Anda di halaman 1dari 51

Empat Nasehat Liao Fan

"Menghindari segala perbuatan tidak baik dan mempraktekkan segala yang baik, akan mengurangi bencana dan mendatangkan kebaikan" "Orang berbuat baik, manfaatnya belum kita terima, tetapi bencana sudah menjauhi, orang berbuat kejahatan, bencana belum menimpa, akan tetapi manfaat baik yang telah kita miliki sudah menjauh".

sumber:
Mailing List Budaya Tionghua : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua website global : http://www.budaya-tionghoa.org
Milis ini dibuat untuk memperkenalkan kembali budaya Tionghua dan sejarah Tiongkok serta mendiskusikan segala macam permasalahannya. Semoga dengan diadakannya milis ini, siapa saja dari bangsa dan etnis manapun yang tertarik akan kebudayaan Tionghoa dan sejarah Tiongkok dapat lebih mengenal dan mendalaminya demi terciptanya reformasi dan integrasi wajar dari kebudayaan Tionghoa sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia.

BAB I BAGAIMANA MEMBANGUN NASIB


Membangun nasib adalah untuk membentuk nasib daripada terikat olehnya. Pelajaran ini adalah membicarakan tentang prinsip dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengubah nasib. Berdasarkan pengalamannya, Liao Fan mengajarkan anaknya jangan terikat nasib dan berusaha sebaik mungkin melaksanakan kebaikan serta menghindarkan segala perbuatan tidak baik. "Seseorang seharusnya tidak menolak melakukan perbuatan baik yang sekecil apapun dan berani berbuat sesuatu kesalahan, yang dianggap adalah hanya suatu kesalahan kecil". Bila seseorang melakukan sesuatu yang baik, sudah pasti nasibnya akan berubah, seperti kata pepatah "Menghindari segala

perbuatan tidak baik dan mempraktekkan segala yang baik, akan mengurangi bencana dan mendatangkan kebaikan" atau "Orang berbuat baik, manfaatnya belum kita terima, tetapi bencana sudah menjauhi, orang berbuat kejahatan, bencana belum menimpa, akan tetapi manfaat baik yang telah kita miliki sudah menjauh". Ini adalah prinsip yang harus senantiasa diingat untuk membangun
nasib. Sejak kecil saya telah kehilangan ayah, ibu menganjurkan saya untuk belajar ilmu pengobatan, selain untuk menghidupi diri sendiri dan menyembuhkan orang lain, juga merupakan keinginan ayah saya. Maka saya belajar ilmu pengobatan untuk memenuhi kehendak ibu. Pada suatu hari di Vihara Che Yin She, saya bertemu seseorang yang sudah tua, berpenampilan anggun bagaikan seorang malaikat, ia berkata : "Anda ditakdirkan sebagai seorang pejabat, tahun depan anda adalah seorang "Siu Chai" (Gelar seorang siswa setelah lulus ujian di Kabupaten), mengapa tidak belajar?" Saya memberitahukan alasannya, serta menanyakan nama dan asal usulnya. Orang tua itu berkata : "Nama keluarga saya Khong, berasal dari propinsi Yin Nan, ahli ilmu Sau Tze Huang Cik Cing Se (Sejenis ilmu Tiongkok kuno untuk meramal), ditakdirkan untuk diwariskan kepada anda." Saya memberitahu ibu hal ini dan mengundang Tuan Khong pulang serta menetap sementara di rumah. Ibu ingin saya melayani Tuan Khong dengan baik, setelah menguji keahlian menghitung, meramal nasib saya, ternyata segala hal besar/kecil yang diramalnya adalah tepat sekali, sehingga saya percaya dan mulai belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian "Siu Chai". Tuan Khong meramalkan lagi bahwa untuk ujian tingkat Kabupaten, untuk gelar "Thun Sen" akan mendapat ranking 14, untuk ujian tingkat Kotamadya akan mendapat ranking 72, ujian di tingkat Propinsi mendapat

ranking 9. Tahun berikutnya, saya mengikuti ujian di 3 lokasi dan lulus tepat sesuai ranking yang diramalkan Tuan Khong. Oleh karena itu saya mohon diramalkan nasib seumur hidup. Tuan Khong meramalkan, bahwa pada ujian tahun x saya akan mendapat ranking ke berapa, tahun y akan mendapat tambahan tunjangan makanan dari pemerintah, tahun z akan mendapat gelar "Kung Sen", pada tahun xx akan diangkat sebagai Bupati di propinsi She Cuan selama 3,5 tahun dan meletakkan jabatan pulang kampung. Meninggal pada umur 53 tahun, tanggal 14 Agustus diantara jam 1-3 pagi dan tidak mempunyai anak. Sejak itu, semua ujian yang saya ikuti lulus dengan ranking seperti Tuan Khong ramalkan. Tuan Khong juga meramalkan bahwa saya akan menerima tunjangan beras dari pemerintah (dahulu gaji dibayar dengan beras, bukan uang) sebesar 91 she 5 thou, baru akan naik pangkat "Kung Sen", tetapi waktu menerima gaji 70 she, saya sudah naik pangkat sebagai "Kung Sen", karena itu saya mulai meragukan ketepatan ramalan Tuan Khong, tetapi tidak diduga surat permohonan untuk mengisi lowongan "Kung Sen" ditolak, sampai tahun Ting Mau atasan dari penguji menemukan bahwa hasil ujian saya yang mengandung usulan-usulan serta pandangan kepada pemerintah baik sekali dan tidak tega memendam bakat seseorang, maka memerintahkan untuk mengajukan permohonan secara resmi ke pejabat penguji. Kenaikan pangkat "Kung Sen" tersebut dihitung kembali, tunjangan beras yang saya terima tepat 91 she 5 thou. Sejak peristiwa ini saya percaya pada takdir, semua sudah ditentukan sejak kita dilahirkan, sehingga saya menjadi pasif terhadap kehidupan ini, tidak bergairah dan tidak menuntut. Setelah terpilih sebagai pelajar negara, saya belajar di sebuah Universitas Beijing. Selama 1 tahun tinggal di Ibukota, saya tertarik akan meditasi dan selalu duduk tenang tanpa pikiran, kehilangan minat belajar dan sama sekali tidak belajar lagi. Sebelum masuk Universitas Nanjing, saya mengunjungi seorang guru aliran Zen yang bernama Yun Gu di gunung Chishia. Kami duduk berhadapan di ruang meditasi selama 3 hari 3 malam tanpa tidur. Guru Yun Gu lalu bertanya : "Sebagai penyebab orang awam tidak dapat menjadi orang arif adalah terlalu banyak pikiran kacau balau, terlalu banyak keinginan serta terikat oleh nafsunafsu indranya. Selama 3 hari meditasi kita, menurut observasi saya, tidak sehelai jua pikiran dan nafsu tidak baik timbul pada diri anda, mengapa?" Saya menjawab : "Tuan Khong telah meramal seluruh nasib kehidupan saya, promosi, jabatan, keuntungan, kegagalan, kematian semua telah ditakdirkan, tidak ada gunanya lagi bagi saya berpikir untuk menginginkan sesuatu, itu sebabnya tidak sehelai jua pikiran timbul dalam meditasi'. Guru Yun Gu tertawa dan berkata : "Saya kira anda seorang luar biasa yang telah melatih diri untuk mencapai taraf ini, sekarang saya sadar bahwa anda tidak lain juga seorang manusia awam". Saya merasa heran dan memohon Guru Yun Gu menjelaskannya apakah seseorang dapat luput dari nasibnya, Beliau menjawab : "Manusia awam otaknya selalu dipenuhi oleh pikiran kacau dan angan-angan, sudah tentu mereka terikat oleh Chi dari Yin dan Yang sebagai penentuan yang disebut sebagai takdir. Kita tidak dapat mengingkari

bahwa takdir itu ada, akan tetapi hanya manusia awamlah yang terikat olehnya. Takdir tidak dapat mengikat orang yang berbuat banyak kebaikan. "Karena akumulasi banyak kebajikan, maka akan mengubah takdir menjadi lebih baik. Nasib dibuat sendiri, penampilan seseorang bersumber dari hati, bencana dan keberuntungan tanpa pintu, manusia sendirilah yang mengundangnya". Akumulasi kebajikan yang banyak sudah pasti akan mengubah nasib buruk menjadi baik, yang miskin menjadi kaya, pendek umur menjadi panjang umur. Hal yang sama nasib juga tidak dapat mengikat mereka yang banyak membuat kejahatan. Bila seseorang membuat banyak kejahatan, keberuntungan yang dibawa sejak lahir (takdir) akan berubah menjadi bencana. Selama 20 tahun anda hidup sesuai dengan apa yang diramalkan Tuan Khong dan tidak membuat sesuatu untuk mengubahnya dan terikat oleh nasib anda sendiri. Saya bertanya : "Menurut guru, apakah seseorang dapat mengubah nasibnya dan melepaskan diri dari takdir?" Guru menjawab : "Kita membentuk nasib sendiri, baik atau buruk juga ditentukan oleh diri sendiri. Bila saya berbuat jahat, bencana akan menimpa saya, bila saya berbuat baik, maka keberuntungan akan datang kepada saya. Tertulis juga dalam buku kebijakan kuno, bila seseorang menginginkan kekayaan, reputasi, anak laki/perempuan, panjang umur, ia akan mendapatkannya, hanya dengan membuat banyak kebajikan untuk melepaskan diri dari genggaman nasib. Mencius pernah mengemukakan bahwa apa yang kita inginkan dapat tercapai dan kita sendiri yang harus melaksanakan, ini adalah yang berkaitan dengan kebajikan, kebaikan moralitas diri sendiri, akan tetapi yang berkaitan dengan kekayaan, kejayaan, reputasi, itu adalah harus melalui pemberian orang lain, bagaimana kita memperolehnya?" Guru berkata lagi : "Perkataan Mencius benar, tetapi anda belum menangkap arti sebenarnya. Hui Neng (guru besar dari aliran Zen) pernah mengajarkan: "Semua ladang kebajikan berada di hati, bila kita mencari dari dalam diri, semuanya dapat tercapai, perbuatan baik akan mengundang keberuntungan dan perbuatan tidak baik akan mengundang bencana. Keberuntungan dan bencana tidak lain tidak bukan hanyalah refleksi dari dalam diri kita sendiri. Bila kita mencari dalam diri kita, bukan hanya menemukan kualitas sifat luhur jati diri, tetapi juga kekayaan, reputasi serta segala keinginan duniawi dan akhirat". Bila segala keberuntungan memang sudah ditakdirkan milik kita, kita akan memperolehnya walaupun tidak mengejarnya, akan tetapi bila tidak demikian, walaupun dengan cara menipu, mencuri, berusaha mati-matian mengejarnya kita tidak akan memperolehnya. Guru berkata lagi : "Bila seseorang mencari keberuntungan dari luar bahkan berbuat kejahatan untuk memperolehnya, dia tidak hanya kehilangan segala budi baiknya, tetapi termasuk segala keberuntungan yang ditakdirkan menjadi miliknya, lebih-lebih lagi ketamakan, kebencian yang berada dalam benak

seseorang akan mengurangi keberuntungannya, karena itu kita harus sadar, bahwa tidak ada gunanya bila kita dengan membabi buta mencari keberuntungan. Apa yang diramalkan Tuan Khong tentang kehidupan anda?" Saya memberitahukan semua yang diramalkan Tuan Khong tentang saya kepada guru. Guru bertanya: "Apakah anda merasa berhak mendapat posisi di pemerintahan atau seorang anak?" Setelah lama mengintrospeksi perbuatan dan sikap saya masa lalu. Saya menjawab : "Tidak, saya tidak berhak mendapat posisi di pemerintah atau seorang anak, mereka yang mendapat posisi di pemerintah, semua mempunyai penampilan yang baik sedangkan saya tidak, saya juga tidak banyak membuat kebajikan untuk membangun nasib baik, saya tidak sabar dan tidak displin, bicara seenaknya tanpa memperdulikan perasaan orang lain, sombong dan bangga diri. Semua ini adalah tanda-tanda bahwa saya tidak bernasib baik juga tidak berbudi, bagaimana mungkin saya mendapat posisi di pemerintah." Selanjutnya, kita lihat mengapa Tuan Liau Fan tidak mempunyai anak. Menyenangi kebersihan adalah baik, tetapi merupakan suatu problem jika kesenangan tersebut sudah melampaui batas. Seperti pepatah kuno "Kehidupan akan tumbuh dari debu bumi, air yang terlalu jernih tidak menghasilkan ikan". Alasan saya tidak berhak mendapat anak adalah: pertama saya terlalu menyenangi kebersihan, mengakibatkan kurang memperhatikan orang lain. Alasan kedua adalah saya cepat marah dan emosi. Keharmonisan adalah suatu latihan untuk semua kehidupan, kasih sayang dan kebajikan adalah dasar untuk memproduksi dan kemarahan/emosi adalah sumber kegersangan. Alasan ketiga adalah saya terlalu mementingkan reputasi dan tidak mau berkorban apapun untuk kepentingan orang lain. Alasan keempat adalah saya berbicara terlalu banyak sehingga mengkonsumsi terlalu banyak "Chi" (energi). Alasan kelima adalah saya suka minum alkohol yang mengikis semangat saya. Untuk tetap sehat, seseorang seharusnya tidak bergadang sepanjang malam tanpa istirahat/tidur. Alasan keenam saya tidak mempunyai anak adalah saya suka bergadang sampai larut malam, tidak memelihara energi, selain ini saya masih mempunyai banyak kesalahan yang terlalu banyak jika diutarakan. Guru berkata : "Lalu menurut anda, ada banyak hal di dunia ini yang anda tidak pantas memilikinya, tidak hanya reputasi dan anak?" Mereka yang memiliki jutaan dollar pada kehidupan ini, pasti telah mengumpulkan banyak kebajikan berdana pada masa lalunya. Mereka yang memiliki ribuan dollar juga karena telah mengumpulkan perbuatan baik sebanyak itu. Mereka yang meninggal karena kelaparan, sebenarnya adalah karena karmanya harus meninggal dalam keadaan demikian. Mereka harus

jelas bahwa pikiran dan perbuatan masa lampau merekalah yang membentuk nasibnya. Akibat yang kita terima sekarang hanyalah hasil perbuatan diri sendiri. Yang Kuasa tidak berbuat lebih dari hanya menghukum yang jahat sesuai apa yang pantas diterima dan menganugerahi keberuntungan yang pantas bagi yang berbuat baik.

Bencana dan keberuntungan adalah dibuat oleh diri sendiri. Orang bijak sadar bahwa keberhasilan atau kegagalan hidupnya adalah konsekwensi dari perbuatan dan pikiran sendiri, hanya orang awam yang menganggap semua ini adalah nasib/takdir.
Guru berkata : "Melahirkan anak adalah sama dengan buah tumbuh dari bibit, bila bibit ditanam dengan baik, buahnya subur, bila ditanam dengan tidak baik, buahnya juga tidak subur. Sebagai contoh: seseorang bila mengumpulkan kebajikan untuk ratusan generasi, maka ratusan generasi turunannya akan menikmatinya, bila hanya mengumpukan kebaikan untuk 10 generasi, maka hanya 10 generasi turunannya yang menikmati, demikian juga yang 3 generasi dan 2 generasi. Bagi mereka yang tidak mempunyai keturunan, karena mereka tidak membuat kebajikan, sebaliknya memiliki banyak kekacauan. Sekarang anda menyadari kekurangan anda, anda boleh berusaha untuk mengubah apa yang menyebabkan anda tidak mempunyai anak dan posisi di pemerintah, anda harus berbuat baik, sabar, memperlakukan orang lain penuh kasih sayang, harmonis, rawatlah kesehatan, memelihara energi dan semangat anda. Anggaplah bahwa semua yang lalu sudah berakhir kemarin, masa depan dimulai hari ini. Bila anda mempunyai persepsi ini, maka anda adalah seorang yang baru lahir. Bahkan walaupun bila badan kita terikat oleh nasib, bagaimana mungkin pikiran baik dan disiplin tinggi tidak mendapat perhatian Yang Kuasa? Sesuai yang tercantum dalam buku sejarah Tiongkok . . . . . . . . Seseorang mungkin dapat melepaskan diri dari takdir asalnya, tetapi seseorang tidak pernah dapat melepaskan diri dari bencana atas kejahatan yang telah dilakukannya. Dengan kata lain, setelah seseorang dapat mengubah nasib hasil perbuatan masa lampau, tetapi bila seseorang terus menerus bertingkah laku amoral, maka tidak akan ada kesempatan untuk menghindari dari bencana berat. Guru berkata : "Seperti tertulis dalam buku syair : Manusia harus selalu instrospeksi diri apakah pikiran dan perbuatan sesuai dengan hukum alam dan kehendak Yang Kuasa. Bila seseorang mempraktekkan cara ini, niscaya keberuntungan akan diperoleh tanpa dicari. Untuk memilih keberuntungan atau sebaliknya adalah tergantung pada diri sendiri. Tuan Khong telah meramal bahwa anda tidak mendapat posisi di Pemerintah dan seorang anak. Kita dapat menganggap ini adalah takdir, tetapi itu dapat dirubah. Anda hanya perlu mengubah kebiasaan buruk anda. Praktekkan

