Arti Tamyiz

Tamyiz ialah isim manshub yang berfungsi menjelaskan dzat yang samar, seperti dalam contoh perkataan di bawah ini:

= Zaid mencucurkan keringat. (kata keringat itu menjelaskan keadaan diri Zaid); = Bakar menurunkan lemak tubuhnya; = Muhammad baik orangnya; = aku telah membeli dua puluh orang pelayan atau budak; = aku telah memiliki sembilan puluh ekor kambing; = ayah Zaid lebih mulia daripada kamu; = dan wajahnya (parasnya) lebih cantik daripada kamu.

Tamyiz tidak akan terjadi, kecuali harus dengan isim nakirah dan tidak akan terjadi pula, kecuali sesudah kalam tamam atau sempurna (seperti halnya hl).

Definisi tamyiz ialah, isim yang di-nashab-kan dan menjelaskan keglobalan nisbat atau keglobalan dzat jenis tertentu.

Persamaan Zakat dengan Pajak


1. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi. 2. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya. 3. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara. 4. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu didunia. 5. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat. Perbedaan Zakat dengan Pajak Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat. Sebab antara keduanya, ternyata ada perbedaan-perbedan mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Kami buatkan tabel yang mengungkapkan bagaimana perbedaan zakat dengan pajak. Silahkan anda perhatikan baik-baik tabel berikut ini, semoga bermanfaat.

A. PENGERTIAN ZAKAT 1. Teori Zakat Zakat menurut bahasa berasal dari kata zakaa, yang artinya bertambah dan berkembang sebagaimana ungkapan orang Arab zakaa al-jaru, artinya pohon tersebut tumbuh dan berkembang. Apabila kalimat zakaa dinisbahkan pada orang biasya bermakna al-ishlah yang berarti memiliki kebaikan yang lebih.[i] Makna yang menunjukkan suci dan bersih sesuai dengan al-Quran surat at-Taubah ayat 103 yang artinya: ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Hubungan pengertian zakat secara bahasa dan istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, bertambah, berkembang dan bertambah, suci dan bersih (baik).[ii] Di dalam al-Quran dan as-Sunnah terdapat beberapa kata yang sering dipergunakan untuk zakat, yaitu shadaqah (benar), infaq (mengeluarkan sesuatu kebaikan selain zakat) dan hak (zakat merupakan hak para mustahik atau penerimanya). Sedangkan zakat menurut istilah sebagaimana ditulis oleh al-Mawardi dalam kitab al-Hawi, ialah pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu. 2. Syarat dan Harta Wajib Zakat a. Syarat Wajib Zakat Para ahli fiqih bersepakat bahwa zakat diwajibkan kepada orang yang merdeka, beragama Islam, baligh dan berakal, mengetahui bahwa zakat adalah wajib hukumnya, lelaki atau perempuan. Dalam hal ini banyak sekali perbedaan pendapat antara para ulama mengenai harta anak kecil dan orang gila, apakah wajib zakat atau tidak atas mereka. Namun sebagian besar ulama

Syafiiyah, Malikiyah dan Hanabillah berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila yang ditunaikan oleh walinya.[iii] b. Harta Wajib Zakat Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, maka dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek wajib zakat pun harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut: 1) Harta milik penuh (al-milku at-tam), yakni bahwa pemilik harta tersebut memungkinkan untuk mempergunakan dan mengambil manfaat harta itu secara penuh.[iv] Harta yang dizakati ini harus didapatkan melalui cara yang dibenarkan syara dan tidak diwajibkan atas harta yang didapat secara haram. 2) Berkembang (an namaa), maksudnya harta tersebut dapat bertambah bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. Kalau ulama terdahulu mengkategorikan zakat hanya pada 5 (lima) kategori, maka ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Qardhawi menambah 4 (empat) kategori baru sesuai dengan perkembangan sarana untuk menumbuhkembangkan potensi kekayaan tersebut. 3) Cukup nisbah, artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan syara. 4) Lebih dari kebutuhan pokok, yakni lebih dari kebutuhan minimal yang harus dipenuhi setiap hari seperti sandang, pangan dan papan. Apabila kebutuhan hidup minimal ini masih belum mampu untuk dipenuhi setiap harinya, maka yang bersangkutan terbebas dari zakat. 5) Bebas dari hutang. Orang yang memiliki hutang yang besar dan mengurangi nilai nisbah kena zakat, maka ia tidak berkewajiban membayar zakat. Adapun hutang-hutangnya harus diselesaikan dahulu, oleh karena itu zakat dikenakan bagi orang kaya yang memiliki harta lebih. 6) Sudah satu tahun. Maksudnya kepemilikan harta tersebut sudah lewat dari 12 bulan Qomariyah.[v] Masa satu tahun ini hanya berlaku bagi ternak, uang, harta benda yang diperdagangkan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan, rikaz (barang temuan) dan lain-lain yang sejenis tidak disyaratkan. 3. Macam-Macam Zakat Zakat terbagi menjadi dua bagaian, yaitu: 1. Zakat Fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah pada bulan Ramadhan. Disebut pula dengan sedekah fitrah. Zakat ini diwajibkan pada tahun kedua hijriah, yaitu tahun diwajibkannya puasa, yang bertujuan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberik makan pada orangorang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada Hari Raya Idul Fitri.

2. Zakat Harta (al-maal), yakni zakat yang dikeluarkan karena telah diperolehnya suatu harta kekayaan. Harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut lazimnya. Sesuatu dapat disebut harta (al-maal) jika memenuhi dua syarat, yaitu:[vi] 1) Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun dan dikuasai 2) Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan lazimnya. Sedangkan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya meliputi: 1) Hasil pertanian, 2) Harta terpendam, barang tambang dan kekayaan laut, 3) Emas dan perak, 4) Perniagaan dan perusahaan, 5) Binatang ternak, 6) Saham dan surat berharga, 7) Hadiah atau harta tidak terduga, dan Profesi. 4. Orang Yang Berhak Menerima Zakat Adapun orang-orang yang berhak mendapatkan harta dari zakat terbagi ke dalam delapan golongan (ashnaf ) sebagaimana dipaparkan sebagai berikut: 1. Fakir, adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau sumber pendapatan yang jelas dan tidak mencukupi kebutuhan hidup minimalnya. 2. Miskin, ialah orang yang mempunyai pekerjaan atau sumber penghasilan yang jelas tetapi belum bias memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. 3. Rikab, yaitu orang yang keadaannya dapat dikategorikan sebagai budak, yakni orang yang secara ekonomis tertekan oleh lingkungannya seperti pembantu rumah tangga atau orang yang hidupnya menggantungkan diri kepada orang lain. 4. Gharimin, adalah orang yang tidak mampun melunasi hutangnya (pailit), atau kewajiban hutangnya lebih besar dari pada kekayaannya. 5. Sabilillah, ialah orang yang sedang melakukan kegiataan atau usaha dalam rangka menegakkan hukum Allah SWT, seperti penyelenggaraan pendidikan dan dakwah Islam. 6. Ibnu Sabil, adalah segala macam kegiatan atau usaha dalam rangka mendukung lancarnya suatu perjalanan, pembangunan fasilitas transportasi, pembangunan sarana jalan, jembatan, atau komunikasi untuk membuka daerah terpencil.

