Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung dan sapi merupakan komoditas utama dalam usahatani lahan

kering bagi hampir sebagian besar petani di Nusa Tenggara Timur (NTT). Jagung

berperan sebagai sumber pangan utama untuk menjaga ketahanan pangan (food

security) bagi petani setempat, dan sapi adalah komoditas yang berperan sebagai

sumber pendapatan (cash income) sehingga kedua komoditas merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi masyarakat.

Komoditas jagung dan sapi merupakan komoditas strategis yang perlu

ditangani secara terfokus, agar peran komoditas ini secara nyata memberikan

kontribusi ekonomi bagi sistem ekonomi keluarga petani. Dalam program

pemerintah Provinsi NTT, kedua komoditas ini sedang ditangani secara serius

melalui program-program yang dapat menjadikan propinsi ini dijuluki sebagai

“Provinsi Jagung” dan “Provinsi Sapi”. Esensi dari kedua program ini adalah

memberikan spirit baru terhadap upaya peningkatan produksitivitas, efisiensi dan

daya saing serta dapat memberikan nilai tambah bagi kedua komoditas tersebut

baik dari hulu (on farm) sampai ke hilir (off farm).

Program integrasi jagung-sapi di NTT ditujukan untuk meningkatkan

ketahanan pangan dan ketersediaan ternak sapi serta diarahkan untuk dapat

memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dari produksi pangan jagung maupun

ternak sapi baik secara regional maupun nasional. Program integrasi jagung-sapi

1
diharapkan dapat meningkatkan mutu produk dan meningkatkan efisiensi

penggunaan lahan pertanian.

Jagung merupakan bahan pangan nasional yang diupayakan

ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun selain beras yang menjadi makanan

pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di beberapa kabupaten

di Propinsi NTT jagung merupakan makanan pokok, sedangkan ternak sapi

selain sebagai sember pendapatan masyarakat, sapi dianggap sebagai simbol

untuk mengangkat status sosial dalam masyarakat secara sosiokultur.

Saat ini sistem integrasi jagung-sapi yang dilaksanakan secara terpadu

(integrated farming system), saling mendukung, memperkuat dan saling

menguntungkan (sinergis). Dalam sistem integrasi seluruh potensi sumberdaya

yang dimiliki masing-masing usahatani dimanfaatkan secara optimal dengan

prinsip (zero waste), dengan kata lain tidak ada limbah atau hasil samping yang

terbuang percuma.

Keseluruhannya bermuara kepada peningkatan efisiensi ekonomi, daya

saing dan nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan petani. Sistem pertanian

integrasi pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi pertanian

sehingga dapat dimanfaatkan secara seimbang. Proses pemanfaatan tersebut agar

dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sistem pertanian terpadu sebaiknya

berada dalam suatu kawasan (Nasoetion, 1999).

Sistem pertanian integrasi antara jagung-sapi pada prinsipnya merupakan

sistem pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya

sehingga aliran nutrien dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah

2
yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi

yang terjaga secara efektif dan efisien (Reijntjes et al, 1999).

Pengembangan sistem pertanian integrasi ini memfokuskan perhatian

pada saling ketergantungan antara komponen yang berada di bawah kontrol

petani, dan antara komponen dengan lingkungan fisik, biologis, dan

sosioekonomis. Sistem pertanian merupakan pengelolaan yang kompleks terhadap

tanah, sumber air, tanaman, ternak, tenaga kerja, dan sumber-sumber daya lain

serta karakteristik di dalam suatu kondisi lingkungan yang dikelola keluarga

petani sesuai dengan preferensi, kemampuan, dan teknologi yang tersedia.

Kondisi iklim wilayah Nusa Tenggara Timur yang didominasi oleh lahan

kering, beriklim kering dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau

lebih panjang, yaitu 7 bulan (Mei sampai dengan Nopember), sedangkan musim

hujan hanya 5 bulan (Desember sampai dengan April). Suhu udara rata-rata 27,6°

C, suhu maksimum rata-rata 29° C, dan suhu minimum rata-rata 26,1° C. Pada

kondisi lahan kering beriklim kering seperti ini justru sangat potensial untuk

pengembangan usaha peternakan.

Luas padang penggembalaan di NTT mencapai 888.273 Ha, dengan jenis

ternak yang dipelihara masyarakat seperti sapi, kerbau, kambing yang tersebar di

masing-masing daerah kabupaten/kota, merupakan salah satu keunggulan dari

daerah ini (Statistik Provinsi NTT, 2009). Selain usaha ternak masyarakat petani

di NTT mengusahakan berbagai jenis komoditi pangan seperti padi, jagung,

kacang-kacangan dan ubi-ubian untuk kencukupan pangan masyarakat, namun

yang menjadi permasalahan sistem usahatani belum berorientasi bisnis. Sistem

3
pemeliharaan antara tanaman dan ternak terkadang masih diusahakan secara

terpisah.

