Anda di halaman 1dari 12

BAB II

GAMBARAN UMUM
WILAYAH KABUPATEN SIGI

2.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH


2.1.1 Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Sigi adalah Kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah.
Ibukotanya berkedudukan di Kecamatan Sigi Biromaru. Batas wilayah administrasi
Kabupaten Sigi yaitu :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kota Palu;
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi
selatan;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mamuju dan Pasangkayu Provinsi
Sulawesi Barat dan Kabupaten Donggala;
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi
Moutong;
Luas wilayah Kabupaten Sigi secara keseluruhan adalah 537,457.33 Ha atau
sekitar 8,40% dari total luas wilayah Sulawesi tengah. Secara administrative
Kabupaten Sigi dibagi menjadi 16 Kecamatan, 176 Desa dan 1 (satu) unit
Pemukiman Transmigrasi (UPT), namun untuk keperluan analis resiko pada
dokumen ini masih digunakan data dengan wilayah administrasi 15 Kecamatan.
Gambaran umum wilayah Kabupaten Sigi dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Sigi


Seluruh wilayah administrative Kabuapten Sigi menjadi sasaran pelaksanaan kajian
risiko bencana dengan melihat potensi – potensi risiko dari bencana untuk seluruh
wilayah tersebut. Potensi risiko yang ditimbulkan salah satunya menyangkut potensi
penduduk terpapar bencana. Untuk mengetahui potensi penduduk terpapar tersebut,
maka kajian risiko bencana perlu memuat gambaran jumlah penduduk di Kabupaten
Sigi.
Berdasarkan data proporsi wilayah terluas di Kabupaten Sigi adalah Kecamatan
Kulawi dengan luas 1,053.56 atau sebesar 20,28% dari total wilayah Kabupaten
Sigi, sedangkan wilayah kecamatan terkecil adalah Kecamatan Dolo hanya 0,69%
dari luas wilayah Kabupaten Sigi atau seluas 36,05 Km 2. Secara lengkap data luas
wilayah berdasarkan kecamatan di Kabupaten Sigi tersaji pada table 2.1, sebagai
berikut :

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)

1 Pipikoro 104.818,66 19,29


2 Kulawi Selatan 39.807,14 7,32
3 Kulawi 117.178,23 21,56
4 Lindu 54.859,67 10,09
5 Nokilalaki 7.596,8 1,39
6 Palolo 64.900,40 11,94
7 Gumbasa 18.918,32 3,48
8 Dolo Selatan 57.047,32 10,50
9 Dolo Barat 9.194,18 1,69
10 Tanambulava 5.895,23 1,08
11 Dolo 5.801,64 1,06
12 Sigi Biromaru 30.405,93 5,59
13 Marawola 3.842,44 0,70
14 Marawola Barat 16.553,88 3,04
15 Kinovaro 6.439,13 1,18

2.1.2 Kondisi Geografis


Kabuapaten Sigi terletak antara koordinat 0o 52’ 16” LS – 2o 03’ 21” LS dan 119o
38’ 45” BT – 120o 21’ 24” BT yang terdiri atas daratan, hutan dan lembah
pegunungan, sehingga dapat dipetakan menjadi dua Kawasan yakni: wilayah lembah
dan pegunungan. Wilayah dataran atau lembah meliputi 8 (delapan) kecamatan yang
Sebagian besar daerahnya merupakan wilayah lembah yaitu Kecamatan Marawola,
Kecamatan Dolo, Kecamatan Dolo Selatan, Kecamatan Dolo Barat, Kecamatan Sigi
Biromaru, Kecamatan Gumbasa, Kecamatan Tanambulava dan Sigi Kota.
Sedangkan kecamatan yang berada di wilayah pegunungan terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan yaitu: Kecamatan Kulawi, Kecamatan Kulawi Selatan, Kecamatan
Pipikoro, Kecamatan Palolo, Kecamatan Lindu, Kecamatan Nokilalaki, Kecamatan
Marawola Barat dan Kecamatan Kinovaro.

