PENDAHULUAN
kering bagi hampir sebagian besar petani di Nusa Tenggara Timur (NTT). Jagung
berperan sebagai sumber pangan utama untuk menjaga ketahanan pangan (food
security) bagi petani setempat, dan sapi adalah komoditas yang berperan sebagai
ditangani secara terfokus, agar peran komoditas ini secara nyata memberikan
pemerintah Provinsi NTT, kedua komoditas ini sedang ditangani secara serius
“Provinsi Jagung” dan “Provinsi Sapi”. Esensi dari kedua program ini adalah
daya saing serta dapat memberikan nilai tambah bagi kedua komoditas tersebut
ketahanan pangan dan ketersediaan ternak sapi serta diarahkan untuk dapat
ternak sapi baik secara regional maupun nasional. Program integrasi jagung-sapi
1
diharapkan dapat meningkatkan mutu produk dan meningkatkan efisiensi
prinsip (zero waste), dengan kata lain tidak ada limbah atau hasil samping yang
terbuang percuma.
saing dan nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan petani. Sistem pertanian
dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sistem pertanian terpadu sebaiknya
sehingga aliran nutrien dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah
2
yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi
tanah, sumber air, tanaman, ternak, tenaga kerja, dan sumber-sumber daya lain
Kondisi iklim wilayah Nusa Tenggara Timur yang didominasi oleh lahan
kering, beriklim kering dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau
lebih panjang, yaitu 7 bulan (Mei sampai dengan Nopember), sedangkan musim
hujan hanya 5 bulan (Desember sampai dengan April). Suhu udara rata-rata 27,6°
C, suhu maksimum rata-rata 29° C, dan suhu minimum rata-rata 26,1° C. Pada
kondisi lahan kering beriklim kering seperti ini justru sangat potensial untuk
ternak yang dipelihara masyarakat seperti sapi, kerbau, kambing yang tersebar di
daerah ini (Statistik Provinsi NTT, 2009). Selain usaha ternak masyarakat petani
3
pemeliharaan antara tanaman dan ternak terkadang masih diusahakan secara
terpisah.
(PAD) pada tahun 2008 yang mencapai Rp 240 miliar. Demikian juga dengan
jumlah ternak besar terus meningkat yang didominasi oleh ternak sapi. Pada tahun
2009 jumlah sapi di NTT mencapai 577.552 ekor, kerbau 150.405 ekor dan kuda
105.379 ekor. Diperkirakan jumlah ini terus meningkat pada tahun-tahun yang
jagung, koperasi dan cendana. Tabel 1 menunjukan jumlah ternak di NTT, 2009.
4
Populasi ternak besar di NTT pada tahun 2009 tercatat sapi sebanyak
577.552 ekor, kerbau 150.405 ekor dan kuda 105.379 ekor. Untuk populasi sapi
sebagian besar berada di Kabupaten Kupang, TTS dan Belu sementara untuk
kerbau dan kuda sebagian besar berada di daratan Sumba, Manggarai Barat, Rote
Tabel 2. Luas Lahan, Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Total Produksi Jagung
di Provinsi NTT, Tahun 2009.
638.899 ton atau 93 persen dari target 900.000 ton produksi jagung tahun 2010.
5
jagung sebanyak 1,6 juta ton. Tabel 1.2 berikut ini akan menampilkan data luas
lahan, luas panen, rata-rata produksi, dan total produksi jagung di Provinsi NTT
tahun 2009.
