Anda di halaman 1dari 55

Pengertian Zakat 1. Makna Zakat Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR.

AtTirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10) Menurut Hukum Islam (istilah syara), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy) Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43) 43. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orangorang yang ruku'[44]. [44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk. b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104) 104. tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? c. Haq (QS. Al Anam : 141) 141. dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacammacam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacammacam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35) 1 2.

35. pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." e. Al Afuw (QS. Al Araf : 199) 199. jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. 3. Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia. 4. Macam-macam Zakat a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah b. Zakat Maal (harta).

a. b. c. d.

5. Syarat-syarat Wajib Zakat Muslim Aqil Baligh Memiliki harta yang mencapai nishab Zakat Maal 1. Pengertian Maal (harta) a. Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya b. Menurut syara, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan)menurut ghalibnya (lazim).sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati a. Milik Penuh (Almilkuttam).Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan 2

b. c. d.

e. f.

melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. Berkembang. Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. Cukup Nishab Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah),Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. Bebas Dari hutang.Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul).Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul. Harta(maal) yang Wajib di Zakati Binatang Ternak.Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). Emas Dan Perak.Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. Harta Perniagaan.Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb. Hasil Pertanian.Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. Ma-din dan Kekayaan Laut.Madin (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.

3. a. b.

c.

d. e.

f.

Rikaz.Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

Nishab dan Kadar Zakat 1. HARTA PETERNAKAN 2. Sapi, Kerbau dan Kuda. Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah Ternak(ekor) Zakat 30-39 1 ekor sapi jantan/betina tabi (a) 40-59 1 ekor sapi betina musinnah (b) 60-69 2 ekor sapi tabi 70-79 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi 80-89 2 ekor sapi musinnah Keterangan : a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2 b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3 Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah. a. Kambing/domba.Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah Ternak(ekor) Zakat 40-120 1 ekor kambing (2th) atau domba (1th) 121-200 2 ekor kambing/domba 201-300 3 ekor kambing/domba Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor. b. Ternak Unggas(ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan.Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 % Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb: 1. 2. 3. 4. Ayam broiler 5600 ekor seharga Uang Kas/Bank setelah pajak Stok pakan dan obat-obatan Piutang (dapat tertagih) 4 Rp 15.000.000 Rp 10.000.000 Rp 2.000.000 Rp 4.000.000

Jumlah 5. Utang yang jatuh tempo

Rp 31.000.000 Rp 5.000.000

Saldo Rp26.000.000 Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000 Catatan : Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati. Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00 c. Unta. Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb: Jumlah(ekor) Zakat 5-9 1 ekor kambing/domba (a) 10-14 2 ekor kambing/domba 15-19 3 ekor kambing/domba 20-24 4 ekor kambing/domba 25-35 1 ekor unta bintu Makhad (b) 36-45 1 ekor unta bintu Labun (c) 45-60 1 ekor unta Hiqah (d) 61-75 1 ekor unta Jadzah (e) 76-90 2 ekor unta bintu Labun (c) 91-120 2 ekor unta Hiqah (d) Keterangan: (a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih. (b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2 (c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3 (d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4 (e) Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5 Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah. 3. EMAS DAN PERAK Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %. Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %). Contoh : Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut : Tabungan Rp 5 juta Uang tunai (diluar kebutuhan pokok) Rp 2 juta 5

Perhiasan emas (berbagai bentuk) 100 gram Utang yang harus dibayar (jatuh tempo) Rp 1.5 juta Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram. Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb : 1.Tabungan 2.Uang tunai 3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000 Jumlah Utang

Rp 5.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.000.000 Rp 8.000.000 Rp 1.500.000

Saldo Rp 6.500.000 Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,Catatan Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.

4. PERNIAGAAN Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab) Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini : 1. Kekayaan dalam bentuk barang 2. Uang tunai 3. Piutang Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Contoh Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb : 1.Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000 2.Uang tunai Rp 15.000.000 3. Piutang Rp 2.000.000 Jumlah Utang & Pajak Saldo Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,6 Rp 27.000.000 Rp 7.000.000 Rp 20.000.000 :

Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang) Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara: 1. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %. 2. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya. 1. HASIL PERTANIAN Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras). Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10). Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya). Zakat Profesi Dasar Hukum Firman Allah SWT:

19. dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[1417]. (QS. Adz Dzariyat:19) [1417] Orang miskin yang tidak mendapat bagian Maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.

Firman Allah SWT: 7

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS Al Baqarah 267) Hadist Nabi SAW: Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu (HR. AL Bazar dan Baehaqi) Hasil Profesi Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan zakat. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya. Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat Contoh: Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan. Harta Lain-lain 1. Saham dan Obligasi 2. Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun. Contoh: Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,8

3. Undian dan kuis berhadiah Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5) Contoh: Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang. Harta Fitri = Rp.52.000.000,-Rp.10.400.000,= Rp.41.600.000,Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000,4. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam: 1. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa, maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut. Contoh: Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua. Zakat = 2.5% x (Rp.150.000.000,Rp.90.000.000,-) = Rp.1.500.000,2. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya. Al-Qur'an - 2:261

261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. [166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. Al-Qur'an 2:245 245. siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Al-Qur'an 2:262 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Al-Qur'an 2:264 Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebutnyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena 10

ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Al-Qur'an 2:274 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi maupun terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati. Al-Qur'an 3:92 Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Al-Qur'an 3:133-134 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Maha Benar ALLAH Yang Maha Mulia dengan segala Firman-NYA Fastabiqul khairats! Wassalaamu 'alaikum Wr.Wb. ZAKAT Assalaamu 'alaikum Wr.Wb., Bismillaah wal Hamdulillaah, Seandainya malaikat pembagi rezeki bertanya kepada seseorang dari kita, Maukah Anda saya beri 10 juta rupiah dengan syarat Anda akan mengeluarkan 5 % (yakni 500 ribu rupiah) untuk zakat dan sedekahnya? Atau saya beri Anda seratus juta rupiah dengan syarat Anda Mengeluarkan 10 % (yakni sepuluh juta rupiah) untuk zakat dan sedekahnya? Atau saya beri Anda seribu juta rupiah (1 milyar) dengan syarat Anda mengeluarkan 20 % (yakni 200 juta rupiah) untuk zakat dan sedekahnya? Sudah barang tentu kita akan memilih tawaran yang terakhir. Bukankah dengan membayar zakat dan sedekahnya sebanyak 200 juta rupiah sekalipun, kita masih memiliki 800 juta rupiah, jauh di atas tawaran pertama dan kedua? Dan sudah barang tentu kita akan mengeluarkan kewajiban kita itu tetap dengan hati senang dan wajah gembira. Sayangnya, malaikat tidak mengambil janji itu sebelum memberi kita rezeki yang berlimpah. Sehingga, jika kita memiliki kekayaan senilai 10 juta, 11

atau 100 juta, atau 1 Milyar, lalu diminta mengeluarkan 5 %, atau 10 %, apalagi 20 % -nya, kita akan merasa seolah-olah hati kita akan tercopot dari tempatnya! Uangku sebanyak itu harus kuberikan kepada orang lain? Padahal aku sudah bersusah payah, dan dengan segala kepintaranku, berhasil mengumpulkan kekayaanku ini?! begitu kata (setan di) hati kita. Lalu kita akan membuat beberapa dalih dan alasan: ekonomi sedang lesu, atau pasaran sepi, atau keuntungan makin menipis, atau keperluan keluarga makin membengkak, dsb. dsb. dsb. Maka berdoalah agar syaithan tidak membisik-bisikkan hal yang jahat di pikiran dan hati kita: Rabbi..... audzu bika min hamazatisy syayathiin.... wa audzu bika Rabbi ay yadh dhuruun. Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Mu dari semua bisikan syaithan, dan ku berlindung kepadaMu jangan sampai mereka hadir mendekatiku. Al Muminuun Surat 23: ayat 97-98. Mengapa pandangan kita hanya tertuju kepada yang 5 % atau 10 % atau 20 % yang kita anggap uang hilang? Mengapa kita tidak melihat ke arah kekayaan kita yang masih tertinggal, yang jumlahnya jauh lebih besar? Bahkan zakat dan sedekah kita itu sebetulnya tidak hilang. Justru itulah yang tetap milik kita, tersimpan rapi di sisi Allah Swt. (kalau kita benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir). Mengapa kita tidak bersyukur karena Allah SWT masih mempercayai kita mengelola sejumlah kekayaan yang begitu besar? Apa sih keistimewaan kita sehingga Allah melapangkan rezeki kita di saat banyak orang di sekeliling kita sedang menderita kelaparan dan kemiskinan? Apakah kita tidak takut bahwa kekayaan kita itu dengan mudahnya dapat dicabut kembali oleh Sang Pemberi, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu? Atau kita atau anggota keluarga diuji olehNya dengan penyakit tertentu sehingga kita tidak dapat lagi menikmati kekayaan itu? (Naudzu bilLlah min dzalik!) Jangan lagi beralasan sepinya pasar atau kurangnya keuntungan, atau banyaknya keperluan keluarga, gaji tidak cukup. Penghasilan / gaji / pendapatan / keuntungan, tidak akan pernah cukup bagi kita, selalu ada yang harus dibayar, selalu kurang. Zakat dan sedekah itu diambil dari keseluruhan harta kita, bukan dari laba perdagangan, sehingga tidak ada kaitannya dengan pasar sepi dan sebagainya. Zakat dan sedekah itu adalah manifestasi rasa syukur kita kepada Dia (Allah) yang telah memberi kita rezeki. Justru dengan mengeluarkannya, insya Allah harta kita makin berkah jadinya. Satu-satunya ayat yang difirmankan Allah yang menjelaskan besarnya bagian zakat yang bukan rezeki kita, meskipun masuknya ke dalam rezeki kita adalah di dalam Surah Al Anfal (8) ayat: 41: Ketahuilah: bahwa apa yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlimanya untuk Allah dan rasulNya, untuk kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang orang musafir dan ibnu sabil. Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah, dan kepada apa yang KAMI turunkan kepada hambaKu (Muhammad) pada hari Furqan. Yaitu pada hari berhadapannya pasukan Islam melawan pasukan kafir. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (VIII:41). Sebagian besar menginterpretasikan rampasan perang, karena tidak ada rampasan perang lagi, dan hadits Rasulullah mengijinkan petani untuk berzakat 10% dari penghasilan padi, gandum, jagung dan apa yang kita tanam, membuat banyak interpretasi untuk berzakat hanya 2,5%. Coba tanya hati 12

kita yang paling dalam, apabila petani saja 10%, masakan kita 2.5%, kemudian mana yang diikuti, Firman Allah, atau pendapat Ulama yang 2.5%. Kita kembalikan saja kepada diri kita sendiri, dan terserah bagi yang mau menjalankan 2.5% atau 20% (seperlima bagian). Mari mengulurkan tangan kita dengan niat tulus, hati lapang dan wajah ceria kepada para teman kita yang sangat memerlukan zakat dan sedekah kita. Atau kepada para tetangga yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, sementara kita memanggil guru-guru yang hebat pandai untuk memberikan pelajaran tambahan bagi anak-anak kita di rumah. Atau kepada para penghuni gubuk-gubuk reot di pedalaman kampung atau di pinggir kali. Atau kepada para pemulung yang mengais-ngais sisa makanan di antara sampah dan kotoran. Atau kepada anak-anak yatim yang mungkin terpaksa menjadi anak-anak jalanan. Atau kepada para janda yang dicerai atau ditinggal mati suaminya dan kini hidup serba kekurangan. Mereka dan orang-orang seperti mereka adalah termasuk orang-orang yang hancur hatinya, sebagaimana dalam sebuah hadis Qudsi: Firman Allah yang diterjemahkan atau disampaikan dengan kata-kata Rasulullah sendiri. Carilah Aku (Allah) di antara orang-orang yang hancur hatinya! Sungguh tidak akan diridhai Allah, orang yang membiarkan tetangganya dan kerabat-kerabatnya tidak punya uang untuk membayar sekolah, kuliah, apalagi makan, cintailah anak-anak yatim, rengkuhlah orang-orang miskin, jangan pernah menolak pengemis, meskipun kita tahu mereka diorganisir untuk sesuatu tujuan tertentu. Jangan pernah tolak orang meminta. Percayalah rezeki kita pasti akan ada terus dan berlimpah seperti janji Allah dalam surat Hud (surat 11) ayat 6: Dan tiada sesuatu binatang yang melata di atas bumi melainkan Allah yang menjamin rizkinya, dan mengetahui tempatnya berada dan tempat simpanannya. Semua tertulis didalam kitab Lauhul Mahfudz yang nyata. Allah berjanji akan mengganti semua yang kita keluarkan 700X lipat seperti firmanNya di dalam Surat Al-Baqarah (Surat 2) ayat: 261: Perumpamaan orang yang mendermakan hartanya untuk menegakkan agama Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, tiap tangkai mengandung seratus biji. Allah melipatgandakan kebaikan bagi siapa yang dikehendaki-NYA. Dan Allah Maha Luas karunia NYA lagi Maha Mengetahui dilanjutkan ayat 262: Orang yang mendermakan hartanya untuk menegakkan agama Allah, kemudian sedekahnya itu tidak disertai menyebut-nyebut pemberiannya atau menyakiti perasaan, mereka mendapat pahala di sisi Allah, dan mereka tidak khawatir, dan mereka juga tidak bersedih hati. Contohlah Rasulullah S.A.W. yang tidak mempunyai apa-apa kecuali baju dan Pedang Zulfikarnya, atau Ali r.a. Karamallahu Wajhah, sedangkan untuk mas kawinnya kepada Fatimah, ia hanya mengandalkan baju zirrahnya (baju besi) dan sebuah cincin besi itupun karena beliau telah ditanya oleh Rasulullah sendiri yang berkehendak mengawinkannya dengan putrinya. Atau contoh Umar r.a. Khalifah ke 3, beliau berzakat sampai 80% karena beliau berasal dari keluarga yang kaya raya dan hartanya berlimpah, karena beliau menganggap dirinya telah cukup dianugerahi Allah. 13

Tidak semata-mata Aku ciptakan Jin dan Manusia, kecuali supaya beribadah kepada-Ku (QS Adz-Dzariyat: 56) Perbedaan pendapat adalah Hikmah, tidak seharusnya membuat kita berselisih (Al Kaafirun) lakum dinukum waliyaddiin (bagimu adalah agamamu (penafsiranmu) dan bagiku adalah agamaku (penafsiranku). Al-Qur'an 2:261 261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. [166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. Al-Qur'an 2:245 Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. Al-Qur'an 2:262 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Al-Qur'an 2:264

14

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebutnyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Al-Qur'an 2:274 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi maupun terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati. Al-Qur'an 3:92 Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Al-Qur'an 3:133-134 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 15

Maha Benar ALLAH Yang Maha Mulia dengan segala Firman-NYA Fastabiqul khairats! Wassalaamu 'alaikum Wr.Wb. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di-dalam beragama syariat harus ditegakkan dengan hujjah yaitu berlandaskan dalil shahih, kaidah (cara) Islam dalam mengambil dalil yaitu: 1. AL-QURAN 2. AS-SUNNAH 3. IJMA PARA SAHABAT 4. QIYAS Al-Quran adalah Kitabullah, landasan hukum paling tertinggi dan harus ditafsirkan dengan AsSunnah (hadits Shahih, Hasan). Tidak boleh menggunakan Hadits yang sudah ditetapkan derajatnya Dhaif apalagi palsu dan tidak ada asal-usulnya oleh para ulama ahli Hadits. Al-Quran dan Hadits shahih selamanya tidak akan bertentangan. Kita tidak boleh menggunakan ayat Al-Quran saja (secara mutlak untuk ayat yang bersifat umum) tanpa ada penjelasan, Sunnah-lah yang menjelaskan, misalnya perintah Shalat dalam Al-Quran, dengan As-Sunnah kita tahu bagaimana cara mengerjakan Shalat sesuai contoh dari Rasulullah, Subuh 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, dst. Contoh lainnya,(14:4) 4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. [779] Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia. [780] Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat. Ayat di atas telah di salah tafsirkan oleh seorang dan pengikutnya (di Jawa Timur), mereka shalat dengan menggunakan bahasa Indonesia, padahal ayat tersebut menerangkan bahwa dalam menyampaikan dakwah boleh mengggunakan bahasa kaummnya yang mudah dipahami, bukan shalat menggunakan bahasa kita masing-masing karena Rasulullah bersabda Shallu kama ra aitumuu nii u shalii (Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat) (HR. Bukhari , Muslim dan Ahmad). Selanjutnya kaidah kita dalam mengambil/menggunakan dalil adalah dengan Ijma para sahabat, generasi/umat terbaik dari Islam. Selanjutnya dengan Qiyas, Qiyas akan batal selama sudah ada nash jelas. Persoalan dengan zakat harta termasuk dengan adanya zakat profesi, berikut sedikitnya saya nukilkan tulisan berikut, Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan zakat dengan firman-Nya:(3:180) 16

180. sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Syarat wajib mengeluarkan zakat: 1. Islam 2. Merdeka 3. Berakal dan Baligh 4. Memiliki Nishab Untuk urutan 1-3, Insya Allah kita sudah mengetahuinya. Untuk no. 4, Makna Nishab disini ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syari (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut (1). (2:219) 219. mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, [136] Segala minuman yang memabukkan. Makna al afwu adalah harta yang telah melebihi kebutuhan, oleh karena itu, Islam menetapkan Nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang (2). 1. Lihat Syarh Al Mumti Ala Zzaad Al Mustaqni, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 6/20. 2. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal 119. Adapun syarat Nishab: 1. Harta tsb. diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, alat yang dipergunakan untuk mata pencarian, jadi harta kita dikeluarkan zakatnya bila sudah dipotong biaya kebutuhan hidup/nafkah dan sama dengan atau melebihi nishabnya, kalau setelah dikeluarkan untuk biaya hidup masih kurang nishabnya maka seseorang tidak wajib berzakat. Dalilnya Al-Baqarah 219 seperti tertulis di atas dan dalil dari Hadits berikut: Dari Ali bin Abi Thalib, Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun yaitu dalam emas sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul. (Hadits Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya no. 1573, dihasankan oleh Syaik Al Albani). 17

Ukuran 1 dinar setara dengan 4,25 gr emas. Jadi 20 dinar setara dengan 85 gr emas murni. Misalnya seseorang memiliki harta yang disimpan setara dengan 85 gr emas atau lebih, maka wajib zakat jika telah sampai haulnya sebesar 2,5% dari jumlah harta tersebut. Demikian dengan ketentuan Nishab dari Zakat lainnya (Zakat Ternak, Pertanian, dsb), dikeluarkan dengan ketentuan syariat dari hadits shahih lainnya. 2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari kepemilikan nishab, dengan dalil hadits: Rasulullah bersabda : Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun). (Hadits Ruwayat At-Tirmidzi 1/123, Ibnu Majah no. 1793, Abu Daud no. 1573. DiHasan-kan oleh Syaeikh Al Albani dalam Irwa Al Ghalil 3//254-258). Cara menghitung Nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu masalah, apakah yang dilihat nishab selama 1 tahun atau yang dilihat pada awal dan akhir tahun saja ?, Imam Nawawi berkata, Menurut mazdhab kami (Syafii), mazdhab Malik, Ahmad, dan Jumhur adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berpedoman pada hitungan haul (selama satu tahun), sehingga kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputusnya hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungan lagi ketika sempurna nishab tersebut. Inilah pendapat yang lebih rajih. (Dinukil dari Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq 1/468). Maraknya pemikiran adanya zakat profesi yang kini berkembang, kiranya menjadi persoalan dan tanda tanya besar bagi kalangan sebagian para pekerja profesional. Di berbagai institusi , zakat profesi ini sudah diberlakukan. Berikut saya tuliskan sebagian fatwa: Soal: Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji itu diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun) ? Jawab: Bukanlah hal yang meragukan, bahwa diantar jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah mencapai haul, maka wajib dizakatkan. Zakat gaji ini tidak dapat diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul tentang wajib zakat bagi dua mata uang merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada qiyas. Berdasarkan itu, maka tidak wajib zakat bagi uang gaji pegawai sebelum memenuhi haul. (Fatwa no. 1360, Lajnah Daimah Li Al Buhuts Al Ilmiyah wal Al Ifta <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi). Soal: Apabila seorangg muslim menjadi pegawai yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedang pada beberapa bulan lainnya kadang masih terdapat sisa yang tersimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimana orang ini membayarkan zakatnya? Jawab: Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya atau dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, dan bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati. Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya memenuhi haul, dengan membayarkan zakat dimuka maka hal itu merupakan hal yang baik saja, Insya Allah. 18

(Fatwa no. 2192, Lajnah Daimah Li Al Buhuts Al Ilmiyah wal Al Ifta <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi). Soal: Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperoleh dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian?, Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain milikya? Lalu ia mengeluarkan zakat pada masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab, baik dari nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul? Jawab: Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta tersebut itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya. (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing). Apabila sudah mencapai haul dalam nishab tersebut, ia harus mengeluarkan zakat. Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang seperti ini mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal diantara kaidah yang ada dalam Islam ialah: Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS Al Hajj:78). Sebab, seseorang itu jika memiliki banyak harta atau pedagang akan mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya hari ini datang kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahundst. Tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa Syaikh Al Albani diterjemahkan secara bebas dari majalah Al Ashalah no. 5/15 Dzulhijjah). Wallahualam. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Achmad Nurmin Sandjaya a_pro@plasa.com DAFTAR YANG DIBERI ZAKAT TIAP MENDAPAT REZEKI -. ZAKAT 20% - AL ANFAAL AYAT 41 CATATAN NOMER NOMER ACCOUNT YANG DAPAT MENYALURKAN ZAKAT Gelandangan makan - Pendidikan
Yayasan Rahma Ibu Endang SM Pamuntjak (Pipi) Jl. Tebet Barat Dalam I No. 12, Jakarta Selatan 12810 Tel: 830-8089 Fax: 829-5484 Mandiri KC Iskandarsyah 126-009-7156-177 a/n Ny. Taty D. Juzar / Rahma

1.

Anak-Yatim Pembangunan Sekolah di Lampung / Qurban Lampung / Ambon Yayasan Ny. Silvya Auliya Jl. Nangka I No.8, RT Tel: 722-2860 Mandiri Grand Wijaya Kesuma Martam 2/ RW 5., Cipete Utara, Fax: 723-5726 126-02-009-1035-708 Jakarta 12150 a/n Ny. Neneng Hidayat / Sekretaris Anak-Yatim Pendidikan Sekolah SD SMA 3. Yayasan H. Najamudin Perumahan Bukit 743-1503 (rumah pak Bank MuamallatKhazanah Kholilah Cirendeu Blok C- Najam) 7470-1579 Cabang Sudirman Kebajikan Sekretaris 6/No.7, Ciputat, (Yayasan) 30-40-18-40-20 a/n Tanggerang 15419 Yayasan Khazanah Kebajikan Anak-Asuh Vocational Training 4. Rahmania A. Rahman Abbas Jl. Mesjid I. No. 3, 574-6234 574-6320 Bank BNI Ratu Plaza Foundatio - Ketua Banta Pejompongan, Jakarta 573-4924 (Fax) 063-007-182-405-001 n Bransyah Wakil 10210 LIPPO Bank Bendahara 747-30-03715-9 Khusus bantuan kesehatan, dokter2 dan penyaluran makanan 4. Bulan Ady Supratikto BCA Cabang 2.

19

Sabit Merah Indonesia (BSMI) 5. Yayasan Portalinfaq

Ketua

Rasuna Said

Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit Bank Mandiri Cabang Kuningan BCA Arteri Indah cabang Pondok

003 003 5790

124-000-107-9798 291-300-5244

Untuk transparansi dan memudahkan pencatatan serta penyaluran, setelah transfer mohon kirim konfirmasi ke Kosi (bisa via email atau sms 08128510-372, YM : anak_ngw) dengan menyebutkan untuk Pak Andi / Zahra, jumlah bantuan serta ke bank mana.

6.

Yayasan??

Wido Supraha (teman MILIS)

BCA KCP Gatot Subroto 145-115-7618 a/n : WIDO SUPRAHA Bank Mandiri Cabang KK Depok I No. : 129-00-0496908-1 a/n RINI KUSMAYANI BSM Cabang Buncit 0030057185 a/n : WIDO SUPRAHA

Setelah trnsfr tolong konfirmasi ke akhuna WIDO SUPRAHA HP : 0815-8912522 or e-mail : supraha@indo.net.id.

Allah berfirman:


Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran 3: 180). Allah juga berfirman: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (QS. At Taubah 9: 34-35). *** Dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yag diberikan oleh Allah harta, lalu tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijadikan ular botak* yang memiliki dua warna keabuan**, lalu membelitnya*** di hari kiamat nanti, menyeretnya 20

dengan kedua sudut mulutnya**** sambil berkata: Aku harta yang engkau simpan. Kemudian Abu Hurairah membaca ayat berikut: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya. dst. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari). Ket: * Yakni ular jantan botak, karena kulit kepalanya mengelupas akibat terlalu banyak racunnya ** Yakni warna keabuan yang ada di kedua sudut mulutnya. Ada yang berpendapat, bahwa artinya adalah dua daging yang menyerupai tanduk *** Yakni bahwa ular itu menjadi kalungnya pada hari itu **** Yakni dua bilah tulang yang menonjol di bawah dua telinga *** Dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Setiap pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, di hari kiamat nanti pasti dibentangkan untuknya lempengan dari api, lalu diseterikakan ke pipinya, keningnya dan punggungnya. Setiap kali mendingin, diulangi lagi, yakni pada hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga akan diputuskan hukuman bagi umat manusia. Lalu diperlihatkan jalannya apakah ke Jannah atau ke Naar. Ada yang bertanya: Bagaimana pemilik unta wahai Rasulullah? Beliau menjawab Demikian juga dengan pemilik unta, bila tidak menunaikan haknya, dan di antara hak unta itu adalah untuk diperah susunya ketika ia sudah minum, pasti pada hari kiamat nanti akan dibentangkan kepadanya tanah datar sehingga ia tidak kehilangan satu anakpun; semuanya akan menginjak-injaknya dengan kaki-kaki mereka dan menggigitnya dengan mulut-mulut mereka. Setiap kali serombongan anak-anaknya lewat, segera kembali yang lainnya*; yakni pada hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga selesai diputuskan hukuman para hamba, lalu terlihatlah ke mana ia akan berjalan, ke Jannah atau ke Naar. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan pemilik sapi dan kambing? Beliau menjawab: Demikian juga pemilik sapi dan kambing, bila tidak menunaikan haknya, pasti pada hari kiamat nanti akan dibentangkan kepadanya tanah datar sehingga ia tidak kehilangan satu anakpun; tidak ada yang bengkok tanduknya, tidak ada yang tidak bertanduk dan tidak ada yang retak tanduk bagian dalamnya. Semuanya menanduknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjaknya dengan kaki-kakinya. Setiap kali rombongan anak-anaknya lewat, segera kembali yang lainnya; yakni pada hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun, hingga akan diputuskan hukuman para hamba, lalu terlihatlah ke mana ia akan berjalan, ke Jannah atau ke Naar. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya 680). Ket: * Al-Qadhi Iyyadh menyatakan: Para ulama menyatakan bahwa terjadi kesalahan redaksional dalam penulisan hadits itu. Yang benar adalah yang diriwayatkan dalam hadits lain: Setiap kali berlalu yang terakhir, kembali kepada yang awal lagi. *** Juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdulullah ra. diriwayatkan ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Dan juga pemilik harta yang tidak menunaikan hak harta itu pasti hartanya itu datang di hari kiamat berupa ular botak yang mengikutinya dengan mulut ternganga. Bila sudah dekat, ia akan lari, namun ular itu memanggilnya berkata: Ambillah harta simpanan yang engkau sembunyikan. Aku tidak membutuhkannya. Bila sudah menyadari bahwa ia tak mungkin berlari lagi, ia memasukkan tangannya ke mulut ular itu segera ular itu melahapnya seperti unta lapar. (Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar IV: XII dan Muslim 684). *** Dikutip dari: 21

Judul Asli: Ahwaalul Qiyaamah, Abdul Malik Ali Al-Kulaib, Maktabah Al-Ma`arif, Ar-Riyaadh. Edisi Indonesia, Huru-Hara di Hari Kiamat, diterjemahkan oleh Abu Fuzhail, Penerbit At-Tibyan - Solo, Oktober 2001. Tanya Bagaimana perbedaan zakat maal, infak, sodaqoh, zakat profesi, zakat emas, zakat penghasilan, tabungan. Kapan masing-masing dilakukan? Bagaimana dengan harta kita yang berbentuk hewan ternak dan tabungan? Apakah uang yang kita tabung itu harus juga dikeluarkan sodaqoh, infaq, atau zakatnya? Jawaban: Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Washshalatu Wassalamu Ala sayyidil Mursalin Wa alaa Aalihi Wa Ashabihi ajmaien. Wa Badu: Zakat dan shadaqah sebenarnya dua istilah yang sering saling mengisi. Karena zakat itu sering disebut juga dengan shadaqah dan sebaliknya kata shadaqah sering bermakna zakat. Termasuk juga istilah infaq. Jadi istilah zakat, infaq dan shadaqah memang istilah yang berbeda penyebutan, namun pada hakikatnya memiliki makna yang kurang lebih sama. Terutama yang paling sering terjadi adalah antara istilah zakat dengan shadaqah. 1. Makna Zakat Secara bahasa, zakat itu bermakna: [1] bertambah, [2] suci, [3] tumbuh [4] barakah. (lihat kamus Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398). Makna yang kurang lebih sama juga kita dapati bila membuka kamus Lisanul Arab. Sedangkan secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat). Lihat Fiqhuz Zakah karya Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi jilid 1 halaman 38. Kata zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna zakat dan dua kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat itu turun di masa Mekkah dan sisanya yang 22 turun di masa Madinah. (lihat kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras karya Ust. Muhammad fuad Abdul Baqi). Sedangkan An-Nawawi pengarang kitab Al-Hawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang. Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili sebelumnya. Hal yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan bahwa kata zakat itu tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu merupakan `urf dari syariat Islam. 2. Makna Shadaqah Kata shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`i, atau menetapkan / menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan sesuatu. Meski lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir tidak ada perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-quran sering menggunakan kata shadaqah dalam pengertian zakat. Allah SWT berfirman: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. AtTaubah:103). Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (QS.At-Taubah: 58). Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, 22

untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60). Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan makna zakat. Misalnya hadits berikut: Harta yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban untuk membayar shadaqah (zakat). (HR. Bukhari Muslim). Begitu juga dalam hadits yang menceritakan pengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW memberi perintah,beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka. Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat Al-ahkam as-Sulthaniyah bab 11). Bahkan orang yang menjadi Amil zakat itu sering disebut dengan Mushaddiq, karena dia bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan membagi-bagikannya. Kata shadaqah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 12 kali yang kesemuanya turun di masa Madinah. 3. Beda Zakat dengan Shadaqah Hal yang membedakan makna shadaqah dengan zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat. Sebenarnya ini adalah semacam penyimpangan makna. Dan jadilah pada hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah / tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika Al-Quran turun, kedua kata itu bermakna sama. Hal yang sama juga terjadi pada kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Quran, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah kepada istri, anak yatim atau bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara `urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah. 4. Zakat Mal, Zakat Profesi, Zakat Emas dan Zakat Tabungan Mal artinya adalah harta benda, sehinga kalau kita sebut zakat mal, maka konotasinya adalah semua jenis harta yang kita miliki. Sehingga ada yang mengatakan bahwa istilah zakat mal adalah istilah yang digunakan untuk membedakan zakat fitrah dengan zakat-zakat lainnya. Jadi zakat profesi, emas, tabungan dan lainnya bisa dimasukkan ke dalam kelompok zakat mal. a. Zakat Profesi Yang dikeluarkan zakatnya adalah semua pemasukan dari hasil kerja dan usaha. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali. Namun menurut pendapat yang lebih kuat, yang dikeluarkan adalah pemasukan yang telah dikurangi dengan kebutuhan pokok seseorang. Besarnya bisa berbeda-beda antara satu dan lainnya. Pendapat yang lain mengatakan bahwa zakat itu diambil dari jumlah pemasukan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Kedua pendapat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Buat mereka yang pemasukannya kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ, sedangkan tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai untuknya. Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan tanggungan pokoknya tidak terlalu besar. Nishab zakat profesi mengacu pada zakat pertanian yaitu seharga dengan 520 kg beras. Yaitu sekitar Rp. 1.300.000,-. 23

