Anda di halaman 1dari 10

http://agusnoorfiles.wordpress.

com/2009/11/21/fiksi-mini-menyuling-cerita-menyuling-dunia/

- FIKSI MINI: MENYULING CERITA, MENYULING DUNIA


Diterbitkan November 21, 2009 Esai , Fiksi Mungil 26 Komentar Tag:Fiksi Mini, Micro Fiction

For sale: baby shoes, never worn. Ernest Hemingway Saya menyebutnya fiksi mini. Itulah bentuk fiksi mini yang saya himpun dalam antara lain dalam Anjing & Fiksi Mini Lainnya atau 35 Cerita untuk Seorang Wanita (Jawa Pos, 1 November 2009). Yakni fiksi, yang hanya terdiri dari secuil kalimat. Mungkin empat sampai sepuluh kata, atau satu paragrap. Tapi di sana kita beroleh keluasan dan kedalaman kisah. Kutipan di awal tulisan, merupakan karya penulis dunia, Hemingway, adalah salah satu contoh novel terbaik dunia, yang ditulis hanya dengan beberapa patah kata. Karya itu, ditulis di tahun 1920, karna Hemingway bertaruh dengan rekannya: bahwa ia mampu nenulis novel lengkap dan hebat hanya dengan enam kata. Dan penulis Amerika itu menyatakan: itulah karya terbaiknya. Tapi, bila kita mau melihat bentuk-bentuk karya sastra yang sudah ada, fiksi mini sesungguhnya punya jejak sejarah yang panjang. Artinya, tidak dimulai di tahun 1920, ketika Hemingway menulsikan fiksi mininya itu. Kita ingat fabel-fabel pendek yang ditulis Aesop (620-560 SM), adalah sebuah kisah mini yang penuh suspens dalam kependekannya. Kita bisa melihat pula kisah-kisah sufi dari Timur tengah, yang turunannyapopuler sampai sekarang dalam bentuk anekdot-anekdot semacam Narsuddin Hoja atau Abunawas. Kisan-kisan kebajikan zen di Tiongkok, yang bahkan seringkali lebih menggungah ketimbang cerita panjang yang berteletele.

