Anda di halaman 1dari 22

I.

TATA GUNA LAHAN WILAYAH/KOTA


Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional , tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan lain-lain. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan karena keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi/lindung merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Di samping itu, pengembangan tata guna lahan yang sesuai akan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah. Perubahan tata guna lahan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses penetapan kebijakan, perencanaan, dan pengambilan keputusan yang ada dalam suatu wilayah/kota. Hal tersebut terjadi karena perubahan yang ada memiliki kaitan erat dengan permasalahan dan peluang yang muncul pada suatu komunitas wilayah/kota yang terkait pertumbuhan ekonomi, pekerjaan, permukiman dan kualitas lingkungan. Kondisi ini menyebabkan perubahan tata guna lahan menjadi penghubung yang kritis diantara seluruh permasalahan tersebut (Skole). Dengan adanya fakta tersebut maka penataan ruang tentang penggunaan lahan di suatu wilayah/kota mutlak untuk dilakukan. Sebagai sebuah kabupaten dengan berbagai kegiatan yang ada di dalamnya, Kabupaten Klaten tentunya memiliki berbagai jenis penggunaan lahan. Penggunaan lahan ini tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten yang berada pada kelompok dan fungsi tertentu. Seiring dengan dinamika wilayah yang ada, tata guna lahan di Kabupaten Klaten juga terus mengalami perubahan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten telah diatur mengenai penataan ruang lahan yang ada. Setiap bentuk perubahan dan penggunaan lahan yang ada harus disesuaikan dengan RTRW tersebut. Hal ini ditujukan untuk mendapat manfaat total sebaik-baiknya secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang tersediakan. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai kondisi umum lahan, perkembangan penatagunaan lahan, keterkaitan tata guna lahan dengan aspek lain, serta upaya pengembangan yang dilakukan melalui kebijakan-kebijakan tertentu.

II. PROFIL KABUPATEN KLATEN


1. Letak Geografis Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Klaten terletak antara 7:3219 LS sampai 7:4833 LS dan antara 110:2614 BT sampai 110:4751 BT, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta) Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta)

2. Pembagian Wilayah Administratif Secara administratif Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional.

Tabel 1 : Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Klaten

Kecamatan
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnongko Ngawen

Desa
16 16 19 18 20 18 7 7 18 16 14 13

Kelurahan
-

Dukuh
183 149 178 228 238 171 99 65 202 252 35 124

Luas Wilayah (Km2)


24,43 25,64 24,38 39,43 34,47 33,81 12,98 9,67 26,70 26,96 26,74 16,97

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Ceper Pedan Karangdowo Juwiring Wonosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara

18 14 19 19 18 16 18 19 18 17 13 11 3 6

1 1 6 2

42 151 161 208 149 37 44 48 185 207 214 112 97 124

24,45 19,17 29,23 29,79 31,14 18,78 23,84 24,06 32,00 35,53 51,66 14,43 8,92 10,38

Jumlah/Total

391

10

3 703

655,56

Sumber : Klaten Dalam Angka 2009 (Peta Administrasi terdapat pada Lampiran 1)

III. KONDISI LAHAN KABUPATEN KLATEN

1. Jenis Tanah Jenis tanah mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan lahan yang berada di atasnya. Hal ini terkait dengan potensi yang terkandung di dalam tanah itu sendiri sehingga pemanfaatan lahan dapat disesuaikan. Di Kabupaten Klaten terdapat beberapa jenis tanah yang tersebar di seluruh wilayah yang ada, yaitu :

a. Tanah Regosol-Aluvial Tanah regosol dan aluvial yang ada di wilayah Kabupaten Klaten merupakan tanah yang terbentuk dari endapan material vulkanik dari Gunung Merapi. Persebaran jenis tanah ini berada di bagian tengah Kabupaten Klaten dan mendominasi jenis tanah yang ada di Kabupaten Klaten. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur sehingga sesuai untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

b. Tanah Grumosol Jenis tanah grumosol merupakan lapisan tanah yang mempunyai bahan induk berupa batu kapur. Tanah Grumosol di Kabupaten Klaten terdapat di sebelah selatan yang meliputi Kecamatan Cawas, Bayat, Wedi, Gantiwarno, dan Prambanan. Tanah jenis ini menyimpan potensi berupa pertambangan batu kapur/gamping. c. Tanah Litosol-Latosol Jenis tanah ini terbentuk karena adanya proses pelapukan batuan lain. Persebaran jenis tanah ini berada di Kecamatan Kemalang dan Bayat, dimana mempunyai potensi sebagai kawasan pengembangan vegetasi hutan.
Gambar 1 : Proporsi Jenis Tanah Kabupaten Klaten

1.39% 6.85% 7.28% 1.36% 0.63%

Aluvial Kelabu Grumosol Komplek Litosol & Mediteran-Latosol Komplek Litosol & Regosol Kelabu

59.65%

22.84%

Komplek Regosol Coklat & Kelabu Regosol Coklat Kelabu Regosol Kelabu

Sumber : BPN Kabupaten Klaten (Peta Persebaran Jenis Tanah terdapat pada Lampiran 2)

2. Topografi Lahan Topografi lahan merupakan bentuk permukaan suatu lahan baik berupa ketinggian daerah ataupun tingkat kemiringan lahan. Untuk ketinggian daerah Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu yang terletak diantara ketinggian 0 - 100 meter di atas permukaan laut sebesar 3,72%. Terbanyak yaitu sebesar 83,52% terletak diantara ketinggian 100 - 500 meter diatas permukaan laut, dan sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500 2.500 meter diatas permukaan laut.