kebaikan untuk mengumpulkan kebajikan. Ini adalah usaha anda untuk membangun nasib baik, tidak ada orang yang dapat merampas dari anda. Bagaimana mungkin anda tidak dapat menikmatinya? Dalam buku I Ching (buku tentang perubahan) tertulis : membantu orang akan membawa keberuntungan dan menghindari bencana! Pada bab pertama buku I Ching juga tertulis : "Keluarga yang membuat kebajikan akan mewariskan keberuntungan kepada anak cucunya. Anda percaya itu? "Saya mengerti dan percaya apa yang diajarkan guru dan memberi penghormatan yang besar kepadanya. Lalu saya menyesali segala perbuatan2 buruk masa lalu, besar atau kecil. Saya menulis keinginan saya untuk lulus dalam ujian negara dan bersumpah akan membuat tiga ribu jenis kebajikan untuk menunjukkan rasa terima kasih dan syukur kepada Leluhur, Langit dan Bumi. Setelah mendengar sumpah saya, guru Yun Gu memberikan saya satu daftar dan mengajarkan saya bagaimana mencatat perbuatan baik dan tidak baik yang telah saya janjikan. Beliau memberitahukan bahwa perbuatan buruk akan menetralisir perbuatan baik yang telah saya kumpulkan. Bila seseorang berkeinginan sesuatu untuk mengubah nasib, yang terpenting adalah pikiran yang tenang, dengan cara ini, keinginan tersebut dapat tercapai. Mencius menulis dalam bukunya yang berjudul : "Prinsip untuk membentuk nasib bahwa tidak ada perbedaan antara panjang umur dan pendek umur", sekilas pandang, seseorang akan merasa sangat sulit untuk dimengerti, bagaimana panjang umur dan pendek umur itu sama? Sebenarnya bila kita melihat ke dalam diri kita, kita akan menemui tidak ada perbedaan. Kita memandangnya dari segi persamaan dan hidup bermoral tanpa memperdulikan saat yang baik atau buruk, bila seseorang dapat mempraktekkan sesuai, niscaya seseorang dapat menguasai kekayaan dan kemiskinan. Oleh sebab itu, bila seseorang sanggup membangun dan membentuk nasib sendiri, tidak ada masalah apakah saat ini kita kaya atau miskin. Seperti seorang yang kaya raya tidak berbuat sembrono karena dia kaya, dan seorang yang miskin tidak berbuat kejahatan karena dia miskin, dalam hal yang sama, seseorang harus melaksanakan tanggung jawabnya untuk tetap sebagai seorang manusia sejati. Guru berkata : "Jika seseorang dapat mempraktekkan moralitas dalam kondisi apapun, sudah tentu dia akan mengubah miskin menjadi kaya, yang kaya dapat mempertahankan kekayaannya lebih lama. Demikian juga pandangan yang sama terhadap panjang umur dan pendek umur, seseorang yang mengetahui bahwa dia berumur pendek seharusnya tidak berpikir : Saya sudah harus meninggal, tidak perlu berbuat kebajikan, saya akan mencari keuntungan dengan mencuri dan membunuh sewaktu saya masih sanggup. Sebaliknya, seseorang yang sudah mengetahui bahwa dia akan berumur pendek, harus lebih rajin melatih diri untuk membuat kebajikan, untuk

memperoleh umur yang panjang pada kehidupan yang akan datang dan mungkin dengan melaksanakan banyak kebaikan bahkan dapat memperpanjang umurnya sekarang. Seseorang yang panjang umur janganlah berpikir, bahwa saya masih banyak waktu di dunia ini, tidak masalah bila sesekali berbuat kesalahan". Mendapat umur panjang tersebut tidak mudah, malahan harus lebih giat berbuat kebajikan dan melatih budi luhur diri, kalau tidak, kita akan cepat menghabiskan umur yang panjang tersebut karena dikompensasikan dengan tindakan amoral. Guru berkata : "Seseorang yang mengerti prinsip ini, akan mengubah umur pendek menjadi umur panjang melalui sikap luhur dan kebajikan. Masalah hidup dan mati adalah hal yang paling kritis dalam kehidupan. Oleh sebab itu, umur panjang atau pendek juga merupakan hal yang terpenting bagi kita. Demikian juga masalah kaya dan miskin, reputasi baik dan jelek". Itu sebabnya Mencius tidak menjelaskan lagi masalah kaya/miskin, reputasi baik/jelek tersebut di atas, karena Beliau telah menjelaskan tentang umur panjang dan umur pendek dan itu adalah hal yang sama prosesnya. Lalu guru mengajarkan kepada saya ajaran Mencius tentang pelatihan diri. Seseorang yang ingin melatih diri, harus melaksanakan setiap hari dan setiap saat, waspada akan perbuatan sendiri, meyakinkan diri bahwa setiap perbuatan dan pikiran itu tidak melanggar hukum/ peraturan, ingat bahwa untuk mengubah nasib adalah tergantung kepada akumulasi kebajikan, agar mendapat berkah dari Yang Kuasa. Saat melatih diri, seseorang harus sadar akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan segera berusaha mengoreksinya/mengaku salah persis seperti kita mengobati diri saat sakit. Ketekunan adalah faktor utama dalam pelatihan ini dan bila hal ini telah matang segera kita menerima hasilnya. Saat ini, nasib seseorang sudah pasti berubah menjadi lebih baik. Kita harus berusaha menghapus semua kebiasaan dan pikiran yang buruk. Kita akan benar-benar mendapat manfaat yang nyata bilamana kita telah mencapai ke tingkatan "tanpa pikiran". Tadinya saya bernama Shuei Hai, yang berarti "berpengetahuan luas" setelah menerima ajaran guru ini, saya mengubah nama menjadi Liau Fan yang berarti "Melampaui/menyadari keadaan umum", menunjukkan bahwa pengertian saya akan kebenaran untuk mengubah nasib sendiri dan saya tidak ingin menyerupai manusia biasa yang membiarkan diri dikontrol nasib. Sejak itu, saya selalu waspada akan semua pikiran dan perbuatan saya. Saya sangat hati-hati dan teliti dalam pikiran dan pengambilan tindakan, sehingga saya merasa telah berbeda dari sebelumnya. Dahulu, saya selalu sembrono, tidak konsentrasi dan saya sama sekali tidak disiplin.

Sekarang, saya sangat teliti dan hati-hati berpikir, berbicara dan berbuat, saya bahkan mempertahankan sikap ini pada saat bila sedang sendirian, karena saya sadar Yang Kuasa, Dewa, Malaikat yang berada di mana-mana sedang mengawasi segala pikiran dan tindakan saya. Bahkan bila bertemu dengan orang yang tidak menyenangi dan mencaci maki saya, saya dapat menerima dengan sabar dan tenang, tidak ada perasaan unuk melawan atau bertengkar dengan mereka. Setahun setelah saya menemui Tuan Khong, saya mengikuti ujian dasar negara, yang mana Tuan Khong meramal bahwa saya akan mendapat ranking 3, ternyata saya mendapat ranking pertama, ramalan Tuan Khong tidak akurat lagi. Tuan Khong meramal bahwa saya sama sekali tidak akan lulus dalam ujian akhir negara, tetapi pada musim gugur, saya berhasil lulus. Ini adalah di luar takdir saya, tetapi saya mendapatkannya.

Guru berkata : "Nasib dapat dirubah".


Sekarang saya lebih mempercayainya! Walaupun saya telah banyak mengoreksi kesalahan saya, saya menemukan bahwa saya tidak dapat sepenuh hati melakukan sesuatu, walaupun saya melaksanakannya, tetapi masih merasa terpaksa dan tidak dengan hati yang tulus. Saya mengintrospeksi ke dalam diri dan menemukan masih banyak kekurangan. Banyak orang mempunyai kesempatan membuat kebajikan, tetapi tidak antusias membuatnya atau ragu-ragu bila sedang membantu sesama yang memerlukan bantuan tersebut. Kadang-kadang saya memaksa diri berbuat baik, tetapi ucapan saya masih tidak ramah dan penuh emosi, saya masih dapat berlaku baik bila sedang tenang, tetapi setelah minum alkohol, saya akan kehilangan disiplin dan bertindak tanpa dapat mengontrol diri. Walaupun saya selalu praktekkan kebajikan dan mengumpulkan pahala, tetapi kesalahan dan kekurangan saya sangat banyak sehingga menghapuskan perbuatan baik saya. Waktu saya banyak terbuang sia-sia dan tidak berharga, saya memerlukan waktu 10 tahun untuk mencapai 3.000 jenis kebaikan yang saya janjikan. Saya memohon untuk mendapat anak dan berjanji akan membuat 3.000 jenis kebajikan lagi, beberapa tahun kemudian mama anda melahirkan anda dan memberi nama Tian Chi. Setiap kali saya melakukan satu kebaikan, saya mencatat di sebuah buku, mama saya buta huruf, menggunakan bulu angsa sebagai pena dan mencelup ke dalam tinta membuat satu lingkaran merah di kalender untuk menandai setiap perbuatan baik yang telah dilakukannya. Kadang kala dia memberi makanan kepada orang miskin, atau membeli binatang di pasar lalu melepaskannya di hutan, dia mencatat semua ini dengan lingkaran merah di kalender, dia sering dapat mengumpulkan lebih dari 10 lingkaran merah dalam satu hari.

Setiap hari kami mempraktekkan ini selama empat tahun, 3.000 kebajikan dapat diselesaikan. Sekali lagi saya membuat persembahan di rumah kita. Pada tanggal 13 September tahun yang sama, saya membuat permohonan ketiga, untuk lulus dalam ujian pada level "Jinshr". Saya berjanji akan membuat 10.000 kebaikan, tiga tahun kemudian permohonan saya tercapai, saya lulus ujian level Jinshr, dan diangkat sebagai Bupati di Propinsi Baodi. Di kantor, saya menyediakan sebuah buku kecil untuk mencatat kebaikan dan kesalahan yang telah saya buat dan menamakannya "Buku Disiplin Pikiran". Buku tersebut dinamai "Buku Disiplin Pikiran" dengan harapan untuk membantu Tuan Liao Fan menghindari diri dari keegoisan dan pikiran-pikiran tidak baik. Sejak hari itu, saya mencatat semua perbuatan baik dan buruk saya dalam buku tersebut dan meletakkannya di atas meja saya. Setiap petang saya membakar dupa di sebuah altar kecil di kebun untuk melaporkan segala perbuatan saya kepada Yang Kuasa. Suatu kali, mama saya sangat prihatin ketika melihat saya tidak dapat membuat banyak kebaikan dan bertanya : "Dahulu kala, saya dapat membantu anda membuat banyak kebaikan dan sanggup menyelesaikan 3.000 kebaikan. Sekarang, anda berjanji akan membuat 10.000 kebaikan, di kantor ini kesempatan kita untuk berbuat kebaikan sangat kecil, berapa lama janjimu dapat dipenuhi?" Malam itu, setelah mama saya berkata hal ini, saya bermimpi bertemu dengan seorang malaikat dan saya mengatakan masalah saya dalam menyelesaikan 10.000 kebajikan tersebut. Malaikat tersebut berkata: "Ketika anda menjabat sebagai Bupati, anda menurunkan pajak untuk sewa ladang bagi para petani, itu adalah kebajikan yang besar sekali, pahala ini telah mencakup 10.000 kebajikan yang anda janjikan, janji anda telah terpenuhi". Memang petani di Propinsi Baodi harus membayar pajak yang sangat tinggi ketika saya tiba di sana. Saya menurunkan pajak atas ladang padi tersebut hampir setengahnya, akan tetapi saya masih merasa aneh... Bagaimana malaikat tersebut mengetahui tentang penurunan pajak tersebut? Tuan Liao Fan tetap meragukan dan heran bagaimana hanya sebuah perbuatan dapat menandingi 10.000 kebajikan. Kebetulan, guru besar aliran Zen, Huang Yu sedang melakukan perjalanan ke gunung U Thai dan singgah di Baodi, saya mengundangnya ke rumah, menceritakan tentang mimpi dan bertanya apakah itu dapat dipercaya? Guru Huan Yu berkata : "Ketika membuat kebaikan, seseorang harus jujur dan tulus serta tidak mengharapkan balasan atau bertindak salah. Bila seseorang membuat kebaikan dengan jujur dan tulus, tentu saja hanya satu perbuatan dapat dibandingkan 10.000 kebajikan. Selain itu, tindakan anda denganmenurunkan pajak di Propinsi ini, bermanfaat bagi lebih dari 10.000 penduduk, anda telah meringankan penderitaan rakyat karena harus membayar pajak yang tinggi. Anda sudah pasti akan memperoleh keberuntungan yang sangat besar dari tindakan ini".

Setelah mendengar kata-kata guru Huan Yu, hati saya dipenuhi oleh perasaan bersyukur dan segera memberikan semua tabungan saya kepada Beliau untuk dibawa ke gunung U Thai, saya memesan agar uang itu dipergunakan untuk mempersembahkan makanan Vegetarian bagi 10.000 Bhiksu dan membantu saya menyalurkan pahala atas tindakan ini. Dari tindakan Liao Fan ini, dapat dinilai bahwa Beliau adalah seorang dermawan yang dapat bertindak cepat, MEMBERI tanpa sedikit juga keraguan dan perasaan terpaksa, inilah penyebab Beliau memperoleh keberuntungan raksasa yang tidak ternilai. Liao Fan bukan berasal dari keluarga kaya, Beliau percaya hukum karma, Beliau adalah seorang pejabat yang taat hukum dan bersih, tidak KKN, tidak mau mengambil uang haram. Hasil seorang pejabat negara seberapa? Tetapi Beliau rela dan segera menyumbangkan seluruh tabungannya, ini adalah sebuah tindakan luar biasa yang sulit ditemui. Tuan Khong telah meramalkan bahwa saya akan meninggal pada umur 53 tahun, tetapi saya tetap hidup sampai sekarang 69 tahun tanpa menderita penyakit apapun, walaupun saya tidak memohon panjang umur dari Yang Kuasa. Sekarang saya berumur 69 tahun, dan telah hidup lebih 16 tahun dari yang telah ditakdirkan. Dalam buku Su Ching Tiongkok tertulis . . .

"Hukum alam tidak mudah dipercaya dan tidak mungkin tetap saja/tidak berubah, terlebih-lebih takdir tidak mungkin tidak berubah".
Sejak itu saya percaya, orang yang berkata bahwa bencana dan keberuntungan adalah takdir, pasti dia adalah seorang awam, jika dia berkata bahwa bencana dan keberuntungan adalah tergantung kepada hati masing-masing individu, berbuat kebaikan akan mendapat nasib yang baik, orang ini pasti seorang manusia sejati, seorang bijak dan seorang Nabi. Tian Chi anakku, saya tidak mengetahui perjalanan kehidupan anda bagaimana? Akan tetapi kita selalu bersiap untuk menghadapi keadaan yang paling jelek, karena itu, walaupun dalam keadaan makmur, tetaplah hidup sederhana, bila segala sesuatu berjalan lancar, tetaplah bersikap mawas diri dan waspada, bila anda kaya raya, tetaplah hidup hemat dan sederhana, bila disayangi/didukung orang, janganlah sombong, bila dijunjung tinggi/dihormati orang, janganlah membanggakan diri, bila anda berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas, tetaplah menghormati orang, jangan malu bertanya, karena setiap orang pasti ada kelebihannya yang tidak kita ketahui, pasti ada orang yang lebih pintar, lebih hebat dari kita. Selalulah laksanakan sedemikian rupa, berpegang teguh pada moralitas, kontrol diri, maka kita akan memiliki budi luhur, mengubah nasib dan mendapat berkah.

Selalu melatih diri agar nama baik leluhur tidak tercemar, setiap hari berusaha memperbaiki serta menebus dosa orang tua, ke atas selalu ingat jasa negara dan masyarakat yang telah membimbing kita, ke bawah berusaha mensejahterakan istri anak, selalu bersiap untuk membantu orang yang memerlukan, selalu berdisiplin ketat terhadap diri, selalu instropeksi dan mengoreksi diri. Suatu saat bila anda merasa puas dalam keadaan begini, menganggap diri adalah seorang yang sempurna, tidak mempunyai kesalahan/kekurangan, maka anda telah mengalami kemunduran. Orang-orang pintar di dunia karena merasa diri adalah orang sempurna sehinga menolak melatih moralitas dan membentuk akhlak yang baik, tidak dapat memajukan usahanya, semua ini karena kelengahan mereka, malas dan hanya menginginkan kesenangan. Tian Chi, ajaran Guru Yun Gu benar-benar sangat tepat dan berbobot, sebagai manusia sepantasnyalah giat mempelajarinya, tekun mempraktekkannya, bijaklah mempergunakan setiap detik waktu anda untuk melatih diri, mengisi diri, jangan menyia-nyiakannya.

Nilai suatu kehidupan bukanlah berdasarkan seberapa banyak yang kita dapat, melainkan berdasarkan seberapa banyak kita telah memberi kepada yang benar-benar memerlukan.

BAB II CARA MENGUBAH NASIB


Pada zaman Chun Ciu (tahun 722 SM - 481, zaman musim semi dan rontok) banyak penasehat yang mampu menebak dengan tepat rejeki dan bencana yang akan dialami seseorang, hal ini juga tertulis di buku Cho Chuan dan buku syair lainnya. Pada umumnya, seseorang akan mendapat rejeki atau menanggung bencana pasti ada gejala sebelumnya yang bersumber dari dalam hati dan terekspresi keluar yaitu di wajah atau fisiknya, orang yang bertampang welas asih, jujur, tulus, memegang janji, tingkah laku mantap tidak sembrono, biasanya dapat memperoleh rejeki. Sedang orang yang wajahnya judes, kejam, bertingkah laku sembrono, kebanyakan mendekati bencana, rejeki atau bencana pasti dapat diramalkan sebelumnya. Niat baik, buruk seseorang pasti akan kontak dengan Yang Kuasa. Keberuntungan akan tiba, dapat ditebak dari sikapnya yang tenang dan mantap, demikian pula bencana yang akan menimpa, dapat ditebak dari sikapnya yang kontradiksi, bengis. Bagi orang yang ingin mendapat rejeki dan menghindari bencana, boleh tidak mengutamakan pelaksanaan kebajikan terlebih dahulu, tetapi gigih berusaha mengoreksi kesalahan diri, pasti akan mendapat keberuntungan.