Nishab ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.300.000,- maka dia sudah wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama. Dan bila mengacu kepada pendapat kedua, maka penghasilannya itu dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya dalam setahun mencapai Rp. 1.300.000,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat. Zakat profesi dibayarkan saat menerima pemasukan karena diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu pada saat panen atau saat menerima hasil. Nishab zakat profesi adalah 2,5 % dari hasil kerja atau usaha. Besarnya diqiyaskan dengan zakat perdagangan. b. Zakat Emas Emas dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang berbentuk simpanan. Sedangkan bila berbentuk perhiasan yang sering dipakai atau dikenakan, maka tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya. Karena umumnya harga emas stabil dibandingkan dengan mata uang, banyak orang yang menyimpan hartanya dalam bentuk emas. Apabila emas ini dijadikan bentuk simpanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab dan haul. Bila seseorang memiliki simpanan emas seberat 85 gram atau lebih, maka jumlah itu telah mencapai batas minimal untuk terkena kewajiban membayar zakat emas. Yang menjadi ukuran adalah beratnya, sedangkan bentuknya meskipun mempengaruhi harga, dalam masalah zakat tidak termasuk yang dihitung. Sedangkan nishab perak adalah 595 gram. Jadi bila simpanannya berbentuk perak dan beratnya mencapai jumlah itu atau lebih, maka telah wajib dikeluarkan zakatnya. Bagaimana bila emas 85 gram itu terpisah-pisah ? Sebagian sering digunakan dan sebagian lain disimpan ? Bila jumlah yang selalu menjadi simpanan ini tidak mencapai nisabnya, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena yang wajib hanyalah yang benar-benar menjadi simpanan. Sedangkan yang dipakai seharihari tidak terkena kewajiban zakat. Meskipun bila digabungkan mencapai 85 gram. Simpanan berbentuk emas bila telah dimiliki selama masa satu tahun qamariyah, barulah wajib dikeluarkan zakatnya. Yang menjadi ukuran adalah awal dan akhir masa satu tahun itu. Sedangkan bila ditengah-tengah masa itu emas itu bertambah atau berkurang dari jumlah tersebut, tidak termasuk yang diperhitungkan. Sebagai contoh, pada tanggal 1 Sya`ban 1422 Ahmad memiliki emas seberat 100 gram. Maka pada 1 Sya`ban 1423 atau setahun kemudian, Ahmad wajib mengeluarkan zakat simpanan emasnya itu. Meskipun pada bulan Ramadhan, emas itu pernah berkurang jumlahnya menjadi 25 gram, namun sebulan sebelum datangnya bulan Sya`ban 1423, Ahmad membeli lagi dan kini jumlahnya mencapai 200 gram. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari berat emas yang terakhir dimiliki. Jadi bila pada 1 Sya`ban 1423 itu emas Ahmad bertambah menjadi 200 gram, zakat yang harus dikeluarkan adalah 200 x 2,5 % = 5 gram. c. Zakat Uang Tabungan Zakat tabungan adalah zakat harta yang disimpan baik dalam bentuk tunai, rekening di Bank, atau bentuk yang lain. Harta ini tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi sekedar untuk simpanan. Bila nilainya bertambah lantaran bunga di Bank, maka bunganya itu bukan hak miliknya, sehingga bunga itu tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya. Bunga itu sendiri harus dikembalikan kepada kepentingan masyarakat banyak. Sedangkan bila simpanan itu berbentuk rumah, kendaraan atau benda lain yang disewakan atau menghasilkan pemasukan, maka masuk dalam zakat investasi. Dan bila uang itu dipnjamkan ke pihak lain sebagai saham dan dijadikan modal usaha, maka masuk dalam zakat perdagangan. 24

Sedangkan bila uang itu dipinjamkan kepada orang lain tanpa bunga (piutang) dan juga bukan bagi hasil, maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya meski secara real tidak berada di tangan pemiliknya. Kecuali bila uang tersebut tidak jelas kedudukannya, apakah masih mungkin dikembalikan atau tidak, maka uang itu tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Karena kepemilikannya secara real tidak jelas lagi. Meski secara status masih miliknya. Tapi kenyataannya pinjaman itu macet dan tidak jelas apakah akan kembali atau tidak. Batas nishab zakat tabungan adalah seharga emas 85 gram. Jadi bila harga emas sekarang ini Rp. 90.000,-, maka nisab zakat tabungan adalah Rp. 7.650.000,-. Bila tabungan kita telah mencapai jumlah tersebut, maka sudah wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Untuk membayar zakat tabungan, diperlukan masa kepemilikan selama setahun hijriyah terhitung sejak memiliki jumlah lebih dari nishab. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari saldo terakhir. Dan bila uang itu berupa rekening di bank konvensional, maka saldo itu harus dikurangi dulu dengan bunga yang diberikan oleh pihak bank. Karena bunga itu bukan hak pemilik rekening, sehingga pemilik rekening tidak perlu mengeluarkan zakat bunga. Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. Sumber: syariahonline Sepengetahuan saya untuk nishob zakat emas adalah jika memiliki 96 gram, jadi bukan 85 gram, mungkin pendapat lain yang belum pernah saya temukan kali ya????. kalau gitu ini untuk tambahan aja, boleh kan??? jangan bosen ya mbak..... Sebenarnya sandaran hukum dari nishob ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu daud, dari Ali Rodhiyaallah, bahwa Rosulullah bersabda: jika kamu memiliki 200 dirham, dan sudah mencapai satu tahun, maka ada hak darinya 5 dirham, dan tidak wajib bagi kamu sedikitpun dari EMAS kecuali kamu sudah memiliki 20 DINAR, maka jika kamu sudah memilikinya, dan sudah mencapai nishob, maka wajib dikeluarkan SETENGAH DINAR........ DINAR sama dengan MITSQOL. Sedangkan ada dua macam mitsqol yang maruf dikalangan fuqoha: 1. mitsqol ajamie ; adalah yang menyamakan 20 mitsqol sama dengan 96 gram. 2. mitsqol iroqie: adalah menyamakan 1 mitsqol sama dengan 5 gram, maka 20 mitsqol sama dengan 100 gram.dan untuk kehati-hatian dalam memenuhi perintah zakat, disandarkan yang paling sedikit yaitu 96 gram. referensi yang sementara ini adalah: Roudhoh attholibin li imam an nawawi, fiqh al minhaji madzhab imam assyafii, madzahib al arbaah. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di-dalam beragama syariat harus ditegakkan dengan hujjah yaitu berlandaskan dalil shahih, kaidah (cara) Islam dalam mengambil dalil yaitu: 1. AL-QURAN 2. AS-SUNNAH 3. IJMA PARA SAHABAT 4. QIYAS Al-Quran adalah Kitabullah, landasan hukum paling tertinggi dan harus ditafsirkan dengan AsSunnah (hadits Shahih, Hasan). Tidak boleh menggunakan Hadits yang sudah ditetapkan derajatnya Dhaif apalagi palsu dan tidak ada asal-usulnya oleh para ulama ahli Hadits. Al-Quran dan Hadits shahih selamanya tidak akan bertentangan. Kita tidak boleh menggunakan ayat Al-Quran saja (secara mutlak untuk ayat yang bersifat umum) tanpa ada penjelasan, Sunnah-lah yang menjelaskan, misalnya perintah Shalat dalam Al-Quran, dengan As-Sunnah kita tahu bagaimana cara mengerjakan Shalat sesuai contoh dari Rasulullah, Subuh 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, dst. Contoh lainnya,(14:4) 25

Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ibrahim:4). Ayat di atas telah di salah tafsirkan oleh seorang dan pengikutnya (di Jawa Timur), mereka shalat dengan menggunakan bahasa Indonesia, padahal ayat tersebut menerangkan bahwa dalam menyampaikan dakwah boleh mengggunakan bahasa kaummnya yang mudah dipahami, bukan shalat menggunakan bahasa kita masing-masing karena Rasulullah bersabda Shallu kama ra aitumuu nii u shalii (Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat) (HR. Bukhari , Muslim dan Ahmad). Selanjutnya kaidah kita dalam mengambil/menggunakan dalil adalah dengan Ijma para sahabat, generasi/umat terbaik dari Islam. Selanjutnya dengan Qiyas, Qiyas akan batal selama sudah ada nash jelas. Persoalan dengan zakat harta termasuk dengan adanya zakat profesi, berikut sedikitnya saya nukilkan tulisan berikut, Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan zakat dengan firman-Nya:(3:180) Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Ali Imran:180) Syarat wajib mengeluarkan zakat: 1. Islam 2. Merdeka 3. Berakal dan Baligh 4. Memiliki Nishab Untuk urutan 1-3, Insya Allah kita sudah mengetahuinya. Untuk no. 4, Makna Nishab disini ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syari (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut (1). (2:219) 26

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (QS Al-Baqarah:219) Makna al afwu adalah harta yang telah melebihi kebutuhan, oleh karena itu, Islam menetapkan Nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang (2). 1). Lihat Syarh Al Mumti Ala Zzaad Al Mustaqni, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 6/20. 2). Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal 119. Adapun syarat Nishab: 1. Harta tsb. diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, alat yang dipergunakan untuk mata pencarian, jadi harta kita dikeluarkan zakatnya bila sudah dipotong biaya kebutuhan hidup/nafkah dan sama dengan atau melebihi nishabnya, kalau setelah dikeluarkan untuk biaya hidup masih kurang nishabnya maka seseorang tidak wajib berzakat. Dalilnya Al-Baqarah 219 seperti tertulis di atas dan dalil dari Hadits berikut: Dari Ali bin Abi Thalib, Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun yaitu dalam emas sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul. (Hadits Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya no. 1573, dihasankan oleh Syaik Al Albani). Ukuran 1 dinar setara dengan 4,25 gr emas. Jadi 20 dinar setara dengan 85 gr emas murni. Misalnya seseorang memiliki harta yang disimpan setara dengan 85 gr emas atau lebih, maka wajib zakat jika telah sampai haulnya sebesar 2,5% dari jumlah harta tersebut. Demikian dengan ketentuan Nishab dari Zakat lainnya (Zakat Ternak, Pertanian, dsb), dikeluarkan dengan ketentuan syariat dari hadits shahih lainnya. 2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari kepemilikan nishab, dengan dalil hadits: Rasulullah bersabda : Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun). (Hadits Ruwayat At-Tirmidzi 1/123, Ibnu Majah no. 1793, Abu Daud no. 1573. DiHasan-kan oleh Syaeikh Al Albani dalam Irwa Al Ghalil 3//254-258). Cara menghitung Nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu masalah, apakah yang dilihat nishab selama 1 tahun atau yang dilihat pada awal dan akhir tahun saja ?, Imam Nawawi berkata, Menurut mazdhab kami (Syafii), mazdhab Malik, Ahmad, dan Jumhur adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berpedoman pada hitungan haul (selama satu tahun), sehingga kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputusnya hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungan lagi ketika sempurna nishab tersebut. Inilah pendapat yang lebih rajih. (Dinukil dari Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq 1/468). Maraknya pemikiran adanya zakat profesi yang kini berkembang, kiranya menjadi persoalan dan tanda tanya besar bagi kalangan sebagian para pekerja profesional. Di berbagai institusi , zakat profesi ini sudah diberlakukan. Berikut saya tuliskan sebagian fatwa: Soal: Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji itu diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun) ? Jawab: Bukanlah hal yang meragukan, bahwa diantar jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu ialah bila 27

sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah mencapai haul, maka wajib dizakatkan. Zakat gaji ini tidak dapat diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul tentang wajib zakat bagi dua mata uang merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada qiyas. Berdasarkan itu, maka tidak wajib zakat bagi uang gaji pegawai sebelum memenuhi haul. (Fatwa no. 1360, Lajnah Daimah Li Al Buhuts Al Ilmiyah wal Al Ifta <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa>, Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi). Soal: Apabila seorangg muslim menjadi pegawai yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedang pada beberapa bulan lainnya kadang masih terdapat sisa yang tersimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimana orang ini membayarkan zakatnya? Jawab: Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya atau dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, dan bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati. Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya memenuhi haul, dengan membayarkan zakat dimuka maka hal itu merupakan hal yang baik saja, Insya Allah. (Fatwa no. 2192, Lajnah Daimah Li Al Buhuts Al Ilmiyah wal Al Ifta <Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa, Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Wk:Syaikh Abdur Razzaq Afifi). Soal:Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperoleh dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian?, Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain milikya? Lalu ia mengeluarkan zakat pada masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab, baik dari nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul? Jawab:Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta tersebut itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya. (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing). Apabila sudah mencapai haul dalam nishab tersebut, ia harus mengeluarkan zakat. Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang seperti ini mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal diantara kaidah yang ada dalam Islam ialah: Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS Al Hajj:78). Sebab, seseorang itu jika memiliki banyak harta atau pedagang akan mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya hari ini datang kepadanya jumlah uang sekian . Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahundst. Tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa Syaikh Al Albani diterjemahkan secara bebas dari majalah Al Ashalah no. 5/15 Dzulhijjah). Wallahualam. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Achmad Nurmin Sandjaya a_pro@plasa.com

Meraih Lailatul Qadar


TIADA yang paling didambakan seorang muslim di bulan Ramadhan, selain gugurnya sebagian besar dosa dengan magfirah, kecuali juga menanti datangnya Lailatul Qadar. Kaifiat meraihnya, 28

sebagian masyarakat, keliru cara memahaminya.Ada yang tidak tidur semalam suntuk. Ada yang mencari di tempat tertentu. Dan ada yang menyediakan baskon berisi air supaya membeku, dsb. Hal itu akibat informasi yang tidak berdasarkan penafsiran benar dari Al-Quran dan syarahan benar dari hadis Shahih. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mencoba menjelaskan yang maqul (rational) sesuai literatur yang ada. Semoga juga tidak membuat jahl al-murakkab (kekeliruan berganda). Makna dan kaifiatnya. Makna Lailatul Qadr (Qadar), menurut ulama Tafsir, mempunyai 4 makna: Pertama, Al-Qadr berarti, al- hukmu ( penetapan ). Yakni penetapan Allah atas perjalanan hidup hambanya, selama satu tahun. Misalnya tentang rezeki dan kelanjutan umurnya. Makna ini didasarkan ayat Didalamnya ditetapkan segala urusan bijaksana . (QS.Al-Dukhan 4). Kedua, Al-Qadr, berarti pengaturan. Yaitu pada malam turunnya Al-Quran, diatur strategi perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah. Agar umat manusia yang dihadapi, dapat memperoleh dua kebahagiaan : Dunia dan akhirat. Ketiga, Al-Qadr berarti kemuliaan. Karena malam itu turunnya wahyu yang mulia dari Allah, sehingga orang yang beramal di malam itu, akan memperoleh pahala dan kemuliaan yang sangat tinggi nilainya. Terutama bagi yang menyadari dosa-dosa yang pernah dibuatnya, dan berusaha keras, untuk tidak mengulangi lagi. Keempat, Al-Qadr berarti sempit. Yaitu jika dihubungkan pengertian sempit pada ayat Quddira alayh ( Disempitkan atasnya (rezeki). (QS.Al-Thalak 7 ).Ditafsirkan ulama, karena banyaknya malaikat yang turun pada malam itu, sehingga bumi seperti menjadi sesak dan sempit ( M.Quraish Shibab, 1997 ) Dari keempat penafsiran tersebut, penulis lebih condong menggaris bawahi, pendapat pertama dan ketiga. Yaitu malam penentuan nasib manusia satu tahun ke depan, dan malam yang hebat ekstra mulia, melebihi malam lain, pada bulan Ramadhan. Mengenai makna seribu bulan ( Alfi syahr ), dalam Al-Quran, juga bervariasi memahaminya. Garis besarnya, dibagi dua : Pertama, pemberian nilai malam Al-Qadar yang lebih mulia dari seribu bulan, karena Nabi dan kaum muslimin, pernah mengharapkan, agar ada umatnya yang sama lelaki di zaman Bani Israil yang beribadah secara rutin, siang dan malam sepanjang hayatnya selama 8O tahun, dan tidak pernah mendurhakai Tuhan. Maka datanglah malaikat Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad, bahwa Allah menurunkan satu malam, nilainya lebih mulia dari 8O tahun atau seribu bulan. Seperti yang pernah diharapkan Rasul kepada umatnya. ( Ibn Katsir IV : 53O). Kedua,, bahwa sebenarnya arti seribu bulan adalah gambaran, betapa banyaknya nilai dan pahalanya. Sebenarnya, hal itu dapat diartikan, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh pada malam itu, dapat memperoleh pahala, lebih banyak dari seribu bulan. Bahkan, boleh diartikan, seribu kali seribu bulan. Atau lebih banyak lagi. sepanjang zaman ( Al-Jawahir XIII : 253 ). Dari kedua versi diatas, seorang yang beramal di malam itu nilainya, lebih banyak dari seribu kali seribu bulan, karena Tuhan sendiri yang membalasnya (Waana ajzi bih). Sesuai keseriusan dan bobot amal yang dilakukan (ihtisaban). Sunnah Rasul: Diperkuat oleh Sunnah Setiap amal anak Adam (manusia) membawa manfaat bagi dirinya sendiri, (kata Tuhan) kecuali puasa. Karena puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan 29