Kemudian secara umum wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 (tiga) dataran, yaitu : Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung. Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur. Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah selatan kecamatan Bayat dan Cawas.

Sedangkan untuk tingkat kemiringan lahan (slope) dapat dilihat pada diagram berikut :
Gambar 2 : Proporsi Tingkat Kemiringan Lahan Kabupaten Klaten

0.20%

1.27%

1.74%

0-2%

22.71%

2 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 %

74.07%

> 40 %

Sumber : BPN Kabupaten Klaten (Peta Tingkat Kemiringan Lahan terdapat pada Lampiran 3)

Tingkat kemiringan lahan/slope mempunyai keterkaitan dengan potensi bencana longsor atau erosi. Pada gambar (2) tentang proporsi tingkat kemiringan lahan dapat diklasifikasikan mengenai tipe lahan dan potensi bencana longsor/erosi yang ada :
Tabel 2 : Klasifikasi Lahan Berdasarkan Slope

Kemiringan Lahan/Slope 0-15% 15-40% >40%

Tipe Lahan Datar Landai Curam

Potensi Longsor/erosi Rendah Sedang Tinggi

Sumber : BPN Kabupaten Klaten

3. Luasan Lahan Kritis Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. Lahan ini bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Lahan kritis ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu lahan potensial kritis, agak kritis, dan telah kritis. Di Kabupaten Klaten dari tahun 2005-2009 tidak terdapat luasan lahan kritis, tetapi hanya potensial kritis dan agak kritis. Keberadaan lahan kritis ini dijadikan dasar dalam usaha pengembangan kawasan prioritas.
Gambar 3 : Grafik Perubahan Luas Lahan Kritis Kabupaten Klaten 8000
6088,40

6000 Luas (Ha) 4000 2000 0 2005 2006

5508,43 4293,98 2635.00

Potensial Kritis Agak Kritis


1650,00

627,72

512.49

563.07 0,00

505.00

2007 Tahun

2008

2009

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten

IV. PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN KLATEN (2005-2009)

1.

Pertanian Pemanfaatan suatu lahan sebagai lahan

pertanian sangat bergantung pada kondisi tanah yang ada. Jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten Klaten didominasi oleh tanah regosol
Gambar 4 : Kegiatan Pertanian Kabupaten Klaten

dan aluvial yang berasal dari endapan material

vulkanik gunung Merapi, sehingga termasuk kategori tanah subur. Sedangkan tingkat kemiringan 6

lahan yang ada 96,78% nya merupakan lahan dengan tingkat kemiringan yang relatif datar yaitu berkisar antara 0-15%. Selain itu Kabupaten Klaten kaya akan sumber air. Hingga tahun 2009 jumlah mata air yang ada berjumlah 174 sumber. Dengan kondisi lahan yang demikian maka Kabupaten Klaten sangat berpotensi sebagai kawasan pertanian.

Kawasan pertanian di Kabupaten Klaten terbagi menjadi dua jenis pertanian utama, yaitu : a. Pertanian Lahan Basah Pertanian lahan basah berarti sistem pertanian yang menggunakan lahan sawah sebagai areal penanaman. Persebarannya meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten Klaten kecuali Kecamatan Kemalang. Hingga tahun 2009, sebesar 33.412 Ha atau 50,97 % dari total luas wilayah Kabupaten Klaten digunakan sebagai lahan pertanian (sawah). Sawah inipun terbagi menjadi dua yaitu sawah irigasi seluas 31.949 Ha dan sawah tadah hujan seluas 1.463 Ha. Jumlah luas sawah irigasi yang besar dikarenakan pengairannya banyak mengandalkan sumber-sumber mata air yang ada. Seiring dengan dinamika wilayah Kabupaten Klaten, luas lahan sawah yang ada juga mengalami perubahan :
Gambar 5 : Grafik Perubahan Luas Lahan Sawah Kabupaten Klaten 33 500 33 475 Luas (Ha) 33 467 33 450 33 425 33 400 2005 2006 2007 Tahun
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten

33 494

33 437 33 423 33 412 2008 2009

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa luas sawah di Kabupaten Klaten terus mengalami penurunan dari tahun 2005-2009. Dari tahun 2005-2009 terjadi penurunan luas sebesar 82 Ha atau jika dirata-rata tiap tahunnya terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 20,5 Ha/tahun. 7

b. Pertanian Lahan Kering Pertanian lahan kering menggunakan lahan berupa ladang/tegalan/kebun untuk areal penanaman. Areal ini sebagian besar berada di Kecamatan Kemalang dan Bayat. Persebaran ini karena dua derah tersebut merupakan daerah tandus di lereng Gunung Merapi (Kec. Kemalang) dan daerah kapur (Kec.Bayat). Pada tahun 2009 jumlah luas lahan pertanian kering sebesar 6.263 Ha atau 9,55% dari luas total wilayah Kabupaten Klaten. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan perubahan luas lahan ladang/tegalan/kebun di Kabupaten Klaten :
Gambar 6 : Grafik Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Kabupaten Klaten 6 320 6 312 6 305 Luas (Ha) 6 290 6 275 6 260 2005 2006 2007 Tahun
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Klaten

6 312

6 287 6 272 6 263 2008 2009

Grafik di atas menunjukkan bahwa luas lahan ladang/tegalan/kebun di Kabupaten Klaten dari tahun 2005-2009 cenderung mengalami penurunan. Sebanyak 49 Ha lahan berkurang dari tahun 2005-2009, jika dirata-rata tiap tahunnya lahan yang berkurang adalah 12,25 Ha/tahun.

Baik dari pertanian lahan basah maupun lahan kering di wilayah Kabupaten Klaten tiap tahunnya terus terjadi perubahan jumah luas lahan. Berdasarkan data yang didapat terlihat bahwa dari tahun 2005-2009 perubahan luas yang terjadi terus mengalami penurunan. Jika dijumlahkan antara pertanian lahan basah dan lahan kering, luas total wilayah pertanian di Kabupaten Klaten pada 2005 adalah 39.806 Ha. Hingga tahun 2009 jumlahnya menjadi sebesar 39.675 Ha. Artinya lahan pertanian di Kabupaten Klaten berkurang 131 Ha mulai dari tahun 2005-2009.

Namun data yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klaten ini berbeda dengan data yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Klaten. Di dalam data yang dimiliki BPN Kabupaten Klaten disebutkan secara lebih terperinci mengenai perubahan luas lahan pertanian di Kabupaten Klaten :
Tabel 3 : Alih Fungsi Lahan Pertanian(Ha)

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Total

Perumahan 40,5963 23,1498 21,6899 16,7043 48,464 150,6043

Industri 3,1295 3,5227 4,98 3,1038 31,794 46,53

Perusahaan 1,4821 1,6555 3,2007 3,619 15,313 25,2703

Jasa 1,8995 0,2705 3,2527 1,8564 15,677 22,9561

Jumlah 47,1074 28,5985 33,1233 25,2835 111,248 245,3607

Sumber : BPN Kabupaten Klaten

Berdasarkan data dari BPN Kabupaten Klaten tersebut diketahui bahwa jumlah luas lahan pertanian yang berkurang dari tahun 2005-2009 adalah sebesar 245,3607 Ha, atau hampir dua kali dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. Dari luas 245,3607 tersebut 61,38% digunakan sebagai perumahan, 18,96% digunakan untuk industri, 10,30 %

digunakan untuk perusahaan, dan sisanya yaitu sebesar 9,36% digunakan untuk jasa.

2. Kolam/Rawa Pada tahun 2009 di wilayah Kabupaten Klaten terdapat 202 Ha kolam/rawa. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar 1 Ha pada tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2005 hingga 2006 jumlah luasnya sebesar 201 Ha dan bertambah menjadi 202 Ha pada tahun 2007 hingga 2009. Kolam/rawa terbesar terdapat di Kecamatan Bayat, yaitu Rawa Jombor. Rawa/kolam seluas 180 Ha ini oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten digunakan sebagai tempat budidaya ikan air tawar, di samping fungsinya juga sebagai kawasan wisata. 9
Gambar 7 : Kawasan Rowo Jombor Klaten

3. Kehutanan Hutan di Kabupaten Klaten terbagi menjadi dua jenis yaitu hutan lindung dan hutan produksi. Jumlah luas hutan lindung ditambahkan dengan luas hutan produksi adalah sebesar 1450 Ha, dimana dari tahun 2005-2009 tidak mengalami pertambahan ataupun pengurangan luas. Hutan lindung mempunyai proporsi sebesar 52,99% atau seluas 768 Ha. Sedangkan untuk luas hutan produksi sebesar 47,01% dari luas total hutan yang ada atau 682 Ha. Hutan lindung sebagian besar berada di Kecamatan Kemalang, sedangkan hutan produksi berada di Kecamatan Bayat. Jenis tanah di kedua kecamatan tersebut adalah tanah litosol dan latosol, sehingga cocok untuk pengembangan kawasan vegetasi hutan. 4. Pertambangan Luas daerah pertambangan di Kabupaten Klaten sebesar 2.605 Ha. Luas tersebut terdiri dari 3 daerah pertambangan yaitu pertambangan pasir sebesar 46 Ha, batu gamping 464 Ha, dan batu andesit 2.095 Ha.