2.1.3 Topografi dan Kemiringan Lereng


Kabupaten Sigi merupakan wilayah dengan Kawasan pegunungan dan perbukitan,
dengan ketinggian wilayah umumnya berada antara 60 meter sampai 700 meter di
atas permukaan laut. Tingkat kemiringan tanah/lereng antara datar sampai sangat
curam. Kondisi topografis tersebut mempengaruhi wilayah pemukiman desa di mana
dari 176 desa sebagian besar berada di daerah dataran dan pegunungan.
Dilihat dari topografi Kabupaten Sigi terdiri dari daerah pegunungan dan dataran
rendah, keadaan ini membuat Kabupaten Sigi memiliki potensi bencana banjir.
Beberapa satuan pegunungan, perbukitan dan pedataran antara lain :
 Satuan pegunungan Tokalekaju, terdiri dari Gunung Gawalise dan Gunung
Pekava, membujur dari selatan ke Barat Laut wilayah Kecamatan Kinovaro
bagian barat hingga Kecamatan Pipikoro Bagian Selatan, mempunyai
ketinggian puncak rata – rata 2.000 m di atasa permukaan laut;
 Satuan pegunungan Molengraaf, terdiri dari Gunung Dali, Gunung Tua, Gunung
Watimposo sampai Gunung Nokilalaki dengan ketinggian rata – rata 1.500 –
2.800 m di atasa permukaan laut;
 Satuan pegunungan Marawola, perbukitan Bora, perbukitan Dolo dengan
ketinggian rata – rata 700 – 1.700 m di atas permukaan laut;
 Satuan pedataran Dolo, pedataran Sigi Biromaru, pedataran tinggi Palolo dan
pedataran Gimpu;

2.1.4 Demografi
Penyebaran penduduk di Kabupaten Sigi di 15 kecamatan tidak tersebar secara
merata. Jumlah penduduk menurut kecamatan dalam angka tahun 2018 yaitu
241,991 jiwa. Untuk lebih detailnya jumlah penduduk di setiap kecamatan dapat
dilihat pada table 2.2

Tabel 2.2 jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Sigi, tahun 2018
Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Kecamatan Luas (Ha)
Perempuan Laki -laki Total
1 Pipikoro 104.818,66 4215 4415 8630
2 Kulawi Selatan 39.807,14 4446 4895 9341
3 Kulawi 117.178,23 7612 8036 15648
4 Lindu 54.859,67 2449 2751 5200
5 Nokilalaki 7.596,8 3060 3139 6199
6 Palolo 64.900,40 14342 15793 30135
7 Gumbasa 18.918,32 6229 6651 12880
8 Dolo Selatan 57.047,32 7682 8236 15922
9 Dolo Barat 9.194,18 6827 7020 13847
10 Tanambulava 5.895,23 4235 4449 8684
11 Dolo 5.801,64 10940 11755 22695
12 Sigi Biromaru 30.405,93 23204 29026 52230
13 Marawola 3.842,44 11563 11558 23121
14 Marawola Barat 16.553,88 3494 3532 7026
15 Kinovaro 6.439,13 5151 5282 10433
Kabupaten Sigi 537,457.33 115449 126538 241991
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Tahun 2018
dari table di atas dapat dilihat jumlah penduduk di Kabupaten Sigi. Jumlah penduduk
akan berpengaruh pada kajian risiko bencana. Sebaran jumlah penduduk pada suatu
wilayah terdampak bencana akan memberikan potensi terhadap jumlah penduduk
yang terpapar setiap bencana. Semakin tinggi jumlah penduduk di suatu wilayah yang
memiliki potensi besar terhadap bencana, semakin banyak jumlah penduduk terpapar
bencana.