Tiga faktor utama untuk mengoreksi diri :


1. Faktor pertama "TAHU MALU" Dahulu kala, banyak orang bijak dapat dikenang orang sepanjang masa, sedangkan kita tidak, malahan bereputasi buruk, dicaci maki orang. Jika seseorang hanya mementingkan kesenangan, reputasi, kekayaan, sehingga membuat hal-hal yang tercela dan sewenang-wenang untuk mendapatkan semua yang diinginkannya, masih membanggakan diri atas perbuatannya dan dikira tidak ada orang yang mengetahui tindakannya tersebut. Orang ini tidak menyadari bahwa lambat laun dia tidak lain tidak bukan hanyalah seekor binatang yang berkedok manusia! Di dunia tidak akan ada lagi kelakuan yang lebih memalukan dan rendah dari ini. Mencius : Perasaan "Tahu Malu" ini sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan sepanjang hidupnya. Orang yang "Tahu Malu" adalah orang suci/bijak, orang yang tidak "Tahu Malu" sudah pasti adalah binatang. Kunci utama untuk mengoreksi kesalahan adalah terletak pada sehelai niat "Tahu Malu" ini, manusia berbeda dari binatang, hanyalah karena adanya rasa "Tahu Malu" ini juga. Sesuai yang dikatakan Mencius di atas, Kunci utama untuk mengoreksi diri adalah sehelai niat "Tahu Malu" ini, orang yang tidak "Tahu Malu" adalah binatang. Renungkanlah selalu : Segala tingkah laku saya sehari-hari

memalukankah? Saya adalah seorang bijak atau hanya seekor binatang yang berkulit manusia? Ingatlah! Tingkah laku kita yang memalukan bukan hanya mencoreng nama baik keluarga sendiri, tetapi juga perusahaan tempat kita kerja, lingkungan masyarakat kita, yang lebih berat lagi NEGARA, IBU PERTIWI kita. Ini adalah dosa yang besar sekali, karena seluruh rakyat negara turut menanggung kesalahan yang kita buat. 2. Faktor kedua "RASA TAKUT" Apa yang kita lakukan? Yang Kuasa, Bumi, Dewa, Malaikat, Makhluk halus berada di sekeliling kita dan selalu memperhatikan seluruh tindakan kita. Mereka berbeda dengan manusia, mereka dapat melihat segala sesuatu tanpa halangan. Sehingga tidak mungkin kita dapat menyembunyikan diri dari mereka. Walaupun kita berbuat kesalahan di tempat yang tidak ada orang yang menyaksikan, tetapi Yang Kuasa, Bumi, Dewa, Malaikat, Makhluk halus, ibarat sebuah cermin, jelas-jelas mencerminkan semua kesalahan kita. Bila berbuat kejahatan besar, maka semua bencana akan menimpa kita, bila kejahatan ringan, akan mengurangi keberuntungan yang sudah ada. Bagaimana kita tidak takut akan hal ini. Setiap saat, bila kita berada di kamar yang kosong, para Dewa, Malaikat mengawasi kita dengan teliti dan mencatat semuanya. Kita dapat menutupi kesalahan kita dari orang lain . . Akan tetapi Yang Kuasa, para Dewa, Malaikat, Makhluk halus dapat melihat sampai ke dalam hati kita, karena itu, mereka mengetahui segala niat dan perbuatan kita. Yang penting kita tidak boleh menipu diri sendiri. Kita akan merasa malu dan tidak jujur jika orang melihat kesalahan kita. Karena itu, bagaimana kita tidak ekstra hati-hati dalam melakukan setiap perbuatan dan takut akan akibat yang akan muncul? Tetapi lebih dari itu! Sepanjang seseorang masih bernafas, dia masih mempunyai kesempatan untuk menyesal, walaupun kesalahan atau kejahatan fatal. Dahulu kala, ada seseorang yang seumur hidupnya berbuat kejahatan, merasa bersalah dan sangat menyesal lalu bertekad akan membuat suatu kebaikan dan memperoleh akhir ajal yang baik. Ini menjelaskan : bila seseorang dapat berniat baik dan menyesali kesalahannya pada saat yang sangat penting ini, akan membersihkan segala kesalahan yang telah dibuat ratusan tahun. Sama seperti sebuah lampu dapat menerangi lembah yang telah mengalami kegelapan ribuan tahun. Tidak masalah kesalahan yang dibuat besar atau kecil, yang penting adalah bertekad mau mengoreksinya. Bila berbuat kesalahan, adalah baik untuk mengoreksinya. Akan tetapi jangan ada pikiran untuk membuat kejahatan sekarang karena kita selalu

dapat menyesal dan dikoreksi belakangan. Ini sama sekali dilarang. Bila seseorang sengaja berbuat kejahatan, maka balasannya akan jauh lebih berat dari sebelumnya. Di samping itu, kehidupan manusia tidak kekal, badan kita yang terdiri dari daging dan darah mudah rusak. Bila nafas berhenti, maka badan ini bukan milik kita lagi, tidak ada kesempatan untuk mengoreksi kesalahan tersebut lagi. Masih seberapa panjangkah umur kita? 100 tahun? 50 tahun? Waspadalah! Panjangnya umur kita hanya diantara nafas, sekali nafas tidak sambung, kita meninggal. Jangan ada pikiran bahwa saya masih muda, masih banyak waktu. Juga bila seseorang meninggal, segala barang duniawi tidak dapat dibawa, hanya karma baik dan buruknya yang mengikuti arwahnya, sebagai dasar untuk diadili di akhirat dan penentuan tempat tujuan arwahnya. Karena itu, bila seseorang berbuat kesalahn, akibatnya adalah menanggung nama buruk sepanjang masa, bahkan anak cucu yang berbakti juga tidak sanggup membersihkan namanya. Di akhirat, dia akan menanggung penderitaan yang tidak dapat diutarakan. Oleh karena itu bagaimana seseorang tidak merasa takut? 3. Faktor ketiga "TEKAD DAN KEBERANIAN" Seseorang yang ragu-ragu untuk mengoreksi kesalahannya adalah orang yang benar-benar tidak ingin mengubah, dan puas dengan keadaan yang sedang berlangsung. Karena keinginan mengubah tersebut tidak kuat, membuat kita takut untuk mengoreksi kesalahan kita. Untuk mengubah kesalahan, kita harus berusaha keras untuk segera mengubahnya. Kita tidak boleh ragu-ragu atau tunggu dulu, ditunda sampai besok atau hari berikutnya untuk mengubah kesalahan kita tersebut. Kesalahan kecil adalah ibarat sebuah duri menusuk daging kita dan harus segera dicabut. Kesalahan besar adalah ibarat jari kita yang digigit ular berbisa yang harus segera dipotong tanpa ragu-ragu untuk menghindari racun tersebut menjalar ke bagian lain dan mematikan. Bila kita mengikuti ketiga cara tersebut di atas untuk mengoreksi diri, sudah pasti kepribadian kita akan berubah. Seumpama matahari melumerkan salju di musim semi. Kesalahan kita akan hilang melalui tiga cara tersebut.

Tiga tahapan dalam mengubah kesalahan:


1. Mengubah kesalahan berdasarkan masalahnya

Misalnya, bila saya membunuh makhluk hidup kemarin, mulai hari ini saya berjanji tidak akan membunuh lagi. Bila saya marah besar, mulai hari ini saya berjanji tidak akan marah lagi. Inilah cara bagaimana seseorang mengubah kesalahan berdasarkan masalahnya dengan berjanji tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah dibuat. Bagaimanapun akan lebih sulit ratusan kali lipat bila kita memaksa diri tidak berbuat sesuatu daripada kita hanya berhenti berbuat sesuatu secara normal. Bila kita tidak mencabut akar kesalahan kita, tetapi hanya menahannya, kesalahan akan muncul lagi bahkan kita kadang-kadang telah berhenti melakukannya. Karena itu, metode mengubah berdasarkan masalahnya tidak dapat membantu kita melepaskan diri dari perbuatan salah secara permanen. 2. Mengubah berdasarkan peraturannya Metode ini adalah yang lebih efektif. Kita dapat mengoreksi kesalahan diri dari pengertian terhadap kebenarannya mengapa kita tidak boleh melakukan perbuatan tersebut, misalnya dalam hal membunuh, kita dapat berpikir bahwa . . . . . Mencintai semua makhluk hidup adalah hukum kebenaran alam. Semua makhluk berjiwa ingin hidup dan takut mati. Bagaimana kita boleh membunuhnya untuk menyambung nyawa kita? Kadang kala, hewan dimasak hidup-hidup, seperti ikan atau kepiting, belum dipotong sudah dimasukkan ke dalam periuk. Kesakitannya akan menusuk sampai ke tulang, bagaimana kita dapat sedemikian kejam terhadap hewan? Bila kita makan, kita menggunakan bahan makanan yang mahal dan enak-enak untuk kesehatan kita, makanan memenuhi seluruh meja. Tetapi setelah dimakan bahkan makanan yang paling enakpun belum tentu dapat diserap oleh badan dan akan dibuang oleh badan juga. Berpikir lagi bahwa hewan mempunyai daging, darah dan perasaan seperti kita. Kita dapat melatih diri dengan membiarkan hewan tetap hidup di sekitar kita, bagaimana kita terus menerus mencelakakan mereka dan membuatnya membenci kita? Bila kita memikirkannya, secara wajar kita akan merasa kasihan dan tidak tega membunuh dan memasaknya sehingga menghilangkan kebiasaan untuk membunuh. Hal yang sama juga seperti orang yang mudah marah, bahwa semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan, tidak ada yang sempurna, bila ada yang menggangu, itu adalah urusannya, tidak ada urusan dengan saya, tidak ada gunanya saya marah dan merasa tersinggung. Saya juga dapat berpikir . . Orang yang mengira dirinya selalu benar, maunya orang lain yang selalu berbuat begini begitu, tetapi mengapa tidak meminta diri sendiri juga berbuat yang sama? Orang ini adalah orang bodoh. Seseorang yang beretika dan yang selalu melatih diri, pasti selalu rendah hati, koreksi diri

dan memperlakukan segala sesuatu dengan sabar. Maka orang yang selalu mengkritik dan mengeluh terhadap orang lain adalah bukan seorang manusia sejati. Oleh karena itu, bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita, itu adalah karena kita belum cukup melatih etika dan moral, belum mengumpulkan kebajikan untuk dapat menyentuh hati orang, kita harus selalu introspeksi diri apakah kita sendiri yang telah memperlakukan orang lain dengan tidak baik. Bila kita rajin mempraktekkan cara ini untuk melatih etika maka fitnahan orang lain kepada kita adalah merupakan suatu lapangan latihan kita untuk mengoreksi sifat pemarah, sehingga mencapai tujuan baik. Oleh karena itu, kita harus gembira untuk menerima kritik, caci maki, fitnahan orang. Apa yang perlu kita marah dan kesalkan? Sebagai tambahan pula, tetap tenang dan sabar menghadapi fitnahan orang adalah seumpama membiarkan sebuah obor terbakar di udara, akan padam dengan sendirinya. Bila kita mendengar fitnahan langsung membela diri dan marah, adalah ibarat ulat sutra yang membelenggu diri dengan kepompongnya. Seperti pepatah kuno . . . . .

"Orang yang membelenggu diri dalam kepompong adalah mencari penderitaan sendiri".
Oleh karena itu, bila kita marah, kesal akan menganggu fungsi hati/lever, tidak ada untung malahan rugi. Demikian juga kita memperlakukan kesalahan yang sejenis. Bila kita dapat mengerti dan berpikir dengan baik dan teliti, kesalahan tidak akan terulang lagi. 3. Mengubah berdasarkan hati Walaupun kesalahan yang dibuat manusia beribu jenis dan juga berbeda-beda, semua itu adalah berasal dari hati/pikiran. Bila tanpa pikiran, maka tidak ada tindakan dan tidak mungkin berbuat kesalahan. Bila hati kita selalu dipenuhi oleh keinginan, nama, untung, sex, kemarahan, kita tidak mungkin dapat terlepas dari perbuatan salah. Kita memerlukan hati yang tulus, baik dan keinginan untuk melakukan perbuatan yang baik. Selama kita selalu berhati baik, sudah tentu tidak akan muncul pikiran kacau. Semua kesalahan berasal dari hati, maka kita harus mengubah dari hati. Ibarat membuang sebatang pohon beracun, kita harus mencabut sampai ke akar-akarnya agar tidak dapat tumbuh lagi, mengapa mau membuangnya dengan mencabuti daun per daun, cabang per cabang? Cara yang terbaik untuk mengubah kesalahan diri adalah melatih hati kita. Bila kita dengan tulus dan tekun melatih hati kita, maka akan segera menghapus segala kesalahan.

"Karena segala kesalahan adalah bersumber di hati".


Membersihkan hati dapat menghapus pikiran-pikiran yang tidak baik sebelum menjadi perbuatan. Bila hati kita bersih murni, kita dapat segera menghentikan pikiran-pikiran tidak baik yang muncul, ide-ide yang amoral akan segera hilang pada saat kita menyadarinya. Bila kita tidak berhasil mengubah pikiran tidak baik berdasarkan hati, maka kita akan coba pada level mengubah berdasarkan kebenaran, yaitu mengapa kita perlu mengubah. Bila kita tidak berhasil dengan kedua metode ini, maka kita akan mencoba metode mengubah berdasarkan masalah dan memaksa memusnahkan pikiran tersebut. Cara paling baik adalah melatih hati kita dan mengerti alasan untuk mengubah. Cara alternatif lain adalah memaksa diri jangan berbuat salah lagi. Kadang-kadang ke 3 metode tersebut dapat digunakan untuk mencapai hasil yang baik.

"Adalah bodoh bila meninggalkan cara yang terbaik yaitu mengubah kesalahan berdasarkan hati daripada berdasarkan masalah".
Akan tetapi bila seseorang berjanji untuk berubah, memerlukan bantuan teman sejati yang selalu mengingatkan kita dan sebagai saksi atas perbuatan kita sehari-hari. Sedangkan utnuk pikiran yang baik atau tidak baik, kita minta Yang Kuasa, Dewa, Malaikat sebagai saksi. Saya mempraktekkannya dengan menulis semua kesalahan saya dan melaporkan kepada Langit, Bumi, Dewa, Malaikat. Kita juga perlu menyesal dengan tulus dan sepenuh hati dari pagi sampai malam tanpa lengah. Bila kita dapat menyesal dengan tulus dari waktu ke waktu, kita pasti berhasil. Pada saat ini, kita akan merasa berlapang hati, damai, bijak, dalam situasi kacau kita tetap tenang, bertemu musuh/orang yang tidak kita sukai malahan senang, atau bermimpi memuntahkan banyak kotoran hitam, bermimpi para orang suci membimbing kita, bermimpi melayang-layang di angkasa, melihat hal-hal yang menakjubkan, gejala-gejala ini menunjukkan bahwa kita telah berhasil membersihkan kesalahan/karma buruk, akan tetapi jangan bangga dan merasa puas, tetaplah melatih diri sampai akhir hayat kita. Pada zaman Chun Chiu, ada seorang pegawai pemerintah di Wei, bernama Bwo Yu Chu. Ketika berumur 20 tahun, ia sudah menyadari kesalahan yang telah diperbuat pada masa sebelumnya dan berusaha mengkoreksinya, saat berumur 21 tahun, ia merasa masih belum mengkoreksi semua kesalahannya, saat berumur 22 tahun, ia merasa kehidupannya selama 21 tahun yang lalu hanya sebagai mimpi, tanpa ada kemajuan, tahun berlanjut tahun, ia terus menerus

mengkoreksi kesalahannya. Ketika berumur 50 tahun, Bwo Yu masih merasa bahwa kehidupannya selama 49 tahun penuh dengan perbuatan tidak baik. Ini adalah cara leluhur kita mengkoreksi dan menyesali kesalahan yang telah dibuat. Kita semua adalah manusia biasa yang berbuat kesalahan seperti duri landak banyaknya. Kita sering tidak dapat melihat kesalahan yang telah dibuat. Ini adalah karena kelengahan kita tidak dapat mengintrospeksi diri, seperti mata telah ditumbuhi katarak, kita menjadi buta sehingga tidak melihat kesalahan yang kita buat setiap hari. Ini adalah indikasi bahwa manusia telah membuat banyak kesalahan dan kejahatan. Orang yang banyak dosa dan karma buruk, kebanyakan sering bingung, tidak konsentrasi, pelupa, bila bertemu orang suci/bijak, selalu merasa bersalah dan tertekan, tidak senang mendengar ajaran baik, hukum sebab akibat, membalas budi orang dengan kedendaman. Sering bermimpi buruk, selalu mengeluh. Ini adalah gejala bahwa orang tersebut telah banyak berbuat kesalahan dan kejahatan. Bila kita mempunyai gejala tersebut di atas, kita harus segera mengaku salah dan berusaha keras untuk mengubah kesalahan serta berbuat kebajikan untuk mengubah diri, jangan menunda-nunda lagi.

BAB III CARA MEMBUAT/MENGUMPULKAN KEBAIKAN


Bab sebelumnya membicarakan tentang cara-cara untuk merubah kesalahan kita pada kehidupan ini, sebenarnya untuk meyakinkan bahwa kehidupan yang baik tidak akan menjadi buruk. Bagaimanapun kita masih tidak sanggup mengubah kehdupan buruk menjadi baik, walaupun kita selalu berbuat baik pada kehidupan ini, kita tidak tahu kejahatan apa yang kita telah lakukan pada kehidupan yang lalu, sehingga balasan atas perbuatan kejahatan tersebut masih berlanjut pada kehidupan ini. Oleh karena itu, untuk mengubah kehidupan buruk menjadi baik, kita tidak hanya mengkoreksi kesalahan kita tetapi juga harus melaksanakan segala jenis kebaikan untuk membangun kebajikan. Hanya cara ini kita dapat terlepas dari karma buruk kehidupan lalu. Pada saat akumulasi kebaikan kita bertumpuk, kehidupan buruk pasti akan berubah menjadi baik, dengan demikian, praktek kita untuk mengubah nasib dapat terbukti. Seperti tertulis dalam buku I Ching . . . . . "Keluarga yang melakukan banyak kebaikan akan mengakumulasi nasib baik dan bertahan terus dari generasi ke generasi" Mari saya memberi contoh. Suatu ketika ada satu keluarga yang bernama Yen, sebelum mereka menyetujui lamaran atas putrinya dari seorang laki-laki yang akhirnya menjadi ayah Konghucu, mereka menyelidiki perbuatan masa lalu dari keluarga laki-laki tersebut. Setelah menemukan bahwa keluarganya selalu berbuat baik dan mengumpulkan kebajikan. Keluarga Yen merasa yakin bahwa putrinya akan dinikahkan dengan keluarga yang akan menjadi sebuah keluarga yang kelak keturunannya akan makmur, tidak memperhatikan bahwa sekarang mereka bukan keuarga berada. Benar saja, putri mereka melahirkan "Konghucu". Suatu ketika Konghucu memuji Shwun, seorang raja pada awal zaman Tiongkok atas kebesaran sifat baktinya kepada orang tuanya, Beliau berkata : "Karena kebesaran sifat bakti Shwun dan leluhurnya, maka keturunan mereka akan terkenal dan dihormati dan bertahan sampai banyak generasi". Perkataan Konghucu ini terbukti oleh sejarah. Sekarang saya akan menunjukkan beberapa kejadian nyata bahwa kebajikan dapat diperoleh melalui perbuatan baik. Di Propinsi Fukien, ada seorang terhormat yang bernama Rong Yang yang memegang jabatan pemerintah sebagai guru dari raja. Leluhurnya adalah tukang perahu sungai yang menyeberangkan penumpang di sungai, suatu ketika terjadi banjir raksasa karena angin topan, menghanyutkan penduduk dan harta benda, rumah, hewan dan barang-barang mereka terbawa arus.