Data Dinas Peternakan NTT (2009) mengemukakan bahwa sektor

peternakan di NTT menyumbang 24 persen terhadap pendapatan asli daerah

(PAD) pada tahun 2008 yang mencapai Rp 240 miliar. Demikian juga dengan

jumlah ternak besar terus meningkat yang didominasi oleh ternak sapi. Pada tahun

2009 jumlah sapi di NTT mencapai 577.552 ekor, kerbau 150.405 ekor dan kuda

105.379 ekor. Diperkirakan jumlah ini terus meningkat pada tahun-tahun yang

akan datang, berkaitan dengan kebijakaan pemerintah yang menjadikan sektor

peternakan sebagai salah satu skala prioritas bersama program pengembangan

jagung, koperasi dan cendana. Tabel 1 menunjukan jumlah ternak di NTT, 2009.

Tabel 1. Populasi Ternak Menurut Kabupaten/Kota di NTT, Tahun 2009

No Kabupaten/Kota Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Ayam


1 Sumba Barat 836 10.336 4.561 17.537 3.410 163.266
2 Sumba Timur 44.262 36.837 30.059 42.327 43.384 536.441
3 Sumba Barat Daya 3.166 16.785 7.984 29.338 4.385 346.121
4 Sumba Tengah 3.089 9.001 5.738 14.498 3.795 153.287
5 Kab. Kupang 147.554 7.642 13.195 111.854 87.985 2.006.745
6 TTS 128.646 547 5.195 294.856 38.447 812.266
7 TTU 62.938 783 2.495 70.584 18.805 146.247
8 Belu 102.315 2.735 4.114 116.010 14.662 803.691
9 Alor 1.378 14 160 77.617 31.259 366.617
10 Lembata 1.528 5 1.702 54.967 33.890 200.184
11 Flores Timur 1.683 38 2.637 145.550 61.310 529.225
12 Sikka 5.183 541 3.360 109.731 40.424 527.988
13 Ende 7.183 2.768 2.694 759.821 24.288 1.812. 457
14 Ngada 18.894 6.482 5.607 83.970 12.042 327.058
15 Rote Ndao 15.714 11.125 4.647 70.030 3.443 114.938
16 Nagekeo 18.223 6.635 3.444 84.247 36.442 396.274
17 Manggarai 5.656 7.632 1.169 58.382 19.868 670.390
18 Manggarai Barat 2.372 21.587 1.243 50.510 10.808 128.885
19 Manggrai Timur 3.282 8.878 5.321 51.571 17.804 0
20 Kota Kupang 3.650 34 54 23.350 4.760 108.132
Jumlah 577.552 150.405 105.379 2.266.750 511.211 10.150.212
Sumber: Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2010.

4
Populasi ternak besar di NTT pada tahun 2009 tercatat sapi sebanyak

577.552 ekor, kerbau 150.405 ekor dan kuda 105.379 ekor. Untuk populasi sapi

sebagian besar berada di Kabupaten Kupang, TTS dan Belu sementara untuk

kerbau dan kuda sebagian besar berada di daratan Sumba, Manggarai Barat, Rote

Ndao dan Kupang.

Tabel 2. Luas Lahan, Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Total Produksi Jagung
di Provinsi NTT, Tahun 2009.

Nama Luas Luas Rata-tata Produksi


No
Kabupaten/Kota lahan (ha) Panen (ha) Hasil (kw) (ton)
1 Sumba Barat 3.946 4.880 26,60 12.980
2 Sumba Timur 6.446 4.716 25,66 12.103
3 Sumba Barat Daya 22.427 19.829 29,79 59.066
4 Sumba Tengah 4.579 2.642 26,58 7.022
5 Kabupaten Kupang 64.542 24.675 25,46 62.820
6 Timor Tengah Selatan 77.409 58.712 25,09 147.307
7 Timor Tengah Utara 18.511 22.119 25,65 56.744
8 Belu 29.246 31.364 25,42 79.721
9 Alor 13.922 6.816 25,16 17.150
10 Lembata 6.156 9.722 25,10 24.402
11 Flores Timur 16.545 12.535 24,55 30.768
12 Sikka 21.783 15.872 20,35 32.301
13 Ende 3.838 5.327 25,31 13.480
14 Ngada 5.740 7.834 27,39 21.455
15 Rote Ndao 4.368 4.397 28,23 12.413
16 Nagekeo 4.870 6.365 26,36 16.779
17 Manggarai 4.643 3.056 25,46 7.780
18 Manggarai Barat 6.564 4.412 24,05 10.612
19 Manggarai Timur 3.686 4.779 26,72 12.770
20 Kota Kupang 426 484 25,40 1.229
Jumlah 319.647 250.536 25,50 638.899
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi NTT, 2010

Sementara sampai saat ini realisasi produksi jagung di NTT mencapai

638.899 ton atau 93 persen dari target 900.000 ton produksi jagung tahun 2010.