NTT, karena merekalah yang memiliki lahan dan petani. Namun, perlu disadari
pula bahwa sampai tahun 2011 program ini belum semuanya diterapkan oleh
dan Perkebunan NTT sudah membuat pemetaan wilayah berdasarkan potensi yang
dimiliki. Ada dua zona yang ditetapkan, yaitu Zona Pulau Timor dan Zona Pulau
Sumba. "Zona Timor terdiri dari Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan
(TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Belu. Sedangkan Zona Sumba
terutama di Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya,".
dimiliki setiap wilayah, antara lain potensi lahan, termasuk kondisi tanah. Selain
itu, dua zona ini sama-sama memiliki tradisi pembudidayaan jagung sebagai
makanan pokok. Tentang budidaya jagung di NTT yang masih sebatas subsisten,
6
Tangahu (2008) mengemukakan bahwa seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat telah merubah pola
kualitas (bahan pokok tinggi protein). Disisi lain dengan bertambahnya penduduk,
Dirjen Peternakan konsumsi daging sapi nasional tahun 2008 sebesar 499.000 ton,
sementara produksi daging sapi nasional pada tahun yang sama hanya mencapai
339.479,53 ton setara dengan 1,14 juta ekor sapi, sehingga masih terdapat
kekurangan 159 ribu ton yang harus dipenuhi dari impor. Ini menandakan bahwa
yang signifikan, meskipun jumlah orang miskin dan pengangguran masih relatif
Hasil Uji Coba yang merupakan kerja sama Badan Litbang Pertanian
7
ternak sapi yang dipelihara masyarakat di NTT khususnya di Timor Barat
bervariasi mulai dari dua ekor sampai puluan ekor, dengan sistem pemeliharaan
mempunyai jumlah ternak lebih banyak tidak cukup tenaga untuk mengambil
pakan. Para peternak belum biasa menanam rumput pakan ternak, oleh karena itu
sistem ternak dilepas atau ternak yang digembalakan menjadi pilihan mereka.
Sistem integrasi tanaman ternak itu sendiri adalah merupakan suatu sistem
usahatani yang memadukan antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu
kesatuan sistem yang tidak terpisahkan. Misalnya tanaman jagung selain untuk
konsumsi masyarakat (food security), limbah sisa tanaman jagung seperti daun
dan batang digunakan untuk pakan ternak, sebaliknya kotoran ternak digunakan
Potensi limbah pertanian tanaman pangan yang sangat besar, dan sebagian
besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun dengan pola sistem
integrasi jagung dan sapi dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan
Pemanfaatan limbah jagung sangat efektif dan cukup bernilai gizi karena
dipanen pada umur 2-3 bulan. Akan tetapi pemberian limbah tidak selamanya
8
tersedia dan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak tetap perlu
menyediakan hijauan lainnya (rumput unggul dan hijauan antar tanaman atau
disimpan dan diberikan pada saat musim kemarau/ limbah jagung terbatas.
ternak dan tanaman terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka penyediaan
pangan masyarakat. Siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi akan terbentuk
menggunakan tenaga kerja dan waktu kerja, serta dapat menurunkan biaya
produksi.
kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa
limbah, karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian
untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak sapi dan jagung dimaksudkan untuk
kesuburan tanah. Interaksi antara sapi dan jagung haruslah saling melengkapi,
usahatani campuran yaitu (1) sistem yang dipraktekkan secara alami dan turun-
temurun oleh petani setempat, (2) sistem usahatani tanpa melibatkan ternak,
9
(3) sistem usahatani ternak, dan (4) sistem usaha yang berbasis pada sumber daya
ketidakpastian usaha di masa yang akan datang. Beberapa risiko mendasar pada
sistem usahatani adalah risiko produksi, risiko usaha dan finansial, serta risiko
dengan ternak sapi mulai menggeser sistem pemeliharaan sapi secara ekstensif
ke arah usaha yang intensif, karena tanaman jagung bisa langsung dikonsumsi
oleh ternak sapi tanpa melakukan pengolahan lebih lanjut sebagai pakan ternak
pangan dan ketersediaan ternak sapi dan diarahkan untuk dapat memenuhi
maupun ternak sapi nasional. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah melalui
intensifikasi dan efisiensi lahan pertanian serta optimalisasi dan perluasan areal
10
pertanian. Salah satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya
tercukupi sepanjang tahun selain beras adalah jagung yang menjadi makanan
pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia, lebih khusus lagi di Propinsi
NTT.