Para tukang perahu lain menggunakan kesempatan ini meraih barang-barang yang terapung. Tetapi kakek dan kakek buyut Rong Yang hanya menolong orang yang hanyut dan tidak mengambil satupun barang-barang dari sungai. Tukang perahu lain semua menertawai dan mengatakan bahwa kakek dan kakek buyutnya sangat bodoh. Beberapa saat kemudian, ketika ayah Rong Yang lahir, keluarga Rong Yang lambat laun menjadi kaya. Suatu hari, seorang Malaikat yang menjelma sebagai seorang Bhiksu Tao mendatangi keluarga Yang dan berkata : "Leluhur Anda telah mengumpulkan banyak kebajikan, keturunan anda harus mendapat kekayaan dan reputasi, ada satu tempat khusus untuk membangun kuburan leluhur anda". Maka mereka mengikuti nasehat Bhiksu tersebut dan tidak lama kemudian, lahirlah Rong Yang. Pada umur 20 tahun, Rong Yang sudah lulus ujian negara dan diangkat sebagai pejabat berpangkat tinggi. "Raja bahkan menganugrahi kakek dan kakek buyut-nya jabatan honoris. Sampai sekarang keturunannya masih sangat makmur dan ternama". Contoh lain seperti Zi Cheng dari propinsi Nimpo, Chehkian. Zi Cheng adalah seorang pejabat di pengadilan. Dia adalah seorang yang adil, ramah, rendah hati dan jujur. Suatu saat, hakim pengadilan menghukum seorang kriminal dengan memukulinya sampai darah membasahi lantai, kemarahan hakim masih belum reda dan meneruskan hukuman tersebut. Zi Cheng berlutut dan mohon agar berhenti memukuli tawanan tersebut. Hakim berkata . . . . . .

"Anda memohon keringanan hukumannya, tetapi bagaimana saya tidak marah bahwa orang ini telah melanggar hukum".
Zi Cheng berkata : "Bahkan banyak pemimpin dan penguasa pemerintah korupsi dan tidak mengikuti jalan yang sebenarnya, bagaimana seseorang dapat mengharapkan rakyat biasa untuk mentaati hukum dan peraturan? Tambahan lagi, siksaan berat dapat memaksa tergugat yang sebenarnya tidak bersalah untuk mengakui kesalahan atas kejahatan yang sebenarnya tidak dilakukannya. Untuk kasus demikian, kita harus lebih hati-hati dan mengerti. Walaupun kasus kejahatan ini dapat diungkapkan seharusnya juga jangan senang, karena adalah suatu aib, mengapa harus marah?" Hakim tersebut tergugah oleh perkataan Zi Cheng dan berhenti memukul. Walaupun Zi Cheng berasal dari keluarga yang miskin. Dia tidak pernah dapat disogok. Bila para hukuman kekurangan makanan, dia selalu bawa dari rumah sendiri walaupun dia sendiri yang harus menanggung kelaparan. Kasih sayang demikian selalu dipraktekkannya walaupun dia telah mempunyai 2 orang anak. Anak yang pertama bernama Shou Chen dan yang kedua bernama Shou Zi, kedua-duanya mendapat jabatan tinggi di pemerintah, bahkan keturunannya tetap memperoleh posisi baik di masyarakat untuk jangka waktu panjang.

Ini ada cerita nyata lain yang terjadi pada masa Dinasti Ming. Suatu ketika, ada segerombolan bandit muncul di Propinsi Fukien. Raja memerintahkan Jenderal Hsieh memimpin tentara untuk mengamankan tempat tersebut. Jenderal Hsieh tidak ingin ada penduduk yang tidak berdosa menjadi korban pada saat pelaksanaan misi ini. Karena itu, dia berusaha mendapatkan daftar nama penjahat tersebut, lalu dengan sangat teliti dan rahasia memberikan bendera putih kecil kepada penduduk untuk dipasang di pintu sebagai tanda bahwa mereka tidak terlibat dan bila tentara masuk ke kota tidak menyerang rumah yang berbendera. Dengan tindakan ini, Jenderal Hsieh dapat menyelamatkan puluhan ribu jiwa rakyat yang tidak berdosa. Setelah itu, anak Jenderal Hsieh berhasil meraih juara dalam ujian negera tingkat tinggi dan menjadi penasehat raja. Cucunya Pei Hsieh juga meraih juara dalam ujian negara. Cerita nyata lain adalah keluarga Lin di Fukien. Diantara leluhurnya ada seorang ibu tua yang sangat suka berdana. Setiap hari dia membuat onde beras untuk diberikan kepada fakir miskin dan selalu memberi berapapun yang diminta. Ada seorang Bhiksu Tao setiap hari dan berturut-turut selama tiga tahun setiap kali meminta 6 atau 7 buah onde. Ibu tersebut selalu memenuhi permintaannya dan tidak pernah menunjukkan ketidaksenangan. Bhiksu Tao tersebut, sebenarnya adalah jelmaan seorang Dewa untuk menguji ketulusan dan kebaikan ibu tersebut, menyadari bahwa ibu tersebut benar-benar tulus dan baik lalu berkata : "Saya telah makan onde buatan ibu selama 3 tahun dan saya tidak dapat membalas kebaikan ibu. Mungkin saya dapat membantu anda dengan cara ini " Tanah di belakang rumah ibu, adalah tempat yang sangat baik untuk membangun kuburan leluhur. Bila anda dimakamkan di sana kelak, maka jumlah keturunan anda yang bergelar di pemerintah adalah sebanyak 1 pon biji wijen". Ketika ibu tua tersebut meninggal, keluarga Lin mengikuti nasehat Bhiksu Tao tersebut dengan menguburkannya di tempat yang ditunjuk. Generasi pertama ibu tersebut, 9 orang lulus ujian negera dan berlanjut terus sampai generasi berikutnya. Contoh nyata lain adalah ayah dari seorang sejarahwan pemerintah yang bernama Chi Feng. Suatu hari di musim dingin, ayah Chi Feng dalam perjalanan menuju sekolah, ia menjumpai seorang yang telah membeku kedinginan tetapi masih bernafas, dia segera membuka mantelnya dan membalut badan orang tersebut lalu membawanya pulang dan menyelamatkannya. Malam itu dia bermimpi bahwa seorang Dewa berkata kepadanya :"Anda telah menolong seorang yang hampir meninggal dengan ketulusan yang dalam, ini adalah sebuah kebajikan yang sangat besar. Saya akan mengutus Jenderal Han Chi

yang terkenal dari kerajaan Sung untuk dilahirkan sebagai anak anda". Anak tersebut lahir dan diberi nama Chi. Contoh nyata lain adalah Ta Jo Ying, seorang sekretaris pemerintah yang tinggal di Taichou. Ketika dia masih muda, dia selalu tinggal di sebuah gunung yang jauh. Malam hari, dia selalu mampu mendengar dan mengerti suara-suara hantu dan makhluk halus tetapi dia tidak pernah merasa takut. Suatu hari dia mendengar satu hantu berkata dengan gembiranya kepada hantu yang lain : "Ha, ha, ha,..., ada seorang wanita kampung yang suaminya telah lama meninggalkan rumah dan tidak kembali. Mertuanya berpikir anak mereka telah meninggal dan memaksanya untuk menikah lagi. Besok malam, dia akan membunuh diri dan akan menggantikan saya, lalu saya dapat reinkarnasi/lahir kembali, ha, ha, ha,..." Roh dari orang yang membunuh diri harus menunggu orang yang juga membunuh diri di tempat yang sama, agar dapat meninggalkan alam hantu tersebut dan dapat lahir kembali ke alam yang lebih baik/tinggi. Tuan Ying mendengar ini, segera pulang menjual tanah dan rumahnya, mendapat 4 lian uang perak, dia menulis sepucuk surat atas nama suami wanita kampung tersebut dan dikirim beserta 4 lian uang perak ke rumah wanita tersebut. Mertua wanita itu mendapati bahwa surat itu bukan tulisan anaknya dan menyelidiki uang perak lalu berkata : "Surat mungkin palsu, tetapi perak ini adalah benar. Siapa yang akan mengirim begitu banyak uang? Mungkin anak kita masih hidup, kita tidak boleh memaksa menantu kita menikah lagi". Karena itu, wanita tersebut tidak jadi membunuh diri dan pada akhirnya suaminya kembali ke rumah. Tuan Ying mendengar hantu berbicara lagi "Hah! Sebenarnya saya dapat reinkarnasi lagi, tetapi Tuan Ying telah menghancurkan kesempatan saya!" Hantu yang kedua berkata : "Mengapa tidak anda celakai dia saja?" Hantu pertama menjawab : "Tidak, saya tidak boleh. Karena Yang Kuasa mengetahui kebajikannya dan telah menunjuknya menjabat posisi penting di alam kita kelak, bagaimana saya berani mencelakainya" Setelah Tuan Ying mendengar ini, dia menjadi lebih rajin mempraktekkan kebaikan dan mengumpulkan kebajikan. Suatu saat terjadi kelaparan, dia membeli makanan untuk yang miskin dan yang memerlukan, selalu bersemangat membantu orang yang mengalami kesulitan darurat. Bila sesuatu berjalan tidak lancar, dia selalu introspeksi diri daripada berkeluh kesah menyalahi orang lain, bahkan sampai hari ini, keturunannya masih tetap makmur. Ada seorang yang bernama Feng Chu Hsu yang tinggal di Chanso, Propinsi Chiangsu, ayahnya sangat kaya. Bila ada bencana kelaparan, ayahnya selalu menyumbang padi dan seluruh uang hasil sewa sawah kepada yang miskin. Suatu malam, dia mendengar hantu bernyanyi di luar rumahnya : "Bukan bercanda! Bukan bercanda! Seorang dari keluarga Hsu akan lulus ujian negara!"

Hal ini terjadi beberapa hari dan benar saja, tahun itu anaknya Feng Chu lulus ujian. Sejak itu, dia lebih rajin dan tekun melakukan kebaikan dan mengumpulkan kebajikan. Dia selalu memperbaiki jembatan-jembatan yang rusak, melayani orang-orang yang sedang berpergian dan Bhiksu-bhiksu. Suatu hari dia mendengar hantu bernyanyi lagi : "Bukan bercanda! Bukan bercanda! seorang dari keluarga Hsu akan lulus level tinggi ujian negara". Benar, Feng Chu lulus ujian negara tingkat tinggi dan menjadi Gubernur di dua propinsi. Contoh cerita nyata lain adalah seorang yang bernama Kung Shi Tu yang tinggal di Chia Shing, propinsi Chehkiang. Tuan Tu bekerja di pengadilan dan selalu bermalam di penjara berbicara dengan para tawanan. Bila dia menemui ada yang tidak bersalah, dia akan menulis surat keterangan untuk menjernihkan perkara terdakwa tersebut dan diserahkan kepada hakim untuk ditindak lanjuti. Hakim akan menyelidiki dan membebaskan dakwaannya. Karena usaha Tuan Tu ini, sepuluh orang yang benar-benar tidak terlibat dalam kasus kriminal sesuai yang didakwa kepadanya dapat dibebaskan dan mereka sangat berterima kasih kepada hakim yang bijaksana tersebut. Tuan Tu yang secara diam-diam membiarkan hakim yang menerima jasa atas perbuatannya, juga menulis surat kepada Hakim Agung yang mengatakan : "Bahkan di pengadilan kota banyak tawanan yang sebenarnya tidak bersalah, apalagi di seluruh negeri, saya menyarankan agar hakim agung setiap lima tahun sekali mengutus penyelidik untuk memeriksa kembali kasus kriminal tawanan, hukuman dapat dikurangi atau dibebaskan untuk mencegah tawanan yang tidak bersalah tetap ditahan di penjara". Hakim Agung menyampaikan sarannya kepada raja dan disetujui. Tuan Tu diangkat juga sebagai salah seorang penyelidik untuk mengurangi hukuman tawanan yang tidak bersalah. Suatu malam dia bermimpi seorang Malaikat mendatangi dia dan berkata : "Sebenarnya anda tidak berhak untuk mendapat seorang anak pada kehidupan ini, akan tetapi karena tindakan anda untuk mengurangi hukuman tawanan orang yang tidak bersalah adalah sesuai dengan keinginan Yang Kuasa, anda akan dianugrahi tiga anak dan mereka semua akan berpangkat tinggi". Setelah itu, istrinya hamil dan melahirkan tiga orang anak dan semua menjadi orang terpandang dalam masyarakat. Contoh cerita nyata lain adalah Tuan Ping Bao yang tinggal di Chianshing. Ping adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara dari seorang pejabat di Chichou, Propinsi Anhui. Dia menikah dengan seorang putri dari keluarga Yuan di Propinsi Pinghu dan adalah teman baik kakek anda. Ping Bao sangat pintar dan berpengetahuan luas, akan tetapi tidak pernah lulus ujian negera. Dia mempergunakan seluruh waktunya untuk menekuni ajaran Buddha dan Tao.

Suatu hari, ketika dia sedang mengadakan perjalanan ke Danau Liu, dia tiba di sebuah kampung dan melihat sebuah Vihara usang yang sangat memerlukan renovasi. Dia melihat rupang Boddhisattva Guan Yin berdiri dalam keadaan basah kuyup kehujanan karena atap gentengnya retak. Ping mengeluarkan semua uangnya diberikan kepada Bhiksu pemilik Vihara untuk biaya renovasi Vihara tersebut. Bhiksu tersebut berkata : "Ini adalah pekerjaan besar, saya takut uang ini tidak cukup untuk memenuhi keinginan anda". Ping Bao lalu mengeluarkan semua barang dan pakaian mewah miliknya dan menyerahkan kepada Bhiksu tersebut. Pelayannya coba membujuknya untuk tetap mempertahankan pakaian mahal tersebut, tetapi dia menolak dan berkata : "Itu tidak masalah bagi saya, yang penting rupang Boddhisattva Guan Yin tetap baik, tidak masalah bagi saya bila tidak memakai pakaian ini". Mendengar perkataan Ping Bao, Bhiksu tersebut dengan berlinang air mata berkata : "Memberi uang dan pakaian bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, tetapi ketulusan yang dalam dari Anda sangat berharga dan sulit ditemukan". Setelah Vihara tersebut selesai direnovasi, Ping Bao membawa ayahnya mengunjungi dan menginap di Vihara tersebut. Malam itu, Ping bermimpi bahwa Satria Pelindung Dharma Vihara yang bernama Chie Lan, mengucapkan terima kasih dengan berkata : "Karena kebajikan anda ini, anak dan keturunan anda akan mendapat jabatan tinggi di pemerintah untuk jangka waktu yang lama". Akhirnya, anak dan cucu kedua-duanya lulus dalam ujian negara dan diangkat sebagai pejabat negara. Contoh nyata lain adalah seorang yang bernama Li Chi dari propinsi Jian Shu, ayahnya adalah seorang pegawai di pengadilan propinsi. Suatu ketika, ayah Li mengetahui bahwa ada seorang tawanan dihukum mati, dia berusaha memohon keringanan hukuman untuk tawanan ini. Ketika tawanan ini mengetahui usaha ayah Li untuknya, dia berkata kepada istrinya : "Saya begitu berhutang budi kepada orang ini, tetapi saya tidak ada cara untuk membalasnya, maukah anda mengundangnya ke rumah dan menikahinya? Mungkin ini akan menyenangkannya dan kesempatan saya untuk hidup lebih besar lagi". Istri tawanan tersebut menangis dan mendengarkan permintaan suaminya, dia tidak ingin melakukannya, tetapi hanya cara inilah dia dapat menolong suaminya pada saat ini. Karena itu, pada saat ayah Li datang berkunjung ke rumahnya pada hari berikutnya, dia menawarkan minuman arak dan menyampaikan keinginan suaminya. Ayah Li menolak tawarannya untuk menikah, tetapi tetap berusaha keras menjernihkan kasus tersebut. Akhirnya tawanan tersebut dibebaskan, dia bersama istrinya datang ke rumah ayah Li untuk berterima kasih dan berkata : "Kebajikan yang seperti anda lakukan ini adalah sangat sulit ditemukan pada zaman ini, bagaimana saya membalas budi anda? Anda tidak mempunyai anak laki-laki, bagaimana kalau anda menikahi putri saya, hanya inilah cara saya membalas budi anda, terimalah!" Ayah Li menerimanya dan segera melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi

nama Li Zhi. Li lulus ujian negara tingkat tinggi pada saat dia hanya berumur dua puluh tahun. Anak Li yang bernama Gao, cucu dari Lu dan cicitnya Da Wun semua lulus ujian negara level tinggi dan diangkat sebagai pejabat pemerintah. Sepuluh contoh di atas semua menceritakan kebajikan yang berbeda dan dilakukan orang yang berbeda pula. Walaupun perbuatannya berbeda, tetapi tujuannya sama yaitu "berbuat baik". Bila kita lebih mendalam meneliti kebajikan, kita akan menemukan banyak perbedaan. Ada kebajikan yang sejati dan palsu, kebajikan yang lurus dan kebajikan yang miring, kebajikan yang tersembunyi (Yin) dan kebajikan yang terbuka (Yang), yang benar dan salah, yang tegak atau yang condong, yang penuh atau setengah penuh, yang besar atau yang kecil, yang mudah dan yang sulit. Perbedaan jenis-jenis kebajikan ini masing-masing mempunyai peraturannya tersendiri yang harus benar-benar dipelajari dan dimengerti. Jikalau tidak, kadang kala kita mengira telah berbuat kebaikan, tetapi sebaliknya kita malah berbuat kesalahan. Sekarang saya akan menjelaskan perbedaan jenis-jenis kebajikan tersebut satu persatu. Apa yang disebut kebajikan sejati dan palsu? Pada zaman dinasti Yuan, sekumpulan pelajar mengunjungi guru besar Jung Feng di Gunung Tianmu, satu murid berkata : "Buddha selalu mengajarkan hukum karma, yang baik dan buruk adalah ibarat bayangan badan, akan mengikuti kemana saja kita pergi". Ini menjelaskan bahwa perbuatan baik selalu mengundang keberuntungan dan berbuat jahat selalu mengundang bencana. Lalu mengapa ada orang yang berbuat baik, tetapi keluarga dan keturunannya malah hidup menderita, di lain pihak, orang yang selalu banyak membuat kejahatan mendapat kehidupan baik, mana hukum sebab akibatnya? Apakah tidak ada standarnya dalam ajaran Buddha? Guru Jung Feng berkata : "Manusia umumnya buta oleh kejadian sehari-hari, mereka tidak membersihkan pikiran mereka dari hal-hal yang tidak baik dan salah persepsi, karena itu perbuatan yang baik dianggap salah dan yang salah dianggap betul, ini sudah umum pada zaman sekarang. Lagi pula, orang-orang ini tidak menyalahi diri atas kesalahan persepsi ini, malah menyalahi Yang Kuasa tidak adil atas nasibnya yang jelek ini!" Murid kedua berkata : "yang baik adalah baik dan yang jelek adalah jelek, bagaimana mereka dapat salah menafsir?" setelah mendengar ini, guru Jung Feng meminta mereka masing-masing mengeluarkan pendapat masing-masing tentang apa yang baik dan apa yang salah.