Jagung ini dibudidayakan di atas lahan seluas 319.647 ha. Sedangkan

direncanakan untuk tahun 2011, Pemda Propinsi NTT menargetkan produksi

5
jagung sebanyak 1,6 juta ton. Tabel 1.2 berikut ini akan menampilkan data luas

lahan, luas panen, rata-rata produksi, dan total produksi jagung di Provinsi NTT

tahun 2009.

Peluang pengembangan dan produksi jagung di NTT sangat besar.

Program ini diharapkan mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten/kota di

NTT, karena merekalah yang memiliki lahan dan petani. Namun, perlu disadari

pula bahwa sampai tahun 2011 program ini belum semuanya diterapkan oleh

pemerintah kabupaten. Salah satu kendala yaitu tidak semua kabupaten

konsentrasi dengan jagung sehingga dibutuhkan pemetahan wilayah potensial

sebagai zona pengembangan jagung.

Untuk menekan kendala pengembangan jagung ini maka, Dinas Pertanian

dan Perkebunan NTT sudah membuat pemetaan wilayah berdasarkan potensi yang

dimiliki. Ada dua zona yang ditetapkan, yaitu Zona Pulau Timor dan Zona Pulau

Sumba. "Zona Timor terdiri dari Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan

(TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Belu. Sedangkan Zona Sumba

terutama di Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya,".

Penetapan zona itu berdasarkan sejumlah pertimbangan dan potensi yang

dimiliki setiap wilayah, antara lain potensi lahan, termasuk kondisi tanah. Selain

itu, dua zona ini sama-sama memiliki tradisi pembudidayaan jagung sebagai

makanan pokok. Tentang budidaya jagung di NTT yang masih sebatas subsisten,

pembentukan zona dan unit diharapkan bisa memberi pengertian dan

pendampingan kepada petani sehingga dapat bergerak pada pola subsisten

ke agribisnis (Anonim, 2010).

6
Tangahu (2008) mengemukakan bahwa seiring dengan pertumbuhan

penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat telah merubah pola

konsumsi masyarakat dari kuantitas (bahan pokok tinggi karbohidrat) menjadi

kualitas (bahan pokok tinggi protein). Disisi lain dengan bertambahnya penduduk,

meningkatnya pendidikan dan pengetahuan, serta pendapatan dan daya beli

masyarakat akan mempengaruhi perubahan pola pikir dan cara pandang

masyarakat tentang keseimbangan konsumsi makanan bergizi untuk

meningkatkan kesehatan dan kecerdasan sumberdaya manusia.

Bila kita cermati data statistik nasional, konsumsi makanan yang

mengandung protein mengalami peningkatan yang ditandai oleh meningkatnya

jumlah pemotongan dan konsumsi daging secara nasional. Berdasarkan data

Dirjen Peternakan konsumsi daging sapi nasional tahun 2008 sebesar 499.000 ton,

sementara produksi daging sapi nasional pada tahun yang sama hanya mencapai

339.479,53 ton setara dengan 1,14 juta ekor sapi, sehingga masih terdapat

kekurangan 159 ribu ton yang harus dipenuhi dari impor. Ini menandakan bahwa

kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kita mengalami peningkatan

yang signifikan, meskipun jumlah orang miskin dan pengangguran masih relatif

besar 22% dan 15%, (BPS, 2009).

Hasil Uji Coba yang merupakan kerja sama Badan Litbang Pertanian

dengan pihak (Australian Centre for International Agricultural Research-ACIAR)

dan secara operasional tingkat lapangan dilakukan oleh Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) NTT tahun 2008/2009 bersama Balai Besar

Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor, bahwa jumlah

7
ternak sapi yang dipelihara masyarakat di NTT khususnya di Timor Barat

bervariasi mulai dari dua ekor sampai puluan ekor, dengan sistem pemeliharaan

yang tidak intensif.

Sistem pemeliharaannya siang hari ternak sapi dilepas di padang

pengembalaan sehingga produktifitas ternak mereka menurun. Masyarakat yang

mempunyai jumlah ternak lebih banyak tidak cukup tenaga untuk mengambil

pakan. Para peternak belum biasa menanam rumput pakan ternak, oleh karena itu

sistem ternak dilepas atau ternak yang digembalakan menjadi pilihan mereka.