5. Perindustrian Jenis industri yang ada di Kabupaten Klaten antara lain cor logam, konveksi, mebel, gerabah, dan tembakau asapan. Luas areal yang digunakan untuk perindustrian pada tahun 2005 adalah seluas 787 Ha dan terus meningkat hingga tahun 2009 yaitu seluas 834 Ha.

6. Perumahan/bangunan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Di Kabupaten Klaten, luas wilayah perumahan di tahun 2005 adalah sebesar 19.920 Ha. Jumlah ini terus bertambah sebesar 112 Ha hingga tahun 2009 menjadi 20.032 Ha. Ini berarti sebesar 30,56% wilayah Kabupaten Klaten digunakan sebagai kawasan permukiman. Namun pertambahan jumlah perumahan/bangunan di Kabupaten Klaten tidak diiringi dengan peningkatan luas ruang terbuka hijau (RTH). Menurut UU No.26 th. 2007 tentang Penataan Ruang, luas RTH yang harus dimiliki oleh suatu wilayah adalah sebesar 30% dari luas wilayah yang ada. Namun untuk Kabupaten Klaten luas RTH (non-pertanian) hanya sebesar 21 %.

10

Gambar 8 : Grafik Perubahan Luas Lahan Perumahan Kabupaten Klaten 20040 20020 20000 Luas (Ha) 19980 19960 19940 19920 19900 2005 2006 2007 Tahun 2008 2009
19920 19938 19995 20022 20032

Sumber : Bappeda Kabupaten Klaten

Dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan harus memperhatikan kondisi lahan untuk mengurangi tingkat resiko kerugian akibat adanya bencana. Potensi bencana yang ada di Kabupaten Klaten yaitu bencana letusan Gunung Merapi dan tanah longsor. Untuk potensi bencana letusan Gunung Merapi, letak perumahan/permukiman harus berada lebih dari 5 Km dari puncak gunung. Namun masih ada sekitar 25 Ha permukiman yang berada kurang dari 5 Km dari puncak gunung. Sedangkan untuk potensi bencana tanah longsor, mengacu pada tabel (2) 94,34% atau 18.898 Ha perumahan di Kabupaten Klaten berada pada lahan relatif datar sehingga mempunyai potensi bencana tanah longsor tingkat rendah. 1,81 % atau 363 Ha wilayah perumahan berada pada lahan relatif landai dan mempunyai potensi tanah longsor sedang. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 3,85% atau 771 Ha berada pada daerah rawan longsor. Dari data-data tersebut jika dikompilasikan maka dapat diketahui tentang proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Klaten. Gambar (9) menunjukkan proporsi penggunaan lahan di tahun 2009 :
Gambar 9 : Proporsi Penggunaan Lahan Kabupaten Klaten*
1.27% 1.16%

30.56%

60.52% 3.97% 2.21% 0.31%

Pertanian Kolam/rawa Hutan Pertambangan Perumahan/bangunan Industri Lain-lain

11
*hasil kompilasi data (Peta Persebaran Guna Lahan terdapat pada Lampiran 4)

V. KETERKAITAN TATA GUNA LAHAN


Lahan merupakan tempat suatu aktifitas berlangsung. Jika terjadi perubahan tata guna suatu lahan maka tentu saja berpengaruh terhadap aktifitas yang ada, begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu tata guna lahan mempunyai keterkaitan dengan beberapa aspek. Berikut ini akan dijelaskan mengenai keterkaitan tata guna lahan dengan penduduk dan transportasi yang ada di Kabupaten Klaten.

1. Keterkaitan Tata Guna Lahan dengan Kependudukan Kabupaten Klaten Penduduk merupakan pelaku dari berbagai aktifitas yang ada di suatu wilayah/kota. Aktifitas ini berlangsung pada lahan-lahan tertentu, dimana jka terjadi perubahan jumlah penduduk maka tata guna lahan yang ada juga akan mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud berhubungan dengan sarana perumahan yang ada, karena tiap penduduk memerlukan ruang untuk hidup (Alonso dalam Harjanti, 2002). Kabupaten Klaten merupakan kabupaten yang penduduknya terus mengalami pertumbuhan pada tiap tahunnya. Dari tahun 2005-2009 pertambahan penduduk yang ada sebesar 17.825 jiwa, sedangkan pertumbuhan sarana perumahan adalah sebesar 112 Ha. Jika dihitung secara kasar dari pertambahan penduduk tahun 2005-2009, maka tiap jiwa membangun sarana perumahan rata-rata sebesar 62 m2. Pembangunan sarana perumahan ini sebagian besar merupakan pengalihfungsian dari lahan pertanian. Di samping itu dari tata guna lahan perumahan dapat juga diperhitungkan mengenai tingkat kepadatan. Secara keseluruhan, sarana perumahan di Kabupaten Klaten pada tahun 2009 adalah sebesar 30,56% dari luas total wilayah kabupaten. Menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan jika luas tutupan lahan berkisar antara 30 - 45 % maka termasuk kategori kawasan dengan tingkat kepadatan rendah. Jadi dilihat dari sisi tata guna lahan perumahan secara keseluruhan wilayah Kabupaten Klaten mempunyai tingkat kepadatan yang rendah. Namun jika dilihat per kecamatan ada dua kecamatan yang termasuk kategori kepadatan sedang (45-60%) yaitu Kecamatan Klaten Utara sebesar 53,08% dan Kecamatan Klaten Tengah sebesar 55,38 %. Sedangkan kecamatan Polanharjo merupakan kecamatan yang mempunyai kepadatan paling rendah yaitu 17,37% sehingga dikategorikan sebagai kawasan yang mempunyai tingkat kepadatan sangat rendah (<30%).