Murid ketiga berkata : "Memarahi dan memukul orang lain adalah salah, menghormati orang lain adalah baik". Guru menjawab : "Belum tentu". Murid keempat berkata : "Tamak dan mengambil uang orang lain adalah salah, mengalah adalah benar". Guru menjawab : "Belum tentu". Murid-murid lain semua mengatakan ini adalah benar, itu adalah salah, akan tetapi guru selalu menjawab : "Belum tentu". Lalu murid-murid bertanya : "Apa yang dianggap baik dan yang salah?" Guru Jung Feng menjawab : "Berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain adalah baik, untuk kepentingan diri sendiri adalah salah. Bila kita berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain, tidak masalah bila kita memarahi atau memukul orang tersebut, ini adalah tetap dianggap baik. Bila tujuan kita adalah untuk kepentingan diri sendiri, tidak peduli bagaimana kita bersikap mengalah atau sopan santun, tetap dianggap salah". Karena itu, bila kita berbuat sesuatu hanya untuk kepentingan orang lain, orang banyak, ini adalah kebajikan sejati. Bilamana berbuat sesuatu hanya untuk kepentingan diri sendiri, ini adalah kebajikan palsu. Bila kebajikan tersebut benar-benar bersumber dari hati nurani kita, ini adalah kebajikan sejati, bila kita berbuat kebaikan hanya karena ini adalah baik, maka dianggap kebajikan palsu. Sebagai tambahan, bila kita berbuat kebaikan tanpa mengharapkan balasan, ini adalah kebajikan sejati, kita berbuat baik untuk tujuan tertentu diri sendiri, ini adalah kebajikan palsu. Orang yang ingin mempraktekkan kebajikan perlu merenungkan perbedaan ini. Apa yang dimaksud kebajikan lurus dan miring. Kita sering menganggap orang yang ramah adalah orang baik, tetapi orang bijak dan orang suci menganggap orang yang berani berbuat dan bercita-cita tinggi adalah orang baik. Ini karena orang berani berbuat dan bercita-cita tinggi mudah dididik dan dibimbing dan mungkin kelak akan berhasil meraih cita-citanya dengan cemerlang. Sedangkan orang yang terlalu hati-hati dan kaku tidak dapat berbuat sesuatu yang cemerlang. Untuk orang yang selalu bertindak kaku dan terlalu hati-hati, mungkin mereka selalu disenangi semua orang, tetapi karena kepribadiannya yang lemah, mereka sangat mudah terbawa arus, tidak dapat berbuat apa-apa. Orang suci selalu berkata bahwa orang jenis ini adalah pencuri kebajikan. Dari sudut pandang ini, kita dapat melihat bahwa pandangan orang suci adalah sangat berbeda dengan orang awam. Apa yang dianggap baik oleh orang awam, orang suci menganggap tidak baik, apa yang dianggap tidak baik oleh orang awam, orang suci menganggapnya baik.

Langit, Bumi, Dewa/Dewi, Malaikat mempunyai pandangan yang sama dengan orang suci. Orang baik diberi berkah, orang jahat dihukum. Apapun tanggapan orang suci bahwa suatu hal ini baik, mereka juga beranggapan demikian, mereka tidak menilai sesuatu dari segi pandangan orang awam. Karena itu, seseorang yang ingin mengumpulkan kebajikan jangan tertipu dan terpengaruh oleh hanya untuk memenuhi dan menyesuaikan pandangan dan kebiasaankebiasaan umum manusia di masyarakat. Sebaliknya, mereka harus melatih diri agar selalu jujur dan rendah hati, tidak hanya ingin mencari nama atau menyenangkan orang dengan tujuan mendapat simpati. Seseorang harus selalu berusaha mempertahankan kemurnian hatinya jangan sampai terjadi penyimpangan. Kebajikan lurus berasal dari keinginan yang selalu hendak menolong orang lain. Kebajikan miring timbul atas kerakusan untuk menyenangkan orang lain untuk mendapat simpati dan selalu berpura-pura. Memberikan kasih sayang kepada orang lain adalah kebajikan lurus. Iri hati, kemarahan adalah kebajikan miring. Kebajikan lurus adalah bila seseorang bersikap sopan, kebajikan miring adalah bila seseorang bersikap tidak tulus. Apa yang dimaksud dengan kebajikan tersembunyi (Yin) dan kebajikan terbuka (Yang). Bila seseorang berbuat baik dan orang lain mengetahuinya, ini disebut kebajikan Yang, bila orang berbuat baik dan tidak ada orang yang mengetahuinya, ini yang disebut kebajikan Yin. Kebajikan Yin pasti diketahui Langit/Tuhan dan sudah tentu akan diberi berkah yang berlimpah-limpah, orang yang mempraktekkan kebajikan yang diketahui orang hanya akan menikmati reputasi yang baik. Reputasi adalah suatu rezeki, tetapi Yang Kuasa menganggap ini adalah suatu pantangan dan tidak memberkahi orang yang mencari reputasi. Kita dapat melihat, bahwa orang yang mempunyai reputasi tinggi, tetapi tidak didukung oleh perbuatan kebajikan, lambat laun malah merupakan suatu bencana, karena orang lain iri dan ingin mencelakakannya. Seorang yang benar-benar tidak melakukan kesalahan dan selalu mau menerima fitnahan/caci maki orang tanpa membalas atau membela diri untuk hal-hal yang tidak dilakukannya, kelak keturunannya akan makmur mendadak dan berhasil. Dengan ini, kita dapat melihat betapa pentingnya untuk mengerti perbedaanperbedaan kecil antara kebajikan Yin dan Yang, jangan sampai salah menafsirkannya. Dalam melaksanakan kebaikan, ada juga yang kadang kita anggap sebagai suatu kebaikan, tetapi nyatanya tidak demikian, dan apa yang kita anggap tidak

baik, ternyata adalah baik. Ini adalah kebajikan benar dan salah. Sebagai salah satu contoh, pada zaman Chun Chiu, ada sebuah kerajaan yang bernama Lu, saat itu ada kerajaan lain yang memperbudakkan rakyat kerajaan Lu. Pemerintah kerajaan Lu mengeluarkan peraturan bahwa barang siapa yang menebus kebebasan rakyat kerajaan Lu yang diperbudak tersebut, akan mendapat hadiah dari pemerintah. Saat itu, seorang murid Konghucu yang bernama Dz Gong membayar uang tebusan membebaskan budak-budak tersebut, tetapi dia tidak mau menerima hadiah yang diberikan pemerintah. Setelah Konghucu mengetahui hal ini, Beliau sangat tidak senang dan berkata :"Dz Gong, anda telah berbuat kesalahan". Pandangan orang suci/bijak berbeda dengan orang awam, mereka melihat secara keseluruhan pengaruh suatu tindakan terhadap masyarakat banyak, mereka mau mengajarkan rakyat agar membangun suatu kebiasaan baik, suatu standard sikap yang baik, suatu moralitas. Bukan melakukan suatu tindakan hanya karena keinginan seseorang. Rakyat kerajaan Lu lebih banyak yang miskin, dengan menolak hadiah pemerintah, tindakan Dz Gong tealh mempengaruhi pikiran rakyat, bahwa menerima hadiah adalah tamak. Sehingga bagi orang yang tidak mau dikatakan sebagai orang tamak berbuat demikian karena hanya menginginkan hadiah pemerintah saja, segan/tidak mau menebus budak-budak tersebut. Bila ini terjadi, kelak akan ada orang yang mau menebus budak-budak rakyat tersebut Sehingga peraturan yang baik itu tidak berfungsi dan gagal. atau akan tidak lagi.

Bila ingin memotivasi semua orang untuk berbuat baik, Dz Gong seharusnya menerima hadiah pemerintah ini, bukan untuk keinginan dirinya, tetapi untuk mempengaruhi masyarakat banyak, sehingga mereka juga termotivasi mau menebus budak. Seorang murid lain Konghucu yang bernama Dz Lu, suatu ketika melihat seorang hanyut di sungai dan menolongnya. Belakangan, orang tersebut memberi Dz Lu seekor kerbau sebagai tanda terima kasih. Dz Lu menerima hadiah itu. Konghucu sangat senang melihat tindakan Dz Lu dan berkata : "Di masa yang akan datang, rakyat kerajaan Lu akan banyak yang menolong orang yang hanyut di sungai daripada menolong orang yang dalam kesusahan". Menurut pandangan orang awam, pasti menilai bahwa Dz Gong yang tidak menerima hadiah uang adalah baik, Dz Lu yang menerima hadiah kerbau adalah tidak baik. Siapa yang mengetahui bahwa Konghucu malah memuji Dz Lu dan memarahi Dz Gong? Dari ini, kita dapat melihat bahwa orang yang akan berbuat baik janganlah hanya melihat pengaruh masa sekarang saja. Tetapi juga mempertimbangkan pengaruhnya untuk jangka panjang. Seseorang berbuat baik janganlah hanya melihat untung dan rugi bagi dirinya . . . tetapi lihatlah dampaknya bagi publik, dampak yang positif atau negatif.

Apa yang kita buat sekarang mungkin baik . . . tetapi untuk masa yang akan datang mungkin akan mencelakakan/merugikan orang. Karena itu, apa yang kelihatan baik mungkin sebenarnya adalah lawannya dan yang lawan ini suatu ketika mungkin menjadi baik. Ada banyak hal yang selalu dibuat orang, tetapi kadangkala terbukti bahwa hal tersebut akan lebih baik dibiarkan saja, jangan dilakukan. :Memaafkan" adalah sebuah sikap kebajikan, tetapi tidak bisa dilaksanakan tanpa suatu alasan dan kebijaksanaan. Bila kita dengan mudah memaafkan seorang kriminal dan melepaskannya sebelum dia sadar akan kejahatannya dan mengubah diri. Kita akan memberikan sebuah ancaman bagi masyarakat, menyebabkan lebih banyak bahaya daripada kebaikan. Dalam hal ini "memaafkan" adalah tidak cocok, orang itu lebih baik dibiarkan tetap dipenjara, sehingga tidak menimbulkan keresahan masyarakat lingkungannya. Contoh lain "memuji" orang adalah suatu sikap baik, tetapi bila terlalu berlebihan, akan membuat mereka menjadi sombong dan angkuh. "Memegang janji" adalah sikap baik, tetapi bila karena memegang janji secara membabi buta, sehingga menyebabkan bencana besar, karena itu haruslah mempertimbangkan dengan baik dan pikiran yang tenang. "Kasih sayang" adalah karakter baik, tetapi jikalau karena kasih sayang, sehingga membiarkan orang berbuat seenaknya, kasih sayang kita telah mencelakakan dia, kita membuatnya berani dan bertindak sewenang-wenang, mengakibatkan kekacauan dan bencana yang lebih besar kelak. Ini bukanlah "kasih sayang". Dahulu ada seorang laki-laki dihukum mati karena merampok dan membunuh, saat detik-detik terakhir ditanya apa permintaan terakhirnya? Dia menjawab bahwa ingin bertemu dengan ibunya. Saat ibunya datang, menangis tersedusedu dan memeluknya, tahu-tahu dia menggigit kuping ibunya sampai putus dan berkata : "Sekarang saya dihukum mati karena kesalahan ibu, semasa kecil bila saya mengambil barang-barang kecil teman dan berbuat kesalahan, ibu tidak menegur bahwa itu adalah salah dan tidak melarang saya, sehingga menjadi kebiasaan saya dan makin lama makin menjadi, sehingga jadi perampok ulung dan pembunuh". Ibunya sangat menyesal dan menangis terisak-isak. Akan tetapi sesal kemudian tidak ada gunanya. Hati-hatilah, jangan sampai "kasih sayang" malah mencelakai orang yang kita sayangi. Orang tua-lah yang bertanggung jawab berat atas segala perbuatan baik/buruk anak. Orang tua juga yang akan menerima pahala atas perbuatan baik anak dan menanggung dosa yang dibuat anak. Demikian juga halnya bagi seorang raja/pimpinan negara, haruslah berperan sebagai seorang pemimpin, orang tua, guru bagi rakyat, sehingga dia harus memikul tanggung jawab yang sangat berat atas segala perbuatan baik dan

tidak baik rakyat. Bila seluruh rakyat berbuat kebajikan, maka kebajikan ini adalah karena jasa raja/pimpinan negara dapat memimpin dengan baik, maka pahala raja/pimpinan negara tersebut adalah luar biasa. Akan tetapi bila rakyat berbuat kejahatan, maka dosa yang harus ditanggung raja/pimpinan negara adalah lebih dalam dari lautan. Yang disebut di atas adalah contoh-contoh yang kelihatannya adalah kebaikan, tetapi sebenarnya tidak. Ini harus benar-benar direnungkan. Apa yang dimaksud kebajikan tegak dan condong. Pada zaman dinasti Ming, ada seorang Perdana Menteri yang berwibawa bernama Wen Yi Lyu. Setelah pensiun, Beliau pulang ke kampung halamannya, di sana Beliau sangat dihormati dan disegani. Suatu ketika, seorang pemabuk datang ke rumah dan mencaci makinya. Tuan Lyu tidak marah dan berkata kepada pembantunya : "Orang ini mabuk, biarkan saja". Orang ini semakin lama semakin membuat kejahatan berat, akhirnya ditangkap dan dimasukkan penjara menunggu saat hukuman mati. Setelah mendengar berita ini, Tuan Lyu dengan menyesal berkata : "Dulu saat dia mabuk mencaci maki saya, jika saya melapor polisi untuk menghukumnya atas kesalahan yang telah dibuatnya, hukuman kecil akan menyadarkannya, agar dapat lebih disiplin, sehingga tidak membuat kejahatan besar, maka sekarang dia tidak dihukum mati. Dulu karena berhati baik dan takut disalah pahami oleh orang2 bahwa mempergunakan kekuasaan menindas rakyat kecil, malah mencelakakan dia, mendapat hukuman mati". Ini adalah sebuah contoh bahwa karena berhati baik malah menjadi sebuah bencana. Ini adalah contoh bahwa karena berbaik hati, malah membuat kesalahan. Di bawah ini diberi contoh lagi tentang kelihatannya seseorang berbuat tidak baik tetapi sebenarnya berbuat baik. Suatu ketika ada sebuah daerah karena kekurangan makanan sehingga banyak orang mengalami kelaparan. Perusuh-perusuh di siang bolong merampok di mana-mana. Ada satu keluarga kaya melapor kepada polisi, tetapi polisi tidak menghiraukan, maka para perusuh semakin berani dan situasi bertambah parah dan mencekam. Dalam keadaan terpaksa keluarga kaya itu mengambil tindakan dan menghakimi sendiri dengan menangkap dan menghukum para perampok tersebut. Dengan cara ini, tempat itu menjadi aman dan perusuh-perusuh tidak berani merampok lagi. Sikap ego yang dilakukan keluarga kaya tersebut, akibatnya menguntungkan setiap orang. Karena itu, kita tahu bahwa berbuat baik adalah tegak dan berbuat salah adalah condong. Bila ada kasus yang perbuatannya berdasarkan maksud baik berakibat buruk dan perbuatan dengan maksud tidak baik tetapi berakibat baik. Ini menjelaskan bahwa walaupun dengan maksud baik berbuat sesuatu berakibat tidak baik,disebut kebajikan condong. Dengan maksud tidak baik tetapi berakibat baik, disebut kebajikan tegak. Ini adalah pengetahuan yang harus kita tahu agar dapat hidup dengan baik. Apa yang dimaksud dengan kebajikan penuh dan kebajikan setengah?