2.1.5 Kondisi Klimatologi


Suhu udara di suatu wilayah antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya wilayah
tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Dengan kondisi wilayah yang
berada tepat di garis Khatulistiwa, menjadikan wilayah Kabupaten Sigi memiliki
suhu udara yang cukup panas. Berdasarkan hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun
Meteorologi Mutiara Palu, sepanjang tahun 2017, suhu udara rata – rata mencvapai
27,05o C. Sedangkan rata – rata kelembapan udara pada tahun 2017 mencapai
9,29%. Selama tahun 2017, intensitas curah hujan beragam setiap bulannya. Curah
hujan rata – rata dalam satu tahun mencapai 192,91 mm. penyinaran matahari
sepanjang tahun 2017 berkisar 59,08%. Sementara itu, arah angin terbanyak selama
tahun 2017 yaitu dari arah barat laut dengan kecepatan rata – rata berkisar 4,50
knots.
Tabel 2.3 rata – rata Parameter cuaca Stasiun Meteorologi Mutiara Palu Tahun 2015 –
2017
Rata – rata Per Tahun
No Parameter Iklim Satuan
2015 2016 2017
1 Suhu udara o
C 28,34 26,28 27,50
Temperature
2 Tekanan udara
mb 1.011,79 1.011,44 1.008,24
Air Pressure
3 Kelembapan udara
% 71,65 72,51 79,29
Humidity
4 Penyinaran matahari
% 73,42 67,49 59,08
Length of Daylight
5 Curah hujan
mm 41,06 192,91 64,05
Rain falls
6 Kecepatan Angin
knots 14,68 4,59 4,50
Wind Velocity
7 Arah angin
Sumber : BPS, Kabupaten Sigi dalam Angka Tahun 2015 – 2017, diolah Kembali

2.2 KONDISI KEBENCANAAN DI KABUPATEN SIGI


2.2.1 Jenis Ancaman
Jenis ancaman yang ada di Kabupaten Sigi yang merupakan bagian dari kajian risiko
bencana yaitu :
a. Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena
volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang
berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau
pecahnya bendungan sungai.
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air
yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi. Menurut Isnugroho (2006) Kawasan rawan
banjir merupakan Kawasan yang seringa tau berpotensi tinggi mengalami sesuai
karakteristik penyebab banjir. Kawasan tersebut dapat dikategorikan menjadi
empat tipologi sebagai berikut :
1) Daerah pantai, yaitu daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir
karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan
tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata – rata
(mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mepunyai
permasalahan penyumbatan muara.
2) Daerah dataran banjir (Floofplain Area), adalah daerah di kanan – kiri
sungai yang muka tanahnya sangat landau dan relative datar, sehingga
aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah tersebut
rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan
local. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat
subur sehingga merupakan daerah pengembangan seperti perkotaan,
pertanian, permukiman dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan,
industry, dll.
3) Daerah sempadan sungai, daerah ini merupakan Kawasan rawan banjir,
akan tetapi di derah perkotaan yang padat penduduk, daerah sempadan
sungai sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan
kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak
bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda.
4) Daerah cekungan, merupakan daerah yang relative cukup luas baik di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Apabila penataan Kawasan tidak
terkendali dan system drainase yang kuran memadai, dapat menjadi daerah
rawan banjir
Sedikitnya ada lima factor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu : factor
hujan, factor hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), factor kesalahan
perencanaan pembangunan alur gungai, factor pendangkalan sungai dan factor
kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana (Agus
Maryono, 2005).

b. Tanah Longsor
Tanah longsor atau Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng,
dapat berupa batuan asli, tanah pelapukan, bahan timbunan atau kombinasi dari
material - material tersebut yang bergerak kearah bawah dan keluar lerang. Tanah
longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang
menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi
ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya factor gaya
yang terletak pada bidang tanah yang tidak rata atau disebut dengan lereng.
Selanjutnya, gaya yang menahan massa tanah disepanjang lereng tersebut
dipengaruhi oleh kedudukan muka ir tanah, sifat fisik tanah, dan sudut dalam
tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjangan bidang.
Factor penyebab tanah longsor alamiah meliputi morfologi permukaan bumi yang
berhubungan dengan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah dan litologi, struktur
geologi dan curah hujan. Selain factor alamiah, juga disebabkan oleh factor
aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan
pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan (Dwikorita
Karnawati, 2005).