membalasnya. Puasa itu adalah prisai Jika ada seorang berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan gaduh. Jika salah seorang memakinya, atau memusuhinya, hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Zat jiwa Muhammad yang berada dalam genggamannya, bau mulut orang yang sedang berpuasa , bagi Allah, lebih harum dari bau Kasturi. Orang yang berpuasa mengalami dua kegembiraan : gembira, ketika berbuka puasa dan gembira, ketika bertemu Tuhannya, karena besarnya pahala puasa yang diraih. ( HR.Bukhari dan Muslim ). Seorang sahabat melaporkan kepada Rasul, saya bermimpi melihat Lailatul Qadar turun pada malam 7 terakhir Ramadhan. Nabi menyambut, saya lihat mimpimu itu klop yang saya pahami, maka nantikanlah 7 terakhir Ramadhan. ( HR.Bukhari ). Dikemukakan Ibnu Abbas, Rasul SAW jika selesai bertemu Jibril, maka beliau lebih pemurah, daripada angin bertiup .( HR.Bukhari Muslim ). Alhasil, amalan Rasul dipokuskan, terutama Asyr al-awakhir (pada 1O terakhir). Selain berpuasa sesuai Al-Quran, shalat lail (Tarawih) membaca Al-Quran, itikaf, juga banyak bersedekah dan menyelesaikan problem masyarakat disekelilingnya.Misalnya, kalau di negeri kita, membantu orang miskin yang tidak terjaring kopernsasi BBM. Adapun salat lail (Tarawih) yang dilakukan, sesuai pengakuan Aisyah Tidak pernah lebih dari 11 rakaat, di bulan puasa atau diluarnya. Hanya saja, luar biasa panjang dan indahnya, bacaan yang dilantungkan. ( HR.Bukhari dari Aisyah ). Suatu kelemahan yang kita jumpai di tanah air, sebagian Imam mesjid, salat Tarawihya terlalu cepat, singkat, dan terburu-buru. Mungkin sudah waktunya, di sesuaikan yang dipraktekan Rasul dan perintah Al-Quran, Tartil (Indah perlahan-lahan).. Kaifiat meraihnya : Tidak ditemukan cara yang persis kaifiatnya. Hanya praktek Rasulullah, lebih memperbanyak amalnya, bersama keluarganya. Baik ibadah mahdhah atau sosial, terutama sepuluh terakhir. Namun, jika Anda ingin mencontoh kebiasaan orang saleh dan ulama sufi terdahulu, tidak jelek. Mudah-mudahan termasuk bidah hasanah, seperti bidah hasanahnya memberi titik Al-Quran, yang dulunya tidak bertitik. Demikian mencetaknya kitab Al-Quran, sepertti yang kit abaca sekarang. Kaifiat orang saleh diantaranya: 1. Mandi dan wudhu sempurna, sebelum shalat lail. 2. Banyak beristigfar ( sesuai kemampuan ). 3. Membaca surah Al-Qadar berulang-ulang, (sesuai kemampuan). 4. Membaca surah Al-Ankabut, Al-Rum dan Al-Dukhan (3 x ) 5. Berdoa agar nasib tahun depan, lebih baik.( Miftah al-Jannah, 217 ). Ketika Aisyah bertanya kepada Rasul, doa apakah yang afdal dibaca pada malam Lailatul Qadar ? . Rasul menjawab, Allahumma innaka afuwwun, tuhibbul afwa, fafu anni . (Ya Allah, Engkau lah Tuhan pengampun, menyukai ampunan, maka ampunilah dosa dosa saya ).( HR.Bukhari ). Akhirnya, dari uraian singkat diatas, disimpulkan, bahwa makna Lailatul Qadar ialah satu malam yang ekstra mulia. Didalamnya ditetapkan nasib manusia, untuk satu tahun ke depan. Orang yang beramal, nilainya lebih mulia dari seribu kali seribu bulan. Diperkirakan jatuh pada malam ganjil ke 23 atau 25 atau 27 Tapi boleh juga malam lain, karena rahasia Tuhan. Dan tiap tahun berubah tanggalnya. Kaifiat meraih, ialah lebih memperbanyak amal, bukan hanya yang mahdhah, tapi termasuk mengurus problem masyarakat, seperti membantu orang miskin yang belum tersentuh kompensasi BBM.( Wallahu alam ). Semoga Allah SWT memasukkan kita, peraih tahun ini. Amin LAILATUL QODAR Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan. Salah satu di antaranya adalah Laylat AlQadr -- satu malam yang oleh Al-Quran dinamai "lebih baik daripada seribu bulan". Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa " 30

Ada suatu malam yang bernama Laylat Al-Qadr" (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah "malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan" (QS 44:3). Makna Lailatul Qadar - Menggapai Laylatul Qadar - Waktu dan tanda tanda kedatangan malam Lailatul Qadar - Rahasia Kedatangan Malam Lailatul Qadr - Keutamaan Lailatul Qadar - 11 Hal untuk memperoleh Lailatul Qadar Surah Al-Qadr adalah surah ke-97 menurut urutannya di dalam Mushaf. Ia ditempatkan sesudah surah Iqra'. Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa ia turun jauh sesudah turunnya surah Iqra'. Bahkan, sebagian diantara mereka, menyatakan bahwa surah Al-Qadr turun setelah Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian-keserasian yang mengagumkan. Kalau dalam surah Iqra', Nabi saw. diperintahkan (demikian pula kaum Muslim) untuk membaca dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, maka wajarlah jika surah sesudahnya --yakni surah Al-Qadr ini-- berbicara tentang turunnya Al-Quran dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam Nuzul Al-Qur'an (turunnya Al-Quran). Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan. Salah satu di antaranya adalah Laylat AlQadr -- satu malam yang oleh Al-Quran dinamai "lebih baik daripada seribu bulan". Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa " Ada suatu malam yang bernama Laylat Al-Qadr" (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah "malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan" (QS 44:3). Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena Kitab Suci menginformasikan bahwa ia diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan (QS 2:185) serta pada malam Al-Qadr (QS 97:1). Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr. Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, ... AlHaqqah .. 'illiyyun, dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu terdapat tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariq, Ma adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr. Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita, kali ini. Walaupun demikian, sementara ulama membedakan antara pertanyaan ma adraka dan ma yudrika yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam tiga ayat. Wa ma yudrika la 'alla al-sa'ata takunu qariba (Al-Ahzab: 63) Wa ma yudrika la'alla al-sa'ata qarib ... (Al-Syura:17) Wa ma yudrika la allahu yazzakka (Abasa: 3). Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia. Secara gamblang, Al-Quran --demikian pula Al-Sunnah-- menyatakan bahwa Nabi saw. tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa ma adraka, walaupun berupa pertanyaan, namun pada 31

akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi saw., sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau. Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw., karena di sanalah dapat diperoleh informasinya. Kembali kepada pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini ditemukan berbagai jawaban. Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti: Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Allah pada surah 44:3 yang disebut di atas. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. AlQuran yang turun pada malam Laylat Al-Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad saw., guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Kemuliaan Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 surah Al-An'am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu 'ala basyarin min syay'i (Mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia). Sempit Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Kata qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Quran antara lain dalam ayat ke-26 surah Al-Ra'd: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya' wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendaki-Nya]). Ketiga arti tersebut, pada hakikatnya, dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan? Namun demikian, sebelum melanjutkan pembahasan tentang hakikat dan hikmah Laylat Al-Qadr, terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan tentang kehadirannya, apakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu. Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran. Pakar hadis, Ibnu Hajar, menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi. Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadha.n. Bahkan, Rasul saw. menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan. Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang. Nah, apakah bila ia hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam 32

kehadirannya itu? Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun, dugaan itu --hemat penulis-- keliru, karena itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak. Di sisi lain, ini berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material, sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Dan seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu pun tidak akan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Laylat Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di tempat itu mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya? Demikian juga dengan Laylat Al-Qadr. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul saw. menganjurkan sekaligus mempraktikkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Laylat Al-Qadr datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi saat qadr --dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya pada masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbit fajar kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadr yang dikemukakan di atas!). Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan ilustrasi berikut: "Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan pertarungan antara keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan sesuatu.[b][i] Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan atau paling tidak penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan. Nah, turunnya malaikat, pada malam Laylat Al-Qadr, menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia akan selalu disertai oleh malaikat sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tidak terbatas sampai fajar malam Laylat Al-Qadr, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak." Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi saw., menganjurkan sambil mengamalkan i 'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan ketakwaan. Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. 33

Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, walaupun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun, Nabi saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa. Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fialdunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar(Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak. Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat. Karena itu, tidak heran jika kita mendengar jawaban Rasul saw. yang menunjuk kepada doa tersebut, ketika istri beliau 'A'isyah menanyakan doa apa yang harus dibaca jika ia merasakan kehadiran Laylat-Al-Qadr? Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Menggapai Laylatul Qadar [1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan[2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan[4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. LAILATUL Qodar adalah salah satu keutamaan bulan Ramadhan. Secara etimologis (harfiyah), Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, yakni lail atau lailah yang berarti "malam hari" dan qadar yang bermakna "ukuran" atau "ketetapan". Secara terminologis (maknawi), Lailatul Qodar dapat dimaknai sebagai "malam yang agung" atau "malam yang mulia". Ada juga yang mengatakan bahwa Lailatul Qodar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Diturunkannya Alquran pada malam itu dipahami sebagai penetapan jalan hidup manusia yang harus dilalui, dengan panduan Alquran. Lalu, apakah sebenarnya Lailatul Qodar itu? Yang pasti, Allah SWT menjelaskan, Lailatul Qodar itu lebih utama dari seribu bulan (83 tahun). Pada malam itu, para malaikat turun ke bumi dengan izinNya, sehingga sepanjang malam itu tersebar keselamatan bagi penduduk bumi hingga terbit fajar (QS. Al-Qodar: 1-5). Dalam sebuah hadits riwayat Anas bin Malik, Rasulullah SAW menegaskan, "Sesungguhnya Allah mengaruniakan Lailatul Qodar hanya untuk umatku dan (Allah) tidak memberikannya kepada umatumat sebelumnya". Menurut Anas bin Malik, keutamaan Lailatul Qodar adalah berupa ibadah - seperti shalat, tilawah, dzikir, dan amal sosial (seperti zakat, infak, sedekah) - yang dilakukan pada malam itu dan nilainya lebih baik dibandingkan amal serupa selama seribu bulan Lalu untuk urusan apa para malaikat termasuk Jibril turun ke bumi pada malam itu? Sebagaimana sabda Rasul yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas, pada malam itu para malaikat turun ke bumi untuk menghampiri dan mengucapkan salam kepada hamba-hamba Allah yang sedang beribadah. Pada malam itu, pintu-pintu langit dibuka dan Allah menerima taubat hamba-Nya. Keutamaan Lailatul Qodar tersebut sungguh menggiurkan. Wajar bila kedatangannya begitu didambakan setiap Muslim. Menariknya, Allah dan Rasul-Nya tidak menentukan kapan malam itu tiba, sehingga upaya perburuan Lailatul Qodar di bulan Ramadhan menjadi fenomena tersendiri di kalangan umat Islam. Para ulama berbeda pendapat tentang kapan persis terjadinya Lailatul Qodar karena beragamnya 34

informasi hadis Rasulullah serta pemahaman para sahabat. Pendapat pertama menyebutkan Lailatul Qodar mungkin terjadi pada malam ke-27 sebagaimana hadis riwayat Iman Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi. Pendapat kedua menyebut malam 17 Ramadhan, malam diturunkannya Alquran (Nuzulul Quran). Pendapat ketiga menyatakan, Lailatul Qodar terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan, sebagaimana sabda Rasul, "Carilah Lailatul Qodr pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan" (HR. Bukhari, Muslim, dan Baihaqi). Hadis lain menyebutkan malam penuh keberkahan itu terjadi pada malam tanggal 21 Ramadhan atau tanggal 23 Ramadhan. Ada juga hadits yang menyebutkan Lailatul Qodar bisa dicari pada tujuh malam terakhir (HR Bukhari dan Muslim). Sebagai pegangan, kita bisa menarik kesimpulan, Lailatul Qodar terjadi pada malam ganjil dalam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dengan demikian, "perburuan" malam itu bisa dilakukan mulai malam ke-21 hingga ke-29 Ramadhan. BAGAIMANA kita bisa mengenali Lailatul Qodar? Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, meriwayatkan, Rasulullah SAW menerangkan, tanda-tanda Lailatul Qodar itu antara lain suasana malam itu terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk, tidak terasa panas, tidak juga dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih, terang-benderang, tanpa tertutup awan Namun demikian, tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailatul Qodar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan batinnya, sehingga benar-benar menikmati kedekatan dengan Allah melalui amal ibadah pada malam itu. Teknik "perburuan" yang dicontohkan Rasul adalah dengan melakukan i'tikaf di masjid dalam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Demi menggapai Lailatul Qodar itu, umat Islam diizinkan untuk hidup seperti pertapa, mengurung diri di dalam masjid, menyibukkan diri dengan sholat, dzikir, doa, mengkaji Alquran dan Sunnah, serta menjauhi segala urusan duniawi Sebenarnya, seluruh malam bulan Ramadhan adalah waktu untuk mendapatkan Lailatul Qodar itu. "Perburuan" terhadap malam kemuliaan itu hendaknya dilakukan sejak malam pertama bulan Ramadhan. Tak sehari pun berlalu tanpa amal shalih. Ibarat seorang pesepakbola profesional yang terus berlatih dan bermain, setiap hari, minimal untuk menjaga kondisi tubuh dan teknik memainkan bola, meski tidak ada pertandingan resmi. Atau ibarat sebuah tim sepakbola yang harus melalui babak penyisihan dengan baik. Memandang setiap pertandingan sebagai final. Hanya tim terlatih dan terbaik yang bisa meraih juara. Dengan demikian, Lailatul Qodar hanya akan ditemui oleh mereka yang mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailatul Qodar hanya akan diraih oleh orang-orang tertentu yang berakhlak mulia dan memuliakan hariharinya dengan menjalankan syariat Islam. Jika kita ditakdirkan Allah menemui Lailatul Qodar, doa pertama yang dipanjatkan adalah "Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf, suka memaanfkan, maka maafkanlah kesalahanku" (Allahumma innaka 'afuwun tuhibul afwa fa'fu 'anni). Itulah yang diajarkan Rasulullah kepada Aisyah ketika ia bertanya: "Wahai Rasulullah, bila aku ketahui kedatangan Lailatul Qodar, apa yang mesti aku ucapkan"? (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi). Orang yang menemui Lailatul Qodar akan berubah kehidupannya menjadi jauh lebih baik. Para malaikat yang menemu jiwanya malam itu, akan tetap hadir memberikan bimbingan dalam mengarungi samudera kehidupan hingga akhir hayatnya. Dengan hadirnya "semangat kebaikan" yang dibisikkan malaikat itu, bisikan nafsu dan syetan yang hadir dalam jiwa setiap manusia akan terpinggirkan. Ia takkan mampu menembus dinding tebal bisikan kebaikan malaikat. Singkatnya, orang yang jiwanya dikendalikan bisikan malaikat, yang fondasinya tertanam pada malam Lailatul Qodar, jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan. Pandangan demikian mendapatkan "pembenaran sejarah". Kita tahu, Lailatul Qodar yang ditemui Muhammad SAW pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang kondisi diri sendiri dan masyarakat. 35