Dalam buku I Ching tertulis . . . . Tidak mengumpulkan kebajikan tidak akan mendapatkan keberuntungan, tidak mengumpulkan kejahatan tidak akan binasa. Penentuan masa depan kita adalah tergantung pada pengumpulan kebajikan dan kesalahan kita. Ibarat mengumpulkan barang dalam tong, bila rajin mengumpulkannya akan penuh dan bila malas mengumpulkannya tidak akan penuh. Suatu ketika ada seorang wanita miskin mengunjungi sebuah Vihara dan ingin menyumbang untuk upacara ritual penyesalan kesalahan/karma buruk yang telah dibuatnya di masa lalu serta memohon berkah di depan Buddha, namun karena sangat miskin, dia hanya dapat menemukan uang 2 sen di kantongnya dan menyumbangkannya. Dia sangat heran, karena ketua Bhiksu tersebut sendiri yang melaksanakan upacara ritual tersebut. Belakangan, wanita ini terpilih sebagai dayang di istana dan membawa ribuan uang emas untuk menyumbang lagi kepada Vihara tersebut, tetapi ketua Bhiksu hanya menyuruh muridnya melakukan ritual tersebut. Wanita tersebut dengan heran bertanya kepada Bhiksu : "Dulu saya hanya menyumbang 2 sen, Bhiksu sendiri yang memimpin upacara ritual ini, hari ini saya memberi ribuan uang emas, mengapa Bhiksu tidak membantu saya melakukan upacara ini?" Ketua Bhiksu menjawab : "Walaupun dulu sumbangan Nyonya hanya 2 sen, tetapi ini adalah bersumber dari hati yang tulus, perlu saya sendiri yang melakukan upacara agar dapat membalas ketulusan hati Nyonya, hari ini, walaupun sumbangan Nyonya banyak, tetapi hati Nyonya tidak setulus dulu, karena itu, cukup hanya murid saya yang melakukannya". Sumbangan uang 2 sen adalah yang dimaksud "kebajikan penuh" dan sumbangan ribuan uang mas adalah yang dimaksud "kebajikan setengah". Contoh lain adalah seorang dewa yang bernama Li Jung dari Dinasti Han. Dewa Li mengajak muridnya Dong Bing Lyu suatu ilmu mengubah besi menjadi emas. Mereka akan menggunakan emas ini untuk menolong yang miskin. Dong Bing bertanya kepada gurunya . . . Apakah emas ini akan berubah kembali menjadi besi? Guru menjawab : "Setelah 500 tahun kemudian, emas ini akan berubah kembali menjadi wujud semula". Dong Bing berkata : "Kalau begitu, saya tidak ingin mempelajari ilmu ini, karena akan merugikan orang yang memperoleh emas ini 500 tahun kemudian". Sebenarnya Li Jung hanya ingin menguji hati muridnya dan dengan gembira ia berkata : "Untuk melatih diri mencapai tingkat dewa, seseorang harus membuat 3.000 jenis kebajikan. Apa yang anda katakan tadi adalah bersumber dari hati nurani anda yang tulus, 3.000 jenis kebajikan yang harus anda laksanakan telah terpenuhi".

Contoh lain untuk kebajikan penuh dan setengah. Ketika kita berbuat kebaikan, sangatlah baik bila kita membuatnya berdasarkan ketulusan yang sangat dalam, jangan untuk mendapat perhatian atau hadiah dan jangan diingat berapa banyak saya telah berbuat kebaikan. Dengan demikian, walaupun perbuatan baik yang sangat kecil akan menghasilkan buah yang baik. Sebaliknya, bila kita berbuat baik dengan maksud tertentu mengharapkan balasan, maka walaupun kita rajin berbuat kebajikan, bahkan berbuat baik seumur hidup kita, kebajikan yang kita buat tersebut hanyalah dinilai kebajikan setengah. Sebagai contoh, saat kita menyumbang fakir miskin, kita dapat mempraktekkan apa yang disebut "sumbangan murni", misalnya : Kita menyumbangkan uang, dalam pikiran kita jangan terus tertinggal pikiran bahwa "saya yang

menyumbang, barang-barang yang telah disumbangkan, kepada siapa yang telah saya sumbang", ini yang disebut "tiga perputaran wujud yang kosong", ini

adalah berarti hati yang benar-benar murni dan tulus. Bilamana tidak demikian, maka kita hanya sekedar memberi dan tidak dengan ketulusan yang dalam. Bila kita dapat memberi dengan "sumbagan murni", maka satu dou beras yang disumbangkan akan membawakan keberuntungan tidak terhingga dan satu sen yang disumbangkan dapat menghapus dosa kita yang telah dibuat ribuan eons (lamanya waktu yang tidak dapat dihitung dengan angka lagi). Ini adalah kebajikan penuh. Bila kita terus mengingat kebaikan yang telah dibuat dan mengharapkan balasan atas perbuatan kita, maka walaupun menyumbangkan 200 keping emas bukan merupakan kebajikan penuh. Apa yang dimaksud kebajikan besar dan kebajikan kecil? Dahulu ada seorang pejabat yang bernama Jung Da Wei, rohnya dibawa ke akhirat untuk diadili. Hakim memesan anak buah untuk membawa catatan perbuatan baik dan buruk semasa hidupnya. Ketika catatan tersebut tiba, Jung Da sangat kaget melihat catatan perbuatan buruknya banyak sekali memenuhi ruang sidang, sedangkan catatan perbuatan baiknya hanya satu gulungan kecil. Pegawai pengadilan diperintahkan untuk menimbang kedua jenis catatan tersebut. Sangat mengherankan, catatan perbuatan buruk yang banyak tersebut malah lebih ringan dari catatan perbuatan baik satu gulungan kecil yang hanya setipis sebuah sumpit. Jung Da bertanya kepada hakim akhirat . . . Saya baru saja berumur 40 tahun, bagaimana saya dapat berbuat begitu banyak kesalahan/kejahatan? Hakim menjawab : "Bila timbul satu niat tidak baik, ini sudah termasuk kesalahan, bukan harus telah berbuat baru dianggap kesalahan. Sebagai contoh, bila Anda melihat seorang perempuan cakap lalu timbul niat tidak baik, ini telah dianggap sebagai kesalahan". Jun Da lalu bertanya apa yang tercatat dalam catatan perbuatan baik tersebut yang bisa lebih berat dari catatan-catatan perbuatan buruk yang banyak tersebut. Hakim menjawab . . .

Suatu ketika raja merencanakan membangun sebuah jembatan batu raksasa, Anda mengajukan usulan untuk tidak dilaksanakan rencana tersebut karena ini adalah sebagai proyek yang sangat berat dan akan menyengsarakan puluhan ribu rakyat yang dipekerjakan. Ini adalah salinan dari usulan Anda untuk raja. Jun Da berkata : "Memang saya membuat usulan tersebut, tetapi usulan tersebut ditolak, bagaimana dapat bisa lebih berat dari kesalahan-kesalahan yang banyak itu?" Hakim menjawab : "Walaupun raja tidak menerima usulan Anda, tetapi niat Anda yang baik ini untuk menyelamatkan penderitaan puluhan ribu rakyat adalah sangat besar. Bila raja menerima usulan Anda, kebajikannya akan jauh lebih besar lagi". Oleh karena itu, bila seseorang berniat berbuat baik untuk manfaat semua orang, sebuah perbuatan baik yang kecil merupakan pahala yang tidak terhingga besarnya. Ini yang disebut kebajikan besar. Bila seseorang hanya memikirkan keuntungan sendiri saja, maka walaupun dia banyak membuat hal-hal yang baik, tetapi pahalanya adalah sangat kecil. Ini adalah kebajikan kecil. Apa yang dimaksud kebajikan sulit dan kebajikan mudah? Cendekiawan kuno selalu berkata . . . Bila seseorang hendak melatih diri agar hidup disiplin diri dan berbuat baik, dia harus memulai dari perbuatan/kebiasaannya yang paling sulit diatasi, secara otomatis kebiasaan kecil tidak akan terulang lagi. Fan Chr, adalah seorang murid Konghucu, suatu ketika bertanya kepada gurunya bagaimana seseorang dapat melatih diri agar ber-prikemanusiaan yang sangat dalam. . . . . . ? Konghucu menjawab : "Mulai dari yang paling sulit dipraktekkan". Yang dimaksud Konghucu "yang paling sulit" adalah menghapuskan pikiran ego, seseorang harus mempraktekkan untuk menaklukkan apa yang paling sulit untuk ditaklukkan. Kita dapat meniru perbuatan seorang guru tua yang bernama Tuan Su dari daerah Chiang Shi, dia memberikan uang senilai 2 tahun gajinya kepada sebuah keluarga miskin untuk membayar denda pemerintah, sehingga keluarga tersebut tidak terpecah, kalau tidak suaminya akan dipenjarakan dan tidak ada yang mencari nafkah. Contoh lain adalah Tuan Jang dari daerah Herbei. Tuan Jang melihat seorang yang sangat miskin yang terpaksa menggadaikan istri dan anaknya karena tidak memiliki uang untuk membayar utangnya atau istri dan anaknya akan kehilangan nyawa.

Karena itu, Tuan Jang memberikan tabungan yang ditabungnya selama sepuluh tahun kepada orang miskin tersebut, sehingga keluarganya dapat berkumpul kembali. Contoh seperti Tuan Su dan Tuan Jang adalah sangat sulit ditemukan, mereka memberikan apa yang paling sulit untuk diberikan, yang orang lain tidak mungkin korbankan, tetapi mereka memberikan dengan sukarela. Contoh lain adalah Tuan Jin dari propinsi Chiangsu, dia sudah tua dan tidak mempunyai anak, tetangganya menawarkan putri bungsunya untuk dinikahkan dengan Tuan Jin agar mempunyai keturunan. Tetapi Tuan Jin tidak tega menghancurkan masa depan yang cerah dan panjang putri tetangganya serta menolak penawaran tersebut dan memulangkan putri tetangganya itu ke rumahnya kembali. Ini adalah contoh lain dari dapat menaklukkan apa yang paling sulit untuk ditaklukkan oleh seseorang. Karena itu Yang Kuasa memberkati ketiga orang ini, keberuntungan yang luar biasa atas perbuatan istimewa mereka. Adalah lebih mudah bagi orang yang berkuasa dan kaya untuk mengumpulkan kebajikan dibandingkan dengan orang yang miskin. Adalah sangat memalukan bila seseorang menolak untuk berbuat baik walaupun itu adalah hal yang sangat mudah baginya dan mempunyai banyak kesempatan. Adalah sangat sulit bagi orang yang miskin dan tidak berkuasa untuk membantu orang lain, tetapi dalam keadaan yang sulit ini, seseorang tetap berusaha untuk membantu orang lain, pahalanya adalah tidak terhingga. Sebagai seorang yang bermoral, pada saat berhubungan dengan orang lain atau hal, kita membantu, bila ada kesempatan yang datang dengan sendirinya. Membantu yang lain bukanlah tugas yang mudah tetapi mempunyai banyak cara untuk melakukannya. Secara singkat, cara membantu yang lain dapat diringkaskan menjadi 10 kategori, yaitu :

1. Mendukung kebaikan.
Bila kita melihat ada orang mencoba berbuat kebaikan, kita membantunya agar keinginannya tersebut berkembang. Bila kita melihat orang lain ingin berbuat sesuatu yang baik tetapi tidak dapat membuatnya, kita membantunya agar dapat berhasil. Dengan cara ini kita melatih "Mendukung Kebaikan". Sebagai contoh, sewaktu Raja Shwun masih muda, di daerah Santung, beliau sangat sedih melihat orang menangkap ikan, tempat yang dalam dan banyak ikan serta airnya tenang semua direbut oleh pemuda-pemuda yang kuat, sehingga orang yang tua dan lemah tersingkir di tempat dangkal dan airnya mengalir deras. Beliau juga sengaja turun ke air menangkap ikan,

ketika ada orang yang hendak merebut tempatnya, Beliau sengaja mengalah dan tidak mengeluh. Bila ada orang yang memberikannya tempat untuk menangkap ikan, Beliau langsung mengucapkan terima kasih dan memuji sikap baik orang tersebut. Setelah Beliau melakukan hal demikian selama beberapa periode, akhirnya telah menimbulkan suatu suasana keharmonisan, orang-orang semua bersikap hormat dan mau mengalah. Tindakan Raja Shwun tersebut sesuai dengan apa yang disebut Tuan John Ruskin. Pendidikan bukan berarti mengajarkan orang apa yang mereka tidak tahu, tetapi mengajarkan orang bersikap, bagaimana/sepantasnya mereka bersikap . . . Ini adalah suatu tugas yang berat, harus terus menerus dan sangat sulit dilaksanakan. Dengan kasih sayang, meneliti, menasehati, membimbing, memuji, tetapi yang terpenting adalah memberi CONTOH. Cerita Raja Shwun adalah hanya sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana orang mempengaruhi orang lain melalui tingkah laku, bukan melalui pembicaraan/nasehat. Bukannya bermaksud untuk mendukung orang untuk memancing/menangkap ikan, karena memancing adalah suatu perbuatan membunuh. Mohon menghentikan olah raga yang bersifat mengambil jiwa makhluk hidup lain. Seorang yang bijak dan pintar seperti Shwun akan sangat mudah mempengaruhi orang lain dengan beberapa kata nasehat. Mengapa dia tidak hanya menasehati saja daripada menggabungkan diri pada aktivitas tersebut? Shwun tidak menggunakan kata, tetapi lebih memilih memberi contoh kepada orang lain melalui tindakannya. Shwun menginginkan nelayan tersebut sadar dan merasa malu atas sikap keegoan mereka serta merubah dengan sendirinya. Ini menunjukkan betapa tulusnya keinginan Shwun untuk mempengaruhi orang agar berbuat baik. Pada zaman sekarang yang moralitasnya rendah, perasaan sosial hancur dan kekurangan rasa kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan, sangat sulit menemukan suatu standar sikap yang baik. Karena itu, bila kita menemukan disekeliling kita mempunyai kekurangan . . . . kita tidak menggunakan kelebihan kita untuk menonjolkan kekurangan orang lain. Bila orang lain tidak berbuat baik, jangan menggunakan kebaikan kita untuk membandingkan atau mengukur dengannya. Bila orang lain tidak semampu kita, jangan sengaja mempermainkannya dengan kemampuan kita. Bahkan bila kita pintar dan tangkas, keunggulan ini haruslah disembunyikan dan tidak perlu dibanggakan. Sebaliknya, kita malah harus lebih merendah dari sebelumnya. Kita menganggap kepintaran dan ketangkasan kita adalah hal yang tidak penting, yang tidak nyata. Bila seseorang berbuat salah, kita

sabar dan menyembunyikannya, memberi kesempatan kepadanya untuk merubah, mengoreksi diri tanpa melukai harga dirinya. Bila kita tetap menjaga harga diri orang, orang ini bahkan akan lebih hatihati atas perbuatannya di masa depan. Bila kita melihat kekuatan dan kebaikan orang lain, kita belajar darinya, memujinya dan menyampaikan kebaikannya kepada orang lain. Pada kehidupan sehari-hari, kita selalu menahan diri agar tidak berbicara atau berbuat hal-hal yang hanya mementingkan diri, tetapi selalu berbuat hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat dan publik, mendukung prinsip, peraturan dan ketentuan yang bermanfaat agar selalu ditaati oleh orang. Ini adalah kualitas dari seorang manusia sejati, selalu memikirkan kesejahteraan, manfaat publik daripada keuntungan diri sendiri.

2. Kasih sayang dan sopan santun.


Mengasihi dan menghormati sesama makhluk hidup lain dan benda. Seperti kata pepatah : Sejenis beras memelihara ratusan jenis manusia", walaupun antara manusia ada yang kaya dan miskin, keluarga dekat dan jauh, kenal dan asing, bodoh dan pintar, bingung dan bijak, tetapi mereka semua adalah sama harus saling hormat menghormati. Sebagai manusia yang berakal budi sepantasnyalah harus menghormati orang lain dan diri sendiri. Menghormati pekerjaan masing-masing, menyenangi kebersamaan, taat hukum disiplin diri. Kasih sayang dan menghormati makhluk lain seperti hewan, mereka juga mempunyai hak untuk hidup, jangan membunuh atau menyiksanya. Demikian juga terhadap benda, bukannya kita harus bersujud kepada benda, tetapi dengan memelihara jangan sampai rusak, merapikan jangan sampai berserakan, menempatkan di tempat yang sesuai. Dengan demikian kita telah melakukan kehendak Yang Kuasa. Kadang kala sangat sulit menilai dari penampilan seseorang, apakah dia adalah seorang manusia sejati atau hanya seorang gadungan/brengsek, karena orang gadungan bisa berpura-pura berlagak sebagai seorang manusia sejati. Perbedaannya adalah terletak pada niatnya. Niat seorang manusia sejati selalu baik sedangkan orang gadungan adalah tidak baik. Ada perbedaan yang sangat besar diantara mereka seperti hitam dan putih. Mencius berkata . . .

Perbedaan seorang manusia sejati dan manusia gadungan adalah terletak pada niat mereka.
Hati seorang manusia sejati selalu dipenuhi oleh cinta kasih dan hormat kepada yang lain. Manusia di dunia ini bermacam-macam, ada yang dekat dengan kita, ada yang asing, ada yang berjabatan tinggi, ada yang tidak, ada yang pintar ada yang tidak, ada yang bermoral, ada yang bejat, mereka adalah manusia.

Mereka seperti kita, hidup dan mempunyai daging, darah dan perasaan. Tidak ada seorangpun yang harus kita benci atau tidak dihormati. Bila hati kita penuh dengan kasih sayang dan hormat kepada yang lain, maka adalah sama seperti kasih sayang dan hormat kita kepada para orang suci dan bijak. Bilamana kita memahami yang lain, adalah sama seperti kita memahami para orang suci dan bijak. Mengapa? Karena para orang suci dan bijak ingin manusia di dunia ini mendapat kebahagiaan dan kehidupan yang produktif. Karena itu, bila kita mengasihi dan menghormati orang lain dan membantu mereka mendapatkan kedamaian serta kebahagiaan, kita telah melakukan tugas dari para orang suci dan bijak.