c. Kebakaran Hutan dan Lahan


Salah satu penyebab terbesarnya terjadinya kebakaran hutan adalah akibat ulah
manusia, baik yang sengaja melakukan pembakaran ataupun akibat kelalaian
dalam menggunakan api. Hal ini didukung oleh kondisi – kondisi tertentu yang
membuat rawan terjadinya kebakaran, seperti gejalan El Nino dan rendahnya
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hutan tropika tertutup jarang yang dapat
terbakar sendiri karena jumlah bahan kering yang terdapat di lantai hutan tidaklah
cukup. Kebakaran spontan lebih umum terjadi di daerah peralihan anatar hutan
tropika dan sabana, sehubungan dengan iklim yang secara berkala kering dan
terdapat rumput yang lebih rentan terbakar. Kebakaran hutan tropika tertutup
biasanya disebabkan oleh ulah manusia. Karena factor manusialah maka kebakaran
hutan sangat sulit untuk di zonasi dan di konversi menjadi suatu bentuk peta
rawan.
Berdasarkan struktur vergetasi hutan yang terbakar, kebakaran huitan dan lahan
dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Kebakaran bawah permukaan disebabkan oleh terbakarnya lapisan gambut,
batubara atau bouksit di bawah permukaan tanah; ditandi dengan
munculnya asap putih. Gambut di bawah permukaan tanah terbakar tanpa
dipengaruhi oleh angin, sehingga berjalan sangat lambat dan sukar
dideteksi. Kebakaran baru diketahui setelah meluas dan sulit dipadamkan.
2) Kebakaran permukaan terjadi karena terbakarnya belukar, limbah kayu,
rumput, daun dan ranting yang ada di permukaan tanah. Kebakaran
permukaan merupakan awal kebakaran tajuk.
3) Kebakaran tajuk menjalar cepat dari satu tajuk ke tajuk pohon lainnya.
Kebakaran tajuk bermula dari loncatan api kebakaran permukaan. Api
cepat membesar dan sangat berbahaya.
d. Cuaca Ekstrem
Cuaca ekstrem adalah keadaan atau fenomena atmosfer disuatu tempat pada waktu
tertentu dan berskala jangka pendek. Cuaca ekstrem yang biasanya terjadi
diwilayah kabupaten sigi anatar lain : angin putting beliung, angin rebut, longsor
dan kebakaran hutan, hujan es. Dampak dari timbulnya cuaca ekstrem sangat
merugikan sehingga perlu diadakan kajian atau penelitian yang dapat
mengantisipasi datangnya cuaca ekstrem sehingga bahaya dan bencana yang dapat
ditimbulkan dapat diminimalisirkan.
Beberapa peristiwa yang termasuk cuaca ekstrem antara lain:
 Angin rebut/angin putting beliung
 Hujan lebat yang memiliki curah hujan 1 hari > 50 mm
 Badai dan badai tropis yang menimbulkan kerusakan
 Hujan es