7. Muallaf, yaitu orang yang baru memeluk agama Islam, atau usaha-usaha dan kegiatan dalam rangka meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam terutama bagi orang muslim yang pengetahuan agamay masih kurang. 8. Amil, yakni orang atau organisasi berikut system administrasinya untuk mendukung lancarnya kegiatan penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat. 5. Landasan Hukum Zakat Hukum zakat bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah sebagai berikut: 1. Al-Quran 1) Surat At- Taubah ayat 103: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 2) Surat Al-Baqarah ayat 267: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 3) Surat Al-Bayyinah ayat 5: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. 1. As-Sunnah Dari Ibu Abbas: bahwa Nabi SAW mengutus Muadz ke Yaman, maka Nabi bersabda: Ajaklah mereka (penduduk Yaman) untuk mengucapkan syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku (Muhammad) utusan Allah. Jika mereka menaati kepada hal itu, maka beritahukanlah bahwa Allah menwajibkan bagi mereka lima shalat fardhu dalam sehari semalan. Jika mereka telah maati kepada hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan adanya sedekah (zakat) atas harta mereka dan berikan kepada mereka yang miskin. 6. Hikmah Zakat Ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman yang keras terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat. Kewajiban menunaikan zakat demikian tegas dan murlak, oleh karena di dalamnya terkandung hikmah dan manfaat yang besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzakki, mustahik, harta yang dikeluarkan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Diantara hikmahnya adalah sebagai berikut: 1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Alla SWT,

2. Menolong, membantu dan membina para mustahik, terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, 3. Pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga mengurangi kesejangan antara orang yang mempunyai limpahan harta dengan orang yang kekurangan hartanya.

4.Peran Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat


5. arafat_hs | Jan 10, 2011 | Comments 0 6. Zakat adalah ibadah maliyah ijtimaiyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi doktrin Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat. Zakat memiliki peran sangat vital dalam pemberantasan kemiskinan. 7. Ali bin Abi Thalib pernah berkata, Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya. Makna ucapan khalifah keempat tersebut ialah pendeklarasian perang terhadap kemiskinan. 8. Sejarah membuktikan di zaman sahabat, Ummayah dan Abbasiah, zakat memainkan perannya dalam pemberdayaan ekonomi umat. Zakat yang dikelola secara transparan dan rapi khususnya pada masa Umar bin Abdul Aziz, bahkan pada masa Kalifah AlManshur, membuat negara memiliki surplus dana Baitul Mal sebanyak 810 juta dirham, yang disimpan sebagai devisa. 9. Keberhasilan zakat dalam mengentaskan kemiskinan disebabkan zakat tidak saja diperuntukkan bagi kepentingan konsumtif, tetapi lebih banyak untuk kepentingan produktif. Penyaluran dan penggunaan dana untuk keperluan produktif bisa diberikan dalam bentuk bantuan modal kepada mereka yang masih punya kemampuan bekerja dan berusaha. 10. Tentunya, disertai pula dengan dukungan teknik dan manajemen bagi kaum ekonomi lemah, sehingga mereka bisa mandiri dan terlepas dari kemiskinan. Diharapkan pada tahun berikutnya si mustahik telah berubah menjadi muzakki. 11. Inilah yang pernah diisyaratkan Nabi Muhammad Saw dalam hadits Bukhari, Berzakatlah kalian, niscaya akan datang suatu masa, seorang muzakki (pembayar zakat) membawa zakat harta-nya, tetapi tidak menemukan lagi orang yang berhak menerimanya. 12. Orang yang ditawari mengatakan: Sekiranya anda datang tahun yang lalu, maka saya menerimanya. Sekarang saya tidak lagi menjumpai di Daulah Islamiyah yang sangat luas itu. Oleh karena kemiskinan absolut telah berhasil dihapuskan, maka distribusi zakat mengalami kesulitan, terpaksa diserahkan kepada kelompok non-muslim (muallaf) di Afrika Utara. (Agustianto)
Zakat Dan Manajemennya Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Islam menempatkan harta atau dalam bahasa Arab disebut mal yang berarti condong sebagai kebutuhan essensial (al-dlaruriyat) bagi kehidupan manusia. Ketika seseorang susah makan, maka ia bisa melakukan apa saja yang secara umum negatif, hanya sekedar untuk dapat menutupi kebutuhan

dasarnya itu. Atau bahkan dapat menggadaikan atau menjual akidah/agamanya. Rasulullah saw wantiwanti kepada umatnya artinya nyaris orang fakir itu menjadi kafir . Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset - lembaga - ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial dan strategis bagi upaya memberdayakan ekonomi dan kesejahteraan ummat. Karena itu al-Qur an memberi rambu agar zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang yang benar-benar berhak menerima zakat). Jika zakat merupakan sadaqah wajib, maka infaq dan sadaqah adalah pemberian sebagian harta atau rizqi yang kita peroleh untuk saudara-saudara kita yang sangat memerlukan. Karena Islam tidak menyukai, apabila harta itu hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Dalam soal manajemen, ada pengalaman yang menarik bahwa pada awal Islam, zakat dikelola negara / pemerintah. Pendapat demikian memang dapat diperdebatkan. Kalau Rasulullah saw. diposisikan sebagai Nabi dan Negarawan (the Prophet and Statesmen) maka keberadaan beliau selain sebagai pemimpin agama, juga sebagai pemimpin negara dan pemerintahan. Tidak salah orang yang berpendapat bahwa Islam adalah agama dan negara (al-Islam huwa al-din wa al-daulah). Praktik semacam ini diteruskan pada masa Khulafa al-Rasyidin. Pada masa Abu Bakr al-Shiddiq, warga yang enggan membayar zakat diperangi. Beliau merasa wajib untuk mengefektifkan penghimpunan zakat. Karena jika ini dibiarkan dapat menjadi preseden buruk pertama, yang dapat menghapus kepercayaan masyarakat kepada amil (panitia pengelola zakat). Memang kenyataannya yang berkembang dalam sejarah, bahwa pemerintah sebagai pengelola zakat, mengalami pergeseran. Boleh jadi karena kepercayaan kepada pemerintah yang menurun, atau karena faktor lain. Karena itu yang terpenting adalah bahwa siapapun yang dapat melaksanakan ketentuan zakat, memanaj dengan baik, dan dapat mencapai tujuan dan sasarannya, sepanjang prinsip amanah, transparansi dan akuntabilitasnya dijadikan prinsip, maka harus didukung.

Zakat dan Macamnya

1. Pengertian, Dasar dan Hukumnya

Zakat secara harfiah artinya bersih, meningkat, dan berkah. Secara istilah, zakat adalah sebagian (kadar) harta dari harta yang memenuhi syarat minimal (nisab) dan rentang waktu satu tahun (haul) yang menjadi hak mustahiq (penerima zakat).

Hukumnya wajib, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tujuannya untuk membantu mereka yang berhak. Zakat juga rukun (tiang) Islam. Dasarnya, perintah Allah dalam al-Qur an. Kata zakat dalam berbagai bentuk dan konteksnya disebut dalam al-Qur an sebanyak 60 kali, 26 kali disebut bersamasama dengan salat. Ini menunjukkan bahwa ibadah salat dilaksanakan idealnya dimanifestasikan ke dalam pembersihan diri dan harta untuk membantu mereka yang mengalami kekurangan. Beberapa dasar yang memotivasi untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sadaqah di antaranya adalah :

: .

Rasulullah saw bersabda : Barang siapa memberikan (zakat)nya, dengan mengharap pahala (dari Allah), maka baginya pahalanya, dan barang siapa menolaknya maka sesungguhnya kami, megambilnya dan separoh hartanya sebagai kewajiban dari kewajiban Tuhan kami, tidak halal bagi keluarga Muhammad sama sekali dari zakat itu . (HR. Ahmad, al-Nasa I, dan Abu Dawud).