3. Membantu orang mencapai kesuksesan.


Bila kita melihat orang berbuat baik atau tidak, kita membujuknya agar mau berbuat baik. Bila melihat orang mengalami kesulitan untuk berbuat baik, kita membantunya mengatasi masalahnya dan menuntunnya agar berhasil. Kita jangan cemburu atas keberhasilan mereka atau mencoba menyabotasenya. Seumpama batu giok, bilamana dibuang begitu saja, maka tidak bernilai seperti batu yang tidak berharga. Tetapi bila kita mengasah dan membentuknya, akan berubah menjadi perhiasan yang berharga. Adalah sama juga seperti manusia, seorang manusia perlu dididik dan dibimbing, persis seperti batu giok yang diasah dan dibentuk. Bila kita melihat orang yang berpotensial untuk berbuat baik dan bercita-cita luhur, kita dapat mendukung, memuji, membimbing dan memberi semangat agar sukses untuk mencapai cita-cita luhurnya. Bila orang lain salah menilai mereka, kita berusaha menjernihkan namanya dan membagi bebannya. Ketika kita membantu mereka agar dapat berdiri di atas kaki sendiri dan menjadi bagian dari masyarakat yang baik, kita telah memenuhi tanggung jawab kita dalam membantu orang lain mencapai kesuksesan. Secara umum, di dalam masyarakat, orang yang berbuat baik lebih sedikit, lebih banyak yang jahat. Manusia biasa lebih banyak yang bersifat buruk seperti membela diri walaupun salah serta menyingkirkan orang yang berlainan pendapat dengannya, sehingga orang baik dalam masyarakat, kecuali dia mempunyai iman dan pendirian yang sangat kuat, dapat dengan gigih melawan segala rintangan dan godaan. Bilamana tidak, maka akan sangat sulit baginya untuk bertahan. Lebih-lebih orang yang bercita luhur ingin berbuat kebajikan, mempunyai

karakter keterbukaan dan rendah diri, berterus terang, tidak licik. Mereka kurang memperhatikan penampilan dan tidak bisa menyanjung-nyanjung orang lain. Sebaliknya orang yang kurang berpendidikan dan tidak berwawasan luas sering menggosip dan menyalahkan mereka, sehingga merupakan sebuah tantangan berat bagi mereka. Seorang yang baik mudah sekali disalahkan secara tidak adil. Bila ini terjadi, maka para tetua, orang bijak harus selalu berusaha membimbing orang yang salah tersebut ke jalan yang benar, serta melindungi dan mendukung mereka, yang baik supaya tetap berbuat baik. Mereka yang dapat tetap bertahan selalu berbuat kebajikan dan tidak berbuat kejahatan pasti mendapat pahala yang besar sekali.

4. Menasehati orang agar berbuat baik

Bila kita melihat orang berbuat salah, kita harus dan jangan segan menasehati dan menunjukkan bahwa kesalahannya tersebut akan mengundang bencana besar atau menyakiti dirinya sendiri dan harus berupaya untuk tidak berbuat kesalahan tersebut. Mintakan kepada orang yang tidak mau berbuat baik atau mau berbuat sedikit kebaikan saja, bahwa dengan berbuat baik pasti mengundang keberuntungan bagi dirinya. Kebaikan bukan saja hanya harus dilaksanakan, tetapi juga harus dilaksanakan secara spontan dalam skala yang besar. Kita semua mempunyai hati nurani, jati diri yang luhur, tetapi karena terlalu sibuk mengejar kekayaan, reputasi telah membuat kita lupa akan jati diri sendiri. Kita bersedia membungkuk serendah mungkin untuk memperoleh apa yang diinginkan. Ketika seorang teman telah lupa akan jati dirinya sehingga berbuat sesuatu yang tidak baik, kita dapat menasehati dan memperingatinya, agar dia sadar akan tindakannya yang menyimpang. Ibarat kita membangunkan orang yang sedang mengalami mimpi buruk, membantunya menghadapi kenyataan. Bila seseorang mengalami depresi, kita membantu melepasnya dan membuka pikirannya. Kita adalah orang yang berbudi bila dapat memperlakukan teman kita dengan kebaikan tersebut. Seorang bijak yang bernama Han berkata : "Melalui mulut, kita hanya dapat menasehati orang sementara saja, karena mudah dilupakan sejalan dengan berlalunya waktu. Tidak ada orang lagi yang mendengar apa yang telah kita sebutkan. Bila nasehat kita tertulis dalam buku, maka akan menasehati dan mempengaruhi orang untuk ratusan generasi di seluruh dunia". Karena itu, menulis untuk menasehati orang adalah kebajikan yang baik sekali. Kita dapat menasehati orang dengan kata-kata atau tulisan untuk menyebarkan kebajikan. Bila dibandingkan dengan kategori sebelumnya "membantu orang untuk mencapai kesuksesan", kategori ini lebih tepat dan

jelas. Akan tetapi sejenis penyakit bila diobati dengan obat yang tepat, terbukti mempunyai khasiat, karena itu, tidak boleh menyerah. Sering pula terjadi nasehat baik kita disalahpahami, malah menuduh kita telah menghinanya, kita jangan malah terjebak dalam kemarahan, karena adalah suatu sifat kelemahan manusia juga selalu mau membela diri walaupun tahu dirinya salah, yang penting kita beritikad baik dan berbuat sesuai suara hati. Kita malah berdosa bila berdiam diri melihat kesalahan orang lain, kita telah membantu menenggelamkan orang. Penting juga diperhatikan bagaimana kita melakukannya. Misalnya, bila seseorang yang terlalu keras kepala, kita tidak perlu membujuknya dengan kata-kata, karena kata-kata dan energi kita akan sia-sia saja. Bila seseorang tersebut lembut dan mau mendengar, tetapi kita gagal menasehatinya, kita telah kehilangan kesempatan yang baik untuk berbuat baik. Kedua cara tersebut di atas terjadi karena kita kurang arif untuk mengatakan perbedaannya. Kita harus melihat apa yang salah sehingga kelak kita dapat berbuat dengan tepat dan tidak lagi menyia-nyiakan katakata atau kesempatan.

5. Membantu orang yang mengalami musibah/sangat memerlukan.

Kebanyakan orang cenderung memberi kepada orang yang tidak memerlukan dan tidak memberi kepada orang yang sangat memerlukan. Seperti pepatah Tiongkok : "Lebih banyak orang menambah bunga di pot yang sudah penuh kembang, tetapi jarang orang yang memberi arang pemanas untuk orang yang terbelenggu di salju". Ketika kita menemui orang yang dalam kesulitan besar, darurat atau bahaya, kita berusaha dengan cara apapun untuk membantu mereka terlepas dari ancaman tersebut. Kebajikan atas perbuatan ini adalah tidak terhingga. Tetapi, seseorang tidak boleh menjadi sombong dan bangga karenanya. Manusia hidup di dunia, selalu mempunyai banyak masalah, bila kita menemui orang yang mengalami penderitaan/bencana, kita berusaha membantu mereka seumpama kita sendiri yang mengalami penderitaan tersebut. Bila seseorang difitnah, kita membantu menjernihkan masalahnya, memberikan kata-kata yang menyejukkan atau bantuan dengan cara lain. Seperti kata orang kuno :

"Tidak masalah suatu bantuan itu kecil atau besar, yang penting dapat membantu seseorang pada saat dia sangat memerlukan".
6. Membangun struktur yang bermanfaat besar untuk publik.

Kategori ini biasanya dilakukan oleh orang yang berpengaruh dan berkuasa besar. Bila seseorang mempunyai kemampuan ini, maka boleh membangun irigasi, mengunjungi dan membantu orang yang mengalami bencana alam, membuat jalan, jembatan. Misalnya seseorang melihat ada retak kecil di tanggul, berusaha menutupi retakan tersebut dengan batu/lumpur untuk mencegah air sehingga tidak terjadi retakan yang lebih besar yang dapat mengakibatkan banjir, kelihatannya ini adalah perbuatan kecil, tetapi akibatnya adalah luar biasa. Bila kita mempunyai kesempatan, kita membujuk orang lain turut mengambil bagian. Bahkan bila orang lain mengoceh di belakang kita, kita jangan putus asa, jangan takut akan omongan orang dan tugas tersebut sulit. Jangan biarkan kecemburuan dan kemarahan orang lain menggoyahkan semangat kita untuk berbuat baik. 7. Berdana/memberi. Manusia yang berada di dunia selalu berusaha mengejar uang bahkan mati karena uang. Siapa yang benar-benar ingin membantu orang dengan memberikan uangnya? Ketika kita menyadari kesulitan berdana ini, kita akan sangat menghargai orang yang suka berdana untuk membantu orang yang memerlukan, orang ini adalah orang besar di mata para fakir miskin. Menurut hukum sebab akibat : "Siapa yang memberi akan mendapat, yang tidak memberi, tidak akan menerima". Bila kita melatih diri dengan berdana, kita akan menerima keberuntungan, jangan takut bahwa bila saya telah memberi, tidak ada sisa lagi untuk diri, karena semakin banyak yang diberikan, semakin banyak yang akan kita dapat. Dengan berdana, dapat mengumpulkan pahala, dan menghapuskan sifat jelek seperti ego, rasa mementingkan diri sendiri, kekikiran. Hal ini akan membantu pelatihan diri untuk membuat kebajikan. Pada permulaan mungkin akan merasa terpaksa, akan tetapi lama-kelamaan akan merasa senang, tenang dan bahagia, hal ini akan membersihkan kesalahankesalahan yang telah kita lakukan. Dalam ajaran Buddha, memberi adalah praktek kebajikan utama yang harus dilakukan oleh semua murid Buddha. Bila kita benar-benar mengerti arti dari memberi dan ingin memberi semua milik duniawinya, bahkan organ tubuhnya, maka orang ini menjalani jalan Buddha. Orang yang paham prinsip ini akan memberikan segala sesuatu, termasuk mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran. Bila kita belum sanggup memberikan segalanya, kita bisa mulai dengan memberikan uang. Umumnya orang menganggap pakaian dan makanan adalah hidupnya. Bila kita dapat memberi dengan tanpa sedikit juga keraguan, kita akan

menghilangkan sifat pelit/kikir disamping itu juga membantu orang yang memerlukannya. Bagaimanapun juga, banyak orang yang sulit melakukannya. Memang pada mulanya sulit dilaksanakan, tetapi akan semakin biasa bila telah sering melakukannya. Dengan mempraktekkan kebajikan "berdana" ini, ketenangan pikiran akan diperoleh dan tidak ada yang tidak dapat kita berikan. Ini adalah cara yang paling baik untuk menghilangkan sifat mementingkan diri dan sebagai suatu kesempatan untuk merubah sikap kita terhadap uang dan material duniawi.

8. Membedakan antara ajaran yang benar dan ajaran sesat.

Kita harus dapat membedakan antara ajaran yang benar dan ajaran sesat. Ajaran sesat sangat membahayakan pikiran dan hati orang, dan seharusnya berupaya untuk menghindarinya. Sedangkan ajaran yang benar, kebijaksanaan, pandangan yang baik seperti ajaran Buddha, Konghucu, sepuluh perintah Allah dan sebagainya, yang mendidik kebaikan, menuntun masyarakat ke jalan yang tepat dan benar, sehingga mendapat kehidupan yang baik di dunia maupun akhirat haruslah berupaya dipelihara, dikembangkan dan dipertahankan jangan sampai lenyap di dunia, jangan biarkan orang sesat menghancurkannya. Sejak dahulu kala, ajaran yang benar telah menjadi suatu standar dari kebenaran dan sebagai pedoman spiritual untuk manusia. Bila kita tidak mempunyai keyakinan yang kuat, bagaimana kita dapat berinteraksi dengan Langit dan Bumi? Bagaimana manusia dapat berhasil mencapai cita-cita luhurnya tanpa suatu standar hidup? Bagaimana kita dapat terlepas dari kesengsaraan dan cengkraman hidup? Bagaimana kita membangun dan membentuk nasib dan melampaui siklus hidup dan mati? Ini semua tergantung pada ajaran baik dan benar sebagai jalan penerangan. Karena itu, bilamana kita melihat Vihara, tempat-tempat peringatan orang suci dan bijak atau foto mereka, kitab suci, Sutra Buddha, kita harus menghormati. Bila perlu diperbaiki, kita harus memperbaiki ke bentuk semula. Kita membantu menyebarkan ajaran Buddha, ajaran tentang keadaan sebenarnya dari alam semesta dan lingkungan hidup kita, dengan demikian kita juga telah menunjukkan hormat dan rasa terima kasih kepada orang suci dan Buddha. Kita berupaya untuk mencapai tujuan ini.

9. Menghormati tetua.
Yang dimaksud tetua adalah orang tua, kakak, atasan, orang yang derajatnya lebih tinggi dari kita, yang lebih tua dari kita, yang bereputasi, yang berkebajikan tinggi, yang terpelajar dan bermoral, yang berjati diri, pejabat harus dihormati.

Bersikap hormat, sopan, lemah lembut terhadap orang tua, jangan meninggikan suara kita saat berbicara dengan orang tua atau bila pembicaraan orang tua tidak dapat kita terima. Bila selalu mempraktekkan kebajikan ini, kita akan terbiasa dan menjadi bagian yang melekat, akan mengubah kita menjadi orang yang tenang dan lembut, cara ini akan menyentuh Langit dan Bumi serta akan mendapat balasan dari mereka. Bila berhubungan dengan atasan kita dan pejabat pemerintah, kita harus taat peraturan jangan melanggar. Kita jangan lengah sehingga perbuatan kita menyimpang, karena menganggap atasan kita tidak mengetahuinya. Bila kita menemukan seseorang berbuat kejahatan, walaupun kejahatan yang dibuat tersebut serius atau tidak, kita harus menyelidiki dengan seksama dan adil. Jangan menyalahgunakan kekuasaan yang telah diberikan atasan kepada kita. Bila menghadap raja, seseorang harus bersikap sangat hormat seperti menghadap Yang Kuasa. Ini adalah sikap yang benar yang harus diturunkan kepada generasi yang akan datang. Ini mempunyai hubungan yang langsung dan penting terhadap kebajikan yang tersembunyi dalam diri kita. Lihatlah keluarga yang mempraktekkan kesetiaan dan kebhaktian, keturunan mereka hidup makmur sejahtera dari generasi ke generasi. Karena itu, kita harus mengikuti jejak mereka menghormati tetua. Banyak orang pada saat berbicara dengan orang tuanya, berbahasa kasar dan nada yang tinggi, sadarkah Anda bahwa setiap kata yang Anda ucapkan telah diwariskan kepada anak Anda, anak Anda juga telah belajar setiap kata ucapan Anda tersebut tanpa ada yang ketinggalan yang akan ditujukan kepada Anda kelak. Tidak berbakti kepada orang tua adalah juga telah mendidik anak kita tidak berbakti kepada kita.

10. Hargailah dan sayangilah makhluk hidup.


Kita harus menghargai jiwa semua makhluk hidup bahkan sekecil seekor semut, yang juga mengetahui penderitaan dan takut akan kematian. Bagaimana kita dapat membunuh makhluk lain dan makan dagingnya tanpa merasa sedikit juga bersalah dan menyesal? Ada orang mengatakan, makhluk ini memang adalah makanan untuk manusia . . . . tetapi argumentasi ini tidak logis dan hanya sebuah alasan bagi orang yang makan daging. Selain daging, banyak makanan yang boleh dikonsumsi manusia, seperti buah, sayuran, sehingga tidak perlu membunuh hanya untuk selera mulut. Kita boleh tidak memakai pakaian yang terbuat dari sutra, kepompong harus

direbus dahulu dan ulat sutra tersebut masih berada di dalamnya, sehingga berjuta-juta ekor ulat sutra akan terbunuh hanya karena kesombongan dan kebanggaan manusia. Bila kita belum dapat putus makan daging, kita berusaha untuk tidak memakan daging dari binatang "yang dipelihara sendiri, kita menyaksikan sendiri hewan tersebut dibunuh, kita mendengar langsung suara derita hewan tersebut saat dibunuh, dibunuh untuk diri kita". Dengan tidak memakan 4 jenis daging hewan tersebut di atas, akan menumbuhkan welas asih, menambah keberuntungan dan kebijaksanaan. Hati yang welas asih membentuk seorang yang baik. Mencius berkata :

"Seseorang yang tidak welas asih bukanlah seorang manusia".


Seorang yang berkebajikan mau mengampuni dan berhati baik adalah dilihat dari hatinya yang welas asih. Seorang yang mau mengumpulkan kebajikan juga harus mempraktekkan welas asih. Seorang yang welas asih adalah orang yang baik, bermoral, mau mengampuni, sedangkan orang yang tidak welas asih adalah tidak baik dan tidak bermoral. Ini tertulis dalam buku "Kode Etik dari Dinasty Chu". Bulan Januari, induk-induk hewan sedang mengandung dan melahirkan, maka spesies betina jangan dibunuh. Mencius berkata :

"Seorang manusia yang terpuji, menjauhi dapur".


Ini adalah untuk memelihara hati yang welas asih, karena di dapur dilakukan pembunuhan hewan untuk santapan manusia. Menurut Ajaran Buddha, makhluk hidup terlahir sebagai hewan karena telah membuat karma buruk dan akumulasi banyak karma buruk pada kehidupan sebelumnya, setelah mereka menerima balasannya/hukumannya, mereka dapat terlahir sebagai manusia lagi. Bila mereka mau melatih diri bahkan dapat menjadi Buddha. Daging yang kita makan hari ini mungkin adalah daging dari Buddha masa depan. Hewan yang kita lihat hari ini adalah seorang manusia pada kehidupan sebelumnya. Mungkin hewan ini dahulu adalah orang tua kita, istri, suami, anak, sanak saudara atau teman kita. Sekarang kita seorang manusia dan mereka adalah hewan. Membunuh dan memakan mereka akan bermusuhan dengan mereka yang dulu pernah kita kasihi. Bila kita makan mereka, kelak mereka menjadi manusia dan kita menjadi hewan karena kesadisan kita telah membunuh mereka sekarang, sebagai balasannya, kita juga akan mengalami penderitaan yang sama yaitu dibunuh dan dimakan.

Ketika kita berpikir demikian, bagaimana kita berani membunuh? Bagaimana kita dapat memakan sepotong juga daging mereka? Di samping itu, bahkan daging itu rasanya enak, hanya terasa diantara mulut sampai kerongkongan. Setelah ditelan, tidak ada terasa enaknya lagi. Tidak ada bedanya antara memakan daging dan sayuran. Mengapa kita harus membunuh bila tidak ada kebaikannya? Bila kita tidak dapat segera berhenti memakan daging, kita dapat perlahanlahan mengurangi daging sampai benar-benar melepaskan daging dan hanya makan sayuran. Dengan cara ini, kita dapat mencapai tingkat lebih tinggi dari kewelas asihan dalam hati kita. Juga kita perlu berhenti membunuh makhluk berjiwa, bahkan serangga. Ketika sedang mencangkul tanah di sawah, ladang, berapa banyak serangga yang terbunuh? Kita harus sadar akan biaya yang harus ditanggung untuk makanan dan pakaian diri sendiri, kita membunuh untuk keperluan sendiri. Karena itu, kita harus hidup sederhana, menghemat, hati-hati dan menilai makanan dan pakaian yang kita konsumsi sehari-hari. Hidup memboros adalah sama dengan melakukan kekerasan pembunuhan. Berapa seringkah kita secara tidak sadar telah mencelakai dan menginjak makhluk hidup? Dengan sedikit kesadaran, kita dapat menghindarkan kejadian ini. Seorang penyair bernama Tung Pwo Su dari Dinasti Sung menulis . . . . . Menyayangi Tikus, kita tinggalkan sedikit beras untuknya, mengasihi serangga, kita tidak memasang pelita. Sebuah kalimat yang sangat baik dan penuh welas asih! Masih banyak jenis kebajikan yang saya tidak dapat sebutkan semuanya. Sejauh kita dapat mengembangkan sepuluh kategori yang sangat berharga tersebut di atas, kita dapat melipatgandakan perbuatan-perbuatan baik dan kebajikan.