Sistem usahatani terintegrasi antara tanaman dan ternak memang telah

lama dilakukan oleh rumah tangga petani di Indonesia terutama di pedesaan.

Sistem integrasi tanaman ternak itu sendiri adalah merupakan suatu sistem

usahatani yang memadukan antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu

kesatuan sistem yang tidak terpisahkan. Misalnya tanaman jagung selain untuk

konsumsi masyarakat (food security), limbah sisa tanaman jagung seperti daun

dan batang digunakan untuk pakan ternak, sebaliknya kotoran ternak digunakan

sebagai pupuk organik untuk pertumbuhan dan poduksi tanaman.

Potensi limbah pertanian tanaman pangan yang sangat besar, dan sebagian

besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun dengan pola sistem

integrasi jagung dan sapi dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan

produktivitas tanaman pangan, ternak, selain itu limbah pertanian dapat

meningkatkan kesuburan tanah karena kaya akan kandungan bahan organik.

Pemanfaatan limbah jagung sangat efektif dan cukup bernilai gizi karena

dipanen pada umur 2-3 bulan. Akan tetapi pemberian limbah tidak selamanya

8
tersedia dan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak tetap perlu

menyediakan hijauan lainnya (rumput unggul dan hijauan antar tanaman atau

pagar). Pembuatan silase batang jagung juga perlu diperkenalkan kepada

kelompok-kelompok tani agar pada waktu limbah jagung melimpah dapat

disimpan dan diberikan pada saat musim kemarau/ limbah jagung terbatas.

Menurut Atmojo (2008) penerapan sistem pertanian terpadu integrasi

ternak dan tanaman terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka penyediaan

pangan masyarakat. Siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi akan terbentuk

dalam suatu ekosistem secara terpadu. Dengan demikian akan dapat

meningkatkan produktivitas tanaman maupun ternak, efektif, efisien dalam

menggunakan tenaga kerja dan waktu kerja, serta dapat menurunkan biaya

produksi.

Usaha peternakan sapi ini, sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk

kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa

limbah, karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian

untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak sapi dan jagung dimaksudkan untuk

memperoleh hasil usaha yang optimal, dalam rangka memperbaiki kondisi

kesuburan tanah. Interaksi antara sapi dan jagung haruslah saling melengkapi,

mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan

efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.

Menurut Soedjana (2007) terdapat empat model penerapan sistem

usahatani campuran yaitu (1) sistem yang dipraktekkan secara alami dan turun-

temurun oleh petani setempat, (2) sistem usahatani tanpa melibatkan ternak,

9
(3) sistem usahatani ternak, dan (4) sistem usaha yang berbasis pada sumber daya

lahan, tenaga kerja, dan modal.

Masing-masing sistem usahatani tersebut memiliki risiko dan

ketidakpastian usaha di masa yang akan datang. Beberapa risiko mendasar pada

sistem usahatani adalah risiko produksi, risiko usaha dan finansial, serta risiko

kerusakan. Dari risiko mendasar tersebut, dengan menggunakan perhitungan dan

pertimbangan yang cermat, diharapkan sistem usahatani integrasi tanaman-ternak

mempunyai peluang risiko yang minimal.

Sistem integrasi tanaman-ternak di lahan marginal, khususnya di provinsi

NTT, kini berkembang hampir di setiap kabupaten. Integrasi tanaman jagung

dengan ternak sapi mulai menggeser sistem pemeliharaan sapi secara ekstensif

ke arah usaha yang intensif, karena tanaman jagung bisa langsung dikonsumsi

oleh ternak sapi tanpa melakukan pengolahan lebih lanjut sebagai pakan ternak

sapi. Dengan demikian, lahan pertanaman jagung yang terintegrasi dengan

teknologi usaha sapi potong sudah tersedia, tinggal bagaimana sebenarnya

kondisi, prospek, dan arah pengembangan peternakan sapi potong dalam

mendukung pembangunan nasional.

Program integrasi jagung-sapi ditujukan untuk peningkatan ketahanan

pangan dan ketersediaan ternak sapi dan diarahkan untuk dapat memenuhi

kebutuhan ekonomi masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan jagung

maupun ternak sapi nasional. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah melalui

kegiatan integrasi tanaman ternak bertujuan untuk meningkatkan mutu

intensifikasi dan efisiensi lahan pertanian serta optimalisasi dan perluasan areal

10
pertanian. Salah satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya

tercukupi sepanjang tahun selain beras adalah jagung yang menjadi makanan

pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia, lebih khusus lagi di Propinsi

NTT.