memperkuat dan saling menguntungkan (sinergis) yang dalam hal ini usahatani
jagung. Dalam sistem integrasi seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki masing-
(zero waste). Dengan kata lain tidak ada limbah atau hasil samping yang terbuang
tambah ekonomi.
dirintis oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1980 melalui berbagai proyek
dan program, antara lain (1) Penelitian Penyelamatan Hutan Tanah dan Air, (2)
Crop Livestock System Research, (3) SUT Sapi dan Padi, (4) Pertanian Lahan
Pasang Surut dan Rawa, (5) Proyek Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu, (6)
Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan, (7)
P4MI, serta (8) Sistem Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi di Daerah Perkebunan
(Kusnadi, 2007).
11
Kegiatan integrasi ternak sapi dengan tanaman jagung di Provinsi NTT
dimulai dengan suatu kegiatan yang merupakan pilot project dalam rangka
menerapkan metode Pilot Roll Out (PRO) yang merupakan kerjasama antara
basis komoditas yang kental dengan nuansa ego subsektor. Dengan demikian
menekan risiko kegagalan usaha. Melalui kegiatan penelitian ini setidaknya dapat
model sistem integtasi jagung dan sapi yang lebih baik dengan sistem manajemen
Kelebihan produksi dapat dijual untuk membeli ternak sapi, sehingga petani dapat
memiliki ternak sapi sendiri (keadaan saat ini sapi yang dipelihara petani adalah
milik pihak ke tiga dengan sistem bagi hasil yang belum menguntungkan bagi
petani).
dari luas lahan lahan kering. Pengembangan jagung dan sapi merupakan salah satu
12
kebijakan pemerintah daerah untuk mewujudkan program “Provinsi Jagung” dan
lahan kering beriklim kering yang sampai saat ini pengusahaanya belum
penggunaan sumber daya masih belum optimal. Untuk tanaman jagung di lahan
kering penggunaan input berupa pupuk anorganik seperti Urea, SP-36 dan KCl
urea 350-400 kg, SP-36 75-100 kg dan KCl 75-100 kg per hektar. Disisi lain
distribusi pupuk sampai ke pelosok pedesaan masih sangat sulit, dan harga pupuk
yang tinggi tidak terjangkau oleh rumah tangga petani berpenghasilan rendah.
Salah satu indikator dari efisiensi adalah jika sejumlah output tertentu dapat
dihasilkan dengan menggunakan sejumlah kombinasi input yang lebih sedikit dan
tanpa mengurangi output yang dihasilkan. Dengan biaya produksi yang minimum
13
Produktivitas dan efisiensi merupakan akar penentu tingkat daya saing
(Sumbodo, 2005). Suatu komoditas akan mampu bersaing di pasar bila memiliki
daya saing tinggi. Daya saing yang tinggi dicerminkan dengan harga dan kualitas
yang baik. Tetapi hal ini akan menimbulkan masalah apabila komoditas yang
komparatif dan kompetitif dari suatu sistem komoditas. Data dan informasi
Dari uraian di atas, dalam melihat efisiensi dan daya saing tersebut dapat
ditelusuri dan diformulasikan lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang dominan
suatu sistem komoditas yang diusahakan, maka dapat dikatakan bahwa efisiensi
berkaitan erat dengan peningkatan daya saing dan pendapatan rumah tangga
petani maka, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-
faktor yang memepengaruhi produksi dan pendapatan, efisiensi teknis dan harga,
daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), serta hubungan antara daya
14
ekonomi rumah tangga petani, sehingga diharapkan dapat disusun rancangan
komoditas jagung dan ternak sapi di NTT, khususnya di Kabupaten Kupang sudah
berjalan sejak lama, namun pada level teknis praktis maupun pada aspek
tradisional.
yang ada baik kotoran dari hasil ternak untuk memupuk tanaman, maupun
sebaliknya pemanfaatan limbah tanaman jagung untuk pakan ternak. Petani juga
belum dapat mengatur waktu seefisien mungkin untuk menangani usaha secara
lakukan merupakan pekerjaan rutin sebagai bagian dari cara hidup (Way of life).