12

Kemudian jika dilihat dari ketersediaan sarana perumahan bagi penduduk Kabupaten Klaten, menurut Keputusan Menteri Kimpraswil No. 403/2002 kebutuhan ruang tiap penduduk adalah sebesar 9 m2/orang. Pada tahun 2009 jumlah sarana perumahan adalah seluas 20.032 Ha atau 200.320.000 m2, sedangkan jumlah penduduk yang ada adalah sebesar 1.303.910 jiwa. Jika dilakukan perhitungan secara kasar berdasarkan data yang ada, maka tiap penduduk mendapatkan ruang perumahan seluas 154 m2 yang berarti jauh melebihi ketetapan yang ada.

2. Keterkaitan Tata Guna Lahan dengan Transportasi Kabupaten Klaten Tata guna lahan dan transportasi merupakan dua hal yang saling terkait. Suatu tata guna lahan tidak akan berfungsi atau berjalan secara optimal jika tidak didukung dengan adanya sistem transportasi. Sedangkan sistem transportasi yang tidak bisa melayani suatu tata guna lahan maka sistem transportasi tersebut dianggap mengalami kegagalan. Hubungan antara tata guna lahan dengan transportasi di Kabupaten Klaten terlihat dari pertumbuhan guna lahan (seperti lahan permukiman, perkantoran dan bangunan lain tempat berlangsungnya kegiatan) di sepanjang jalan-jalan utama (ribbon development) yang terdapat di pusat Kabupaten Klaten, yaitu Kota Klaten. Kota klaten terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Klaten Utara, Kecamatan Klaten Tengah dan Kecamatan Klaten Selatan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan aksesibilitas di Kota Klaten. Sehingga penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan (perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, dll) di Kota Klaten mendekati akses ke jalan utama tersebut. Dari ketiga kecamatan yang terdapat di Kota Klaten tersebut terdapat penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan sebesar 3986,30 Ha. Dari total luas penggunaan lahan tersebut, terdapat sekitar 2734,52 Ha yang terkonsentrasi di jalan utama. Artinya, terdapat sekitar 68,9% penggunaan lahan untuk pusat-pusat kegiatanyang terkonsentrasi d jalan utama. Hal ini menunjukkan bahwa jalan raya (aksesibilitas transportasi) sangat berpengaruh terhadap tata guna lahan di sekitar jalan tersebut.

VI. PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN KABUPATEN KLATEN


Rencana pengembangan dan peraturan penggunaan lahan di Kabupaten Klaten didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten. RTRW Kabupaten Klaten merupakan kebijakan Pemerintah Kabupaten Klaten yang menetapkan lokasi yang harus dilindungi, lokasi

13

pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman (bangunan gedung) yang berada dalam wilayah Kabupaten Klaten. RTRW Kabupaten Klaten dijadikan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan ruang secara terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan. Pemanfaatan ruang ini akan menciptakan suatu pola tata guna lahan dengan berpedoman pada RTRW. Dengan adanya penataan lahan yang berpedoman pada RTRW ini diharapkan mampu mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan tetap berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan dalam program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Hingga saat ini pemanfaatan ruang yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten didasarkan pada dokumen RTRW yang masih berlaku yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No. 4 Th. 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2006-2015. RTRW Kabupaten Klaten ini selanjutnya dugunakan sebagai arahan kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Klaten sebagai pedoman bagi penataan ruang wilayah kabupaten dan dasar dalam penyusunan program pembangunan, dimana RTRW ini akan diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu 10 tahun. Dalam RTRW Kabupaten Klaten dijelaskan tentang Rencana Struktur dan Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah yang merupakan acuan dalam RTRW untuk pemanfaatan ruang:

1. Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Merupakan rencana pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan hierarki pusat pelayanan wilayah. Hierarki pusat pelayanan adalah suatu jejaring yang menggambarkan sebaran kota-kota kecamatan dan fungsional kota-kota yang terkait dengan pola transportasi dan prasarana wilayah lainnya dalam ruang wilayah Kabupaten Klaten. Hierarki ini terdiri dari sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan, serta sistem prasarana wilayah.

a. Sistem Permukiman Perdesaan Sistem permukiman perdesaan terdiri dari : Permukiman desa kota, merupakan permukiman perdesaan yang karena posisinya termasuk dalam wilayah administrasi kota, yaitu sekitar Kota Klaten dan ibukota-ibukota kecamatan. 14

Permukiman desa tradisonal, merupakan permukiman perdesaan yang posisinya sebagai daerah belakang ibukota-ibukota kecamatan. Dalam strategi pengembangannya pengelolaan kawasan perdesaan diarahkan untuk meningkatkan fungsi kawasan sebagai permukiman dan sentra produksi pertanian dengan pendekatan teknologi sehingga tetap memiliki daya tarik bagi penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi.

b. Sistem Permukiman Perkotaan Sistem permukiman perkotaan membentuk sistem kota sebagai sistem simpul pelayanan, yang terdiri dari : Pusat pelayanan wilayah atau Kota Orde I, yaitu Kota Klaten yang meliputi wilayah kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, dan Klaten Selatan, yang berfungsi sebagai : pusat pelayanan pemerintahan sampai dengan kantor pemerintahan tingkat kabupaten, pusat pelayanan kesehatan sampai dengan setingkat rumah sakit umum, pusat pelayanan pendidikan sampai dengan setingkat pendidikan tinggi, pusat pelayanan perdagangan sampai dengan setingkat pasar khusus (pasar hewan dan buah), dan pusat pelayanan jasa keuangan sampai dengan setingkat bank umum dan swasta. Pusat pelayanan sub-wilayah atau Kota Orde II, yaitu Kota Delanggu, Prambanaan, Jatinom, Cawas, dan Pedan, yang berfungsi sebagai : pusat pelayanan pemerintahan sampai dengan kantor pemerintahan tingkat kecamatan, pusat pelayanan kesehatan sampai dengan setingkat puskesmas rawat inap, pusat pelayanan pendidikan sampai dengan setingkat pendidikan sekolah menengah tingkat atas, pusat pelayanan perdagangan sampai dengan setingkat pasar khusus umum, dan pusat pelayanan jasa keuangan sampai dengan setingkat bank cabang tingkat kecamatan. Pusat pelayanan kecamatan atau Kota Orde III, yaitu Kota Juwiring, Jogonalan, Ceper, Gantiwarno, Trucuk, Wedi, Wonosari, Karangdowo, Tulung, Polanharjo, Kemalang, Ngawen, Karanganom, Karangnongko, Kebonarum, Bayat, Manisrenggo, dan Kalikotes, yang berfungsi sebagai : pusat pelayanan pemerintahan sampai dengan kantor pemerintahan setingkat kecamatan, pusat pelayanan kesehatan sampai dengan setingkat puskesmas rawat jalan, pusat pelayanan pendidikan sampai dengan setingkat pendidikan menengah atas, pusat pelayanan perdagangan sampai dengan setingkat pasar kecamatan, dan pusat

15

pelayanan jasa keuangan sampai dengan setingkat bank cabang kecamatan dan badan kredit kecamatan.

Dalam strategi pengembangannya pengelolaan kawasan perkotaan diarahkan untuk menciptakan simpul koleksi dan distribusi hasil produksi dan barang konsumsi yang optimal sehingga mampu mendorong perekonomian wilayah. Dalam upaya

pengembangan/pembangunan, wilayah Kabupaten Klaten terbagi dalam Struktur Tata Ruang Wilayah. Struktur tata ruang wilayah dibuat berdasarkan pembagian Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yang terdiri dari : SWP I, meliputi Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Kalikotes, Wedi, Gantiwarno, Jogonalan, Kebonarum, Karangnongko, dan Ngawen, dengan pusat pertumbuhan di Kota Klaten. SWP II, meliputi Kecamatan Delanggu, Polanharjo, Wonosari, dan Juwiring, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Delanggu. SWP III, meliputi Kecamatan Prambanan, Manisrenggo dan Kemalang, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Prambanan. SWP IV, meliputi Kecamatan Bayat, Cawas, dan Trucuk, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Cawas. SWP V, meliputi Kecamatan Pedan, Ceper, dan Karangdowo, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Pedan. SWP VI, meliputi Kecamatan Jatinom, Tulung, dan Karangaom, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Jatinom.
(Peta Pembagian SWP terdapat dalam Lampiran 5)

c. Sistem Prasarana Wilayah Pengembangan sistem prasarana wilayah meliputi transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan, diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan dan sesuai dengan struktur tata ruang wilayah yang dituju.

16

2. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Dalam rencana pola pemanfaatan ruang wilayah digambarkan tentang daerah persebaran kawasan lindung dan budidaya serta pengembangannya.

a.

Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung diarahkan dalam upaya mempertahankan kawasan lindung yang masih ada dan mengoptimalkan fungsinya melalui pengawasan yang lebih baik. Kawasan lindung di Kabupaten Klaten terdiri dari 4 kawasan, yaitu :

i. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan di Bawahnya Merupakan yang berada pada ketinggian dan kemiringan tertentu yang apabila tidak dilindungi dapat membahayakan kehidupan di kawasan yang berada di bawahnya. Di Kabupaten Klaten kawasan ini ditetapkan di lereng Gunung Merapi Kecamatan Kemalang sebesar 15,7% dari luas total Kecamatan Kemalang atau 810,6 Ha.

ii. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan sempadan sungai Kawasan sekitar waduk/rawa : ditetapkan meliputi dataran sepanjang tepian danau, waduk atau rawa, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari pasang titik tertinggi kea rah darat, terletak di sekitar Rawa Jombor Kawasan sekitar mata air ditetapkan meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jarijari 200 meter di sekitar seluruh mata air. iii. Kawasan Pelestarian Alam Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Kawasan Cagar Budaya : Kecamatan Prambanan : Kawasan Candi Prambanan, Candi Sowijan, Candi Bubrah, Candi Lumbung, Candi Asu, dan Candi Plaosan 17

Kecamatan Karangnongko : Kawasan Candi Merak Kecamatan Bayat : Kawasan Pandanaran

iv. Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi ditetapkan di sebagian Kecamatan Kemalang dan Kecamatan Manisrenggo dengan luas sekitar 532 Ha. Kawasan rawan bencana tanah longsor/erosi ditetapakan di : Lereng pegunungan Jiwowetan Kecamatan Wedi Desa Sukorini Kecamatan Manisrenggo Desa Tegalmulyo, Tlogowatu, Sidorejo, Bumiharjo, Tangkil, Dompol, Kendalsari, Balerante, Bawukan, dan Kecamatan Kemalang.

b.

Kawasan Budidaya Kawasan budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah sehingga dapat berdayaguna dan berhasilguna bagi hidup dan kehidupan manusia yang terdiri dari kawasan budidaya pertanian dan non-pertanian. Pengelolaan kawasan budidaya diarahkan pada optimalisasi fungsi kawasan. Kawasan budidaya Kabupaten Klaten terdiri dari :

i. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan produksi terbagi menjadi dua yaitu kawasan hutan rakyat dan kawasan hutan produksi terbatas yang dapat dikelola dengan tetap mempertahankan fungsi hutannya. Pengembangan kawasan hutan produksi ditetapkan sebagai berikut : Kawasan hutan rakyat ditetapkan di Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Manisrenggo, Gantiwarno, Wedi, Kalikotes, dan Bayat. Kawasan hutan produksi terbatas ditetapkan di wilayah Kecamatan Bayat.

ii. Kawasan Pertanian Pengembangan kawasan pertanian ditetapkan sebagai berikut : Kawasan pertanian lahan basah ditetapkan dengan lokasi tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali Kecamatan Kemalang. Kawasan tanaman pangan lahan kering ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Pedan, Bayat, dan Cawas. 18

Kawasan tanaman tahunan/perkebunan ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Bayat, Trucuk, Manisrenggo, dan Wedi. Kawasan peternakan sapi perah ditetapkan dengan lokasi di Kemalang, Manisrenggo, Jatinom, Karangnongko, dan Tulung. Kawasan perikanan air tawar ditetapkan dengan lokasi di sekitar Rawa Jombor Kecamatan Bayat, Kecamatan Polanharjo, Tulung, dan Kebonarum.

iii. Kawasan Pertambangan Pengembangan kawasan pertamabangan ditetapkan sebagai berikut : Pertambangan batu Andesit Karangdowo ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Karangdowo. Pertambangan batu gamping ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Bayat dan Cawas. Pertambangan gabro dan diorit ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Bayat. Pertambangan lempung aluvial ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Gantiwarno, Karangnongko, Jogonalan, Kebonarum, Bayat, Ngawen, Karanganom, dan Ceper. Pertambangan pasir vulkanik dan Andesit Merapi ditetapkan dengan lokasi di Kecamatan Kemalang dan Manisrenggo.

iv. Kawasan peruntukan industri Pengembangan kawasan peruntukan industri ditetapkan sebagai berikut : Kawasan perindustrian ditetapkan di Desa Karanganom Kecamatan Klaten Utara dan Kelurahan Mojayan Kecamatan Klaten Tengah. Kawasan industri ditetapkan di Desa Troketon dan Desa Kaligawe Kecamatan Pedan dengan luas lahan 100 Ha. Kawasan sentra industri ditetapkan di : Kecamatan Ceper sebagai sentra industri cor logam Kecamatan Pedan sebagai sentra industri tenun ATBM Kecamatan Wedi sebagai sentra industri konveksi Kecamatan Juwiring dan Kecamatan Trucuk sebagai sentra industri mebel/furnitur Kecamatan Bayat sebagai sentra industri gerabah/keramik Kecamatan Trucuk dan Manisrenggo sebagai sentra industri tembakau asapan 19