Usaha peternakan terintegrasi adalah usaha peternakan sapi baik budidaya

maupun pembibitan yang dilaksanakan secara terpadu dengan usahatani lainnya

(integrated farming system) yang saling terkait, saling mendukung, saling

memperkuat dan saling menguntungkan (sinergis) yang dalam hal ini usahatani

jagung. Dalam sistem integrasi seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki masing-

masing usahatani yang terintegrasi dimanfaatkan secara optimal dengan prinsip

(zero waste). Dengan kata lain tidak ada limbah atau hasil samping yang terbuang

percuma. Keseluruhannya bermuara kepada peningkatan efisiensi dan nilai

tambah ekonomi.

Penelitian sistem usaha pertanian terpadu yang dijabarkan dalam bentuk

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) dengan berbagai pola dan bentuk

dirintis oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1980 melalui berbagai proyek

dan program, antara lain (1) Penelitian Penyelamatan Hutan Tanah dan Air, (2)

Crop Livestock System Research, (3) SUT Sapi dan Padi, (4) Pertanian Lahan

Pasang Surut dan Rawa, (5) Proyek Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu, (6)

Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan, (7)

P4MI, serta (8) Sistem Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi di Daerah Perkebunan

(Kusnadi, 2007).

11
Kegiatan integrasi ternak sapi dengan tanaman jagung di Provinsi NTT

dimulai dengan suatu kegiatan yang merupakan pilot project dalam rangka

menerapkan metode Pilot Roll Out (PRO) yang merupakan kerjasama antara

pemerintah Indonesia melalui BPTP-NTT dengan Australian Goverment

(Australian Centre for International Agricultural Research  ACIAR)

(Basuki at al., 2009).

Kegiatan tersebut merupakan bentuk perluasan cakupan penelitian dari

basis komoditas yang kental dengan nuansa ego subsektor. Dengan demikian

mengintegrasikan tanaman jagung dan ternak dalam suatu sistem usahatani,

diharapkan dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus

menekan risiko kegagalan usaha. Melalui kegiatan penelitian ini setidaknya dapat

menyusun rekomendasi strategi yang diharapkan dapat dikembangkan model-

model sistem integtasi jagung dan sapi yang lebih baik dengan sistem manajemen

yang baik pula.

Hasil penelitian ACIAR (2009) bahwa sistem integrasi jagung-sapi ini

dapat meningkatkan produktivitas jagung dari 3 ton/ha menjadi 5 ton/ha/kk.

Kelebihan produksi dapat dijual untuk membeli ternak sapi, sehingga petani dapat

memiliki ternak sapi sendiri (keadaan saat ini sapi yang dipelihara petani adalah

milik pihak ke tiga dengan sistem bagi hasil yang belum menguntungkan bagi

petani).

Berdasarkan potensi lahan padang pengembalaan di NTT yang sangat luas

sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa, yaitu 888.273 ha atau 41,91 persen

dari luas lahan lahan kering. Pengembangan jagung dan sapi merupakan salah satu

12
kebijakan pemerintah daerah untuk mewujudkan program “Provinsi Jagung” dan

“Provinsi Ternak” dalam rangka mendukung ketersediaan pangan, khususnya

jagung dan ketersediaan protein dari hewani (sapi).

Permasalahan produktivitas usahatani integrasi antara jagung dan sapi di

lahan kering beriklim kering yang sampai saat ini pengusahaanya belum

maksimal, sehingga hasilnya masih bervariatif, diduga berkaitan erat dengan

persoalan efisiensi penggunaan sumber-sumberdaya yang terbatas. Alokasi

penggunaan sumber daya masih belum optimal. Untuk tanaman jagung di lahan

kering penggunaan input berupa pupuk anorganik seperti Urea, SP-36 dan KCl

diduga tidak sesuai dengan dosis yang direkomendasikan milalnya penggunaan

urea 350-400 kg, SP-36 75-100 kg dan KCl 75-100 kg per hektar. Disisi lain

distribusi pupuk sampai ke pelosok pedesaan masih sangat sulit, dan harga pupuk

yang tinggi tidak terjangkau oleh rumah tangga petani berpenghasilan rendah.

Alternatif usahatani paling ideal saat ini adalah usahatani yang

memadukan antara tanaman dengan ternak, sehingga dapat meningkatkan

pemanfaatan sumber daya lebih efisien dari masing-masing komoditas yang

diusahakan menjadi usaha saling mendukung, memperkuat serta berkolaborasi

antara satu dengan yang lainnya menuju pembangunan pertanian berkelanjutan.