e. Banjir bandang
Banjir bandang merupakan banjir yang sifatnya cepat dan pada umumnya
membawa material tanah (berupa lumpur), batu dan kayu. Akibat dari kecepatan
aliran banjir yang disertai dengan material tersebut, maka biasanya banjir bandang
ini sifatnya sangat merusak dan menimbulkan korban jiwa pada daerah yang dilalui
disebabkan tidak sempatnya dilakukan evakuasi pada saat kejadian, dan kerusakan
pada bangunan terjadi karena gempuran banjir yang membawa material (Seno Adi,
2013)
Beberapa factor yang diyakini menjadi penyebab terjadinya bencana banjir
bandang adalah sebagai berikut :
 Curah hujan yang ekstrem tinggi
 Geomorfologi yang bergunung dan lereng curam
 Formasi geologi terdiri dari batuan vulkanik muda
 Vegetasi penutup tidak mendukung penyerapan air hujan seperti hutan
gundul dan lahan kritis
 Perubahan tutupan lahan, khususnya dari vegetasi hutan menjadi non hutan
 Kejadian longsor yang menyebabkan terbendungnya sungai dibagian hulu
 Perilaku manusia/masyarakat yang eksploitatif terhadap lingkungan
sehingga pemanfaatan lahan tanpa dilakukan konservasi tanah dan air.
f. Gempa bumi
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam
bumi secra tiba – tiba yang ditandi dengan patahnya lapisan batuan pada kerak
bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari
pergerakan lempeng – lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan
kesegala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan
sampai ke permukaan bumi (BMKG). Gempa bumi juga dapat diakibatkan aktifitas
gunung berapi, tanah longsor dan meteor yang menumbuk bumi. Menurut teori
lempeng tektonik, kerak bumi terpecah – pecah menjadi beberapa bagian yang
disebut lempeng.
Akibat pergerakan lempeng maka di sekitar perbatan lempeng akan terakumulasi
energi, dan jika lapisan batuan telah tidak mampu menahannya maka energi akan
terlepas yang menyebabkan terjadinya patahan ataupun deformasi pada lapisan
kerak bumi dan terjadilah gempa bumi tektonik. Disamping itu akibat adanya
pergerakan lempeng tadi terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagaian atas kerak
bumi yang merupakan pembangkit kedua terjadinya gempa bumi tektonik. Jadi
sumber – sumber gempa bumi keberadaannya ada pada perbatasan lempeng –
lempeng tektonik dan patahan – patahan aktif.
Gambar
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat aktif terhadap gempa bumi,
karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu lempeng
tektonik kecil. Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-
Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina.
Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian
pula lempeng pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-
Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa dangkal dan
menyusup kearah utara sehingga di bagian barat berturut – turut ke utara di sekitar
Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah dan dalam. Gempa –
gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan pertemuan
lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan – patahan aktif, seperti patahan
Palu Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain. Beberapa tempat di
Sumatera, Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian rentan terhadap
bencana gempa bumi baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung seperti
tsunami dan longsor.
g. Likuefaksi
Likuefaksi sering terjadi sebagai akibat dari peristiwa gempa bumi. Likuefaksi
adalah berkurangnya/hilangnya daya dukung tanah pasir akibat
berkurangnya/hilangnya tekanan antar butir – butir pasir (inter-granular stress).
Gempa bumi akan menimbulkan Gerakan siklik dan hal ini akan menaikkan
tegangan air pori pada tanah pasir yang jenuh air. Tegangan air pori akan
meningkat sampai batas tertentu sehingga dapat memisahkan kontak antara butir –
butir pasir. Akibat yang ditimbulkan adalah hilangnya tekanan antar butir, padahal
tekanan antar butir ini sangat diperlukan dalam rangka menimbulkan tegangan
geser. Apabila tegangan geser antar butir menjadi minimum atau nol, maka
kekuatan tanah pasir akan hilang. Kondisi tersebut adalah kondisi Likuefaksi yang
mana tanah pasir akan menjadi menyerupai bubur dan hamper tak mempunyai
kekuatan lagi. (Widod, 2012).
Untuk mengetahui pada saat saat mendatang apakah di suatu lokasi akan terjadi
likuefaksi dapat diidentifikasi melalui hal – hal sebagai berikut :
1) Apakah di lokasi itu terdapat hubungan yang sudah baku antara parameter
gempa (misalnya percepatan tanah dan magnitude gempa) dengan
intensitas gempa? (Apabila sudah ada hubungan yang baku pada
umumnya).
2) Likuefaksi akan terjadi apabila intensitas gempa ditempat itu MMI > VI
(skala 12).
3) Apakah terdapat tanah pasir jenuh air pada kedalaman antara 0,80 – 15,0
meter, karena likuefaksi umumnya terjadi pada rentang kedalaman itu.
Apabila tidak ada air – tanah yang tinggi maka likuefaksi tidak akan terjadi.
4) Apakah apada situs ini mempunyai geomorfologi pada kurang baik
misalnya pada endapn pasir di sungai, endapan pasir pada delta sungai,
endapan pasir di suatu danau, atau suatu endapan pasir yang sudah
tertimbun?
5) Apakah di daerah itu sudah pernah terjadi likuefaksi sebelumnya?, apabila
sudah maka kemungkinan akan terjadi lagi, apabila belum tinggal prasarat
untuk terjadi likuefaksi dipenuhi atau tidak.
6) Apakah ada bukti – bukti lain di sekitarnya misalnya ada pohon atau
bangunan yang tumbang/terguling akibat gempa itu?
7) Apakah butir – butir tanah pasirnya halus (diameter <0,30 mm) dan tidak
padat?, apabila tidak maka kevil sekali kemungkinan terjadinya likuefaksi.