2. Hikmah Zakat

Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa adanya kesenjangan antara manusia yang satu dengan lainnya baik dalam perolehan rizqi, pemberian, dan perolehan mata pencaharian, adalah sesuatu yang nyata, sebagai sunnatullah (hukum alam). Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Nahl, 17:71 Dan Allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam rizqi . Karena itu Allah mewajibkan kepada yang kaya untuk memberi kepada yang fakir sebagai kewajiban, bukan sunnah, dan juga bukan pemberian biasa. Di sinilah relevansi QS. Al-Dzariyat, 51:19 artinya dan dalam harta mereka terdapat hak bagi orang yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian . Islam menganjurkan kepada pemeluknya agar supaya mencari rizki sebanyak-banyaknya dengan cara yang halal. Karena dengan demikian, mereka yang kaya dapat membantu kepada yang fakir dan miskin, baik dengan cara yang wajib seperti zakat, maupun cara yang sunnah, seperti sadaqah dan infaq. Masih menurut Wahbah al-Zuhaili (1997:1790), ada empat hikmah utama zakat, yaitu sebagai berikut :

1). Memelihara harta dan membentengi dari pandangan mata dan tangan panjang orang-orang pendosa dan durhaka. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw : 0

Peliharalah harta kalian dengan (menunaikan) zakat, obatilah sakitmu dengan sadqah, dan bersiapsiaplah pada cobaan dengan do a . (HR. al-Thabrani).

2). Menolong orang-orang fakir yang membutuhkan, dengan tangan-tangan mereka untuk memulai pekerjaan dan kesungguhan sekiranya mereka mampu, membantu mereka untuk menempatkan kehidupan yang mulia jika mereka lemah. Dengan demikian masyarakat akan terjaga dari penyakit fakir atau kekurangan, dan negara dari kebodohan dan kelemahan. Masyarakat harus bertanggungjawab untuk menanggung mereka yang fakir dan mencukupi mereka. Rasulullah saw bersabda :

Sesungguhnya Allah mewajibkan bagi orang-orang Islam yang kaya pada harta mereka sekadar untuk melonggarkan orang-orang fakir (di antara) mereka, dan tidak akan berjuang orang-orang fakir ketika mereka lapar atau telanjang kecuali apa yang dilakukan orang-orang kaya mereka, ingat dan sesungguhnya Allah akan menghisab mereka dengan hisab yang sungguh-sungguh dan menyiksa mereka dengan siksaan yang menyakitkan (HR. al-Thabrani).

3). Membersihkan jiwa dari segala macam penyakit kikir dan bakhil, mem- biasakan diri orang yang beriman sifat kesungguhan dan kedermawanan. Tidak hanya terbatas pada zakat saja, tetapi bagian dari kewajiban social dalam membantu negara untuk memberi manakala ada kebutuhan, kepentingan tentara, menghalau musuh, dan membantu kaum fakir untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Untuk itulah sebagaimana penulis kemukakan di depan, dalam Islam terdapat banyak sekali instrumen ekonomi yang bertujuan untuk membantu mereka yang kekurangan, baik yang wajib maupun yang sunnah.

4). Sebagai ungkapan terima kasih (syukur) atas segala kenikmatan yang telah dilimpahkan oleh Allah swt. Al-Zuhaili menganalogikan, membayar zakat itu laksana shalat, puasa satu bulan, dan menunaikan ibadah haji.

3. Macam-macam Zakat

Adapun macam-macam zakat sebagaimana telah diketahui oleh umat Islam, adalah sebagai berikut :

1) Zakat Fitrah adalah mengeluarkan 2,5 kg ada yang menghitung 2,8 kg -- (3,1 liter) dari makanan pokok (yang senilai) yang bersangkutan (setiap orang Islam besar kecil, tua muda, tuan dan hamba) diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq), bahkan bayi yang lahir satu jam di akhir bulan Ramadhan juga wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Dasarnya adalah riwayat Ibn Umar : Rasulullah Saw mewajibkan (memfardukan) zakat fitrah dari (berbuka) Ramadan satu sha (3,1 liter/2,5 kg) -- ada yang memahami 2,8 kg -- kurma atau gandum bagi setiap muslim merdeka atau hamba lakilaki atau perempuan . (HR.al-Bukhary dan Muslim).

2). Zakat Mal (harta) meliputi :

Menurut hemat saya, harta yang paling dulu harus dikeluarkan zakatnya adalah harta perniagaan dan harta yang diperoleh dari kegiatan jasa, yang sering disebut dengan zakat profesi. Dasarnya adalah Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah, 2:267 :

267 Wahai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baikbaik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji .

Ayat tersebut, secara redaksional mendahulukan perintah mengeluarkan zakat dari harta-harta yang diperoleh dari hasil usaha yang baik-baik (min thayyibati ma kasabtum). Karena itu segala macam usaha atau jasa, seperti dokter, pegawai negeri sipil, TNI, Polri, makelar, konsultan, penceramah, penulis, dan segala macam usaha yang halal, bahkan tukang pijat pun kalau itu baik dan professional, apabila telah sampai batas minimal (nishab) dan satu tahun (haul) maka wajib mengeluarkan zakatnya. Ubaid ibn Rifa ah mengatakan bahwa Rasulullah saw bersama kami dan bersabda : Wahai para pedagang, kalian pada sembrono (fujjar)kecuali orang yang bertaqwa, berbuat kebaikan dan bersedekah, dan berkata dengan harta begini dan begini . Beliau juga bersabda : Sembilan persepuluh rizqi adalah dalam perdagangan (jasa), dan sepersepuluh lainnya adalah kebendaan . Abu al-Fadhl al-Thibrisy (2:191) menjelaskan bahwa perintah anifiqu pada ayat di atas adalah perintah zakat. Demikian kata Ubaidah al-Salmany dan al-Hasan. Al-Thibrisy berpendapat bahwa yang paling benar (al-ashahh) adalah bahwa perintah anfiqu pada ayat tersebut meliputi yang wajib (zakat) dan sunnah (nafilah). Maksudnya, adalah pengeluaran harta untuk jalan kebaikan dan perbuatan yang baik secara umum.