Salah satu indikator dari efisiensi adalah jika sejumlah output tertentu dapat

dihasilkan dengan menggunakan sejumlah kombinasi input yang lebih sedikit dan

dengan kombinasi input-input tertentu dapat meminimumkan biaya produksi

tanpa mengurangi output yang dihasilkan. Dengan biaya produksi yang minimum

akan diperoleh harga output yang lebih kompetitif.

13
Produktivitas dan efisiensi merupakan akar penentu tingkat daya saing

(Sumbodo, 2005). Suatu komoditas akan mampu bersaing di pasar bila memiliki

daya saing tinggi. Daya saing yang tinggi dicerminkan dengan harga dan kualitas

yang baik. Tetapi hal ini akan menimbulkan masalah apabila komoditas yang

dihasilkan tidak mampu bersaing. Keunggulan komparatif dan kompetitif suatu

komoditas tergantung dari faktor kunci diantaranya adalah keragaan pasar.

Peran pemerintah berupa kebijakan akan turut mempengaruhi keunggulan

komparatif dan kompetitif dari suatu sistem komoditas. Data dan informasi

tentang keunggulan komparatif dan kompetitif merupakan salah satu

pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya.

Dari uraian di atas, dalam melihat efisiensi dan daya saing tersebut dapat

ditelusuri dan diformulasikan lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang dominan

mempengaruhi produksi sistem usahatani integrasi jagung-sapi dan efisiensi

produksinya. Pada akhirnya apabila telah terlihat gambaran menyeluruh dari

suatu sistem komoditas yang diusahakan, maka dapat dikatakan bahwa efisiensi

berkaitan erat dengan peningkatan daya saing dan pendapatan rumah tangga

petani. Efisiensi akan menyebabkan penurunan biaya produksi yang pada

akhirnya akan meningkatkan daya saing produk itu sendiri.

Berbagai keterbatasan daya dukung sumberdaya dan teknologi di tingkat

petani maka, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-

faktor yang memepengaruhi produksi dan pendapatan, efisiensi teknis dan harga,

daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), serta hubungan antara daya

saing dan efisiensi dari masing-masing komoditas dalam meningkatkan

14
ekonomi rumah tangga petani, sehingga diharapkan dapat disusun rancangan

strategi untuk pengembangan model sistem integrasi jagung-sapi pada cakupan

wilayah yang lebih luas.

1.2. Perumusan Masalah

Persoalan utama yang muncul antara lain bahwa integrasi antara

komoditas jagung dan ternak sapi di NTT, khususnya di Kabupaten Kupang sudah

berjalan sejak lama, namun pada level teknis praktis maupun pada aspek

manajemen belum berjalan sesuai dengan harapan masyarakat sehingga belum

memberikan keuntungan yang maksimal bagi petani pengelola. Hal ini

dikarenakan sistem pemelirahaan tanaman maupun ternak masih dilakukan secara

tradisional.

Petani belum dapat memanfaatkan peran dari masing-masing sumberdaya

yang ada baik kotoran dari hasil ternak untuk memupuk tanaman, maupun

sebaliknya pemanfaatan limbah tanaman jagung untuk pakan ternak. Petani juga

belum dapat mengatur waktu seefisien mungkin untuk menangani usaha secara

lebih profesional dengan penerapan prinsip-prinsip bisnis. Usaha yang mereka

lakukan merupakan pekerjaan rutin sebagai bagian dari cara hidup (Way of life).

Pemanfaatan sumberdaya produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal dan

manajemen masih belum optimal sehingga mempengaruhi produksi, pendapatan

dan daya saing produk.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang

mendasari penelitian ini sebagai berikut:

15
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi pada sistem usahatani

integrasi jagung-sapi di Kabupaten Kupang ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan petani pada sistem

usahatani integrasi jagung-sapi di Kabupaten Kupang ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efisiensi teknis, efisiensi alokatif

dan efisiensi ekonomis pada sistem usahatani integrasi jagung-sapi

di Kabupaten Kupang ?

4. Bagaimana daya saing sistem usahatani integrasi jagung-sapi di Kabupaten

Kupang ?

5. Bagaimana hubungan efisiensi dan daya saing sistem usahatani integrasi

jagung-sapi di Kabupaten Kupang ?

6. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mendukung efisiensi dan daya

saing sistem usahatani integrasi jagung-sapi di Kabupaten Kupang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang Analisis Efisiensi dan Daya Saing Komoditas Pada

Usahatani Sistem Integrasi Jagung-sapi yang dilaksanakan di Kabupaten Kupang

bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada sistem

usahatani integrasi jagung-sapi di Kabupaten Kupang.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani pada

sistem usahatani integrasi jagung-sapi di Kabupaten Kupang.