Kecamatan Ngawen sebagai sentra industri soon Kecamatan Jogonalan sebagai sentra makanan kecil

v. Kawasan Pariwisata Kawasan wisata di Kabupaten Klaten terdiri dari kawasan wisata alam, permainan dan olahraga (pemandian), ziarah (keagamaan), pendidikan (museum), budaya (tradisi), dan peninggalan sejarah (candi). Pengembangan kawasan wisata ditetapkan sebagai berikut :

Kawasan Wisata Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Plaosan di Kecamatan Prambanan. Kawasan Wisata Deles Indah di Kecamatan Kemalang. Kawasan Wisata Museum Gula Jawa Tengah di Gondangwinangun Kecamatan Jogonalan. Kawasan Wisata Rawa Jombor Permai dan Makam Ki Ageng Pandanaran di Kecamatan Bayat. Kawasan Wisata Alam Gunung Watu Prau dan Pegunungan Kidul di Kecamatan Bayat. Kawasan Wisata Sumber Air Ingas, Pemandian Lumban Tirto, Pemancingan Janti, dan Tradisi Padusan di Kecamatan Tulung. Kawasan Wisata Pemandian Jolotundo di Kecamatan Karanganom. Kawasan Wisata Pemandian Tirtomulyono di Kecamatan Kebonarum. Kawasan Wisata Makam Ki Ageng Gribig dan Tradisi Yaqowiyu di Kecamatan Jatinom. Kawasan Wisata Makam Ki Ageng Ronggowarsito di Kecamatan Trucuk. Kawasan Wisata Makam Ki A. Perwito di Kecamatan Wonosari.

vi. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman terdiri dari kawasan permukiman perdesaan dan kawasan permukiman perkotaan. Pengembangan kawasan permukiman meliputi : Kawasan permukiman perdesaan ditetapkan di seluruh wilayah kecamatan, dengan dominasi di Kecamatan Gantiwarno, Wedi, Cawas, Bayat, Trucuk, Kebonarum, Jogonalan, Manisrenggo, Karangnongko, Ngawen, Ceper, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Polanharjo, Karanganom, Tulung, dan Kemalang.

20

Kawasan permukiman perkotaan ditetapkan di Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Delanggu, Prambanan, Kalikotes, Pedan, Jatinom dan pusat-pusat pelayanan kecamatan lainnya.

Pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan baru harus mengacu pada persyaratan lokasi sebagai berikut : - Tidak berlokasi pada kawasan rawan bencana - Tidak berlokasi pada kawasan konservasi - Tidak berlokasi pada kawasan yang masih dalam sengketa - Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau terhubungkan dengan jaringan pelayanan air bersih serta jaringan sanitasi dan pernatusan berskala kota - Terletak pada hamparan dengan luasan yang cukup, yang memungkinkan

terselenggarakannya pola hunian yang berimbang - Tidak terganggu oleh kebisingan - Memiliki pola permukiman yang kompak - Memiliki kemudahan mencapai fasilitas umum - Topografi cukup datar, dengan kelerengan lahan 25%

c.

Kawasan Prioritas Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu perencanaan. Kawasan prioritas pembangunan yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangannya meliputi : - Kawasan perbatasan, terletak di Kecamatan Prambanan, Juwiring, Wonosari, Cawas, Manisrenggo dan Tulung - Kawasan pertumbuhan cepat, terletak di Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Pedan, Jogonalan dan Delanggu - Kawasan pengembangan sektor-sektor strategis/unggulan pertanian tanaman pangan, terletak di Kecamatan Delanggu, Wonosari, Juwiring, Cawas, Karangdowo, Trucuk dan Polanharjo

21

- Kawasan kritis yang perlu dipelihara fungsi lindungnya untuk menghindarkan kerusakan lingkungan, terletak di Kecamatan Gantiwarno, Bayat, Manisrenggo, Karangnongko, Tulung, Jatinom, Kemalang - Kawasan prioritas Konservasi Lereng Gunung Merapi terletak di Kecamatan Kemalang - Kawasan Pengembangan Kawasan Tertinggal terletak di Kecamatan Bayat dan Gantiwarno

Pengembangan kawasan prioritas memiliki kriteria sebagai berikut : - Kawasan yang mempunyai kontribusi terhadap pencapaian sasaran pembangunan secara regional dan nasional - Kawasan yang tidak masuk dalam deliniasi kawasan tertentu dan andalan tetapidari dimensi Daerah memiliki peranan untuk pertumbuhan dan pemerataan yang besar - Kawasan yang mempunyai permasalahan ruang yang harus segera ditangani

22

Anda mungkin juga menyukai