BAB IV Manfaat/Keuntungan dari Kebajikan "Rendah hati"


Bab ketiga mengajar kita cara untuk mengumpulkan kebajikan. Secara alami, adalah sangat baik bila manusia mau melakukan kebajikan, tetapi sebagai manusia, kita adalah makhluk sosial, tidak mungkin tidak bertemu dengan orang lain, karena itu, adalah sangat penting bagi kita mengetahui cara untuk membawa diri bila berinteraksi dengan orang lain. Cara yang terbaik adalah melakukan kebajikan "rendah hati". Dalam masyarakat, orang yang rendah hati akan mendapat dukungan dan kepercayaan publik. Bila mereka memahami kebajikan "merendah", mereka juga akan paham pentingnya kemajuan diri secara konstan. Kemajuan diri yang konstan ini bukan saja termasuk memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi, tetapi juga menemukan keperluan untuk hidup lebih manusiawi, melaksanakan tugas sehari-hari dengan baik untuk memajukan komunikasi dengan temanteman. Banyak keuntungan dan anugrah yang didapat bila kita selalu bersikap "rendah hati". Pelajaran ini memfokuskan pada keuntungan bila mempraktekkan kebajikan "rendah hati", pengalaman Tuan Liao Fan sebagai buktinya. Orang akan mendapat manfaat yang sangat besar bila mereka dapat merenungkan dan paham akan ajaran ini. Dalam I Ching / Buku Perubahan, hexagram rendah hati tertulis . . . . . Langit selalu merugikan/mencelakakan orang yang sombong dan memberkahi orang yang rendah hati. Demikian juga bumi tidak akan membiarkan orang yang bangga diri dan sombong tetap berada pada posisinya, tetapi akan mencelakakannya. Orang yang rendah hati tidak pernah kekurangan dan selalu diberkahi, seperti aliran air yang selalu mengalir dan mengisi tempat yang rendah. Demikian juga para Dewa Dewi, Makhluk Halus akan selalu menimpakan bencana kepada yang sombong dan memberi rezeki kepada yang rendah hati. Demikian juga manusia, orang yang sombong selalu dibenci dan menghormati/menyayangi orang yang rendah hati. Karena itu, Langit, Bumi, Dewa-Dewi, Makhluk Halus semua menyenangi orang yang rendah hati daripada orang yang sombong. Dalam buku I Ching / Buku Perubahan, 64 hexagram menjelaskan perubahan konstan dan interaksi dengan Langit dan Bumi, Yin dan Yang, buku ini mengajarkan manusia cara untuk menjadi lebih rendah hati, setiap hexagram terdiri dari hal-hal yang baik dan buruk. Hal yang buruk memperingati orang untuk tidak berbuat kejahatan dan mempraktekkan kebajikan. Hal yang baik memotivasi orang agar lebih rajin melatih diri agar mendapat yang lebih baik. Hanya hexagram rendah hati berisi semua hal-hal yang baik saja, tidak ada hal yang buruk. Buku sejarah Tiongkok juga tertulis . . . Kesombongan akan mengundang malapetaka, rendah hati akan mengundang keberuntungan".

Saya selalu pergi bersama teman bila menghadiri ujian negara dan setiap kali bertemu pelajar yang sangat miskin. Saya memperhatikan bahwa sebelum mereka berhasil lulus ujian dan hidup makmur, muka mereka menunjukkan kerendah-hatiannya, tenang, damai dan harmonis, sehingga saya merasa menguasai kwalitas tersebut. Beberapa tahun yang lalu, saya mengikuti ujian negara di Beijing. Di antara peserta dari kampung saya, Sdr. Ching Yu Ding adalah yang paling muda dan rendah hati. Saya berkata kepada teman saya Jin Po Fay bahwa anak muda ini pasti lulus dalam ujian tahun ini. Jin Po Fay bertanya : "Bagaimana Anda tahu?". Saya berkata : "Orang yang rendah hati pasti memperoleh keberuntungan. Temanku, cobalah lihat diantara kita 10 orang ini, adakah seorangpun sejujur, murah hati, tidak berebut untuk didahulukan, selalu bersikap hormat, sabar, rendah hati, walaupun difitnah tidak mau membela diri, dimarahi tidak membalas seperti Ching Yu? Seseorang bila telah menguasai kwalitas ini, pasti mendapat perlindungan Langit, Bumi, Dewa/Dewi, dan Malaikat, tidaka da alasan dia tidak memperoleh kemakmuran". Betul, ketika pengumuman hasil ujian, Ching Yu Ding lulus. Setahun di Beijing, saya tinggal bersama seorang teman yang telah bergaul sejak kecil. Kai Chi Fung, saya selalu memperhatikannya dan mendapati bahwa dia selalu berlaku rendah hati, baik dan menyesuaikan diri. Dia tidak pernah menunjukkan sedikit juga kesombongan, sama sekali berbeda dengan sifat-sifat buruknya semasa kecil. Kai Zhi mempunyai seorang teman, bernama Ji Yen Li yang benar-benar adalah seorang teman sejati, bila dia melihat Kai Chi berbuat kesalahan selalu langsung memarahi dan menasehatinya, tetapi Kai Chi selalu menerima dengan baik tanpa membalas karena menyadari bahwa dia benar telah berbuat salah. Lihat Kai Chi, orang memarahinya dapat diterima dengan sabar, bila dia tidak salah, tetap tidak membalas dan mendendam yang memarahinya. Sebenarnya, orang yang memarahi kita adalah orang yang benar-benar menyayangi kita, karena untuk kebaikan kita. Bila anak kita berbuat kesalahn, kita memarahinya, anak tetangga berbuat kesalahan, mengapa kita tidak juga memarahinya? Walaupun mungkin tidak diterima, akan tetapi ini adalah berdasarkan kasih sayang, demi kebaikan anak tersebut yang akan berpengaruh di masyarakat, negara kelak. Saya berkata kepada Kai Chi : "Persis seperti gejala seseorang akan menerima bencana, kita juga telah dapat melihat gejala bahwa seorang akan menerima keberuntungan sebagai akibat pelatihan diri. Langit akan mendengarkan suara hati orang yang rendah hati. Anda, teman saya, pasti lulus dalam ujian kerajaan tahun ini". Belakangan, terbukti Kai Chi lulus ujian tersebut. Ada seorang pemuda dari Propinsi Santong bernama Yu Fong Zhou sebelum berumur dua puluh tahun telah lulus ujian kerajaan level pertama. Sayang

sekali, telah berusaha sedapat mungkin, tetapi tetap tidak berhasil lulus ujian level berikutnya. Ketika ayahnya dimutasikan jabatan di kantor pemerintah di daerah lain, Yu Fong turut serta dan berkenalan dengan seorang terpelajar besar yang ternama bernama Ming Wu Chian. Yu Fong membawa karya tulisnya kepada Ming Wu untuk minta petunjuk, dia tidak menyangka bahwa Tuan Chian langsung mengambil kuas kaligrafi mencoreti hampir seluruh tulisannya. Yu Fong tidak marah malah dengan tulus dan ramah menerima koreksi tulisannya dari Tuan Chian dan mengubahnya sesuai dengan yang disarankan oleh Tuan Chian. Seorang anak muda dapat dengan rendah hati dan berkeinginan untuk memperbaiki diri adalah sangat jarang ditemui. Tahun berikutnya, Yu Fong lulus ujian kerajaan. Suatu tahun, saya ke Ibukota untuk menghadap Raja. Saya berjumpa seorang pelajar bernama Jian Suo Hsia yang mempunyai segala kwalitas sebagai seorang pembesar tanpa menunjukkan adanya sedikitpun kesombongan, saya dapat merasakan aura dari kebajikan dan kerendahan hatinya. Ketika saya pulang ke rumah, saya mengatakan kepada teman : "Bila Langit hendak menganugerahi seseorang kemakmuran, pertama akan membuka pikirannya agar dapat berpikir secara bijak, kebijaksanaan yang membuat seseorang tersebut menjadi jujur, disiplin diri. Langit telah memberi Jian Suo kebijaksanaan, karena jikalau tidak demikian, dia tidak mungkin sedemikian baik, ramah, rendah hati, sudah pasti Yang Kuasa akan memberinya kemakmuran". Betul saja, ketika pengumuman hasil ujian, Jian Suo lulus. Ada seorang pelajar bernama Wei Yan Chang dari daerah Jiang Ying yang terpelajar dan pandai menulis karya yang baik, dia sangat terkenal di kalangan pelajar. Suatu tahun dia mengikuti ujian kerajaan di Nanjing dan tinggal di sebuah Vihara Tao. Ketika hasil ujian diumumkan, dia gagal. Dia sangat marah dan menyalahkan penguji bahwa penguji tersebut adalah buta karena tidak mengenal kemampuannya. Pada saat itu, seorang Bhiksu Tao berdiri di sampingnya tersenyum. We Yang segera mengalihkan kemarahannya kepada Bhiksu Tao tersebut. Bhiksu Tao itu berkata : "Karya tulis anda pasti tidak baik". Mendengar itu, Wei Yan malah bertambah marah dan berkata : "Bagaimana Anda tahu bahwa tulisan saya tidak baik padahal Anda tidak membacanya?". Bhiksu Tao berkata : "Saya sering mendengar orang berkata bahwa faktor yang terpenting dalam menulis adalah pikiran yang tenang dan karakter yang harmonis, kemarahan dan emosi anda sekarang menujukkan bahwa anda tidak berpikiran tenang dan berkarakter keras, bagaimana mungkin anda dapat menulis karya yang baik?" Mendengar perkataan Bhiksu Tao tersebut, Wei Yan menerima dan meminta

nasehat. Bhiksu Tao berkata : "Lulus ujian adalah juga tergantung kepada nasib, bila anda ditakdirkan tidak lulus, bagaimana juga anda berusaha tidak akan lulus, anda sendiri yang harus mengubahnya". Wei Yan bertanya : "Bagaimana saya mengubah takdir?" Bhiksu Tao berkata : "Walaupun Yang Kuasa yang menentukan nasib kita, tetapi membangun nasib adalah berada di tangan kita sendiri. Selama anda mau berbuat baik dan melatih kwalitas yang tersembunyi di dalam diri, anda mendapat apa yang anda inginkan". Wei Yan menjawab : "Saya hanya seorang pelajar miskin, perbuatan kebajikan apa yang dapat saya buat?". Bhiksu berkata : "Perbuatan baik dan pelatihan kebajikan semuanya bersumber dari hati. Bila anda bermaksud berbuat baik dan mengumpulkan kebajikan. Pahalanya adalah besar tidak ternilai! Sebagai contoh, kebajikan "rendah hati", tidak perlu mengeluarkan uang, mengapa anda tidak instropeksi diri, menyalahkan diri karena adanya kekurangan dalam karya tulis anda, bukannya menyalahi ketidakadilan penguji?". Sejak Wei Yang Chang mendengar nasehat Bhiksu tersebut, dia menyadari kesalahan skapnya selama ini dan berusaha tidak berbuat kesalahan lagi. Setiap hari dia berusaha berbuat baik untuk mengumpulkan kebajikan. Tiga tahun kemudian suatu malam dia bermimpi bahwa dia masuk ke sebuah rumah yang sangat tinggi dan melihat sebuah buku yang tertulis semua nama peserta yang akan lulus ujian kerajaan tahun tersebut. Dia melihat ada banyak tempat yang kosong tidak terisi nama. Karena tidak mengerti apa maksudnya, dia bertanya kepada orang yang berdiri disampingnya : "Apa ini?". Orang itu menjawab : "Ini adalah buku yang mengisi semua nama peserta ujian yang lulus tahun ini". Wei Yang bertanya : "Mengapa masih banyak tempat yang kosong?". Orang itu menjawab : "Makhluk yang hidup di bawah dunia ini setiap tiga tahun memeriksa para peserta ujian. Hanya nama orang yang berbuat baik dan tidak berbuat kejahatan yagn berhak tercantum di buku ini, tempat-tempat kosong di buku ini sebenarnya telah terisi, akan tetapi karena telah membuat banyak kesalahan akhir-akhir ini, maka nama mereka dihapus". Sambil menunjuk satu tempat yang kosong dari buku tersebut dia berkata : "Ah-ha, selama tiga tahun ini anda sangat waspada, disiplin diri dan melatih diri, agar tidak berbuat kesalahan, mungkin nama anda akan terisi di sini, saya harap anda benar-benar memelihara diri jangan sampai berbuat kesalahan". Betul saja, Wei Yan lulus ujian kerajaan terdaftar dengan nomor 105 tahun itu. Dengan contoh-contoh di atas, kita mengetahui bahwa Yang Kuasa, Dewa/Dewi, Malaikat selalu menyaksikan tingkah laku kita. Karena itu, kita harus segera berbuat segala sesuatu yang bermanfaat bagi

orang lain dan menghindari segala tindakan yang emosional, kekerasan dan mencelakai orang lain, apalagi orang banyak. Semua ini Saya dapat memutuskan untuk diri saya. Selama saya selalu berniat baik, tidak melanggar kehendak Langit, Bumi, Dewa/Dewi, Malaikat, rendah hati, sabar, tidak sombong, maka Langit, Bumi, Dewa/Dewi, Malaikat pasti memberkati saya. Hanya dengan cara ini bisa sebagai fondasi untuk mendapatkan kemakmuran. Mereka yang selalu menipu diri dan orang lain sudah pasti tidak akan berhasil. Walaupun mereka makmur sekarang, akan tetapi tidak mungkin lama. Orang bijak pasti tidak berpikir sempit sehingga merusak masa depan sendiri dan juga menolak keberuntungan yang pantas dia dapat. Di samping itu, mereka yang rendah hati selalu mencari kesempatan untuk belajar, bila seseorang tidak rendah hati, siapa yang mau mengajarnya? Tambahan pula, orang yang rendah hati selalu mau mempelajari kelebihan yang dimiliki orang lain, menganggapnya sebagai contoh dan mengikuti jejaknya. Menganggap kekurangan orang sebagai sebuah cermin untuk diri, sehingga tidak berbuat kesalahan yang sama. Dengan cara ini, kebajikan yang dibuat oleh orang yang rendah hati adalah tidak terbatas! Bagi mereka yang ingin melatih diri untuk meningkatkan kwalitas jati diri, tidak dapat berhasil bila tidak melatih kebajikan "rendah hati". Tersebut dalam Sutra Buddha : "Bagi mereka yang menginginkan kekayaan dan kekuasaan, pasti mendapat kekayaan dan kekuasaan, menginginkan jabatan dan reputasi, pasti mendapat jabatan dan reputasi. Seseorang yang bercita-cita besar dan mempunyai sutu tujuan untuk dicapai adalah seperti pohon yang berakar. Pohon yang berakar akan tumbuh mekar dengan cabang-cabang, ranting-ranting, daun-daun dan berbunga. Seorang yang menetapkan tujuan, untukmencapainya haruslah melatih kerendahan hatinya dalam setiap pikiran dan tindakannya, berusaha terus walaupun hal yang dihadapi tersebut tidak penting, sepele seperti setitik debu". Bilamana seseorang dapat melatih diri sampai tingkat ini, sudah pasti akan menyentuh hati Langit dan Bumi. Lagi pula, saya sendiri adalah yang membangun kemakmuran diri. Bila saya benar-benar ingin membangunnya, saya pasti berhasil. Lihat saja orang yang menginginkan kekayan dan kekuasaan. Pada mulanya, mereka tidak tulus, hanya karena terpikir saja. Bila mereka senang, mereka berusaha mengejarnya, bila minatnya turun, berhenti berusaha. Mencius pernah berkata kepada Raja Shuan Chi : "Paduka menggunakan musik sebagai pelipur lara, akan tetapi itu adalah sebuah kesenangan individu. Bila Paduka mengembangkan dari hati yang dalam, sehingga berbagi kebahagiaan dengan rakyat, sehingga Paduka dan rakyat menikmati kebahagiaan tersebut bersama. Inilah yang disebut kebahagiaan sejati". Jika sebuah pemerintah negara dapat mengerti kebenaran ini, pemerintah dan rakyat bekerja sama membangun kemakmuran dan menikmatinya bersama,

Berbuat apa yang disenangi rakyat, tidak berbuat apa yang tidak disenangi rakyat. Inilah yang disebut "mengikuti hati rakyat". Harus menggunakan kebijaksanaan untuk berbuat kebaikan demi mengumpulkan kebajikan, membangun kekayaan. Membantu negara-negara terbelakang, negara yang miskin di seluruh dunia, memelihara lingkungan, maka kekayaan yang dibangun tersebut baru ada nilainya, ada artinya. Bila hanya ingin memiliki sendiri kekayaan tersebut, maka bencana besar telah mengintai. Saya rasa ini sama untuk orang yang ingin memperoleh hidup yang lebih baik dengan mengubah nasibnya. Seperti contoh, saya ingin lulus ujian kerajaan. Bila orang dapat menyadari kesalahannya, mau mengoreksi diri dan mulai mengembangkan kebesaran hatinya dengan rajin berbuat kebaikan, mengumpulkan kebajikan, berusaha meningkatkan kwalitas karakter sendiri, akan membangun nasib dan kemakmuran yang berkepanjangan, semua keberuntungan akan datang dengan sendirinya serta terhindar dari segala malapetaka.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai