BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
KABUPATEN LUMAJANG
II-1
maka pada bagian ini dideskripsikan kondisi dan potensi, sumber daya yang dimiliki
serta profil kabupaten Lumajang sekaligus merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari perencanaan program pembangunan dalam kurun 5 tahun ke depan.
Tabel 2.1.
Tabel Luas dan Prosentase Luasan Perkecamatan Kab. Lumajang
LUAS PROSENTASE
NO KECAMATAN
(Km2) (%)
1 Tempursari 101.36 5.66
2 Pronojiwo 38.74 2.16
3 Candipuro 144.93 8.09
4 Pasirian 183.91 10.27
5 Tempeh 88.05 4.92
6 Lumajang 30.26 1.69
7 Sumbersuko 26.54 1.48
8 Tekung 30.40 1.70
9 Kunir 50.18 2.80
10 Yosowilangun 81.30 4.54
11 Rowokangkung 77.95 4.35
12 Jatiroto 77.06 4.30
13 Randuagung 103.41 5.77
14 Sukodono 30.79 1.72
15 Padang 52.79 2.95
16 Pasrujambe 97.30 5.43
17 Senduro 228.68 12.77
18 Gucialit 72.83 4.07
19 Kedungjajang 92.33 5.16
20 Klakah 83.67 4.67
21 Ranuyoso 98.42 5.50
JUMLAH 1,790.90 100.00
Sumber : BPS Kabupaten Lumajang Tahun 2012
2.1.1.2. Klimatologi dan Hidrologi
Lokasi Kabupaten Lumajang yang berada di sekitar garis khatulistiwa
menyebabkan daerah ini mempunyai perubahan iklim dua jenis setiap tahun, yaitu
musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau berkisar pada bulan
April hingga Oktober, sedangkan musim penghujan dari bulan Oktober hingga
April.Daerah Lumajang mempunyai 3 tipe iklim yaitu agak basah, sedang dan agak
kering. Untuk tipe basah jumlah bulan kering rata-rata 3 bulan setahun yang
mencakup daerah Gucialit, Senduro, sebagian Pasirian, Candipuro, Pronojiwo, dan
gunung Semeru. Untuk daerah dengan kategori sedang mencakup daerah Ranuyoso,
Klakah, Kedungjajang, Sukodono, Lumajang, Jatiroto dan Rowokangkung dengan
rata-rata bulan kering 3-4 bulan pertahunnya. Sedang daerah dengan iklim agak kering
meliputi Tekung, Kunir dan Yosowilangun.
Pemantauan yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah
Sungai Bondoyudo-Mayang di Lumajang dalam kurun waktu setahun ini rata-rata hari
hujan berkisar antara 1 sampai dengan 27 hari tiap bulannya. Sedangkan rata-rata
intensitas curah hujan pada tahun 2011 berkisar antara 0 – 733 mm3.
2.1.3. Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Lumajang tahun 2013 sebanyak 1.086.669
jiwa, terdiri dari laki-laki sebesar 528.129 jiwa dan perempuan sebanyak 558.540
jiwa. Dari sisi kepadatan penduduk, Kabupaten Lumajang tingkat kepadatan
penduduk rata-rata adalah 695 jiwa/km2. Apabila dilihat dari tingkat kepadatan
penduduk per kecamatan, kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah
Kecamatan Lumajang (3.123 jiwa/ km2), diikuti dengan Kecamatan Sukodono (1.793
jiwa/km2) dan Kecamatan Sumbersuko (1.369 jiwa/km 2). Sex ratio merupakan
perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan dikalikan
100. Pada tahun 2012 setiap 100 penduduk perempuan di Indonesia terdapat 98
penduduk laki-laki. Dalam kurun waktu tahun 2011 sampai tahun 2012 pertumbuhan
penduduk Kabupaten Lumajang tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1.292 jiwa
atau 0,19 persen.
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Kabupaten Lumajang Menurut Jenis Kelamin, Kepadatan dan
Rasio Seks Tahun 2013
Penduduk Luas Area
No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Kepadatan Jumlah KK
Km2
1 Tempursari 15,424 16,717 32,141 101.36 317 9,993
2 Pronojiwo 17,890 19,156 37,046 38.74 956 11,111
3 Candipuro 34,337 35,789 70,126 144.93 484 21,765
4 Pasirian 41,583 43,470 85,053 183.91 462 25,990
5 Tempeh 39,801 41,029 80,830 88.05 918 24,475
6 Kunir 26,201 27,769 53,970 50.18 1,076 16,910
7 Yosowilangun 30,016 31,305 61,321 81.30 754 20,033
8 Rowokangkung 17,958 19,499 37,457 77.95 481 12,131
9 Tekung 16,769 18,079 34,848 30.40 1,146 10,814
10 Lumajang 43,117 44,329 87,446 30.26 2,890 27,610
11 Pasrujambe 19,620 20,832 40,452 97.30 416 11,380
12 Senduro 22,879 24,061 46,940 228.68 205 14,162
13 Gucialit 11,916 13,602 25,518 72.83 350 7,655
14 Padang 17,183 18,941 36,124 52.79 684 10,872
15 Sukodono 25,862 27,207 53,069 30.79 1,724 15,926
16 Kedungjajang 21,062 23,239 44,301 92.33 480 12,829
17 Jatiroto 23,746 25,104 48,850 77.06 634 14,874
18 Randuagung 31,717 32,814 64,531 103.41 624 19,511
19 Klakah 30,655 32,091 62,746 83.67 750 18,399
20 Ranuyoso 23,725 25,096 48,821 98.42 496 13,495
21 Sumbersuko 16,668 18,411 35,079 26.54 1,322 11,077
Jumlah 528,129 558,540 1,086,669 1,790.90 607 331,012
Sumber : Hasil Konsolidasi Database Kementerian Dalam Negeri
Sebagai ibukota kabupaten, maka gejala urban bias tidak dapat dihindari di
Kabupaten Lumajang. Pembangunan fisik dengan segala fasilitasnya tak terhindarkan
lebih banyak bermunculan di Kecamatan Lumajang, dan beberapa tempat di
Kecamatan Sukodono, sebagai tempat pemekaran keramaian di kota Lumajang.
Bagi kalangan swasta di mana seluruh aktivitasnya lebih banyak yang
berorientasi ekonomi, maka berbagai investasi yang ditanam memilih lokasi-lokasi
yang menguntungkan, paling tidak memiliki potensi agar aktivitas usaha yang
ditekuni dapat berjalan lancar dan mencapai kesuksesan. Kalangan pemodal akan
mempertimbangkan lokasi-lokasi yang dinilai telah memiliki atau berpotensi untuk
dilakukan pembangunan sarana dan prasarana memadai guna mendukung usahanya.
Kecamatan Lumajang sebagai ibukota kabupaten tentu lebih memberikan peluang dan
menawarkan sejumlah fasilitas sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan
ekonomi para investor dan pelaku ekonomi. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan
jika berbagai aktivitas yang dilakukan oleh para pemodal dan investor yang terpusat
di ibukota kecamatan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk
melakukan migrasi ke Kecamatan Lumajang.
2.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan pemerintah kabupaten dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
Rencana kerja tahunan yang dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja akan diukur
efektivitasnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. IPM merupakan indeks
komposit dari 3 (tiga) jenis indeks yang mengukur tingkat kesehatan, pendidikan, dan
pendapatan masyarakat yang diukur melalui tingkat daya beli masyarakat.
Pengukuran IPM Kabupaten Lumajang berdasarkan data tahun 2011 yang telah
dihitung oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah menunjukkan angka 68,45. Capaian IPM tersebut diperoleh
dari Indeks Kesehatan 70,28, Indeks Pendidikan sebesar 72,17 dan Indeks Daya Beli
sebesar 62,52. Adapun angka indek pendidikan dipengaruhi oleh angka lama sekolah,
angka melek huruf dan angka pendidikan yang ditamatkan dan angka partisipasi
sekolah, adapun perkembangan variabel angka-angka IPM tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.3.
Perkembangan Variabel IPM Kabupaten Lumajang Tahun 2007-2012
Index Index Daya
Tahun Index Kesehatan IPM
Pendidikan Beli
2007 68.91 70.63 59.05 66.20
2008 69.30 70.63 60.01 66.65
2009 69.79 70.94 61.06 67.26
2010 70.28 71.11 62.07 67.82
2011 70.64 72.17 62.52 68.45
2012 70.93 72.62 63.14 68.90
Sumber : Analisa Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Lumajang, BPS
Dari tabel diatas, terlihat bahwa dari tahun 2007 sampai 2012 angka IPM
Kabupaten Lumajang terus naik, begitu juga nilai pendukungnya yaitu indeks
kesehatan, indeks pendidikan serta indeks daya beli cenderung relatif naik sampai
Tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kesehatan,
pendidikan dan ekonomi mampu menaikkan kesejahteraan masyarakat yang diwakili
oleh angka IPM tersebut.
Tabel 2.4
Beberapa indikator yang mempengaruhi angka indek pendidikan
Tahun Tahun Tahun
No Indikator
2010 2011 2012
1 Angka lama sekolah 6.8 7.0 7.2
2 Angka Pendidikan yg ditamatkan
TK 36.415 37.442 37.627
SD 110.971 108.991 109.877
SMP 46.568 46.799 47.335
SMA 24.373 25.266 26.420
PT 7.450 8.155 8.750
3 Angka Melek Huruf usia 15-45 tahun 97,60 97,66 97,76
Sumber : Analisa Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Lumajang, BPS & LKPJ Tahun 2012
Dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata lama sekolah naik dari 6.8 di tahun
2010 menjadi 7.2 di tahun 2012. Hal ini dikarenakan banyaknya siswa SD dan SMP
yang masih bersekolah. Pada tahun 2010 siswa SD tercatat 110.971 siswa lalu
meningkat menjadi 109.877 siswa. Begitu juga jumlah siswa SMP meningkat dari
46.568 siswa di tahun 2010 menjadi 47.335 siswa di tahun 2012.Angka melek huruf
masyarakat Lumajang tahun 2012 sebesar 97,76 persen, naik dari 97,66 pada tahun
2011.
Selain pendidikan, aspek kesehatan juga mempengaruhi kesejahteraan
manusia. Untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan yang telah dinikmati oleh
masyarakat menggunakan indeks kesehatan. Indeks ini sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh UNDP (United Nation Development Program) yang diukur
berdasarkan capaian usia harapan hidup masyarakat. Usia harapan hidup masyarakat
merupakan ukuran untuk menilai umur maksimal rata-rata masyarakat di suatu
daerah. Berdasarkan tolok ukur ini diasumsikan bahwa semakin tinggi usia harapan
hidup suatu wilayah, semakin baik pula pemenuhan pelayanan kesehatannya. Usia
harapan hidup masyarakat Lumajang sebesar 67,38 tahun poada tahun 2011. Angka
ini naik dari 66,10 pada tahun 2007, dan kondisi di tahun 2012 menjadi 67,56. Hal ini
menunjukkan sekin baiknya tingkat kesehatan di Kabupaten Lumajang. Semakin
meningkatnya usia harapan hidup dan angka melek huruf ini menunjukkan bahwa
program pelayanan kesehatan dan program pelayanan pendidikan telah berjalan
dengan baik meskipun diakui tidak terjadi lompatan prestasi yang dihasilkan. Pada
masa yang akan datang masih diperlukan kerja keras dari seluruh aparat yang
menangani bidang ini.
2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Perekonomian daerah dapat dilihat dari gambaran Produk Domistik Regional
Bruto baik berdasarkan harga konstan maupun harga berlaku. Selain itu
perekonomian daerah dapat dilihat dari tingkat inflasi, investasi, pajak dan retribusi,
pinjaman daerah, dana perimbangan, atau sumber penerimaan daerah lainnya. Data
perekonomian daerah dapat menjadi sumber untuk mengetahui seberapa besar
pertumbuhan ekonominya.
2.2.1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan
(nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya) oleh berbagai
unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu satu tahun. Unit-unit produksi
tersebut dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) sektor, yaitu pertanian, pertambangan,
industri, listrik, gas dan air minum, bangunan atau konstruksi, perdagangan, hotel dan
restoran, angkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan
jasa-jasa lainnya.
Besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 yaitu sebesar
Rp. 17.461.478,26 mengalami peningkatan dari Rp. 11.132.920,40 di tahun 2008.
Secara konstan naik dari tahun ke tahun sekitar Rp 1.000.000,00. Nilai PDRB atas
dasar harga konstan 2000 menunjukkan besarnya kenaikan produksi di suatu daerah.
Besaran nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 yang tercipta pada tahun 2012
sebesar Rp. 7.202.952,07 mengalami peningkatan yang konstan dari tahun 2008 yang
mencapai Rp. 5.702.076,22. Peningkatan nilai tersebut seiring dengan peningkatan
nilai PDRBnya.
Grafik 2.2
Perkembangan Angka PDRB Kabupaten Lumajang Tahun 2008-2012
20,000,000.00
18,000,000.00
16,000,000.00
14,000,000.00
12,000,000.00
10,000,000.00
8,000,000.00
Grafik 6,000,000.00
: 2.2 Perkembangan PDRB Kabupaten Lumajang Tahun 2008 - 2012
4,000,000.00
2,000,000.00
-
2008 2009 2010 2011 2012
PDRB ADHB 11,132,920.40 12,369,238.44 13,886,442.96 15,583,420.16 17,461,478.26
PDRB ADHK 2000 5,702,076.22 6,013,672.17 6,369,904.28 6,768,517.45 7,202,952.07
35
30
25
20
15
Dari tabel di atas pula dapat dilihat sejak tahun dasar 2000, besaran nilai
PDRB dan PDRB perkapita yang tercipta selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Selama kurun waktu 5 tahun nilai PDRB atas dasar harga berlaku telah
mengalami perkembangan rata-rata sebesar 11 persen dan nilai PDRB atas dasar
harga konstan tahun 2000 berkembang sebanyak 6 persen. Besarnya perbedaan
perkembangan PDRB ADHB dengan ADHK 2000 mencerminkan besarnya
perkembangan harga-harga (inflasi) dari tahun 2000 sampai dengan 2012.
Grafik 2.4
Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi PDRB Kabupaten Lumajang
Th 2008 - 2012
10
2
2008 2009 2010 2011 2012
P.E 5,43 5,46 5,92 6,26 6,42
Inflasi 8,86 5,35 5,99 5,61 5,29
3,00
100.000.000
2,50
80.000.000
2,00
60.000.000
1,50
40.000.000 1,00
0,50
20.000.000
- -
2009 2010 2011
74.647.720 94.169.229 105.470.433
Nilai Investasi (Rp.000) 0,69 1,54 3,32
Penyerapan Tenaga Kerja (%)
Dari grafik diatas terlihat bahwa jumlah penduduk miskin dan tingkat
prosentase penduduk miskin Kabupaten Lumajang dari Tahun 2003 – 2011
mengalami penurunan. Di akhir tahun 2011 jumlah penduduk miskin Kabupaten
Lumajang mencapai 131.912 jiwa dengan prosentase sekitar 13,01 %. Hal ini
menunjukkan bahwa komitmen Kabupaten Lumajang dalam usaha menurunkan angka
kemiskinan berhasil dan hal ini sejalan dengan usaha Propinsi Jawa Timur dalam
usaha menekan angka kemiskinan. Akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi
kemiskinan suatu daerah, sehingga perlu analisa lebih jauh dengan komponen
pendukung lainnya.
10
2
2008 2009 2010 2011 2012
P.E 5,43 5,46 5,92 6,26 6,42
Inflasi 8,86 5,35 5,99 5,61 5,29
Tabel 2.7
Prosentase Penduduk Yang Bekerja Di Kabupaten Lumajang Tahun 2010-2012
Trend balita gizi buruk atau di Bawah Gari Merah (BGM) pada tahun 2012
menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008. Berdasarkan bulan intensifikasi
penimbangan tahun 2012, jumlah balita gizi buruk sebanyak 386 balita atau 0,50%
dari 76.812 balita yang ditimbang. Sedangkan data tahun 2008, balita gizi buruk
sebanyak 501 balita atau sebesar 0,64% dari 78.701 balita yang ditimbang.
Grafik : 2.8
Perbandingan Pencapaian Penurunan BGM Tahun 2008 – 2012
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah murid tingkat sekolah dasar tahun
2010/2011 cenderung mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
begitu pula dengan jumlah siswa SMP atau SMA sederajat terus mengalami kenaikan.
Dari data tersebut, tentu saja akan mempengaruhi banyaknya sekolah yang ada.
Menurut data jumlah SD, SMP, SMA sederajat terus mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun.
Kecenderungan seperti ini merupakan fakta positif bagi perhatian Pemerintah
Kabupaten Lumajang terhadap kemajuan di bidang pendidikan. Ketika jumlah anak
usia sekolah kian bertambah maka peningkatan sarana dan prasarana juga dilakukan,
sementara itu ketika jumlah murid mengalami penurunan maka penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan tidak dilakukan penambahan berarti.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana cara melakukan peningkatan dalam
aspek kualitas pendidikannya. Sebab meski secara kuantitatif jumlah murid dan
fasilitas sarana prasarana pendidikan mengalami peningkatan tetapi tidak diimbangi
dengan kualitasnya niscaya mutu lulusan dan SDM yang ada di kabupaten Lumajang
juga akan mengkhawatirkan perkembangannya. Oleh sebab itu ke depan dalam sektor
pendidikan Pemerintah Daerah perlu segera bersikap konsisten dengan
mengalokasikan sekitar 20% dana APBD untuk pembangunan bidang pendidikan, dan
merancang serta melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan yang benar-
benar terfokus dan berpihak kepada peserta didik. Sebab dengan sumber daya
manusia yang tidak berkualitas tentu cukup sulit bagi Kabupaten Lumajang untuk
dapat segera keluar dari tekanan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami oleh
sebagian masyarakat.
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa kondisi jaringan jalan aspal
baik lapen maupun Hotmix mengalami peningkatan 6,12% dari 90,03% di tahun 2008
menjadi 96,15% di tahun 2012. Sedangkan kondisi jaringan tanah dan/atau kerikil
mengalami penurunan menjadi 3,85% di tahun 2012.
Grafik 2.9.
Perkembangan Kondisi Perkerasan Jalan
Air Limbah
Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu
faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah
(field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang
dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka,
seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah
yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan
tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat
dengan sumber air minum.
Berdasarkan Dokumen Environment Health and Rapid Assesment (EHRA),
pemakaian kloset jongkok oleh masyarakat sebesar (63,18 %), kloset duduk (2,68 %),
lain-lain (7,95 %), sisanya tidak memiliki WC (26,18 %). Sedangkan untuk tempat
pembuangan tinja di Kab Lumajang antara lain meliputi septic tank 53,85 %, cubluk
11,38 %, langsung saluran drainase1,96 %, dan Lainnya (sungai, kebun, kolam) 32,81
%. Kemudian terkait tentang pembuangan air limbah domestik adalah sebagai
berikut:
Grafik 2.10.
Tempat BAB Anggota Keluarga Yang Sudah Dewasa
Dari grafik 2.10. diatas dapat diketahui bahwa kondisi umum di Kabupaten
Lumajang masyarakatnya sudah membuang kotorannya di jamban pribadi, namun
masih ada sebagian kecil yang BAB di tempat terbuka seperti di WC helikopter di
empang/kolam, sungai, kebun maupun parit.
Drainase
Drainase lingkungan merupakan sarana yang penting dalam sanitasi. Selain
itu darinase berfungsi juga mengalirkan limbah cair dari rumah rangga seperti dapur,
kamar mandi, tempat cucian dan juga wastafel. Drainase yang buruk akan
menimbulkan banjir pada waktu hujan, selain itu juga akan membuat genangan air
dari limbah cair rumah tangga. Bila kondisinya demikian akan menjadi tempat
perindukan nyamuk yang bisa menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah,
chikungunya, juga filariasis.
Berdasarkan dokumen EHRA, terdapat gambaran bahwa rumah tangga yang
mempunyai saluran pembuangan air limbah (SPAL) di Kabupaten Lumajang
sebanyak 748 responden atau sebesar 65%, dan rumah tangga yang tidak mempunyai
SPAL sebanyak 410 responden atau sebesar 35% sebagaimana grafik berikut
Grafik 2.11.
Kepemilikan saluran pembuangan air limbah rumah tangga
Tabel 2.12.
Tempat pembuangan limbah rumah tangga
Tempat
Kamar
No Uraian Dapur cuci Wastafel
mandi
pakaian
1 Sungai/selokan/kolam 245 229 243 109
2 Jalan/halaman/kebun 78 65 64 18
3 Saluran terbuka 168 192 194 46
4 Saluran tertutup 152 162 154 64
5 Lubang galian 96 103 97 30
6 Pipa saluran 7 14 15 4
pembuangan kotoran
7 Pipa IPAL Sanimas 0 0 0 0
8 Tidak tahu 0 0 0 0
Sumber : EHRA Kab. Lumajang 2012
Dari tabel 3.4.2 dapat diketahui bahwa pembuangan limbah rumah tangga
yang mempunyai resiko kesehatan terbesar adalah yang dibuang ke sungai, selokan,
kolam sebesar 245 berasal dari limbah dapur, 229 dari limbah kamar mandi, 243 dari
tempat cuci pakaian dan 109 dari wastafel. Sungai, selokan dan kolam menjadi tempat
yang paling sering digunakan oleh masyarakat untuk membuang sampah.
Persampahan
Untuk pelayanan persampahan, Kabupaten Lumajang dilakukan dengan dua
cara yaitu pengelolaan sampah terpusat dan pengelolaan sampah setempat.
Pengelolaan sampah setempat dilakukan dengan dua cara yaitu tradisional dan
petugas. Pengelolaan sampah setempat oleh petugas dikumpulkan dari tempat sampah
hunian ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Berikut jumlah TPS Kabupaten
Lumajang
Tabel 2.13.
Jenis Fasilitas Pengolahan Sampah Setempat
Volume
No Jenis Fasilitas Jumlah
(m3/unit)
1 Tempat Pembuangan Sampah
(TPS)
Terbuka 36 8
Tertutup 0 0
Dengan pemisahan sesuai 13 2
jenis sampah
2 Fasilitas Pengolahan Sampah 1 8
(TPA)
Sumber : Profil Adipura Kab. Lumajang, 2011
Pengumpulan sampah oleh petugas didukung oleh peralatan atau kendaraan
angkut dimana terdapat gerobak sampah, dump truck, truk terbuka, motor sampah dll,
berikut adalah jumlah kendaraan angkut sampah sebagai pendukung kinerja
pengelolaan sampah Kabupaten Lumajang Tahun 2010
Tabel 2. 14.
Jumlah Kendaraan Angkut Sampah Kabupaten Lumajang
Kapasitas/unit Operasi
No Alat Angkut Jumlah Ritasi Ya Tidak
(m3)
1 Gerobak sampah 96 0,75 3x 96 0
2 Truk terbuka kecil 2 6 2x 2 0
3 Mini truk 1 1,75 4x 1 0
4 Dump Truk 5 6 2x 5 0
5 Arm Roll kecil 3 6 2x 3 0
6 Motor Sampah 4 0.7 2x 4 0
Jumlah 114 111 3
Sumber : Profil Adipura Kab. Lumajang, 2011
Dalam pelayanan pengelolaan sistem persampahan, fokus pengelolaan
persampahan di Kabupaten Lumajang adalah mereduksi volume sampah domestik
yang terangkut ke TPA dengan pengoptimalan penerapan sistem 3 R yang meliputi
reduksi, reuse dan recycle dengan memanfaatkan 36 TPS yang ada dan tersebar di
Kabupaten Lumajang. Capaian indikator peningkatan sampah terangkut pada tahun
2008 sebanyak 71.688 m3 yang terangkut terangkut ke TPA, mengalami penurunan
volume sampah terangkut pada tahun 2012 sebanyak 58.340,40 m3 atau berkurang
sekitar 18,62 %. Dan pada tahun 2013, volume sampah yang terangkut juga
mengalami penurunan yaitu sebesar 58.181 m3 dimana hal ini menggambarkan
bahwa upaya pemerintah Kabupaten Lumajang dalam mereduksi sampah berhasil.
Sistem Pengelolaan sampah terpusat merupakan proses terkoordinasi dari
rangkaian panjang pengumpulan sampah, pengangkutan dan pembuangan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). TPA yang ada saat ini berada di Desa Besuk Kecamatan
Sumbersuko dengan luas 3,80 Ha yang dipergunakan sejak tahun 1994. dari 3,8 Ha
luas TPA yang ada, 3,58 Ha sudah terpakai untuk penimbunan sampah, pengolahan
sampah di TPA Besuk menggunakan system control landfill dimana timbunan sampah
ditimbun dengan tanah lempung / clay dengan ketebalan satu meter. pengelolaan
persampahan di lokasi TPA Besuk sebesar 151,84 m3/hari (20%) dengan jumlah
penduduk yang terlayani sebesar 43.186 jiwa
1 Jumlah Penumpang Angkutan Umum Orang 62.628 61.238 58.414 61.942 56.645
2 Rasio Ijin Trayek Unit 43 43 43 43 43
3 Jumlah Uji KIR Angkutan Umum Unit 537 624 596 585 566
4 Jumlah Terminal Unit 5 5 5 5 5
5 Jumlah Angkutan Darat Unit 615 555 565 570 570
Jumlah Kepemilikan KIR Angkutan
6 Umum Unit 537 624 596 585 566
7 Lama Pengujian Menit 30 30 30 30 30
8 Biaya Pengujian
*Uji Berkala, Mutasi/Numpang Uji
Masuk/Keluar
- Pendaftaran Nilai/Rp. 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000
- Sejenis Station Nilai/Rp. 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
- Denda Nilai/Rp. 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
- Bus Truck dan Mobil Barang Nilai/Rp. 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
- Denda Nilai/Rp. 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000
- Tonton Nilai/Rp. 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
- Denda Nilai/Rp. 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
- Biaya STUK (Buku Uji) Nilai/Rp. 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
- Biaya Buku Uji Hilang Nilai/Rp. 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
- Biaya Plat Tanda Uji Nilai/Rp. 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Pemasangan Rambu Rambu Lalu
9 Lintas Unit 100 100 100 100 128
Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Lumajang, 2011
3,17
3,00
2,702,73
2,00
1,00
-
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber : LKPJ AMJ Kab. Lumajang Tahun 2008-2012
Perluasan lapangan kerja dilaksanakan melalui program pelayanan
penempatan pencari kerja terdaftar (AKAL, AKAD, dan AKAN) dengan dukungan
peran sektor swasta dan masyarakat sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.18.
Penempatan Tenaga Kerja Tahun 2008 – 2012
Tahun
No. Uraian
2008 2009 2010 2011 2012
1 AKL 1.295 503 119 173 5.823
2 AKAD 52 13 202 202 11
3 AKAN 253 141 206 189 152
JUMLAH 1.600 657 527 564 5.986
Sumber : LKPJ AMJ Kab. Lumajang Tahun 2008-2012
Grafik 2.13
Jumlah Angkatan Kerja Tahun 2008 – 2012
520.497
525.000
520.000 514.412
515.000 510.684
510.000
505.000
500.000 495.752
495.000 491.369
490.000
485.000
480.000
475.000
20082009201020112012
Sumber : LKPJ AMJ Kab. Lumajang Tahun 2008-2012
Sistem Perkotaan
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi.
Sumber : Dinas Koperasi dan UKM dan LKPJ AMJ Kab. Lumajang Tahun 2008-2012
Jumlah sarana sosial berupa panti sosial non panti pada tahun 2012
mengalami penurunan bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena adanya
penutupan panti oleh pengelolanya, sedangkan Pemerintah Kabupaten Lumajang
secara relatif belum memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelenggarakan
panti sosial.
Hasil kajian yang pernah dilakukan, misalnya menangkap adanya sinyalemen
bahwa meningkatnya jumlah PMKS tidak lepas dari beberapa kondisi antara lain; (a).
adanya situasi yang dinilai cukup menjanjikan di daerah pusat kota terutama dalam
konteks ekonomi. Meski tidak menutup kemungkinan adanya motif lain tetapi faktor
ekonomi nampaknya paling banyak diungkap sebagai motif seseorang untuk datang
ke pusat kota sebagaimana banyak disinggung dalam teori perkembangan dan
pembangunan. Apalagi jika jarak daerah asal dengan tujuan (pusat kota) tidak
terlampau jauh, sarana trasportasi mudah diakses/ dijangkau, dan berbagai bentuk
kemudahan yang lainnya. (b). keterbatasan pemerintah untuk menyediakan fasilitas
publik dan lapangan kerja tak urung juga memberikan kontribusi cukup signifikan
terhadap kian merebaknya penduduk kelas bawah dan kaum migran dalam
mengembangkan katup penyelamat kehidupan mereka. Akibatnya tidak sedikit orang
yang mengembangkan sektor informal yang ilegal sekalipun dengan kondisi
kehidupan seadanya sebagai strategi untuk dapat menjaga kelangsungan hidup mereka
selama di pusat kota. Tragisnya tidak jarang mereka memanfaatkan lahan-lahan
kosong yang dianggap tidak bermasalah sebagai tempat tinggal. Selain tidak memiliki
pekerjaan yang layak mereka juga banyak yang tinggal di bantaran/ pinggiran atau
stren kali, kolong jembatan, pemukiman liar, di trotoir, dan sebagainya; (c). Kondisi
struktural di luar kemampuan masyarakat seperti; adanya pemutusan hubungan kerja,
kesempatan kerja yang terbatas, ketidaaan modal dan keterbatasan akses terhadap
informasi berkaitan dengan pekerjaan tidak saja mengakibatkan orang menjadi jatuh
miskin tetapi orang-orang yang dekat dengan kemiskinan justru kian terpuruk dan
mendapatkan gelar baru yakni sebagai kelompok masyarakat miskin. Satu hal yang
patut dicatat bahwa akibat situasi kenaikan BBM bukan tidak mungkin justru
melahirkan pengangguran dan kemiskinanbagi penduduk. Nampaknya sampai saat ini
situasi tersebut masih belum terselesaikan secara tuntas dan memberikan implikasi
ketenagakerjaan yang luar biasa yakni banyaknya jumlah pengangguran dan angka
kemiskinan masih bertahan pada angka relatif tinggi.; (d). Masih dalam tataran
konsep strukturalis bahwa kondisi kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di
tengah masyarakat juga tidak lepas oleh adanya investasi atau penanaman modal serta
kekuatan komersial yang memiliki daya untuk menggeser kepemilikan aset produksi
dan proses marginalisasi penduduk di wilayah pedesaan. Pembagian keuntungan yang
kurang adil, lemahnya posisi bargaining penduduk desa terhadap kekuatan modal
besar serta berbagai bentuk eksploitasi dalam banyak hal masih mewarnai aktivitas
ekonomi di berbagai daerah. Akibatnya kemiskinan dan pengangguran serta
keterpurukan banyak ditemukan.(e). Selain terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada
di daerah pedesaan, faktor perbedaan besar penghasilan atau upah antara desa dan
kota juga memicu timbulnya fenomena urbanisasi ke pusat kota. Ketika lapangan
kerja di desa sulit karena proses komersialisasi dan modernisasi di sektor pertanian,
penghasilan atau upah di desa rendah maka kota menjadi harapan satu-satunya bagi
mereka untuk mendapatkan income yang lebih tinggi.
4.000
3.000
2.000
1.000
2011 2012 2013
-
Penangkapan (ton) 4.198 4.387 4.661
Budidaya (ton) 2.140 2.361 2.474
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lumajang Tahun 2013
2 Pendapatan
a. Nelayan Rp. 12.427.666 12.948.523 13.440.566
Pembudidaya
b.
Ikan :
- Intensif Rp. 23.449.370 29.210.355 32.873.180
- Semi Intensif Rp. 9.239.332 9.113.842 9.356.911
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lumajang Tahun 2013
Selanjutnya untuk realisasi produksi daging, telur dan susu tahun 2012 dan
pada tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Tabel : 2.35.
Perbandingan Realisasi Produksi Daging, Telur & Susu
Tahun 2012 - 2013
2012 2013 Naik(turun)
JENIS Kg/Liter Kg/Liter %
1. Daging 16.553.308 16.517.641 0,2 (turun)
2. Telur 6.971.666 7.860.915 0,13
3. Susu 8.094.327 6.959.083 0,14 (turun)
Sumber: Kantor Peternakan Kabupaten Lumajang Tahun 2013
Realisasi produksi hasil hutan rakyat yang berhasil dicapai pada tahun 2013
sebanyak 1.052.352,23 m³ kayu hutan atau naik sebesar 183 persen dari target sebesar
575.000 m³ yang dominasi oleh tanaman sengon sebesar 1.031.676,31 m³, produksi
dari kayu hutan jenis rimba campur sebesar 9.027,81 m³, mahoni sebesar 3.671,33 m³,
Jati sebesar 3.037,90 m³, Kembang sebesar 2.371,92 m³, Damar sebesar 1.607,27 m³,
Bendo sebesar 424,87 m³, Nyampo sebesar 294,68 m³, Sono sebesar 206,30 m³ dan
Pinus sebesar 33,86 m³.
Dibandingkan dengan tahun 2012 produksi hasil hutan rakyat mengalami
kenaikan sebesar 52,71 persen atau sebanyak 363.199,59 m³. Besarnya kenaikan ini
salah satu faktornya adalah masyarakat dipermudah untuk menebang pohon di
lahannya sendiri tanpa perlu Surat Ijin Penebangan Pohon (SIPP) sehingga
menyebabkan kesulitan dalam pengendalian penebangan kayu yang berasal dari hutan
rakyat. Hal ini berakibat pada tingginya produksi tahun 2013 sehingga melebihi
taksiran tebangan maksimum yang menjamin kelestarian hutan di Kabupaten
Lumajang yaitu sebesar 751.186,54 m³/tahun.
Tabel : 2.39.
Peningkatan Produksi Hutan Tahun 2011 – 2012 - 2013
Volume (M3)
Jenis Kayu
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Jati 2.627,88 1.951,25 3.037,90
Mahoni 4.006,78 3.126,83 3.671,33
Sono 317,19 208,66 206,30
Damar 549,03 1.079,58 1.607,27
Pinus 577,28 29,53 33,86
Kembang 1.889,11 1.780,07 2.371,92
Bendo 344,82 264,02 424,87
Nyampo 291,97 209,04 294,68
Rimba campur 7.166,03 5.658,58 9.027,81
Sengon 659.899,01 674.845,07 1.031.676,31
Jumlah 677.669,10 689.152,64 1.052.352,23
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Dalam hal pelayanan ijin pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan
hutan, mempunyai kewenangan dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
lokal dengan mengacu pada acuan nasional dan memberikan pertimbangan teknis dan
rekomendasi kepada Pemerintah Pusat yang selanjutnya akan mempertimbangkan
untuk memberi atau menolak usulan ijin tersebut. Dengan diberlakukannya Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.30 Tahun 2012 yang mengatur tentang Penatausahaan
hasil hutan yang berasal dari hutan hak, Pemerintah Kabupaten Lumajang melalui
Dinas Kehutanan tidak lagi mempunyai kewenangan dalam memberikan ijin
pemanfaatan hasil hutan. Dokumen-dokumen yang diperlukan hanya SKAU (Surat
Keterangan Asal Usul) Kayu dan Nota Angkutan yang dapat diterbitkan oleh desa.
Sedangkan FAKO dapat diterbitkan oleh perusahaan sendiri.
Tabel : 2.40.
Perbandingan Realisasi Pelayanan Ijin Berbagai Keperluan
Tahun 2012 – 2013
Th. 2012 Th. 2013 % Naik/Turun
No. Uraian
Lembar M 3 Lembar M3 Lembar M3
1. Jumlah Ijin / Blanko yang Dikeluarkan
SKSKB- 991 7.071,69 NIHIL
KR
FAKO 11.836 639.081,12 25.539 1.379.134,463 115,77 115,77
SKAU 17.910 395.939,41 NIHIL
2. Penerbitan
SIPP 472 689.152,64 NIHIL
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Potensi hutan rakyat yang cukup besar dari segi populasi pohon maupun
jumlah rumah tangga yang mengusahakannya ternyata mampu menyediakan bahan
baku industri kehutanan. Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat yang dihimpun
sampai dengan tahun 2013 mencapai 7.641.333 m3 dengan luas 57.310,00 ha. Jumlah
pohon yang ada mencapai 22.924.000 batang, dengan jumlah pohon siap tebang
sebanyak 3.230.500 batang. Perbandingan jumlah RT Petani Kehutanan tahun 2012 -
2013, sebagaimana tabel berikut :
Tabel : 2.41.
Perbandingan Jumlah RT Petani Kehutanan
Tahun 2012 – 2013
%
No. Uraian Th. 2012 Th. 2013 Naik/Turun
1. Jml. RT Petani Kehutanan 9.921 11.558 17
2. Jml. Kelompok Tani Kehutanan 134 135 0,75
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Penanganan lahan kritis selama tahun 2013 berupa penambahan luasan hutan
rakyat dan reboisasi ditaksir dapat mengurangi jumlah luasan areal lahan kritis
sebanyak 415,40 ha atau 2,84 persen dari luas lahan kritis hasil inventarisasi BPDAS
Sampean Bondowoso tahun 2012 yaitu 14.627,60 ha. Sehingga Luas lahan kritis yang
belum tertangani di akhir tahun 2013 sebesar 14.212,20 ha yang terdiri dari lahan
kritis dalam kawasan hutan seluas 6.680,78 ha dan di luar kawasan seluas 7.531,42
ha. Keberhasilan ini disebabkan karena berhasilnya kegiatan penghijauan dan
reboisasi pada lahan-lahan kritis, baik yang dilaksanakan melalui kegiatan Dinas
Kehutanan, Perum Perhutani, dan TNBTS Kabupaten Lumajang maupun swadaya
masyarakat. Sebagai gambaran terhadap upaya dimaksud, dapat dijelaskan melalui
tabel berikut :
Tabel : 2.43.
Perbandingan Jumlah Penanganan Luasan Hutan dan Sumber Mata Air
Tahun 2012 – 2013
% Naik/
No. Uraian Th. 2012 Th.2013
Turun
1. Jml. Luasan Hutan Negara (Ha.) 59.462 59.462 Tetap
2. Jml. Kerusakan Hutan Negara (Ha.) 6.799,18 6.680,78 (1,74)
3. Kerusakan Kawasan Hutan Negara (%) 11,45 11,23 (1,92)
4. Jml. Luasan Hutan Negara Yang 274,3 118,4 (56,84)
Tertangani (Ha)
5. Jml Keseluruhan Sumber Mataair 326 326 Tetap
6. Jumlah sumber mata air yang dilakukan 10 1 (90)
penghijauan (buah)
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Tabel : 2.44.
Penghijauan Catchment Area Tahun 2013
No. Kecamatan Desa Luas (ha) Sumber/Blok
1 Candipuro Sumbermujur 2 Sumber Umbulan
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Tabel : 2.45.
Penghijauan Jalan Tahun 2013
No. Kecamatan Desa Jenis Tanaman Volume
1. Pronojiwo Tamanayu Mahoni 2,0 km
Oro-oro Ombo Mahoni 2,0 km
2. Padang Kalisemut Mahoni 1,5 km
3. Sumbersuko Grati Mahoni 2,0 km
4. Tempeh Sumberjati Mahoni 2,0 km
Besuk Mahoni 1,5 km
5. Gucialit Dadapan Mahoni 2,0 km
6. Ranuyoso Alun-alun Mahoni 2,0 km
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
Tabel : 2.46.
Penghijauan lahan kritis luar kawasan Hutan Tahun 2013
No. Kecamatan Jenis Tanaman Luas (Ha)
1. Tempursari Sengon 52,50
2. Pronojiwo Sengon 50,00
3. Candipuro Sengon 39,00
4. Pasirian Sengon 19,50
9. Randuagung Sengon 15,00
12. Pasrujambe Sengon 30,00
13. Senduro Sengon 94,00
14. Gucialit Sengon 16,30
15. Kedungjajang Sengon 30,00
16. Klakah Sengon 16,40
17. Ranuyoso Sengon 55,70
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Lumajang Tahun 2013
2.3.2.4. Aspek ESDM
Pemanfaatan energi listrik sampai dengan tahun 2013 dari keseluruhan
jumlah dusun sebanyak 865 dusun yang telah teraliri jaringan listrik sebanyak 758
dusun. Secara keseluruhan jumlah dusun yang belum mendapat jaringan listrik
sebanyak 107 dusun. Untuk memenuhi kebutuhan listrik pada wilayah-wilayah yang
belum teraliri listrik akan dilaksanakan pemenuhannya secara bertahap.
Di samping upaya penyediaan energi listrik yang berasal dari PLN,
Pemerintah Kabupaten Lumajang juga berupaya untuk menyediakan listrik untuk
masyarakat yang tidak terjangkau layanan listrik PLN, yaitu dengan menggunakan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLTMH) yang merupakan alternatif dengan menggunakan teknologi
sederhana untuk menghasilkan sumber energi dengan kemampuan output di bawah
500 KW dan pemanfaatan energi biogas dengan memanfaatkan kotoran sapi. Sampai
tahun 2013 jumlah dusun yang telah memanfaatkan PLTMH di Kabupaten Lumajang
sebanyak 4 dusun, dan memanfaatan biogas sejumlah 30 unit yang tersebar di 13
Desa.
Tabel : 2.49.
Perkembangan Industri di Kabupaten Lumajang
Tahun 2012 – 2013
Unit Nilai Investasi Nilai Produksi Tenaga
No Th. Katagori
Usaha (Rp. 000,-) (Rp.000,-) Kerja
0 0 0 0
1. 2012 Industri Besar
Indst. Menengah & 552 99.879.893 963.287.835 15.970
Kecil
Non Formal 12.817 14.752.480 529.124.320 33.684
Jumlah 13.369 114.632.373 1.415.389.155 49.654
Industri Besar
2. 2013 0 0 0 0
Indst. Menengah &
Kecil 578 105.967.734 1.129.895.610 16.588
Non Formal
12.904 15.427.159 601.569.878 33.928
Jumlah 13.482 121.394.893 1.731.465.488 50.516
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Lumajang Tahun 2013
Tabel : 2.51.
Peningkatan Produk Ber- SNI
di Kabupaten Lumajang Tahun 2012 – 2013
%
No URAIAN Th. 2012 Th. 2013 Naik/Turun
1. Jumlah Jenis Produk Yang
167 189 13,71
Diperdagangkan
2. Jumlah Produk Yang Ber-SNI 30 32 6,67
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Lumajang Tahun 2013
Untuk meningkatkan kerjasama antar wilayah, antar pelaku, dan antar sektor
dalam rangka pengembangan kawasan transmigrasi, pada tahun 2013 telah
direalisasikan perjanjian kerjasama lokasi transmigrasi dengan :
1) Pemerintah Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Utara lokasi penempatan
untuk 10 KK calon transmigran dengan lokasi penempatan UPT. Simanggaris SP5
Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan
2) Pemerintah Kabupaten Buton Utara Propinsi Sulawesi Tenggara lokasi
penempatan untuk 5 KK calon transmigran dengan lokasi penempatan UPT.
Laeya Kecamatan Wokorumba Utara Kabupaten Buton Utara.
Tabel. 2.64.
Progres Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) Kabupaten Lumajang sampai dengan Tahun 2013
Progres Pembebasan
Progres Penanganan fisik
Lahan
Jalan Jembatan
No Nama ruas
Jumlah (Km)
Badan Jalan Jalan Aspal
Rencana Rencana Realisasi Sisa
(Km) (Km)
(Km)
Realisasi Sisa Realisasi Sisa (Bh) (m) (Bh) (m) (Bh) (m) Rencana Realisasi Sisa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Bts. Malang (Bulurejo) 22,66 0,00 22,66 0,00 22,66 50,00 755,00 1,00 40,00 49,00 715,00 22,66 0,60 22,06
– Pertigaan Dampar
2 Pertigaan Dampar – 8,00 2,00 6,00 0,00 8,00 5,00 320,00 0,00 0,00 5,00 320,00 8,00 2,00 6,00
Bago
3 Jarit - Bago 7,80 7,80 0,00 4,00 3,80 2,00 18,00 0,00 0,00 2,00 18,00 7,80 7,80 0,00
4 Bago – Selokanyar 4,60 4,60 0,00 0,00 4,60 4,00 20,00 4,00 20,00 0,00 0,00 4,60 4,60 0,00
5 Selokanyar – 6,30 6,30 0,00 0,00 6,30 4,00 413,00 4,00 413,00 0,00 0,00 6,30 6,30 0,00
Pandanwangi
6 Pandanwangi - 4,90 4,90 0,00 0,00 4,90 5,00 33,00 5,00 33,00 0,00 0,00 4,90 4,90 0,00
Jatimulyo
7 Jatimulyo – Wotgalih 4,10 4,10 0,00 0,00 4,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,10 4,10 0,00
8 Wotgalih – Bts. Jember 4,00 2,42 1,58 1,00 3,00 2,00 112,00 2,00 112,00 0,00 0,00 4,00 4,00 0,00
Jumlah 62,36 32,13 30,24 5,00 57,36 72,00 1.671,00 16,00 618,00 56,00 1.053,00 62,36 34,30 28,06
II-78
RPJMD Kabupaten Lumajang Tahun 2015-2019
II-79