Dalam pemahaman ayat, sebaiknya urutan pertama yang harus didahulukan, yaitu zakat dari hasil usaha atau jasa yang baik-baik (min thayyibati ma kasabtum) tadi, baru setelah itu zakat pada hasil bumi, apakah itu pertanian, pertambangan, perkebunan, dan lain-lain, termasuk gas yang tidak tampak secara fisik-material, tetapi mempunyai nilai ekonomi tinggi, yang dalam bahasa Alqur an termasuk dalam cakupan ..dan dari apa-apa yang Kami (Allah) keluarkan bagi kalian dari bumi (wa mimma akhrajna lakum min al-ardl). Sampai tulisan ini disiapkan, kebanyakan orang atau pendapat, menempatkan zakat profesi atau perniagaan ini pada bagian terakhir, termasuk dalam Undang-undang Nomor : 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 11 ayat (2) menyatakan zakat hasil pendapatan dan jasa baca profesi -ditempatkan pada bagian belakangan, dan yang terakhir rikaz. Harta yang dikenai zakat adalah : a). Emas, perak, dan uang. b). Perdagangan dan perusahaan. c). Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. d). Hasil pertambangan. e). Hasil peternakan. f). Hasil pendapatan dan jasa. g). Rikaz. Sementara dalam kitab-kitab fiqh, masing-masing ulama berbeda pendapat dalam menempatkan urutan harta yang dikenakan zakat. Dalam Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba ah (t.th.:596) misalnya, harta yang dikenakan zakat adalah : a). Binatang ternak, seperti unta, sapi, kerbau, atau kambing. b). Emas dan perak. c). Makanan yang mengenyangkan dan sejenisnya. d). Buah-buahan. e). Harta perniagaan. Ilustrasi di atas menegaskan kepada kita bahwa pertama, yang harus didahulukan adalah zakat jasa atau profesi dengan segala macam ragamnya, selama itu positif dan termasuk baik (thayyibati ma kasabtum) maka hasilnya wajib dizakati. Kedua, segala yang keluar atau dikeluarkan dari bumi, sepanjang itu bernilai ekonomi dan halal, apakah itu tambang, seperti emas, perak, batu bara, platinum, minyak, gas, tembaga, batu, pasir, dan belerang, atau tumbuh-tumbuhan, apakah itu yang dalam bahasa fiqh disebut makanan pokok (qut atau memberi kekuatan) maupun tumbuh-tumbuhan pertanian, perkebunan, dan atau buah-buahan, seperti padi, jagung, gandum, klengkeng, melon, apel, anggur, kurma, semangka, atau tembakau, melati dan bunga-bunga lainnya, semuanya wajib dikeluarkan zakatnya (Wahbah alZuhaili :1799). Jadi selama usaha yang dilakukan termasuk kategori usaha yang baik dan halal (thayyib), maka penghasilannya sepanjang telah memenuhi nisab (batas minimal) dan haul (satu tahun) dengan memahami petunjuk umum (dalalah ammah) atau menggunakan metode qiyas, maka wajib dizakati. Demikian juga segala macam hasil bumi baik yang dari dalam maupun di luar, wajib dizakati.

Syarat-syarat dan Penghitungan Zakat :

Zakat sebagai ibadah ijtima iyah maliyah (sosial kebendaan) baru diwajibkan ketika orang-orang yang memiliki harta memenuhi syarat sebagai berikut : 1). Islam; 2). Merdeka; 3). Milik sempurna; 4). Cukup satu nishab (batas minimal); 5). Satu tahun (al-haul) untuk beberapa jenis zakat.

Adapun cara penghitungannya masing-masing Ulama terkadang ada yang berbeda dalam menentukan batas minimal (nishab) harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Di bawah ini secara sederhana penulis sajikan tabel sebagai berikut :

Jenis harta, Nishab dan Zakatnya

No Jenis barang Nisab Zakat Keterangan 01 Zakat Profesi analog dg emas 85 gram (ada yg 92 atau 96 gram emas) 2,5 % x Rp 12.750.000,- = Rp 318.500,00- harga emas 1 gr = dihitung Rp 150.000,85 x Rp 150.000,= Rp 12.750.000,02 Ternak Unta 5 - 9 ekor 10 - 14 ekor 1 kambing 2 kambing usia 2 tahun 2 tahun (dst) Ternak kerbau 30 - 39 ekor 40 - 59 ekor 60 - 69 ekor 1 kerbau 1 kerbau 2 kerbau 2 tahun Ternak kambing 40 - 120 ekor 120 - 200 ekor 210 - 399 ekor 1 kambing betina 2 kambing betina 3 kambing betina 2 tahun 03 Emas 20 misqal 2,5 %=0,5 misqal 20 misqal =93,6gr

Perak 200 dirham 2,5 %=5 dirham 200 dirham =624 gr. Perhiasan lebih (simpanan) 20 misqal 2,5 %=0,5 misqal 04 Makanan pokok lebih dr 5 wasaq = 200 dirham 1/10 irigasi alam 1/20 irigasi biaya setiap panen 1 wasaq = 40 dirham 05 Buah-buahan (segala macam) lebih dr 5 wasaq = 200 dirham 1/10 irigasi alam 1/20 irigasi biaya setiap panen 1 wasaq = 40 dirham 06 Perniagaan analog dg emas 85, 92, atau 96 gram 2,5 % = Rp 210.000,00. 1 tahun dari awal penghitungan

Selain jenis harta seperti diuraikan di atas, dalam perkembangan kehidupan perekonomian modern, seseorang akan merasa lebih aman misalnya, ketika menyimpan uangnya di bank, apakah itu berbentuk saham, deposito, tabungan, dan lain-lain, maka menurut Wahbah al-Zuhaili, juga wajib dizakati. Demikian juga, hutang atau kredit, untuk kepentingan usaha. Karena pengertian hutang yang termasuk kategori gharim adalah hutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam penghitungan nishab, dalam kenyataannya boleh jadi dari macam-macam harta yang wajib dizakati, jika dihitung satuan-satuannya tidak memenuhi nishab. Oleh karena itu, penghitungannya dapat dilakukan secara kolektif. Tetapi jika masing-masing harta tersebut memenuhi satu nishab, maka penghitungan zakatnya dihitung dari masing-masing jenis harta.

Amil dan Manajemen Zakat

Pada masa Rasulullah saw zakat dikelola oleh pemerintah. Riwayat Abu Ubaid dari Ibn Sirin dalam kitab al-Amwl (1353 H:567) menjelaskan bahwa zakat pada periode awal Islam dilaksanakan oleh pemerintah. Baru pada masa Usman muncul ide untuk menyerahkan zakat itu kepada pribadi-pribadi.

Dulu zakat diserahkan kepada Nabi SAW atau petugas yang beliau utus, kepada Abu Bakr atau petugas yang beliau suruh, kepada Umar atau petugas yang beliau suruh, kepada Usman atau petugas yang beliau suruh. Ketika Usman terbunuh maka terjadilah kontroversi. Diantaranya ada yang membayar zakat kepada pemerintah, dan ada yang membaginya sendiri. Di antara yang tetap membayar zakat kepada pemerintah adalah Ibn Umar .

Data tersebut diperkuat lagi oleh tindakan Abu Bakr yang memerangi kaum pembangkang zakat. Sebagai khalifah atau pemimpin negara, Abu Bakr merasa berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menyejahterakan warganya, dan potensi besar zakat menjadi salah satu alternatif yang perlu dioptimalkan. Dalam hadis dari Abu Hurairah ditegaskan :

Demi Allah, aku akan memerangi orang-orang yang memisahkan antara salat dan zakat, karena zakat adalah hak kebendaan. Demi Allah sekiranya mereka menolak membayar seekor kambing, dan mereka menunaikannya kepada Rasulullah SAW sungguh aku memerangi mereka karena penolakannya itu . (Riwayat al-Bukhary, 1981:110).

Karena itu kepada mereka yang tidak mau membayar zakat dan menyerahkannya kepada pemerintah sebagai amil, sementara mereka menyerahkannya kepada Rasulullah, diperangi. Pertimbangannya, kalau mereka dibiarkan besar kemungkinan akan menjadi preseden buruk bagi pemahaman terhadap ajaran Islam dan akan dapat membelokkan ajaran Islam itu sendiri. Dari perspektif ini, jika Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 581/1999 dan disusuli dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 Tahun 2003, dimaksudkan agar pengelolaan zakat dapat berjalan sesuai dengan tujuan disyariatkannya zakat itu sendiri.