Saat kebeningan hati tercipta, turunlah "Ar-Ruh" (Malaikat Jibril) membawa wahyu, sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup Muhammad SAW dan umatnya. Wallahu a'lam. (ASM. Romli).RioL Waktu dan tanda tanda kedatangan malam Lailatul Qadar Dari Ibnu Umar ra, ada beberapa orang sahabat Nabi Saw yang bermimpi bahwa Lailaitul Qadar akan datang pada pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda: "Aku juga melihat ru'yah kalian pada tujuh malam terakhir bulan tersebut. Maka barang siapa yang menginginkannya, dapatkanlah malam tersebut pada tujuh malam terakhir" Lailatul Qadar mempunyai kedudukan yang istimewa dalam Islam, karena malam tersebut diakui sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut turunlah para malaikat (termasuk malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam tersebut akan penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar. Seperti halnya kematian, malam Lailatul Qadar juga dirahasikan keberadaannya oleh Allah supaya manusia mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah dan mengingatnya dengan tetap mawas diri setiap saat, selalu berbuat kebaikan dan taat kepada Tuhannya. "Aku juga melihat Lailatul Qadar dalam mimpi seperti kalian yaitu pada tujuh malam terakhir" (dengan mempergunakan kalimat Tawaata'a). Hadis ini bersinggungan dengan sebuah hadis yang berbunyi: "Seseorang telah melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, maka Nabi bersabda: "Dapatkanlah malam mulia itu, pada tujuh malam terakhir" (Dengan mempergunakan kata Ra'a). Riwayat Muslim menyatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir sedang riwayat Bukhari ada yang melihat jatuh pada malam ketujuh dan ada yang melihat sepuluh terakhir. Karena perbedaan kalimat pada kedua hadis tersebut (dalam riwayat Muslim mempergunakan kalimat Tawata'a sedangkan riwayat Bukhori tidak mempergunakan kalimat tersebut), timbullah perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menentukan datangnya malam Lailatul Qadar, ada yang mengatakan pada tujuh malam terakhir dan ada juga yang mengatakan sepuluh malam terakhir. Padahal secara tidak langsung bilangan tujuh masuk ke dalam sepuluh, maka Rasulullah pun menentukan bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir, karena makna Tawaata'a pada hadis yang diriwayatkan Muslim berarti Tawaafuq (sesuai atau sama). Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh di sini adalah tujuh malam terakhir bulan Ramadhan. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ali ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, seandainya kalian kehilangan hari-hari sebelumnya maka jangan sampai kalian melewatkan malam-malam terakhir bulan tersebut" Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, apabila kalian merasa lemah atau tidak mampu melaluinya maka jangan sampai kalian kehilangan tujuh malam berikutnya" Dari berbagai versi hadis yang ada, telah terbukti bahwa Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam dua puluh dua dan paling akhir jatuh pada malam dua puluh delapan, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi malam Lailatul Qadar sendiri jatuh pada malam ke sembilan, tujuh dan lima Ramadhan (bilangan ganjil). Dari riwayat hadis yang berbeda lahirlah pendapat para ulama yang beragam (tidak kurang dari empat puluh pendapat). Malam Lailatul Qadar mempunyai ciri dan keistimewaan tersendiri yang tidak dapat kita kenali kecuali setelah berlalunya malam tersebut. Salah satu ciri atau keistimewaan tersebut adalah; terbitnya matahari seperti biasa akan tetapi memancarkan cahaya redup (tidak bersinar terang seperti biasa), berdasarkan sebuah hadis: dari Zur Bin Hubaisy, ia berkata: "Aku 36

mendengar Ubay Bin Ka'ab berkata: "Barang siapa yang bangun di tengah malam selama satu tahun ia akan mendapatkan Lailatul Qadar" Ayahku berkata: "Demi Allah tidak ada Tuhan selain dia, malam itu terdapat di bulan Ramadhan, demi Tuhan aku mengetahuinya, tapi malam manakah itu? Malam dimana Rasulullah memerintahkan kita untuk bangun untuk beribadah. Malam tersebut adalah malam ke dua puluh tujuh, yang ditandai dengan terbitnya matahari berwarna putih bersih tidak bercahaya seperti biasanya". Diriwayatkan dari Ibnu Khuzaimah dari hadis Ibnu Abbas: "Ketika Lailatul Qadar pergi meninggalkan, bumi tidak terasa dingin, tidak juga panas, dan matahari terlihat berwarna merah pudar" dan dari Hadits Ahmad: "Pada hari itu tidak terasa panas ataupun dingin, dunia sunyi, dan rembulan bersinar" Dari hadis kedua kita dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri tersebut hanya ada pada waktu malam hari. Malam Lailatul Qadar bukanlah malam yang penuh dengan bintang yang bersinar (sebagaimana diperkirakan orang) akan tetapi Lailatul Qadar adalah malam yang mempunyai tempat khusus di sisi Allah. Dimana setiap Muslim dianjurkan untuk mengisi malam tersebut dengan ibadah dan mendekatkan diri padanya. Imam Thabari mengatakan: "Tersembunyinya malam Lailatul Qadar sebagai bukti kebohongan orang yang mengatakan bahwa pada malam itu akan datang ke dalam penglihatan kita sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat pada malam-malam yang lain sepanjang Tahun, sehingga tidak semua orang yang beribadah sepanjang tahunnya mendapat Lailatul Qadar" Sedangkan Ibnu Munir mengatakan bahwa tidak sepantasnya kita menghukumi setiap orang dengan bohong, karena semua ciri-ciri tersebut bisa dialami oleh sebagian golongan umat, selayaknya karamah yang Allah berikan untuk sebagian hambanya, karena Nabi sendiri tidak pernah membatasi ciri-ciri yang ada, juga tidak pernah menafikan adanya karamah. Ia meneruskan: Lailatul Qadar tidak selamanya harus diiringi keajaiban atau kejadian-kejadian aneh, karena Allah lebih mulia kedudukannya untuk membuktikan dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Sehingga ada yang mendapatkan malam Lailatul Qadar hanya dengan beribadah tanpa melihat adanya keanehan, dan ada sebagian lain yang melihat keanehan tanpa di sertai ibadah, maka penyertaan ibadah tanpa disertai keanehan kedudukannya akan lebih utama di sisi Tuhan. Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa salah satu ciri datangnya malam Lailatul Qadar adalah melihat segala sesuatu yang ada di bumi ini tertunduk dan sujud ke hadirat-Nya. Sebagian lain mengatakan pada malam itu dunia terang benderang, dimana kita dapat melihat cahaya dimanamana sampai ke tempat-tempat yang biasanya gelap. Ada juga yang mengatakan orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar dapat mendengar salam dan khutbahnya malaikat, bahkan ada yang mengatakan bahwa salah satu ciri tersebut adalah dikabulkannya do'a orang yang telah diberikannya taufik. Rahasia Kedatangan Malam Lailatul Qadr Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bercerita kepada para sahabatnya tentang pejuang dari Bani Israil yang bernama Sam'un. Selama 1000 bulan atau delapan puluh tiga tahun ia tidak pernah meletakkan senjata atau beristirahat dari perang Fii Sabilillah. Ia hanya berperang dan berperang demi menegakkan agama Allah tanpa mengenal rasa lelah. Para sahabat ketika mendengar cerita tersebut, mereka merasa kecil hati dan merasa iri dengan amal ibadah dan perjuangan orang tersebut. Mereka ingin melakukan amal ibadah dan perjuangan yang sedemikian rupa, tapi bagaimana mungkin untuk melakukannya sedang umur kehidupan mereka jarang yang mencapai usia lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun. Di dalam hadist disebutkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: "Usia ummatku sekitar enam puluh atau tujuh puluh tahun". karena itulah mereka bersedih dan kecil hati. \Ketika para sahabat sedang berfikir dan merenungkan tentang hal itu, dimana mereka merasa kecil hati karena tidak mungkin berbuat hal yang telah diperbuat oleh orang Bani Israil yang telah disebutkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, maka datanglah malaikat Jibril kepada 37

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam membawa wahyu dan kabar kembira kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Berkata malaikat Jibril Alaihis Salaam: "Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menurunkan kepadamu ya Rasulullah surat Al Qadr, dimana di dalamnya terdapat kabar gembira untukmu dan ummatmu, dimana Allah menurunkan malam Lailatul Qadr, dimana orang yang beramal pada malam Lailatul Qadr mendapatkan pahala lebih baik dan lebih besar daridari pada seribu bulan. Maka amal ibadah yang di kerjakan ummatmu pada malam Lailatul Qadr lebih baik dari pada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil yang beribadah selama delapan puluh tahun". Lalu malaikat jibril membacakan surat Al Qadr yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemulian (Lailatul Qadr)." "Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan". "malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan". Pada malam itu turun para malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan". "Malam itu penuh kesejahtraan sampai terbit fajar". Maka dengan turunnya wahyu tersebut yang penuh dengan kabar gembira, Rasulullah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya merasa senang dan gembira dengan adanya Lailatul Qadr. Kapankah terjadinya malam Lailatul Qadr ??? Yang pasti Lailatul Qadr terjadi disetiap bulan Ramadhan, sebagaimana yang di sepakati oleh Ulama ahli tafsir. Namun yang menjadi perbedaan pendapat adalah tentang hari apa dan tanggal berapa terjadinya malam Lailatul Qadr? Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa suatu hari Rasulullah menjanjikan para sahabatnya untuk memberitahukan kepada mereka tentang malam keberapa akan terjadanya Lailatul Qadr, akan tetapi karena terjadi perselisihan antara beberapa orang, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala merahasiakan waktu kedatangan Lailatul Qadr di malam malam bulan Ramadhan. Oleh karena itulah para Ulama mengatakan bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr ada kemungkinan di awal malam dari bulan Ramadhan atau di salah satu malam di malam-malam bulanRamadhan. Didalam suatu hadist Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang artinya: "Carilah malam lailatul qadar dimalam-malam 10 akhir di bulan Ramadhan" Berkata Al Imam Malik, bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr itu di malam-malam 10 akhir dibulan Ramadhan dengan tanpa ada ketentuan tanggal atau malam. Menurut pendapat Imam Syafii, Lailatul Qadr kemungkinan besar datang pada tanggal 21 Ramadhan, dan menurut Sayyidatuna Aisyah Radhiallahu Anha Lailatul Qadr datang pada tanggal 17 Ramadhan, sedangkan Sayyiduna Abu Dzar dan Al Hasan Al basri mengatakan bahwasanya kedatangan malam Lailatul Qadr pada tanggal 25 Ramadhan. Tetapi pendapat paling banyak diantara para sahabat, seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Kaab dan Al Imam Ahmad bin Hambal didalam riwayatnya bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr pada tanggal 27 Ramadhan dan banyak juga dari Ulama Ulama besar yang mengatakan bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr dirahasiakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala Inilah pendapat-pendapat yang mengatakan tentang kedatangan malam Lailatul Qadr, lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut? Perlu kita ketahui hikmah di rahasiakannya kedatangan malam Lailatul Qadr adalah agar kita Umat Islam berjaga-jaga dan bersiap-siap dengan melakukan ibadah disetiap malam dibulan Ramadhan tanpa harus menentukan satu malam atau menjadikan malam tertentu lebih dari malam lainnya. Kita harus meningkatkan nilai-nilai ibadah kita dibulan Ramadhan dengan prinsip malam ini lebih baik dari malam kemarin dan seterusnya, dan berharap pada Allah SWT agar diberi taufik untuk beribadah pada malam Lailatul Qadr, sehingga kita mendapatkan ucapan salam dari para malaikat yang turun ke bumi dan masuk ke setiap rumah orang-orang mu'min untuk memberikan salam dan mendoakan kepada penghuni rumah. Bahkan di riwayatkan didalam hadist oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam didalam khutbahnya: "Barangsiapa memberikan makanan untuk orang berbuka puasa dari hartanya yang halal maka malaikat memintakan ampunan dari Allah atas dosa-dosanya sepanjang bulan Ramadhan dan disaalmi oleh Jibril Alaihis Salaam dimalam Lailatul Qadr dan barang siapa yang disalami oleh jibril niscaya lembut hatinya dan banyak air matanya". Dan apa bila kita ingin mengetahui apakah rumah kita telah di masuki oleh para malaikat dan kita telah di salami olah malaikat Jibril di malam Lailatul Qadr, maka lihatlah diri kita apakah hati kita lembut apakah mata kita selalu mencucurkan air 38

matanya karena Allah? Maka apabila kita telah dapati hal hal tersebut di diri kita maka kita termasuk didalam golongan orang-orang yang berbahagia yang melebihi orang-orang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil dan kita termasuk didalam golongan orang-orang yang patut untuk dibanggakan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam di hari kiamat nanti di hadapan para Nabi dan Rasul Di katakan oleh para Ulama bahwa diantara tanda-tanda malam Lailatul Qadr adalah pagi harinya matahari bersinar cerah, tetapi sinarnya tidak terlalu panas dan hari itu penuh dengan ketenangan dan ketenteraman sehingga dikatakan tidak terdengar gonggongan anjing, dan banyak lagi tandatanda yang lainnya. Dan juga banyak dari orang-orang yang berhati suci mengetahui kedatangan malam Lailatul Qadr. Sehinngga diriwayatkan didalam hadist bahwasanya istri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam Sayyidatuna Aisyah Radhiallahu Anha bertanya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: "Ya Rasulullah apabila aku mengetahui kedatangan malam Lailatul Qadr apa yang aku baca?" Maka menjawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: "Ya Aisyah apabila egkau mengetahui kedatangan Lailatul Qadr maka bacalah ya Allah sesungguhnya engkau maha pengampun dan menyukai ampunan maka ampunilah aku" Dari sini kita mengambil kesimpulan bahwa beberapa orang mengetahui tentang kedatangan malam karena itulah Sayyidatuna Aisyah berkata: "Apabila aku mengetahuinya" dan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam menjawab pertanyaan Sayyidatuna Aisyah sebab apabila pertaanyaan Sayyidatuna Aisyah salah, dan tidak ada orang yang mengetahui kedatangan Lailatul Qadr maka untuk apa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam menjawab pertanyaan Sayyidatuna Aisyah. Oleh karena itulah diriwayatkan oleh ahli sejarah bahwa dibeberapa kota muslim yang penuh dengan Ulama, seperti di negeri Yaman perempuan-perempuan berbincang-bincang dengan sesama mereka (mengosip) dan mereka mengatakan kepada temannya: "Apakah kamu melihat Lailatul Qadr semalam?" Maka temannya menjawab: "Ya aku pun melihatnya". Dan begitulah yang menjadi obrolan mereka di pagi hari Lailatul Qadr. Keutamaan Lailatul Qadar Ibn Abbas r.a. meriwayatkan , rasulullah SAW pernah bercerita bahwa beliau mendapat wahyu dari Allah tentang seorang laki-laki Bani Israil yang berjihad di jalan Allah selama seribu bulan tanpa henti. Rasulullah SAW sangat kagum , lalu beliau berdoa, "Tuhanku , Engkau telah menjadikan umatku orang-orang yang pendek usia dan sedikit amalan" Kemudian Allah memberi keutamaan kepada Rasulullah SAW dengan memberikan Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang digunakan oleh laki-laki Bani Israil itu berjihad di jalan Allah. Nama laki-laki Bani Israil itu adalah Syam'un (Samson). Ia berperang melawan kaum kafir selama seribu bulan tanpa henti. Ia diberi kekuatan dan keberanian yang membuat musuh-musuhnya ketakutan. Lalu kaum kafir mendatangi istri Syam'un. Mereka membujuk istrinya bahwa mereka akan memberi hadiah perhiasan emas jika ia dapat mengikat suaminya. Menurut perkiraan mereka, Syam'un dapat ditangkap dengan mudah jika dalam keadaan terikat Ketika Syam'un sedang tidur, secara diam-diam istrinya mengikat badan Syam'un dengan tali. Namun, ketika Syam'un bangun, dengan mudahnya ia memutuskan tali-tali yang mengikat tubuhnya. "Apa maksudmu berbuat demikian kepadaku?" tanya Syam'un kepada istrinya. "Aku hanya ingin menguji kekuatanmu," jawab istrinya pura-pura Kaum kafir itu tidak putus asa. Lalu mereka memberi rantai kepada istri Syam'un dan memerintahkannya agar mengikat suaminya dengan rantai itu. Istri Syam'un segera melaksanakannya. Namun, sebagaimana kejadian sebelumnya, dengan mudah Syam'unmemutuskan rantai besi yang mengikat tubunya. Iblis mendatangi kaum kafir, lalu berkata kepada mereka agar memerintahkan istri Syam'un untuk bertanya kepada suaminya di mana letak kelemahannya. Setelah dibujuk, Syam'un mengatakan kepada istrinya bahwa kelemahannya ada pada delapan jambul dikepalanya. Ketika Syam'un tidur, istrinya memotong delapan jambul suaminya itu lalu mengikatkannya pada tubuhnya. Empat jambul 39

digunakan untuk mengikat tangan dan empat jambul lagi untuk mengikat kakinya. Syam'un tidak mampu melepaskan dirinya dari ikatan itu karena itulah kelemahannya. Akhirnya, kaum kafir dapat menangkap Syam'un. Lalu mereka menyiksanya. Telinga dan bibir Syam'un dipotong lalu badannya digantung disuatu tiang yang sangat tinggi. Syam'un berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk melepaskan diri dari penyiksaan musuh-musuhnya. Allah mengabulkan do'a Syam'un, hingga ia dapat melepaskan diri dari tali-tali yang menjeratnya dan menghancurkan tiang yang dipakai untuk menggantungnya . Semua kaum kafir mati tertimpa tiang tersebut. Para sahabat Rasulullah SAW sangat kagum mendengar cerita itu. Mereka bertanya," Ya Rasulullah , dapatkah kami meraih pahala sebagaimana yang diperoleh Syam'un?" "Aku sendiri tidak tahu, " jawab Rasulullah SAW Kemudian beliau berdoa kepada Allah . Allah mengabulkannya dengan memberi malam Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang dipakai Syam'un berjihad di jalan Allah. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jika datang malam Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun ke Bumi diiringi para malaikat yang lain Mereka memberi salam kepada setiap orang yang berzikir kepada Allah. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurayrah, dikatakan bahwa pada malam Lailatul Qadar, para malaikat turun ke Bumi dengan jumlah yang tidak dapat dihitung. Mereka turun dari pintu-pintu langit yang terbuka bagaikan cahaya yang memancar. Terbukalah kerajaan malakut pada saat itu. Bagi orang yang terbuka hijabnya, ia dapat melihat malaikat yang sedang berdiri, rukuk, dan sujud kepada Allah sambil berzikir dan bertasbih. Di antara mereka ada yang dapat melihat surga dan neraka dengan segala isisnya. Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Barangsiapa menghidupkan malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan sampai Subuh, hal itu lebih dicintai Allah daripada melaksanakan salat di seluruh malam pada bulan itu." Fathimah bertanya,"Ayah, apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang tidak mampu menghidupkan malam itu karena sakit?" asulullah SAW menjawab,"Mereka tidak perlu menyingkirkan bantal-bantal mereka, hendaklah mereka duduk lalu berdoa kepada Allah pada malam itu. Itu lebih disukai Allah daripada salat umatku pada malam Ramadhan." Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda," Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar, lalu melaksanakan salat dua rakaat dan memohon ampunan Allah, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memberikan rahmat-Nya; malaikat Jibrilpun akan membelai dengan sayapnya. Barangsiapa yang dibelai sayap malaikat Jibril, ia akan masuk surga." Dikutip dari buku menyingkap hati mendekati Ilahi, karya Al Ghazali Makna Lailatul Qadar Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang Allah sebut ''lebih baik daripada seribu bulan''. Malam itu adalah Lailatul Qadar. Secara kebahasaan, kata qadar di dalam Alquran setidaknya dimaksudkan untuk tiga arti: penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit. Berdasarkan arti pertama, Lailatul Qadar berarti suatu malam di mana segala hal yang menyangkut alam dunia ini ditetapkan dan diatur. Maka, Lailatul Qadar dalam pengertian ini adalah penetapan kembali sejarah kehidupan manusia. Karena, ia adalah awal penetapan kembali takdir Allah, maka umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dianjurkan bertadarus Alquran sebanyak mungkin, beriktikaf, dan ibadah-ibadah lain seperti dicontohkan Rasulullah. Tadarus Alquran berarti memahami segala kandungan Alquran secara menyeluruh, tidak sepotongsepotong. Sehingga, Alquran benar-benar menjadi bagian dalam hidup kita yang hakiki. Selain itu, Nabi juga menganjurkan memperbanyak iktikaf di dalam masjid. Ini yang selalu beliau praktikkan 40

terutama pada 10 hari terakhir Ramadhan. Dalam iktikaf, seseorang dianjurkan memperbanyak evaluasi dan introspeksi diri, menyadari segala kesalahan yang lalu, dan merenungi kebesaran Allah. Selanjutnya memandang masa depan secara positif, bertekad memperbaiki diri sendiri untuk tidak melakukan berbagai dosa dan kesalahan. Pada saat yang sama, bertekad meningkatkan amaliah sehari-hari yang diridhai Allah. Lailatul Qadar menurut makna kedua yaitu kemuliaan. Surat Al-Qadar menjelaskan kemuliaan ini adalah disebabkan adanya berbagai peristiwa istimewa. Di antaranya peristiwa turunnya Alquran. Karena Lailatul Qadar merupakan diturunkannya Alquran di samping malam ditetapkannya segala sesuatu, maka hakikatnya ia lebih baik dari apa pun juga. Alquran menggambarkannya dengan hitungan seribu bulan. Artinya, bahwa ketika seseorang dalam perenungannya memahami kebesaran Allah dengan membaca ayat demi ayat Alquran beserta memahami maknanya, maka saat itulah momen Lailatul Qadar akan menemuinya. Malam itu tidak akan menemui orang-orang yang belum siap, dalam artian bahwa jiwanya belum mampu untuk menerimanya. Ia hanya menghampiri orang-orang yang sejak awal Ramadhan benar-benar telah siap, yaitu orang-orang yang selalu menghidupi malam-malamnya dengan ibadah kepada-Nya. Makna ketiga dari kata qadar adalah sempit. Ia dikatakan sempit karena banyaknya malaikat Allah yang turun memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa manusia hingga waktu pagi datang. Mengenai malaikat yang turun ini, ulama Muhammad Abduh mengilustrasikan mereka sebagai bisikan yang baik. Turunnya malaikat pada Lailatul Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia selalu disertai oleh malaikat, sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan kedamaian yang tidak terbatas sampai fajar Lailatul Qadar, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak. Lailatul Qadar Dalam Pandangan Allamah Thabathabai Peristiwa terpenting dalam bulan suci Ramadhan ialah malam Lailatul Qadar yang senantiasa dan selalu menjadi perhatian kaum muslimin. Pembahasan yang akan kita kaji ini, berkaitan dengan pandangan Allamah Thabathabai seputar malam Lailatul Qadar yang beliau sampaikan dalam tafsir Al-Mizan saat menafsirkan dua surah, Al-Qadar dan Ad-Dukhan. Semoga pembahasan yang sederhana ini dapat bermanfaat, khususnya bagi para dai agar dapat menyampaikanya kembali kepada masyarakat khususnya pada malam-malam ihya- sehingga ia dapat menjadi petunjuk yang baik bagi mereka. Arti malam Lailatul Qadar Maksud dari Qadar ialah pengkadaran atau pengukuran, sedangkan malam Lailatul Qadar adalah malam pentakdiran dan pengukuran. Pada malam ini, Allah Swt akan menentukan peristiwaperistiwa yang akan terjadi selama setahun ke depan, dan menetapkan kehidupan, kematian, rezeki, keselamatan dan kesesatan bagi manusia. Kapankah malam Lailatul Qadar akan tiba? Dalam ayat-ayat Al-Quran tidak ditemukan satu pun ayat yang dengan gamblang menjelaskan kapan terjadinya malam Lailatul Qadar. Akan tetapi dari sejumlah ayat Al-Quran dapat dipahami, bahwa malam yang agung ini ialah salah satu malam dari malam-malam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana yang kita saksikan, Allah Swt dalam sebuah ayat berfirman,Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi, (QS. Ad-Dukhan: 3). Dari ayat ini dapat difahami bahwa Allah Swt menurunkan Al-Quran secara sekaligus di malam yang penuh diberkahi. Kemudian dalam ayat lainnya Allah Swt pun berfirman Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran. (QS. Al-Baqarah: 185). Dalam ayat ini, secara gamlang Allah Swt menyatakan bahwa Al-Quran turun pada bulan Ramadhan. Di dalam salah satu ayat surah Al-Qadar, Allah Swt berfirman, Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) dalam Malam Qadar. (QS. Al-Qadar: 1). 41

Dari sekumpulan ayat-ayat ini dapat disimpulkan bahwa Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadar, malam yang diberkahi yang menjadi bagian dari malam-malam bulan Ramadhan. Yang menjadi bahan pertanyaan di sini, malam manakah dari malam-malam bulan suci Ramadhan yang merupakan malam Lailatul Qadar? Tidak terdapat dalil dalam ayat-ayat al-Quran yang sekaitan dengan permasalahan ini. Dimana ia hanya akan ditemukan di dalam riwayat-riwayat. Dalam sebagian riwayat yang dinukil dari para Imam suci Ahlul Bayt disebutkan, malam Lailatul Qadar berkisar antara malam ke-19, ke-21 dan ke-23. Dalam sebagian riwayat lain dikatakan, berkisar antara malam ke-21 dan ke-23. Sedang dalam sebagian lainya, memastikan malam suci ini tiba pada malam ke-23[1]. Tidak diungkapkannya satu malam tertentu bagi malam Lailatul Qadar, bertujuan guna menjaga kemuliaan malam ini, sehingga dengan kebodohan- seorang tidak akan menodai kesuciannya dengan dosa-dosa yang akan diperbuatnya malam itu. Atas dasar ini, menurut riwayat Ahlul Bait as, malam Lailatul Qadar ialah salah satu malam di antara malam-malam bulan Ramadhan, yaitu salah satu dari malam-malam ke-19, ke-21 dan ke-23. Sementara riwayat-riwayat Ahli Sunah sekaitan permasalahan ini, tidak memiliki persepsi sama anatara satu dengan lainnya, sehingga sulit untuk menggabungkan persepsi yang ada. Hanya saja, sudah terkenal dalam kalangan Ahli Sunah bahwa malam ke-27 bulan Ramadhan adalah malam Lailatul Qadar dan pada malam ini Al-Quran diturunkan[2]. Malam Lailatul Qadar tiba setiap tahun Malam Lailatul Qadar tidak hanya terbatas pada malam saat turunnya Al-Quran, yaitu pada tahun ketika Al-Quran diturunkan. Oleh sebab itu, di setiap tahun pada bulan Ramadhan akan terdapat malam Lailatul Qadar yang di dalamnya ditentukan perkara-perkara setahun ke depan. Dalam membuktikan klaim ini, terdapat beberapa dalil yang diantaranya ialah: Pertama: Turunnya Al-Quran secara sekaligus pada salah satu malam Lailatul Qadar 14 abad yang lalu adalah satu hal yang mungkin saja terjadi. Akan tetapi penetapan peristiwa-peristiwa seluruh abad yang telah lalu dan yang akan datang dari malam itu- menjadi suatu yang tidak bermakna. Kedua: karena kata dalam ayat suci ( Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.)[3], ialah Fiil Mudhari yang megandung arti masa sekarang (present). Oleh sebab itu, kata tersebut menyampaikan makna kontinuitas. Demikian pula, kata dalam ayat mulia ( Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.)[4] juga menunjukkan kontuinitas karena i jug berbentuk Fiil Mudhari. Ketiga: Dari firman Allah Swt, bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran (QS. Al-Baqarah: 185), dapat disimpulkan bahwa malam Lailatul Qadar akan terus terulang pada malam bulan-bulan Ramadhan dan tidak hanya terbatas pada satu malam Ramadhan saat diturunkannya Al-Quran. Terkait hal ini, Syaikh Thusi menukil sebuah riwayat dari Abu Dzar, beliau berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah, Apakah malam Lailatul Qadar adalah malam yang dijanjikan pada para Nabi dan diturunkan urusan-urusan pada mereka. Namun dikarenakan mereka sudah tiada, lantas perkara tersebut tidak lagi diturunkan? Rasulullah Saw menjawab, Tidak! Tetapi malam Lailatul Qadar (akan ada) sampai hari Kiamat[5]. Kebesaran Malam Qadar Dalam Surah Al-Qadar disebutkan, Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al-Qadr: 1-3). Apabila Allah Swt sekedar ingin menjelaskan kebesaran malam Lailatul Qadar, cukup dengan Dia berfirman, Dan tahukah kamu apakah ia? ia lebih baik dari seribu bulan. Artinya, bisa saja Allah Swt dalam firman-Nya menggunakan kata ganti dari malam Lailatul Qadar (yang diartikan dengan malam kemuliaan) pada ayat kedua dan 42

ketiga. Akan tetapi Allah Swt tetap menyebutkan kalimat Lailatu al-qadr guna menunjukkan kebesaran Malam tersebut. Kemudian Allah Swt menjelaskan kebesaran malam ini dengan berfirman, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Malam ini dikatakan lebih baik dari pada reribu bulan ialah dari sisi keutamaan ibadah di dalamnya. Hal ini sesuai dengan tujuan diturunkannya Al-Quran, sebab AlQuran menginginkan agar manusia mendekatkan diri kepada Allah dan mengajak manusia kepadanya. Oleh karenanya, beribadah pada malam Lailatul Qadar lebih baik dari ibadah seribu bulan. Telah ditanyakan pada Imam Jakfar Shadiq as, Bagaimana mungkin Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan? (padahal dalam seribu bulan itu ada satu Malam Qadar dalam setiap dua belas bulannya). Imam menjawab, Ibadah pada Malam Qadar lebih baik dari ibadah dalam seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Malam Qadar[6]. Peristiwa-Peristiwa Malam Qadar: 1. Turunnya Al-Quran Secara lahir ayat yang berbunyi, Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan menkonfirmasikan turunnya Al-Quran secara keseluruhan pada malam Lailatul Qadar. Sebab kata inzl yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan akan makna sekaligus, lain halnya dengan kata tanzl dimana ia menunjukkan akan makna secara perlahan dan bertahap. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Al-Quran diturunkan dalam dua bentuk penurunan. Pertama, penurunan secara sekali dan sekaligus pada malam tertentu. Dan yang kedua, penurunan secara perlahan dan berangsur-angsur selama 23 tahun masa kenabian Rasulullah Saw Ayat-ayat seperti ayat yang berbunyi, Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian (QS. Al-Isra: 106), menjelaskan bentuk penurunan Al-Quran yang secara berangsur-angsur. Dalam bentuk penurunan sekaligus, bukan berarti Al-Quran yang banyak mengandung surah dan ayat itu, diturunkan dalam satu waktu secara sekaligus, akan tetapi maksudnya ialah ia diturunkan secara global. Sebab ayat-ayat yang diturunkan tentang berbagai peristiwa pribadi dan kejadian secara rinci berhubungan erat dengan waktu, tempat, pribadi dan kondisi tertentu yang menjadi Asbab Nuzul ayat-ayat tersebut. Sehingga seandainya Asbab Nuzul dari ayat-ayat yang ada dinafikan dan dikatakan bahwa Al-Quran diturunkan secara sekaligus, maka akan banyak permasalahan-permasalahan dalam Al-Quran yang akan terhapus dan tidak dapat diaplikasikan dengan ayat-ayat yang ada. Dengan dimikian, Al-Quran bukanlah diturunkan dua kali dengan bentuk yang ada sekarang ini, akan tetapi dua bentuk penurunan ini satu dengan lainnya salng berbeda, dan berbedaan tesebut terletak pada Ijml (global) dan Tafshl (terperinci) kadungan Al-Quran yang diturunkan, Ijml dan Tafshl yang disebutkan dalam ayat, Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu. (QS. Hud: 1). Pada Malam Qadar, Al-Quran turun secara global dan sekaligus pada hati suci Rasulullah Saw dan selama 23 tahun turun secara perlahan dan terperinci ayat demi ayat. 2. Penentuan Berbagai Urusan 43

Pada malam Lailatul Qadar, Allah swt menentukan peristiwa-peristiwa satu tahun ke depan, peristiwa-peristiwa seperti kelahiran dan kematian, kemiskinan dan kekayaan, keselamatan dan kesesatan, kebaikan dan kejelakan, ketaatan dan kemaksiatan dan lain sebagainya. Kata dalam ayat yang berbunyi, menunjukkan arti pengkadaran (takdir) dan pengukuran. Demikian pula ayat yang berbunyi yang diturunkan guna mensiafati malam Lailatul Qadar, juga menunjukkan akan arti pengkadaran. Sebab kata berarti memisahkan dan memilah dua hal satu dengan yang lainnya. Pemisahan antara dua perkara yang penuh hikmat maksudnya ialah, bahwa dua perkara dan peristiwa ini akan terjadi ini dengan pengkadaran dan ukuran tertentu satu dengan yang lainnya akan terrpilah dan terpisahkan. Perkaraperkara yang hendak terjadi ini dipandang dari ketentuan (Qadha) Ilahi memiliki dua tahap, yang pertama ialah keglobalan (Ijml) dan kesamarannya, dan yang kedua ialah keterperinciannya (Tafshl). Malam Lailatul Qadar sebagaimana yang disinyalir dalam ayat adalah malam dimana peristiwa-peristiwa yang akan terjadi akan berpindah dari tahap yang masih global dan samar menjadi diketahui dan terinci. 3. Turunnya Malaikat dan Ruh Ayat yang mengatakan, Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, menunjukan akan turunnya Malaikat dan Ruh pada malam Lailatul Qadar. Maksud dari Ruh adalah Ruh yang berasal dari sisi Allah Swt, sebagaimana yang Allah Swt firmankan, 85. dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".". (QS. Al-Isra: 85) Tentang apakah ruh itu, terdapat pembahasan terperinci dalam kitab Tafsir Al-Mizan. Demi meringkas pembahasan, di bawah ini hanya akan mengkaji dua riwayat yang menjelaskan turunnya malaikat dan hakikat ruh itu sendiri. Rasulullah saw bersabda: Pada malam Lailatul Qadar, para Malaikat yang berada di Sidratul Muntaha -yang di antaranya adalah Malaikat Jibril- akan turun. Malaikat Jibril akan turun bersama yang Malaikat lain sambil membawa bendera-bendera. Satu bendera akan dipasang di atas kuburku, satu lagi di atas Baitul Muqaddas, satu lagi di atas Masjidul Haram dan satunya lagi di Bukit Sina. Dan tak satu pun laki-laki mukmin dan wanita mukminah di tempat-tempat ini yang tidak mendapat salam dari Jibril, kecuali mereka yang selalu minum arak atau terbiasa memakan atau mengoles tubuhnya dengan zafaron[7]. Telah ditanyakan pada Imam Shadiq as tentang ruh. Imam bersabda: Ruh lebih agung dari Jibril. Sedang Jibril sejenis Malaikat dan Ruh tidak sejeis dengannya. Apakah kau tidak melihat Allah berfirman, turun malaikat-malaikat dan ruh, jelaslah ruh bukanlah Malaikat.[8] 4. Kedamaian dan Keamanan Ketika mensifati malam Lailatul Qadar ini, Al-Quran menyebutkan,Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 5). Kata Salmun yang berartikan kesejahteraan atau keselamatan menunjukkan akan keterbebasan dari kerusakan lahiriah maupun batin. Kata-kata ini mengisyaratkan akan rahmat Allah Swt yang meliputi seluruh hamba yang menghadap kepadaNya dimana pintu-pintu azab-Nya akan tertutup pada malam Lailatul Qadar hingga terbit fajar. Hal ini melazimkan bahwa Syaitan akan terbelenggu pada malam suci ini, dengan artian godaannya tidak akan berpengaruh sebagaimana yang diisyaratkan dalam banyak riwayat. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa maksud kata Salmun ini ialah, bahwa pada malam Lailatul Qadar para Malaikat akan memberi salam pada setiap mukmin yang sibuk beribadah. 44

[1] Rujuk kitab. Tafsr Majma Al-Bayn, jld. 10, hlm. 519. [2] Rujuk kitab, Tafsr Ad-Dur Al-Mantsur, jld. 6. [3] QS. Ad-Dukhan: 4. [4] QS. Al-Qadr: 4. [5] Tafsir Al-Burhan, jil, 4, hal. 488, baris 26. [6] Furu Kafi, jil. 4, hal. 157, baris 4. [7] Majma Al-Bayn, jil. 10, hal. 520. [8] Tafsir Al-Bur n, jil, 4, hal. 488, baris 26. Lailatul Qodar (Sebuah Interpretasi) Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan dan keistimewaan yang diberikan Allah kepada Umat Nabi Muhammad adalah malam Lailatul qodar.Sebenarnya ada apa dengan malam lailatul qodar ...??? Kenapa kaum Muslim sangat ingin mendapatkannya...???Misteri apa yang tersimpan didalamnya, hingga disebutkan didalam Al-qur'an sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan ??? Inilah tafsiran dari Prof. Dr. M. Quraish Shihab tentang Lailatul qadr (untuk selanjutnya di tulis dengan "Laylat al-qadr") Di uraikan dengan sistematis, berbobot dan jelas. LAYLAT AL-QADR Prof. Dr. M. Quraish Shihab Surah Al-Qadr adalah surah ke-97 menurut urutannya didalam Mushaf. Ia ditempatkan sesudah surah Iqra'. Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa ia turun jauh sesudah turunnya surah Iqra'. Bahkan, sebagian diantara mereka, menyatakan bahwa surah Al-Qadr turun setelah Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian-keserasian yang mengagumkan. Kalau dalam surah Iqra', Nabi saw. diperintahkan (demikian pula kaum Muslim) untuk membaca dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, maka wajarlah jika surah sesudahnya --yakni surah Al-Qadr ini--berbicara tentang turunnya Al-Quran dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam Nuzul Al-Qur'an (turunnya Al-Quran). Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan. Salah satu di antaranya adalah Laylat AlQadr -- satu malam yang oleh Al-Quran dinamai "lebih baik daripada seribu bulan". Tetapi, apa dan bagaimana malam itu? Apakah ia terjadi sekali saja yakni pada malam ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu atau terjadi setiap bulan Ramadhan sepanjang sejarah? Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah ada tanda-tanda fisik material yang menyertai kehadirannya (seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya)? Masihbanyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam Al-Qadr itu. Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa "Ada suatu malam yang bernama Laylat Al-Qadr" (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah "malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan" (QS 44:3). Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena Kitab Suci menginformasikan bahwa ia diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan (QS 2:185) serta pada malam Al-Qadr (QS 97:1). Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr. Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan 45

tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, ... AlHaqqah ..'illiyyun, dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu terdapat tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariq, Ma adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr. Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia.Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita kali ini. Walaupun demikian, sementara ulama membedakan antara pertanyaan ma adraka dan ma yudrika yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam tiga ayat. Wa ma yudrika la 'alla al-sa'ata takunu qariba (Al-Ahzab: 63) Wa ma yudrika la'alla al-sa'ata qarib ... (Al-Syura:17) Wa ma yudrika la allahu yazzakka (Abasa: 3). Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia. Secara gamblang, Al-Quran --demikian pula Al-Sunnah-- menyatakan bahwa Nabi saw. tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa ma adraka, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi saw., sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau. Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw., karena di sanalah dapat diperoleh informasinya. Kembali kepada pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini ditemukan berbagai jawaban. Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti: Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Allah pada surah 44:3 yang disebut di atas. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. AlQuran yang turun pada malam Laylat Al-Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad saw., guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 surah Al-An'am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu 'ala basyarin min syay'i (Mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia). Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Kata qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Quran antara lain dalam ayat ke-26 surah Al-Ra'd: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya' wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendaki-Nya]). Ketiga arti tersebut, pada hakikatnya, dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan? Namun demikian, sebelum melanjutkan pembahasan tentang hakikat dan hikmah Laylat Al-Qadr, terlebih 46

dahulu akan dijawab pertanyaan tentang kehadirannya, apakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu. Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran. Pakar hadis, Ibnu Hajar, menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi. Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadha.n. Bahkan, Rasul saw. menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan. Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang. Nah, apakah bila ia hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu? Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun, dugaan itu --hemat penulis-- keliru, karena itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak. Di sisi lain, ini berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material, sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Dan seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu pun tidak akan ditemui olehorang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Laylat Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di tempat itu mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya? Demikian juga dengan Laylat Al-Qadr. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul saw. menganjurkan sekaligus mempraktikkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Laylat Al-Qadr datang menemui seseorang,ketika itu malam kehadirannya menjadi saat qadr --dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya pada masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbit fajar kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna AlQadr yang dikemukakan di atas!). Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan ilustrasi berikut: "Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan pertarungan antara keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan 47

yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan sesuatu. Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan atau paling tidak penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan. Nah, turunnya malaikat, pada malam Laylat Al-Qadr, menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia akan selalu disertai oleh malaikat sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan.Jiwanya akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tidak terbatas sampai fajar malam Laylat Al-Qadr, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudiankelak." Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi saw., menganjurkan sambil mengamalkan i 'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan bacaanbacaan lain yang dapat memperkaya iman dan ketakwaan. Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, walaupun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun, Nabi saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa. Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fi aldunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperolehkebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak. Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat. Karena itu, tidak heran jika kita mendengar jawaban Rasul saw. yang menunjuk kepada doa tersebut, ketika istri beliau 'A'isyah menanyakan doa apa yang harus dibaca jika ia merasakan kehadiran Laylat-Al-Qadr? Referensi: MEMBUMIKAN AL-QURAN Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996 MENCARI FATIMAH DI MALAM RAMADHAN Dalam kitab tafsir Furat bin Ibrahim , diriwayatkan satu hadis dari Imam Jafar Shadiq. Beliau berkata, Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada Lailatul Qadr. Lailah (malam) adalah Fatimah dan Al-Qadr adalah Allah. Barangsiapa yang mengenal Fatimah dengan sebenar-benarnya makrifat, maka dia telah menemukan Lailatul Al-Qadr. 48

Dr.

M.

Quraish

Shihab

Memang unik hadis ini. Dalam kitab Ilal Syarai, diriwayatkan hadis dari Imam Muhammad Al-Baqir yang berkata, Ketika Fatimah dilahirkan, Allah Azza wa Jalla mewahyukam kepada malaikat. Dengannya, Dia membuat lisan Muhammad berbicara lalu menamakannya (sang bayi) Fatimah. Dia berkata, Aku menyapihmu dengan ilmu dan memutuskanmu dari kotoran (haid). Kemudian Imam berkata, Demi Allah, Dia telah menyapih beliau dengan ilmu dan memutuskannya dari kotoran dengan perjanjian. Dalam kitab Mishbahul Anwar, hadis ini menjelaskan bahwa makna Aku menyapihmu dengan ilmu adalah Aku menyusuimu dengan ilmu hingga kamu menjadi kaya dengan ilmu. Aku menyapih berarti Aku memutuskanmu dari kebodohan disebabkan karena ilmu. Ini merupakan kiasan yang menandakan bahwa wujud fitrah beliau adalah seorang alim yang mengetahui ilmu-ilmu rabbani. Dalam makna yang lain, itu berarti Aku menjadikanmu sebagi hamba yang memutuskan manusia dari kebodohan. Ketika Dia memutuskan beliau dari kebodohan, maka beliau memutuskan manusia dari kebodohan. Adapun makna Aku memutuskanmu dari kotoran (haid) adalah kiasan yang berarti Aku memutuskanmu dari akhlak dan perbuatan yang tercela. Ketika Aku memutuskanmu dari kotoran-kotoran ruhani dan jasmani, maka kamu memutuskan manusia dari kotoran-kotoran maknawi. Dalam kitab Al-Khishal, Imam Jafar Shadiq berkata, Tahukah kamu tentang tafsir Fatimah? Aku (Yunus bin Zhibyan) berkata, Kabarkan kepadaku wahai Tuanku? Imam Shadiq menjawab, Beliau diputuskan dari kejahatan. Kemudian Imam berkata lagi, Seandainya tidak ada Amirul Mukminin yang menikahi beliau, maka beliau tidak akan memiliki kufu (orang yang setara dengannya) hingga hari kiamat . Mungkin kita pernah mendengar ucapan Amirul Mukminin, Tanyakanlah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku. Sayyidina Ali adalah satusatunya orang yang setara dengan Fatimah, maka bukan hal yang tidak mungkin jika Fatimah juga mengatakan Tanyakan kepadaku sebelum kalian kehilangan aku. Bukankah beliau dinamakan Fatimah karena memutuskan manusia dari kebodohan. Selanjutnya amalan-amalan yang dilakukan pada malam Lailatul Qadr (malam ganjil dari bulan Ramadhan, seperti malam kesembilan belas, malam kedua puluh satu, malam kedua puluh tiga) antara lain adalah membaca doa Jausyan Kabir, ber-tawassul dengan Nabi dan Ahlul Baitnya sambil meletakkan Al-Quran diatas kepala, menunaikan shalat seratus rakaat, dan sebagainya. Dalam kitab Mafatihul Jinan, disebutkan juga bahwa amalan yang paling mulia di malam Lailatul Qadr adalah mencari ilmu. Doa Jausyan Kabir berisi seribu nama Allah. Doa ini dibaca untuk mengenal nama-namaNya, mengenal Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Pemaaf, dan Tuhan Yang Maha Perkasa. Apakah makna shalat hingga seratus rakaat? Bukankah shalat itu adalah miraj orang yang beriman. Shalat adalah munajat hamba kepada Tuhan. Shalat dimulai dengan takbiratul ihram untukmenyucikan Tuhan dari segala sifat kekurangan. Di dalam shalat, kita dilarang berbicara dengan orang karena, pada saat itu, kita sedang berbicara dengan Tuhan. Shalat diakhiri dengan salam karena, ketika bertemu dengan orang mukmin, yang pertama kali diucapkan adalah salam. Ibnu Sina, salah seorang filosof, ketika menemukan masalah-masalah keilmuan yang sulit dipecahkan, dia menunaikan shalat dan setelah itu bisa menemukan jalan keluarnya. Orang yang menunaikan shalat adalah orang yang ber-miraj untuk berbicara dengan Tuhan. Setelah miraj, barulah dia berbicara dengan makhluk-Nya. Lalu apa maksud ber-tawassul dengan Nabi dan keluarganya sambil meletakkan Al-Quran di atas kepala? Allah SWT berfirman, Sesungguhnya ia adalah Al-Quran yang mulia pada kitab yang tersembunyi. Yang tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS. Al-Waqiah : 77-79). Ada Al-Quran dan ada kitab yang tersembunyi. Dalam salah satu tafsir, dijelaskan bahwa tulisan Al-Quran tidak bisa disentuh kecuali dalam keadaan thaharah (suci dari hadas besar dan hadas kecil), sedangkan kitab yang tersembunyi tidak bisa disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan dari kenistaan dosa. Siapakah mereka? Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan dosa dari kalian ahlulbait dan mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya. (QS. Al-Ahzab : 33). Kita ber-tawassul dengan orang-orang yang telah 49

disucikan Allah. Merekalah yang mampu menyentuh kitab yang tersembunyi, tempat Al-Quran itu berada. Yang menurunkan Al-Quran adalah Al-Karim (Yang Maha Mulia). Yang membawa AlQuran adalah Kiram Bararah (malaikat yang mulia lagi berbakti). Yang menerima Al-Quran adalah Rasul Karim (Rasul yang mulia). Sudah pasti yang diturunkan adalah Quran Karim (bacaan yang mulia). Apakah bisa kita menerima Al-Quran juga? Allah SWT berfirman, Sesungguhnya orang yang mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. (QS. Al-Hujurat : 13) sejauh mana ketakwaan seseorang, begitulah kemuliaannya di sisi Allah. Lailatul Qadr adalah malam yang berarti Fatimah. Fatimah adalah wujud ilmu. Doa Jausyan Kabir yang dibaca berarti nama-nama-Nya dibaca. Ini sebagai proses pengenalan kepada-Nya. Shalat dilakukan sebagai upaya untuk bermunajat kepada-Nya dan memohon ilmu-Nya. Jika dipandang dari makhluk ke Khalik, berarti makhluk miraj menuju Tuhannya. Dan dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka dia dekat laksana dua ujung busur anak panah atau lebih dekat lagi. (QS. An-Najm : 7-9). Jika dipandang dari Khalik ke makhluk, berarti Khalik menurunkan sesuatu kepada makhluk, Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam Al-Qadr. (QS. Al-Qadr : 1). Ber-tawassul dengan orang-orang yang disucikan sambil meletakkan Al-Quran di atas kepala adalah upaya untuk meraih ilmu-ilmu Al-Quran. Sejauh manakah ilmu Al-Quran bisa diraih, maka sejauh itulah ketakwaan seseorang. Orang yang mencintai Fatimah adalah orang yang mencintai ilmu dan yang terus menerus mencari ilmu. Dia adalah orang-orang yang tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang didapatkannya, seseorang yang tidak merasa telah selesai dalam pencariannya. Apakah orang yang malas mencari ilmu dan orang yang merasa sudah puas dengan ilmu bisa dikatakan orang yang membenci Fatimah? Entahlah. Pencarian berarti masih ada sesuatu yang belum ditemukan. Apakah ini maksud dari kuburan Fatimah yang sampai sekarang belum diketahui? Amalan yang termulia dalam malam Al-Qadr adalah mencari ilmu. Fatimah adalah wujud ilmu. Mencari ilmu berarti mencari Fatimah di lailah yang berarti Fatimah. Alkisah, berangkatlah seorang guru dan muridnya ke salah satu masjid untuk menghidupkan malam itu dengan mencari ilmu. Di masjid sang guru dan muridnya mendengarkan ceramah agama yang disampaikan oleh seorang ulama. Di tengah ceramah, ulama itu menceritakan suatu kisah. Ada seorang lelaki berwajah buruk yang kerjanya mencari kayu di hutan. Di saat sedang mencari kayu, tiba-tiba tidak jauh darinya, dia melihat seorang perempuan yang sangat cantik. Lelaki itu lalu mengikutinya hingga perempuan itu tiba di rumahnya. Esok harinya, dia melihat perempuan itu lagi dan diikutinya hingga di rumahnya. Hari demi hari berlalu. Akhirnya cinta tumbuh bersemi di hati sang lelaki. Hingga akhirnya, dia datang, ke rumah perempuan itu. Pintu pun diketuk. Perempuan itu keluar. Belum sempat perempuan itu bertanya, si lelaki berwajah buruk itu langsung mengungkap isi hatinya, Aku sering melihatmu melewati hutan. Aku tertarik kepada kecantikanmu. Aku mencintaimu. Bolehkah aku meminangmu? Perempuan itu tidak menjawab. Dia masuk ke dalam kemudian keluar dengan membawa cermin seraya berkata, Bercerminlah! Apakah pantas wajahmu yang buruk itu bisa meraihku? Belum berakhir ceramah itu, tiba-tiba sang guru pingsan. Muridnya bingung, entah apa yang membuatnya pingsan. Ketika sang guru sadar, si murid langsung bertanya, Ada apa? Apa yang membuatmu pingsan? Sang guru menjawab, Betapa sering kita menyatakan cinta kita kepada para Imam yang suci dan maksum tetapi prilaku kita penuh dengan noda dan nista. Apakah bisa kita meraih cinta mereka? Agar Ramadhan Bermakna Indah Saturday, 23 July 2011 23:01 | Oleh: Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili | Para hadirin, arsyadanillahu wa iyyakum ajmain, Pada kesempatan ini saya mengajak kepada dari saya dan para jamaah shalat , agar meningkatkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla. Yaitu dengan cara mengerjakan amalan-amalan yang diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta menjauhi hal50

hal yang dilarangnya. Inilah yang bisa meningkatkan keimanan dan amal kita. Ingatlah wahai ikhwani, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman. 197: "Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal". [Al Baqarah : 197]. Para hadirin, arsyadanillahu wa iyyakum ajmain, Mengingat telah datangnya bulan Ramadhan, maka kami akan menerangkan beberapa materi berkaitan erat dengan bulan yang suci ini, sebagai upaya meneladani Rasulullah n yang senantiasa memberikan petuah kepada para sahabat saat Ramadhan tiba. Bulan Ramadhan, benar-benar merupakan bulan yang sangat agung, bulan istimewa, menjanjikan pahala tiada terkira besarnya bagi orang yang memanfaatkannya dengan ibadah puasa. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu dan sahabat lainnya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan pahala dari Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang melaksanakan qiyamullail pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah semata, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau". Karena itulah, bulan Ramadhan ini merupakan salah satu kesempatan emas, sarat dengan kebaikan, satu masa yang menjadi ajang berlomba bagi para pelaku kebaikan dan orang-orang mulia. Ikhwani rahimanillahu wa iyyakum jamian,Sebagian ulama telah memberikan beberapa kiat dalam menyongsong musim yang penuh dengan limpahan kebaikan ini. Di antaranya:Pertama : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengingatkan, dalam menyambut datangnya musim-musim ibadah, seorang hamba sangat memerlukan bimbingan, bantuan dan taufiq dari Allah. Caranya, (yaitu) dengan bertawakkal kepada Allah. Salah satu teladan dari ulama Salaf, yakni sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba, mereka tekun berdoa dan memohon kepada Allah, agar dapat menjumpai bulan Ramadhan kembali dan memudahkan mereka dalam menggali keutamaannya. Ini merupakan salah satu cerminan berserah diri kepada Allah. Beliau (Syaikhul Islam) menambahkan, dalam melaksanakan suatu ibadah, seorang muslim berkepentingan dengan beberapa poin (berikut) yang harus diperhatikan menjelang, saat berlangsung dan pasca pelaksanaannya. 1. Mengenai hal yang dibutuhkan sebelum beramal ialah, menunjukkan sikap tawakkal kepada Allah dan semata-mata berharap kepadaNya, agar Dia senantiasa membantu dan meluruskan amalannya. Ibnu Qayyim menyatakan, para ahlul ilmi telah bersepakat, bahwa salah satu indikasi taufiq Allah kepada hambaNya adalah pertolonganNya kepada hamba. Dan (sebaliknya), salah satu ciri dari kenistaan seorang hamba, yaitu orang yang hanya bermodalkan pada kepercayaan dan kemampuan dirinya semata. Mengokohkan tawakkal kepada Allah merupakan modal paling penting untuk menyongsong musim-musim ibadah, guna menumbuhkan sikap ketidakberdayaan untuk menunaikan ibadah dengan sempurna, serta menyelamatkan diri dari kemungkinan terjerumus ke dalam lembah kehinaan dan kenistaan, apabila tidak mendapat anugerah taufiq dari Sang pencipta dalam beramal.

51

Selanjutnya, dia juga harus berdoa dengan penuh harap, supaya dapat bersua kembali dengan Ramadhan pada kesempatan yang akan datang. Juga agar Allah berkenan menolong dan meluruskan amalannya. Langkah-langkah ini termasuk amalan yang paling agung, yang dapat mendatangkan taufiq Allah dalam menghidupi bulan Ramadhan. 2. Saat penyelesaian ibadah, maka yang perlu diperhatikan seorang hamba ialah ikhlas dalam beramal dan ittiba (mengikuti petunjuk) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 3. Usai pelaksanaan ibadah, yang harus dikerjakan ialah memperbanyak istighfar (meminta ampun) atas kekhilafan dalam melaksanakan ibadah tersebut. Disamping itu, juga harus memperbanyak pujian kepada Allah yang telah memberikan taufiq. Apabila seorang insan bisa memadukan antara hamdalah dan istighfar, maka dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala, amalan tersebut akan diterima oleh Allah. Hal-hal di atas, betul-betul sangat perlu untuk diperhatikan, karena setan senantiasa mengintai manusia hingga detik-detik terakhir, bahkan setelah orang tersebut menyelesaikan ibadah sekalipun! Makhluk ini mulai mengungkit-ungkit ibadah seorang muslim, menghembuskan keragu-raguan serta tipu dayanya, dengan membisikkan Hai fulan kau telah berbuat begini dan begitu kau telah berpuasa Ramadhan,kau telah shalat malam di bulan suci ini kau telah menunaikan amalan ini, itu dengan sempurna, dan dia terus mengungkap seluruh amalan yang telah dilakukan, sehingga tumbuhlah rasa ujub yang mengantarkannya ke lembah kehinaan. Juga akan berakibat terkikisnya rasa rendah diri dan rasa tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seyogyanya kita tidak terjebak dengan jaring-jaring perangkap ujub. Karena, orang yang terpukau dengan dirinya sendiri (bisa begini dan begitu) dan amalan ibadahnya, pada dasarnya telah menunjukkan kenistaan dan kehinaan serta kekurangan diri dan amalannya. Ikhwani rahimanillahu wa iyyakum jamian, Kedua : Sebelum Ramadhan tiba, hal lain yang harus dilakukan seorang hamba ialah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Banyak dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat. Diantaranya firman Allah Azza wa Jalla. "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai". [At Tahrim : 8]. Masih banyak lagi ayat yang senada. Dan seorang muslim, pasti tidak lepas dari dosa ataupun kesalahan. Dosa hanya akan menjauhkannya dari taufiq, sehingga tidak kuasa untuk beramal shalih. Ini semua merupakan dampak buruk dari dosa yang diperbuatnya. Apabila ternyata dia mau bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka prahara ini akan sirna dan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan kembali menganugerahkan taufiq kepadanya. Taubat nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Hakikatnya ialah bertaubat kepada Allah dari seluruh macam dosa. Sebagian ulama menjabarkan, taubat yang sempurna ialah taubat dari segala jenis dosa, bertekad bulat dan berniat kuat untuk tidak mengulangi dosa tadi. Jika dosa itu berkaitan erat dengan manusia (seperti mengambil barang dan lain-lain), maka dia harus mengembalikannya kepada sang pemilik. Ada suatu kekeliruan yang harus diwaspadai, sebagian orang terkadang betul-betul ingin bertaubat dan bertekad untuk tidak berbuat maksiat, namun ironisnya- hanya saat bulan Ramadhan saja. Ini merupakan perbuatan dungu ! Semestinya, bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa dan berlepas diri dari dosa serta meninggalkan maksiat tadi, seharusnya tetap menyala, baik saat Ramadhan maupun bulan-bulan selanjutnya. Tidaklah disebut dengan taubat sejati, apabila seseorang bertaubat di suatu waktu, kemudian ia melanggarnya kembali pada waktu lain. Taubat 52

seperti ini tidak akan dikabulkan. Sebab, salah satu syarat terkabulnya taubat ialah, dengan bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa tadi. Para hadirin, arsyadanillahu wa iyyakum, Sisi lain yang harus mendapatkan perhatian, yaitu berusaha untuk membentengi ibadah puasa dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya, seperti ghibah (ngerumpi) dan namimah (mengadu domba). Dua penyakit ini sangat berbahaya, akan tetapi sangat disayangkan, sedikit orang yang menyadarinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan dusta, niscaya Allah tidak butuh kepada puasanya". Ahlul ilmi berbeda pandangan tentang makna hadits tersebut. Sebagian dari mereka melihat, bahwasanya ghibah dan namimah membatalkan pahala puasa, tidak menyisakan sedikitpun ! Pendapat lainnya menyatakan, ghibah dan namimah mengurangi pahala puasa dan bahkan kadangkadang hanya tersisa sedikit. Artinya ibadah puasanya tidak bermanfaat. Orang yang mengekang lidahnya, tidak berbuat ghibah dan namimah ketika berpuasa Ramadhan tanpa diiringi amalan-amalan sunnah, ia lebih baik daripada orang yang berpuasa dengan menghidupkan amalan-amalan sunnah, namun tidak berhenti dari dua kebiasaan buruk tadi. Demikian kenyataan mayoritas masyarakat; ketaatan yang bercampur dengan pelanggaran. Umar bin Abdul Aziz pernah ditanya tentang arti takwa. Takwa ialah, melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram, jawab beliau. Para ulama menegaskan: Inilah takwa yang sebenarnya. Adapun mencampur-adukkan antara ketaatan dan kemaksiatan, ini tidak termasuk dalam bingkai takwa, meskipun dibarengi dengan amalan-amalan sunnah. Oleh sebab itu, para ahlul ilmi merasa heran terhadap sosok yang menahan (berpuasa) dari hal-hal yang mubah, tetapi masih menyukai perbuatan dosa. Ibnu Rajab Al Hambali menyatakan: Kewajiban seorang yang berpuasa adalah menahan diri dari hal-hal mubah dan larangan agama. Mengekang diri dari makanan, minuman, jima`, sebenarnya hanya sekedar menahan diri dari hal-hal yang dibolehkan. Sementara itu, ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya. Pada bulan suci, larangan tersebut tentunya menjadi lebih tegas. Maka, sungguh sangat mengherankan kondisi orang yang berpuasa (menahan diri) dari hal-hal yang dibolehkan (diluar Ramadhan) seperti makan dan minum, namun tidak merasa alergi dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan setiap waktu, seperti ghibah, namimah, mencaci, mencela, mengumpat, memandang perempuan ajnabiah (menonton film, Pent) dan lain-lain. Semua ini mengikis pahala puasa. Para hadirin, arsyadanillahu wa iyyakum Masalah lain yang perlu diperhatikan, yaitu amalan fardhu. Aktifitas yang paling wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan ialah: mendirikan shalat lima waktu dengan berjamaah di masjid (bagi laki-laki), dan berusaha sekuat tenaga tidak tertinggal takbiratul ihram. Telah diuraikan dalam suatu hadits, barangsiapa yang melaksanakan shalat 40 hari bersama imam dan mendapati takbiratul ihram, ditulis baginya dua jaminan surat kebebasan, (yaitu) bebas dari api neraka dan nifaq. Hadits ini shahih. Seandainya kita, ternyata termasuk orang-orang mufarrith, yaitu amalannya tidak banyak pada bulan puasa, maka setidaknya kita memelihara shalat lima waktu dengan baik, dikerjakan secara berjamaah di masjid, serta berusaha sesegera mungkin berangkat ke masjid sebelum tiba waktunya. 53

Sesungguhnya, menjaga amalan fardhu pada bulan Ramadhan merupakan ibadah dan taqarrub yang paling agung kepada Allah Sungguh sangat memprihatinkan, tatkala kita mendapati orang yang bersemangat melaksanakan shalat tarawih, bahkan hampir-hampir tidak pernah absen, namun pada saat yang sama, ternyata dia tidak menjaga shalat lima waktu dengan berjamaah. Terkadang lebih memilih tidur, sehingga melewatkan shalat wajib, dengan dalih persiapan untuk shalat tarawih?! Demikian ini merupakan kebodohan dan pelecehan terhadap kewajiban! Sungguh, mendirikan shalat lima waktu bersama imam saja, tanpa melakukan shalat tarawih satu malam pun, lebih baik daripada mengerjakan shalat tarawih, namun menyia-nyiakan shalat fardhu yang lima waktu. Ini bukan berarti kita memandang remeh terhadap shalat tarawih, akan tetapi, seharusnya seorang muslim itu menggabungkan keduanya, memberikan perhatian khusus terhadap hal-hal yang fardhu (shalat lima waktu), baru kemudian melangkah menuju amalan sunnah, seperti shalat tarawih. Para hadirin, arsyadanillahu wa iyyakum, Sebagaimana pada khutbah pertama telah kami sampaikan, bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat agung, bulan yang teramat istimewa. Allah menjanjikan pahala yang besar bagi orang yang memanfaatkannya. Ramadhan merupakan kesempatan emas bagi orang yang menginginkan kebaikan di sisi Allah Azza wa Jalla. Salah satu kesempatan emas itu ialah adanya lailatul qadar. Sebagaimana disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam Al Qur`an : 3: "Malam kemuliaan (lailatul qadar) itu lebih baik dari seribu bulan". [Al Qadar : 3]. Karenanya, marilah kita berusaha untuk mendapatkannya, dan mengisi lailatul qadr itu dengan beramal shalih. Sebagaimana tuntunan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, hendaklah umat ini berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan lailatul qadr pada tujuh hari yang tersisa dari sepuluh hari yang terakhir. Atau dalam hadits Abu Hurairah, carilah dia (lailatul qadr) pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan. Karenanya, seyogyanya setiap muslim bergegas untuk mencarinya dengan memperbanyak amal ibadah dengan tekun. Para salafush shalih berusaha meraih lailatul qadr pada malam 21. Sebagian yang lain pada malam 23. Sebagian yang lain pada malam 27. Sebagian yang lain mencari pada malam 24. Dan hampirhampir pada setiap malam 10 hari terakhir. Maka mengapa kita tidak mencontoh para salafush shalih? Marilah kita berusaha secara maksimal pada 10 terakhir bulan Ramadhan ini, dengan menyibukkan diri beramal dan beribadah, sehingga bisa menggapai pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan hanya sedikit amalan, kita bisa menggenggam pahala, lantaran orang yang beramal pada malam lailatul qadr ini akan menyamai amalan ibadah selama seribu bulan. Kalau ada orang yang tidak berusaha mencarinya kecuali pada satu malam tertentu saja dalam setiap Ramadhan (dengan asumsi lailatul qadr jatuh pada tanggal ini atau itu), walaupun dia berpuasa Ramadhan selama 40 tahun, barangkali dia -sama sekali- tidak akan pernah mendapatkan moment tersebut. Selanjutnya hanya penyesalan yang ada. Sekali lagi, hendaklah setiap muslim beramal dan beribadah pada setiap malam sepuluh terakhir itu seraya berkata malam ini adalah malam lailatul qadr. Andai dugaannya meleset, dia perlu mengingat, bahwa sesungguhnya malam itu termasuk sepuluh terakhir Ramadhan, malam yang paling utama selama Ramadhan. Sebagian ulama, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat, bahwa 10 hari terakhir Ramadhan lebih afdhal dari sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah. Wallahu alam bish shawab. [Diangkat berdasarkan untaian nasihat yang disampaikan oleh Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, pada malam Jumat, 27 Syaban 1423 H di Masjid Dzun Nurrain]. 54

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 02717574821]

55

Anda mungkin juga menyukai