16
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis, efisiensi

alokatif, dan efisiensi ekonomis sistem usahatani integrasi jagung-sapi

di Kabupaten Kupang.

4. Mengetahui daya saing sistem usahatani integrasi jagung-sapi

di Kabupaten Kupang.

5. Mengetahui hubungan efisiensi dan daya saing sistem usahatani integrasi

jagung-sapi di Kabupaten Kupang.

6. Mengetahui Kebijakan pemerintah dalam sistem usahatani integrasi

jagung-sapi di Kabupaten Kupang.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi pemerintah; dapat digunakan sebagai masukan dalam penentuan

kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan sistem usahatani integrasi

jagung-sapi di Kabupaten Kupang dan dapat digunakan sebagai bahan

rujukan dan pembanding dalam penelitian lainnya yang berhubungan

dengan produksi, efisiensi dan daya saing sistem usahatani integrasi

jagung-sapi pada agroekosistem yang berbeda.

2. Bagi penyuluh pertanian/peternakan; agar dapat digunakan sebagai bahan

rujukan dalam membuat materi maupun demplot penyuluhan yang

berhubungan dengan sistem usahatani integrasi jagung-sapi pada sentra-

sentra produksi untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk.

17
1.5. Keaslian dan Kebaruan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan penelitian asli yang dibuat oleh peneliti sendiri,

untuk menyelesaikan studi pada Program Doktor Ilmu Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Judul penelitian adalah

“Analisis Efisiensi dan Daya Saing Komoditas pada Sistem Usahatani Integrasi

Jagung-Sapi di Kabupaten Kupang”.

Dikatakan asli karena baik judul penelitian, permasalahan, tujuan, lokasi,

maupun metode analisis sepengetahuan penulis belum pernah ada sebelumnya.

Kebaruan penelitian ini adalah terletak pada pola sistem usahatani integrasi

jagung-sapi, metode analisis yang digunakan adalah analisis fungsi produksi

stochastik frontier, analisis efisiensi, analisis daya saing menggunakan PAM.

Hasil-hasil penelitian yang telah ada dan telah dipublikasikan sebelumnya

adalah; Inovasi Teknologi Sistem Integrasi Tanaman-ternak (Kusnadi, 2008),

Integrasi Sapi-Tanaman (Elly, Sinaga, Kuntjoro, & Kusnadi, 2008), Sistem

Integrasi Tanaman-Ternak (Karyana, 2005), Sistem Usahatani Terintegrasi

Tanaman dan Ternak (Tjeppy & Soedjana, 2007), Efisiensi dan Daya Saing

Usahatani Jagung (Youfuf, 2008), Efisiensi dan Keuntungan Usahatani Jagung

(Warsana, 2007), Daya Saing Komoditi Jagung (Sadikin,1999). Uraian

selengkapnya terdapat pada Tabel 3.

Materi pendukung untuk memperkuat isi disertasi ini diperoleh dari

berbagai sumber bahan pustaka seperti; teks book, jurnal, prosiding, tesis,

disertasi serta materi relevan baik bersifat nasional maupun internasional yang

18
diperoleh melalui penelusuran perpustakaan maupun website yang di download

dari internet.

Penelitian efisiensi produksi serta efisiensi ekonomi sangat membantu

dalam mencermati masalah yang akan diteliti dengan berbagai pendekatan

spesifik sebagai rujukan utama, khususnya penelitian yang menggunakan model

fungsi produksi dengan model Cobb Douglas. Berikut ini beberapa hasil

penelitian yang relevan dan telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.

Tabel 3. Penelitian terdahulu tentang sistem integrasi tanaman-ternak dan analisis