2.2.2 Sejarah Kebencanaan Kabupaten Sigi


Sejarah kebencanaan merupakan kejadian – kejadian bencana yang pernah terjadi pada
suatu wilayah yang menimbulkan dampak yang signifikan. Kejaidan bencana tersebut
tercatat pada Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh
BNPB. Kejadian bencana yang pernah terjadi tersebut berkemungkinan dapat terjadi
lagi di daerah rawan.

Berdasarkan DIBI, catatatb kejadian bencana Kabupaten Sigi dimulai dari tahun 2011
sampai tahun 2016 telah mengalami 10 kali kejadian bencana. Kejadian tersebut
disebabkan oleh 4 (empat) jenis bencana, yaitu banjir. Cuaca ekstrem, banjir bandang
dan tanah longsor. Adapun catatan kejadian bencana di Kabupaten sigi dapat dilihat
pada tabel berikut .

Table 2.4 peristiwa bencana kabupaten Sigi Tahun 2010-2019


Ju Korban jiwa Rumah (Unit) Kerusakan (Unit)
ml Meni
Lu Terda Ru Rus Rus
Benca ah nggal Fas. Fas. Fas.
ka- mpak sak ak ak Tere
na Kej & Kese Periba Pendi
luk &men Be Sed Rin ndam
adi Hilan hatan datan dikan
a gungsi rat ang gan
an g
Banjir 15 10 28 5039 235 122 1011 2 8 11
Gemp 1 405 11 76835 834 596 138 35 267
a& 12 2 0 50
likuef
aksi
Tanah 5 10 384 8 10 46 1
longs
or
Cuaca 1 2
Ekstre
m
Sumber : Data dan Informasi Bencana Indonesia Tahun 2019

Tabel diatas memperlihatkan bahwa bencana banjir merupakan bencana yang paling
banyak sering terjadi di Kabupaten Sigi yaitu 15 (lima belas) kali kejadian dengan
dampak yang ditimbulkan yaitu 10 (sepuluh) korban jiwa, 28 luka – luka, 5.039 orang
mengungsi, 235 unit rumah rusak berat, 122 unit rumah rusak ringan dan 1.011 unit
rumah terendam.

2.2.3 Potensi Bencana Kabupaten Sigi


Potensi bencana diperoleh berdasarkan bencana – bencana yang pernah terjadi serta
kemungkinan kejadia bencana lainnya. Untuk bencana yang pernah terjadi tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi lagi, karena kondisi wilayah merupakan factor utama
dalam penentuan potensi bencana tersebut. Sedangkan bencana yang berkemungkinan
terjadi, selain dilihat berdasarkan kondisi wilayah juga mengacu pada parameter bahaya
yang ada pada metodologi pengkajian risiko bencana. Potensi bencana Kabupaten Sigi
ditetapkan berdasarkan pengkajian risiko bencana dan kesepakatan di daerah.

Berdasarkan DIBI terdapat beberapa jenis bencana yang pernah terjadi di kabupaten
Sigi yaitu banjir, cuaca ekstrem, banjir bandang dan tanah longsor. Selain 4 (empat)
jenis bencana tersebut, Kabupaten sigi masih menyimpan potensi bencana lainnya.
Sementara itu, dilihat dari hasil pengkajian risiko bencana, ada beberapa tambahan
potensi potensi bencana yang sewaktu – waktu dapat terjadi di kabupaten sigi. Adapun
seluruh potensu bencana yang telah disepakati dengan daerah di Kabupaten Sigi dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 potensi kejadian bencana di Kabupaten Sigi


No Potensi Bencana di Kabupaten Sigi Tingkat Ancaman
1 Banjir Tinggi
2 Cuaca ekstrem Sedang
3 Banjir Bandang Tinggi
4 Tanah longsor Tinggi
5 Kekeringan Sedang
6 Kebakaran Hutan dan Lahan Sedang
7 Gempa bumi Tinggi
8 Likuefaksi Sedang

Berdasarkan tabel diatas terlihat 8 (delapan) jenis bencana yang berpotensi terjadi di
kabupaten sigi. Jenis -jenis bencana tersebut akan dilakukan pengkajian risiko di Kabupaten
Sigi.

Anda mungkin juga menyukai