Persoalannya sekarang adalah, bagaimana BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat) sebagai instrumen penghimpun, pengelola zakat dapat melaksanakan tugas pemberdayaan ekonomi umat dapat bekerja secara professional. M. Quraish Shihab (1992:323) berpendapat, zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya dituntut untuk menunaikannya, bukan semata-mata atas dasar kemurahan hatinya, tetapi kalau terpaksa dengan tekanan penguasa . Oleh karena itu, agama menetapkan amilin atau petugas-petugas khusus yang mengelolanya, di samping menetapkan sanksi-sanksi duniawi dan ukhrawi terhadap mereka yang enggan . Amil berasal dari kata amal yang biasa diterjemahkan dengan yang mengerjakan atau pelaksana . Muhammad Rasyid Ridha, ketika menafsirkan ayat 60 surat al-Taubah, menjelaskan apa yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang ditugaskan oleh imam atau pemerintah atau yang mewakilinya, untuk melaksanakan pengumpulan zakat dan dinamai al-jubat, serta meyimpan atau memeliharanya yang dinamai al-hazanah (bendaharawan), termasuk pula para pengembala, petugas administrasi. Mereka semua harus terdiri dari orang-orang Muslim (Quraish Shihab, 1992:326). Abu Zahrah (1965:192) mendefinisikan amil adalah mereka yang bekerja untuk pengelolaan zakat, menghimpun, menghitung, mencari orang-orang yang butuh (mustahiqqin), serta membagikan kepada mereka . Lebih jauh ia merumuskan kaidah artinya pada dasarnya zakat dikumpulkan semuanya oleh pemerintah atau yang mewakilinya . Salah satu bentuk pengorganisasian zakat yang diusulkan adalah melalui badan/lembaga amil yang diawasi oleh pemerintah. Yusuf Qardlawy dalam Fiqh al-Zakat (II:576) merinci bahwa amil zakat adalah semua orang yang terlibat atau ikut aktif dalam organisasi kezakatan, termasuk penanggung jawab, para pengumpul, pembagi, bendaharawan, penulis dan sebagainya . Jadi, walaupun sementara ulama berpendapat bahwa amil tidak harus diangkat atau ditunjuk penguasa, namun semua ulama sependapat bahwa keterlibatan imam atau penguasa dalam pengelolaan zakat merupakan suatu kebijaksanaan yang terpuji. Selanjutnya Yusuf Qardlawy dalam Musykilt al-Faqr wa Kaifa Alajah al-Islm yang diterjemahkan Problema Kemiskinan : Apa Konsep Islam (tt:144) mengatakan bahwa keistimewaan kebijaksanaan pembentukan amil tersebut antara lain : 1). Jaminan terlaksananya syari at zakat (bukankah ada saja manusia-manusia yang berusaha menghindar bila tidak diawasi oleh penguasa ?); 2). Pemerataan (karena dengan keterlibatan satu tangan, diharapkan seseorang tidak akan memperoleh dua kali dari dua sumber, dan diharapkan pula semua mustahiq akan memperoleh bagiannya); 3). Memelihara air muka para mustahiq, karena mereka tidak perlu berhadapan langsung dengan para muzakki, dan mereka tidak harus pula dating meminta; 4). Sektor (ashnaf yang harus menerima) zakat, tidak terbatas pada individu, tetapi juga untuk kemashlahatan umum, dan sektor ini hanya dapat ditangani oleh pemerintah. Ilustrasi tersebut menegaskan, bahwa keberadaan amil perlu diberdayakan secara profesional, sehingga dapat menjalankan tugas-tugas pemberdayaan ekonomi umat ini dengan sebaik-baiknya.

Mustahiq Zakat dan Pemberdayaannya

Dalam Islam diatur secara detail bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 (delapan) kelompok, seperti dijelaskan dalam QS.al-Taubah : 60,

60

Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orangorang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .QS. alTaubah : 60).

Di dalam pendistribusiannya Umar bin al-Khattab berpendapat bisa saja diberikan kepada salah seorang mustahiq, bisa juga dibagi rata. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah, bahwa tujuan zakat adalah untuk merubah mereka dari penerima zakat menjadi pembayar zakat (muzakki). Karena itu dibutuhkan analisis dan skala prioritas di dalam pendistribusiannya, agar tujuan zakat untuk memberdayakan ekonomi mustahik menjadi muzakki, maka diperlukan manajemen yang professional,amanah, dan akuntabel. Di sinilah masuliyah badan/lembaga amil itu dipertaruhkan. Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih diperlukan, namun tidak semua harta zakat yang dihimpun dari para aghniya dihabiskan dan dibagi secara konsumtif. Maksudnya, ada sebagian lain yang mestinya lebih besar, dikelola dan didistribusikan secara investatif, untuk memberikan modal kepada para mustahiq, dan selanjutnya dengan investasi tersebut, mereka dapat membuka usaha, dan secara lambat laun mereka akan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai.

Kesimpulan

Harta yang wajib dizakati, tidak harus dipahami secara tekstual seperti dalam al-Qur an dan al-Sunnah, tetapi mengingat perkembangan jenis usaha yang semakin luas, baik yang berkaitan dengan jenis pertanian maupun pengelolaan agribisnis lainnya, maka semua hasil usaha yang baik dan halal jika sudah terpenuhi nisab dan haul, wajib dizakati. Demikian juga, sektor jasa yang secara ekonomi lebih

menjanjikan , juga wajib dikeluarkan zakatnya jika persyaratan minimal dan rentang waktu telah terpenuhi. Alangkah tidak adilnya, jika petani dikenakan zakat setiap kali panen, sementara sektor jasa yang penghasilannya dapat berlipat-lipat, tetapi tidak dikenakan zakat. Karena itu, dapat ditegaskan bahwa Pemerintah -- dengan merefer pada pesan QS. al-Taubah ayat 103 yang artinya ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka... , berkewajiban menjadi pelopor dan bertanggung jawab atas efektif dan tidaknya gerakan, pengelolaan, dan pendistribusian zakat. Yang terpenting adalah kerja dan kinerja yang efektif profesional dan akuntabel. Wa Allah a lam bi al-shawb

Aplikasi Zakat dalam Pengembangan Ekonomi Umat


- Sebagaimana telah diakui bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah ummat Islam, yang persentasenya hampir mencapai 90 persen. Jika pada Maret 2009 Biro Pusat Statistik (BPS) menerbitkan data penduduk miskin sebanyak 32,53 juta atau sekira 14,15% dan total penduduk Indonesia. Dan total penduduk miskin tersebut, dapat dipastikan mayoritas dan mereka adalah kaum muslimin. Oleh karena itu segala upaya apa pun yang dilakukan oleh pemenintah di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, akan turut dirasakan oleh umat Islam, sebagai mayoritas penduduk negara Indonesia. Demikian juga halnya, upaya mengakomodasikan dan melembagakan zakat secara yuridis formal, dengan disertai segala perangkat penduduklainnya,akanturutdirasakanImplikasinyaolehummatIslam. Zakat dalam konteks kontemporer telah mengalami reformasi konsepsi operasional zakat. Pada saat ini, dana zakat tidak hanya dibagikan secara terbatas kepada delapan golongan penerimaan zakat saja (mustahiq), yang diartikan secara sempit. Namun konsepsi ini telah diperluas cakupannya, meliputi segala upaya produktif, yang tidak hanya diperuntukkan sebagai kaum dhu afa, tetapi juga telah dikembangkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi ummat. Dan dalam pelaksanaan operasionalnya mesti mendapat dukungan secara multi dimensional, baik aspek politik, hukum, ekonomi dan sebagai masalah ekonomi semata, tetapi sebagai persoalan multi aspek. Aspek penting yang harus diberdayakan dalam pengelolaan zakat adalah amil zakat, karena golongan ini penentu berhasil tidaknya realisasi zakat. Amil zakat mengembangkan tugas yang luas meliputi tugastugas sebagai pemungut, penyalur, koordinator, organisator, motivator, pengawasan dan evaluasi. Berfungsinya amil zakat secara optimal dengan mendayagunakan zakat secara proporsional dan profesional, mendapatkan hasil maksimal, efektif dan efisiensi serta terwujudnya cita-cita luhur pensyari atan zakat. Salah satu wujud kongkrit dan upaya ini adalah dengan memberikan pinjaman modal usaha berupa pinjaman lunak tanpa bunga (qardul al-hasan) dan dana zakat yang terkumpul. Lembaga amil harus melakukan studi kelayakan terhadap mustahiq sebelum modal diserahkan kepadanya, seperti penelitian tentang keadaan calon penerima modal, integritas moralnya, bidang yang patut diusahakan, dan berbagai aspek pendukung usaha produktif, serta mampu mengembalikan modal tersebut untuk digunakan oleh saudara sesamanya yang lain. Diharapkan para mustahiq, dapat berubah menjadi muzakki. Menurut penulis aplikasi secara maksimal pengelolaan dana zakat produktif ini, perlu ditempuh upaya lain; seperti pemberian modal tidak berbentuk uang kontan, tetapi dalam bentuk alat-alat produksi, mendirikan unit-unit usaha yang langsung di lembaga oleh amil zakat, dengan melibatkan para profesional di bidangnya masing-masing. Para fakir miskin dipekerjakan dalam usaha tersebut sambil belajar mengelola, dan diharapkan nantinya mereka yang langsung dan menangani unit-unit usaha tersebut. Pengembangkan zakat sebagai upaya-upaya produktif mutlak diperlukan, dan mesti direalisir secara berkelanjutan. Karena posisi zakat adalah alat untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan keadilan