15
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi pada sistem usahatani
di Kabupaten Kupang ?
Kupang ?
bertujuan untuk:
16
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis, efisiensi
di Kabupaten Kupang.
di Kabupaten Kupang.
17
1.5. Keaslian dan Kebaruan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitian asli yang dibuat oleh peneliti sendiri,
“Analisis Efisiensi dan Daya Saing Komoditas pada Sistem Usahatani Integrasi
Kebaruan penelitian ini adalah terletak pada pola sistem usahatani integrasi
Tanaman dan Ternak (Tjeppy & Soedjana, 2007), Efisiensi dan Daya Saing
berbagai sumber bahan pustaka seperti; teks book, jurnal, prosiding, tesis,
disertasi serta materi relevan baik bersifat nasional maupun internasional yang
18
diperoleh melalui penelusuran perpustakaan maupun website yang di download
dari internet.
fungsi produksi dengan model Cobb Douglas. Berikut ini beberapa hasil
penelitian yang relevan dan telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.
19
Tabel 3. Lanjutan
Nama Judul Metode Cakupan
Peneliti/tahun Penelitian Analisis Analisis
Tjeppy, Soedjana Sistem Usahatani Pendekatan Cakupan analisis:
Jurnal Litbang Terintegrasi menggunakan analisis - fungsi keuntungan
Pertanian, 26 (2), Tanaman dan Titik impas (BEP) - skala usaha
2007 Ternak Sebagai dimana TT = 0, - jumlah produk
Respons Petani atau pada saat - harga produksi
Terhadap Faktor TR = TC. - titik impas
Risiko Untuk analisis - Variasi perubahan harga
pendapatan meng- input maupun harga
gunakan, formula produk akan menunjuk-
TI = F / (VC/P), dan kan berapa besar
formula langsung produksi harus
TI = F/ (P – VC). dilakukan untuk
mencapai keuntungan
Ahmad Yousuf Analisis Efisiensi - Efisiensi Teknis: - Analisis Efisiensi:
Kurniawan dan Daya Saing fungsi produksi - Analisis efisiensi teknis
Tesis Program Usahatani Jagung stochastic frontier - Efisiensi alokatif
Studi Ilmu Pada Lahan Kering - Efisiensi alokatif: - Efisiensi ekonomis
Ekonomi Pertanian di Kabupaten fungsi biaya dual - Analisis daya saing
IPB, 2008 Tanah Laut frontier yang di-
Kalimantan Selatan turunkan dari fungsi
produksi frontier
- Analisis daya saing
dengan kriteria PCR
dan DRC.
Warsana, Analisis Efisiensi - Pendugaan Fungsi Cakupan Analisis:
Tesis Program dan Keuntungan Keuntungan - Pendugaan dengan
Studi Magister Usahatani Jagung - Fungsi Permintaan metode OLS
Ilmu Ekonomi dan (studi kasus di Kec. Input (Factor Share) & - Pendugaan dengan
Studi pemba- Randu-blatung, Fungsi Penawaran metode Zellner tanpa
ngunan, Undip- Kabupaten Output restriksi α i* = α i*”
Smarang, 2007 Blora) - Pengujian keuntungan - Pendugaan dengan
Maksimum Jangka metode Zellner dengan
Pendek restriksi
- Pengujian Kondisi - Fungsi penawaran
Skala Usaha - Fungsi share input
- Pengujian Efisiensi
Ekonomi Relatif
Ikin Sadikin Analisis Daya - Analisis yang Cakupan analisis:
Pusat Penelitian & Saing Komoditi digunakan adalah: - Tradable Privat
Pengembangan Jagung & Dampak - Policy Analysis Matrix - Faktor Domestik
Sosial Ekonomi Kebijakan (PAM) - Divergensi
Pertanian, Pemerintah - DCR, PCR, NPCI, IT
Badan Litbang Terhadap
Departemen Agribisnis Jagung
Pertanian RI, di NTB Pasca
Bogor, 1999 Krisis Ekonomi
20