efisiensi dan daya saing komoditas

Nama Judul Metode Cakupan


Peneliti/tahun Penelitian Analisis Analisis
Uka Kusnadi Inovasi Teknologi Analisis pendapatan Analisis integrasi:
Jurnal Peternakan Dalam R/C ratio dan analisis - Dataran rendah
Pengembangan Sistem Integrasi kelayakan (BEP) pada - Sawah (padi-sapi)
Inovasi Pertanian/ Tanaman-ternak berbagai agroekosistem - Lahan kering dataran
2008 Untuk Menunjang tinggi (sapi, tanaman)
Swasembada - Lahan kering dataran
Daging Sapi rendah (Sapi-t.pangan)
- Perkebunan (sapi-kelapa)
Elly F, Bonar M. Pengembangan Analisis pendapatan: Faktor yang mem-
Sinaga, Sri Utami Usaha Ternak Sapi R/C Ratio pengaruhi: Produksi,
Kuntjoro, Nunung Rakyat Melalui - jagung - sapi Pendapatan
Kusnadi/2008 Integrasi Sapi- - kelapa - sapi - Keuntungan petani
Jurnal Litbang Tanaman integrasi jagung-sapi dan
Pertanian Di Sulawesi Utara kelapa-sapi
Ketut Karyana Sistem Integrasi Analisis BCR Inventarisasi biaya
Jurnal Analisis Tanaman-Ternak penerimaan & produksi meliputi:
Kebijakan Dalam Perspektif keuntungan petani padi - biaya tetap (fixed cost),
Pertanian Reorientasi dan ternak yang dikelola biaya variabel (variable
Vol. 5/2005 Kebijakan Subsidi secara parsial dan cost), biaya total (total
Pupuk & terpadu cost)
Pendapatan Petani Perbandingan - Total produksi
penerimaan penggu- - Harga produk
naan pupuk organik & - Penerimaan
tanpa pupuk organik - Keuntungan
Andriko Noto Prospek dan Analisis yg digunakan - Keunggulan komperatif
Susanto dan M.P. Strategi - Location Quotien suatu wilayah: LQ > 1
Sirappa Pengembangan (LQ) melebihi kebutuhan
Jurnal Litbang Jagung Untuk - Analisis SWOT - LQ < 1 tidak dapat
Pertanian tahun, Mendukung memenuhi kebutuhan
2005 Ketahanan - Kelayakan biofisik
Pangan di Maluku sumberdaya lahan

19
Tabel 3. Lanjutan
Nama Judul Metode Cakupan
Peneliti/tahun Penelitian Analisis Analisis
Tjeppy, Soedjana Sistem Usahatani Pendekatan Cakupan analisis:
Jurnal Litbang Terintegrasi menggunakan analisis - fungsi keuntungan
Pertanian, 26 (2), Tanaman dan Titik impas (BEP) - skala usaha
2007 Ternak Sebagai dimana TT = 0, - jumlah produk
Respons Petani atau pada saat - harga produksi
Terhadap Faktor TR = TC. - titik impas
Risiko Untuk analisis - Variasi perubahan harga
pendapatan meng- input maupun harga
gunakan, formula produk akan menunjuk-
TI = F / (VC/P), dan kan berapa besar
formula langsung produksi harus
TI = F/ (P – VC). dilakukan untuk
mencapai keuntungan
Ahmad Yousuf Analisis Efisiensi - Efisiensi Teknis: - Analisis Efisiensi:
Kurniawan dan Daya Saing fungsi produksi - Analisis efisiensi teknis
Tesis Program Usahatani Jagung stochastic frontier - Efisiensi alokatif
Studi Ilmu Pada Lahan Kering - Efisiensi alokatif: - Efisiensi ekonomis
Ekonomi Pertanian di Kabupaten fungsi biaya dual - Analisis daya saing
IPB, 2008 Tanah Laut frontier yang di-
Kalimantan Selatan turunkan dari fungsi
produksi frontier
- Analisis daya saing
dengan kriteria PCR
dan DRC.
Warsana, Analisis Efisiensi - Pendugaan Fungsi Cakupan Analisis:
Tesis Program dan Keuntungan Keuntungan - Pendugaan dengan
Studi Magister Usahatani Jagung - Fungsi Permintaan metode OLS
Ilmu Ekonomi dan (studi kasus di Kec. Input (Factor Share) & - Pendugaan dengan
Studi pemba- Randu-blatung, Fungsi Penawaran metode Zellner tanpa
ngunan, Undip- Kabupaten Output restriksi α i* = α i*”
Smarang, 2007 Blora) - Pengujian keuntungan - Pendugaan dengan
Maksimum Jangka metode Zellner dengan
Pendek restriksi
- Pengujian Kondisi - Fungsi penawaran
Skala Usaha - Fungsi share input
- Pengujian Efisiensi
Ekonomi Relatif
Ikin Sadikin Analisis Daya - Analisis yang Cakupan analisis:
Pusat Penelitian & Saing Komoditi digunakan adalah: - Tradable Privat
Pengembangan Jagung & Dampak - Policy Analysis Matrix - Faktor Domestik
Sosial Ekonomi Kebijakan (PAM) - Divergensi
Pertanian, Pemerintah - DCR, PCR, NPCI, IT
Badan Litbang Terhadap
Departemen Agribisnis Jagung
Pertanian RI, di NTB Pasca
Bogor, 1999 Krisis Ekonomi

20

Anda mungkin juga menyukai