sosial, mengentaskan kemiskinan, dan memberdayakan ekonomi ummat Islam. Menegakkan keadilan sosial tersebut, diperlukan pemikiran dan analisis yang tajam untuk merealisasi zakat dengan cara-cara yang progresif, dan dinamis, sehingga berfungsi sebagai pelengkap jaring pengaman sosial, pilar dan pondasi yang memperkuat upaya membangun ekonomi rakyat secara lebih sistematis. Gerakan zakat memiliki implikasi dan andil yang menentukan pada kebangkitan peradaban Islam dalam arti yang luas. Zakat, memberikan momentum lahirnya ekonomi Islam sebagai alternatif bagi ekonomi kapitalistik yang pada saat ini menguasai perekonomian global. OIeh karena itu, kebangkitan paling penting dalam Islam sebenarnya adalah kebangkitan ekonomi berintikan zakat, dan ini sangat relevan dengan kebutuhan ummat saat ini. Gerakan zakat adalah gerakan kemanusiaan yang menitikberatkan kepada kesejahteraan bersama, dan dengan kondisi tersebut berimplikasi. kepada upaya mempercepat pembangunan dan pembinaan sumber daya di kalangan ummat Islam, karena sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting bagi tercapainya kebangkitan ummat Islam. Upaya-upaya yang sedemikian rupa seperti dipaparkan di atas dan didukung oleh undang-undang zakat akan membuat zakat sebagai pilar utama ekonomi ummat Islam, yang selama ini dianggap tidak mampu bersaing dengan sistem ekonomi kapitalis, dan bahkan diasumsikan hanya sebagai penopang kebutuhan yang bersifat konsumtif, dapat dibuktikan kehandalannya dalam membangun dan memberdayakan ekonomi ummat Islam, sebagai rakyat mayoritas di negeri ini, kekuatan ekonomi ummat Islam berarti juga sebagai kekuatan ekonomi bangsa dan negara.***

Pajak Dalam Islam


Kamis, 8 Mei 2008 08:08:44 WIB PAJAK DALAM ISLAM

Oleh Abu Ibrahim Muhammad Ali

Allah Subhanahu wa Taala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya, Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya. [1] Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah menyebar dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi, dan ini merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda.

Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7] Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah, akan kami jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat. DEFINISI PAJAK Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr [2] atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah ; Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak [3]. Atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus.[4] Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar. Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah : Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum[5] MACAM-MACAM PAJAK Diantara macam pajak yang sering kita jumpai ialah : - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dikenakan terhapad tanah dan lahan dan bangunan yang dimiliki seseorang. - Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang. - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) - Pajak Barang dan Jasa - Pajak Penjualan Barang Mewam (PPnBM) - Pajak Perseroan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap setiap perseroan (kongsi) atau badan lain semisalnya. - Pajak Transit/Peron dan sebagainya. ADAKAH PAJAK BUMI/KHARAJ DALAM ISLAM? Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni (4/186-121) menjelaskan bahwa bumi/tanah kaum muslimin terbagi menjadi dua macam. 1). Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir tanpa peperangan, seperti yang terjadi

di Madinah, Yaman dan semisalnya. Maka bagi orang yang memiliki tanah tersebut akan terkena pajak kharaj/pajak bumi sampai mereka masuk Islam, dan ini hukumnya adalah seperti hukum jizyah, sehingga pajak yan berlaku pada tanah seperti ini berlaku hanya terhadap mereka yang masih kafir saja. 2). Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir dengan peperangan, sehingga penduduk asli kafir terusir dan tidak memiliki tanah tersebut, dan jadilah tanah tersebut wakaf untuk kaum muslimin (apabila tanah itu tidak dibagi-bagi untuk kaum muslimin). Bagi penduduk asli yang kafir maupun orang muslim yang hendak tinggal atau mengolah tanah tersebut, diharuskan membayar sewa tanah itu karena sesungguhnya tanah itu adalah wakaf yang tidak bisa dijual dan dimiliki oleh pribadi ; dan ini bukan berarti membayar pajak, melainkan hanya ongkos sewa tanah tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah diwajibkan atas kaum muslimin, dan pajak hanya diwajibkan atas orang-orang kafir saja. HUKUM PAJAK DAN PEMUNGUTNYA MENURUT ISLAM Dalam Islam telah dijelaskan keharaman pajak dengan dalil-dalil yang jelas, baik secara umum atau khusus masalah pajak itu sendiri. Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil.[An-NIsa : 29] Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya [6] Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dan beliau berkata :Sanadnya bagus, para perawinya adalah perawi (yang dipakai oleh) Bukhari-Muslim, kecuali Ibnu Lahiah ; kendati demikian, hadits ini shahih karena yang meriwayatkan dari Abu Lahiah adalah Qutaibah bin Said Al-Mishri. Dan hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti. Dari Abu Khair Radhiyallahu anhu beliau berkata ; Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu anhu, maka ia berkata : Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka[HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930] Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah : (Karena telah jelas keabsahan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Lahiah dari Qutaibah) maka aku tetapkan untuk memindahkan hadits ini dari kitab Dhaif Al-Jamiah Ash-Shaghir kepada kitab Shahih Al-Jami, dan dari kitab Dhaif AtTarghib kepada kitab Shahih At-Targhib [7] Hadits-hadits yang semakna juga dishahihkan oleh Dr Rabi Al-Madkhali hafidzahulllah dalam kitabnya, Al-Awashim wal Qawashim hal. 45 Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang mengisahkan dilaksanakannya hukum rajam terhadap pelaku zina (seorang wanita dari Ghamid), setelah wanita tersebut diputuskan untuk dirajam, datanglah Khalid bin Walid Radhiyallahu anhu menghampiri wanita itu dengan melemparkan batu ke arahnya, lalu darah wanita itu mengenai baju Khalid, kemudian Khalid marah sambil mencacinya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Pelan-pelan, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan taubat yang apabila penarik/pemungut pajak mau bertaubat (sepertinya) pasti diampuni. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan (untuk disiapkan jenazahnya), maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menshalatinya, lalu dikuburkan [HR Muslim 20/5 no. 1695, Ahmad 5/348 no. 16605, Abu Dawud 4442, Baihaqi 4/18, 8/218, 221, Lihat Silsilah Ash-Shahihah hal. 715-716] Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung diantaranya ialah : Bahwasanya pajak termasuk sejahat-jahat kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat nanti [Lihat : Syarah Shahih Muslim 11/202 oleh Imam Nawawi] KESEPAKATAN ULAMA ATAS HARAMNYA PAJAK

Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Maratib Al-Ijma (hal. 121), dan disetujui oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa para pengawas (penjaga) yang ditugaskan untuk mengambil uang denda (yang wajib dibayar) di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang) kota, dan apa-apa yang (biasa) dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang-barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun (barang-barang yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan zhalim yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik. Kecuali apa yang mereka pungut dari kaum muslimin atas nama zakat barang yang mereka perjualbelikan (zakat perdagangan) setiap tahunnya, dan (kecuali) yang mereka pungut dari para ahli harbi (kafir yang memerangi agama Islam) atau ahli dzimmi (kafir yang harus membayar jizyah sebagai jaminan keamanan di negeri muslim), (yaitu) dari barang yang mereka perjualbelikan sebesar sepersepuluh atau setengahnya, maka sesungguhnya (para ulama) telah beselisih tentang hal tesebut, (sebagian) berpendapat mewajibkan negara untuk mengambil dari setiap itu semua, sebagian lain menolak untuk mengambil sedikitpun dari itu semua, kecuali apa yang telah disepakati dalam perjanjian damai dengan dengan ahli dzimmah yang telah disebut dan disyaratkan saja [8] PAJAK BUKAN ZAKAT Imam Abu Jafar Ath-Thahawi rahimahullah dalam kitabnya Syarh Maani Al-Atsar (2/30-31), berkata bahwa Al-Usyr yang telah dihapus kewajibannya oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam atas kaum muslimin adalah pajak yang biasa dipungut oleh kaum jahiliyah. Kemudian beliau melanjutkan : hal ini sangat berbeda dengan kewajiban zakat.. [9] Perbedaan lain yang sangat jelas antara pajak dan zakat di antaranya. 1. Zakat adalah memberikan sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang mempunyai harta yang telah sampai nishabynya [10]. Sedangkan pajak tidak ada ketentuan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasaa di suatu tempat. 2. Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal itu lantaran zakat berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan hal itu tidak mungkin kita katakan kepada orang kafir [11] karena orang kafir tidak akan menjadi suci malainkan harus beriman terlebih dahulu. Sedangkan pajak berlaku bagi orang-orang kafir yang tinggal di tanah kekuasaan kaum muslimin 3. Yang dihapus oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang penarikan sepersepuluh dari harta manusia adalah pajak yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat termasuk bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan dikembalikan/diberikan kepada orang-orang yang berhak. [12]. 4. Zakat adalah salah satu bentuk syariat Islam yang cicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu

alaihi wa sallam. Sedangkan pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asalusulnya biasa dipungut oleh para raja Arab atau non Arab, dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasannya. [Lihat Al-Amwal oleh Abu Ubaid Al-Qasim] PERSAKSIAN PARA SALAFUSH SHALIH TENTANG PAJAK 1. Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma pernah ditanya apakah Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu pernah menarik pajak dari kaum muslimin. Beliau menjawab : Tidak, aku tidak pernah mengetahuinya [Syarh Maanil Atsar 2/31] 2. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah menulis sepucuk surat kepada Adi bin Arthah, di dalamnya ia berkata : Hapuskan dari manusia (kaum muslimin) Al-Fidyah, Al-Maidah, dan Pajak. Dan (pajak) itu bukan sekedar pajak saja, melainkan termasuk dalam kata Al-Bukhs yang telah difirmankan oleh Allah. Dan janganlah kamu merugikan/mengurangi manusia terhadap hak-hak mereka, dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan [Hud : 85] Kemudian beliau melanjutkan : Maka barangsiapa yang menyerahkan zakatnya (kepada kita), terimalah ia, dan barangsiapa yang tidak menunaikannya, maka cukuplah Allah yang akan membuat perhitungan dengannya [Ahkam Ahli Dzimmah 1/331] 3. Imam Ahmad rahimahullah juga mengharamkan pungutan pajak dari kaum muslimin, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitab Jamiul Ulum wal Hikam [13] 4. Imam Al-Jashshash rahimahullah berkata dalam kitabnya Ahkamul Quran (4/366) : Yang ditiadakan/dihapus oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari pungutan sepersepuluh adalah pajak yang biasa dipungut oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, sesungguhnya ia bukanlah pajak. Zakat termasuk bagian dari harta yang wajib (untuk dikeluarkan) diambil oleh imam/pemimpin (dikembalikan untuk orang-orang yang berhak) 5. Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Syarh As-Sunnah (10/61) : Yang dimaksud dengan sebutan Shahibul Maks, adalah mereka yang biasa memungut pajak dari para pedagang yang berlalu di wilayah mereka dengan memberi nama Al-Usyr. Adapun para petugas yang bertugas mengumpulkan shadaqah-shadaqah atau yang bertugas memungut upeti dari para ahli dzimmah atau yang telah mempunyai perjanjian (dengan pemerintah Islam), maka hal ini memang ada dalam syariat Islam selama mereka tidak melampaui batas dalam hal itu. Apabila mereka melampaui batas maka mereka juga berdosa dan berbuat zhalim. Wallahu alam.

6. Imam Syaukani rahimahullah dalam kitabnya, Nailul Authar (4/279) mengatakan : Kata Shahibul Maks adalah para pemungut pajak dari manusia tanpa haq. 7. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam kitabnya, Huquq Ar-Raiy war Raiyyah, mengatakan : Adapun kemungkaran seperti pemungutan pajak, maka kita mengharap agar pemerintah meninjau ulang (kebijakan itu). PEMERINTAH BERHAK ATAS RAKYATNYA Berkata Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) ; Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakirmiskin) apabila tidak ditegakkan/dibayar zakat kepada fakir-miskin.. Ibnu Hazm rahimahullah berdalil dengan firman Allah. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan . [Al-Isra : 26] Dalam ayat di atas dan nash-nash semisalnya, seperti Al-Quran surat An-Nisa ; 36, Muhammad : 42-44 dan hadits yang menunjukkan bahwa : Siapa yang tidak mengasihi orang lain maka dia tidak dikasihi oleh Allah [HR Muslim : 66], semuanya menunjukkan bahwa orang-orang fakir dan miskin mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh orang-orang kaya. Dan barangsiapa (di antara orang kaya melihat ada orang yang sedang kelaparan kemudian tidak menolongnya, maka dia tidak akan dikasihi oleh Allah: [16] BAGAIMANA SIKAP KAUM MUSLIMIN TERHADAP PAJAK? Setelah jelas bahwa pajak merupakan salah satu bentuk kezhaliman yang nyata, timbul pertanyaan : Apakah seorang muslim menolak dan menghindar dari praktek pajak yang sedang berjalan atau sebaliknya? Jawabnya. Setiap muslim wajib mentaati pemimpinnya selama pemimpin itu masih dalam kategori muslim dan selama pemimpinnya tidak memerintahkan suatu kemaksiatan. Memang, pajak termasuk kezhaliman yang nyata. Akan tetapi, kezhaliman yang dilakukan pemipimpin tidak membuat ketaatan rakyat kepadanya gugur/batal, bahkan setiap muslim tetap harus taat kepada pemimpinnya yang muslim, selama perintahnya bukan kepada kemaksiatan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya Radhiyallahu anhum bahwa akan datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap kaum muslimin : Bolehkah melawan/memberontak?. Lalu Rasulullah

Shallallahu alaihi wa sallam menjawab ; Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat [15] Bahkan kezhaliman pemimpin terhadap rakyatnya dalam masalah harta telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bagaimana seharusnya rakyat menyikapinya. Dalam sebuah hadits yang shahih, setelah berwasiat kepada kaum muslimin agar selalu taat kepada Allah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada kaum muslimin supaya selalu mendengar dan mentaati pemimpin walaupun seandainya pemimpin itu seorang hamba sahaya (selagi dia muslim). [16] Dijelaskan lagi dalam satu hadits yang panjang, setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan akan datangnya pemimin yang zahlim yang berhati setan dan berbadan manusia, Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu anhu bertanya tentang sikap manusia ketika menjumpai pemimpin seperti ini. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab. Dengarlah dan patuhlah (pemimpinmu)! Walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil (paksa) hartamu [HR Muslim kitab Al-Imarah : 1847] Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah memberi alasan yang sangat tepat dalam masalah ini. Beliau mengatakan : Melawan pemimpin pada saat itu lebih jelek akibatnya daripada sekedar sabar atas kezhaliman mereka. Bersabar atas kezhaliman mereka (memukul dan mengambil harta kita) memang suatu madharat, tetapi melawan mereka jelas lebih besar madharatnya, seperti akan berakibat terpecahnya persatuan kaum muslimin, dan memudahkan kaum kafir menguasai kaum muslimin (yang sedang berpecah dan tidak bersatu) [17] DIANTARA SUMBER PEMASUKAN NEGARA Di antara sumber pemasukan negara yang pernah terjadi di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam ialah. 1. Zakat, yaitu kewajiban setiap muslim yang mempunyai harta hingga mencapai nishabnya. Di samping pemilik harta berhak mengeluarkan sendiri zakatnya dan diberikan kepada yang membutuhkan, penguasa juga mempunyai hak untuk menarik zakat dari kaum muslimin yang memiliki harta, lebih-lebih apabila mereka menolaknya, kemudian zakat itu dikumpulkan oleh para petugas zakat (amil) yang ditugaskan oleh pemimpinnya, dan dibagikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran surat At-Taubah : 60. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya amil-amil zakat yang ditugaskan oleh pemimpin kaum muslimin baik yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam ataupun generasi berikutnya. 2. Harta warisan yang tidak habis terbagi. Di dalam ilmu waris (faraidh) terdapat pembahasan harta yang tidak terbagi. Ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ahli faraidh. Pendapat

yang pertama, harus dikembalikan kepada masing-masing ahli waris disesuaikan dengan kedekatan mereka kepada mayit, kecuali salah satu dari istri atau suami. Pendapat kedua mengatakan, semua harta yang tidak terbagi/kelebihan, maka dikembalikan ke baitul mal/kas negara. Walau demikian, suatu ketika harta yang berlebihan itu tidak bisa dikembalikan kepada masing-masing ahli waris, semisal ada seorang meninggal dan ahli warisnya seorang janda saja, maka janda tersebut mendapat haknya 1/6, dan sisanya mau tidak mau- harus dikembalikan ke baitul mal. [18] 3. Jizyah, adalah harta/upeti yang diambil dari orang-orang kafir yang diizinkan tinggal di negeri Islam sebagai jaminan keamanannya. [19] 4. Ghanimah dan fai. Ghanimah adalah harta orang kafir (al-harbi) yang dikuasai oleh kaum muslimin dengan adanya peperangan. Sedangkan fai adalah harta orang kafir al-harbi yang ditinggalkan dan dikuasai oleh kaum muslimin tanpa adanya peperangan. Ghanimah sudah ditentukan oleh Allah pembagiannya dalam Al-Quran surat Al-Anfal : 41, yaitu 4/5 untuk pasukan perang sedangkan 1/5 yang tersisa untuk Allah, RasulNya, kerabat Rasul, para yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil. Dan penyalurannya melalui baitul mal. Sedangkan fai pembagiannya sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-Hasyr : 7, yaitu semuanya untuk Allah, RasulNya, kerabat Rasul, para yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil. Dan penyalurannya (juga) melalui mal. 5. Kharaj, hal ini telah kami jelaskan dalam point : Adakah Pajak Bumi Dalam Islam?, diatas. 6. Shadaqah tathawwu, yaitu rakyat menyumbang dengan sukarela kepada negara yang digunakan untuk kepentingan bersama. 7. Hasil tambang dan semisalnya. Atau dari pemasukan-pemasukan lain yang dapat menopang anggaran kebutuhan pemerintah, selain pemasukan dengan cara kezhaliman semisal badan usaha milik negara. PENUTUP Sebelum kami mengakhiri tulisan ini, perlu kiranya kita mengingat kembali bahwa kemiskinan, kelemahan, musibah yang silih berganti, kekalahan, kehinaan, dan lainnya ; di antara sebabnya yang terbesar tidak lain ialah dari tangan-tangan manusia itu sendiri. [Ar-Rum : 41] Di antara manusia ada yang terheran-heran ketika dikatakan pajak adalah haram dan sebuah kezhaliman nyata. Mereka mengatakan mustahil suatu negara akan berjalan tanpa pajak. Maka hal ini dapat kita jawab : Bahwa Allah telah menjanjikan bagi penduduk negeri yang mau

beriman dan bertaqwa (yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya), mereka akan dijamin oleh Allah mendapatkan kebaikan hidup mereka di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak, sebagaimana Allah berfirman. Seandainya penduduk suatu negeri mau beriman dan beramal shalih, niscaya Kami limpahkan kepada merka berkah (kebaikan yang melimpah) baik dari langit atau dari bumi, tetapi mereka mendustakan (tidak mau beriman dan beramal shalih), maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya [Al-Araf : 96] Ketergantungan kita kepada diterapkannya pajak, merupakan salah satu akibat dari pelanggaran ayat di atas, sehingga kita disiksa dengan pajak itu sendiri. Salah satu bukti kita melanggar ayat di atas adalah betapa banyak di kalangan kita yang tidak membayar zakatnya terutama zakat mal. Ini adalah sebuah pelanggaran. Belum terhitung pelanggaran-pelanggaran lain, baik yang nampak atau yang samara. Kalau manusia mau beriman dan beramal shalih dengan menjalankan semua perintah (di antaranya membayar zakat sebagaimana mestinya) dan menjauhi segala laranganNya (di antaranya menanggalkan beban pajak atas kaum muslimin), niscaya Allah akan berikan janjiNya yaitu keberkahan yang turun dari langit dan dari bumi. Bukankah kita menyaksikan beberapa negeri yang kondisi alamnya kering lagi tandus, tetapi tatkala mereka mengindahkan sebagian besar perintah Allah, maka mereka mendapatkan apa yang dijanjikan Allah berupa berkah/kebaikan yang melimpah dari langit dan bumi, mereka dapat merasakan semua kenikmatan dunia. Sebaliknya, betapa banyak negeri yang kondisi alamnya sangat strategis untuk bercocok tanam dan sangat subur, tetapi tatkala penduduknya ingkar kepada Allah dan tidak mengindahkan sebagian besar perintah-Nya, maka Allah hukum mereka dengan ketiadaan berkah dari langit dan bumi mereka, kita melihat hujan sering turun, tanah mereka subur nan hijau, tetapi mereka tidk pernah merasakan berkah yang mereka harapkan. Allahu Alam.

Anda mungkin juga menyukai