Di perancis, fiksi mini dikenal dengan nama nouvelles. Orang Jepang menyebut kisah-kisah mungil itu dengan nama cerita setelapak tangan, karena cerita itu akan cukup bila dituliskan di telepak tangan kita. Ada juga yang mneyebutnya sebagai cerita kartu pos (postcard fiction), karena cerita itu juga cukup bila ditulis dalam kartu pos. Di Amerika, ia juga sering disebut fiksi kilat (flash fiction), dan ada yang menyebutnya sebagai sudden fiction atau micro fiction. Bahkan, seperti diperkenalkan Sean Borgstrom, kita bise menyebutnya sebagai nanofiction. Apa pun kita menyebutnya, saya pribadi lebih suka menamainya sebagai fiksi mini. Ada yang mencoba memberi batasan fiksi mini itu melalui jumlah katanya. Misalkan, sebuah karya bisa disebut fiksi mini bila ia terbentuk dari tak lebih 50 kata. Ada yang lebih longgar lagi, sampai sekitar 100 kata. Dalam batasan seperti ini, maka kita akan menemukan bahwa banyak penulis dunia seperti Kawabata, Kafka, Chekov, O Henry, sampai Ray Bradbury, Italio Calvino dan yang paling mutakhir Julio Cortazar, menghasilkan fiksi mini yang dahsyat. Kedahsyatan itu terasa, betapa dalam kisah yang ditulis dengan beberapa kalimat saja, kita dibawa pada petualangan imajinatif yang luar biasa. Dan inilah, memang, yang membuat fiksi mini, terasa punya hulu ledak. Ia seperti bom kecil, yang ditanamkan ke kepala kita, dan ledakannya membuat otak kita berguncang. Ada gema panjang, yang bahkan terus menggoda dan tak mudah hilang, setelah kita membacanya dalam sekejap. Sembari mengutip Cortazar, Hasif Amini pernah menyebut, bila novel adalah pertandingan tinju dua belas ronde, maka cerpen ibarat pertandingan tinju yang berakhir dengan KO atau TKO mungkin di rondo ke empat atau ronde ke enam.. Maka, fiksi mini ibarat pukulan telak yang langsung membuat lawan terjengkang pada kesempatan pertama. Atau, bayangkanlah sebuah ruang tunggu, begitu Amini melukiskan. Novel ibarat kita tengah berbincang-bincang secara panjang dengan seseorang yang kita jumpai di ruang tunggu. Kita jadi merasa mengenal atau mengetahui keseluruhan kisah hidup orang itu. Cerpen menjadi seperti perbincangan singkat dengan seseorang di ruang tunggu, dan kita merasa hanya mengetahui satu bagian dari kisah hidup orang itu. Maka, fiksi mini, adalah seseorang yang tiba-tiba saja datang, lalu berkata sepatah dua patah kata, atau sekalimat, yang membuat kita terperangah. Dan orang itu, mendadak sudah menghilang begitu saja. Meninggalkan kita yang hanya terbelalak, digoda sejuta tanya, dan terus-menerus memikirkan apa yang tadi barusan dikatakan orang itu? Begitu efek fiksi mini. Ia seperti satu tamparan yang membuat kita kaget terbelalak. Bila, saya disuruh menegaskan melalui jumlah kata, maka saya akan membatasi pada jumlah 50 kata itu, untuk sebuah karya bisa disebut fiksi mini. Tapi rumusannya adalah, menceritakan sebuah kisah dengan seminim mungkin kata. Maka, semakin sedikit jumlah kata itu, maka semakin berhasil fiksi mini itu. Tapi, tentu saja, bukan cuma jumlah kata itu yang membuat fiksi mini kuat. Dalam jumlah kata yang secuil itu, tetap harus membayangkan sebuah kisah panjang, atsmosfir kisah yang luas, bayangan karakter, ada konnflik dan suspens, atau mungkin teka-teki yang tak kunjung selesai. Semakin sedikit kata, tetapi semakin luas membentang kisah di dalamnya, dalam koridor itulah seorang pengarang ditantang untuk menghasilkan fiksi mini yang kuat. Saya menyebutnya fiksi mini (bukan prosa mini), karena fiksi mini memang bisa juga berbentuk puisi. Tetapi, tentu saja, bila menyangku urusan kategorisasi, fiksi mini tetap harus memiliki elemen narataif atau penceritaan, untuk membedakannnya dengan puisi pendek (misalnya).

Karena kita tahu, ada bentuk-bentuk puisi yang sangat pendek, seperti haiku, tetapi barangkali tetap lebih nyaman bila disebut sebagai puisi pendek, bukan fiksi mini. Maka, dalam fiksi mini itu, elemen dasar penceritaan atau naratif (yang karenanya menjadi lebih dekat pada prosa) bisa ditemukan. Kita mengenal element penceritaan seperti penokohan (protagonis dan antagonis), konflik, obstacles atau juga complication dan resolution. Barangkali, pada fiksi mini, justru resolution itu yang dihindari, karena dalam fiksi mini, akhir (ending) menjadi semcam gema, yang terus dibiarkan tumbuh dalam imajinasi pembaca. Karakter menjadi kelebatan tokoh yang seperti kita kenal, tetapi tak mudahdipastikan, dan karenanya bergerak cepat. Itulah yang justru membuat kita penasaran. Saya akan kutipkan satu contoh. Berikut ini adalah karya Joko Pinurbo, yang resminya oleh penulisnya sendiri, disebut puisi. Tapi, menurut saya, ia bisa disebut fiksi mini: Penjahat Berdasi Ia mati dicekik dasinya sendiri. Dalam karya itu, kita menemukan bayangan tokoh, yakni si penjahat berdasi. Di sana suatu konflik yang membuat si tokoh itu akhirnya mati secara mengerikan: dicekik oleh dasinya sendiri. Perhatikan kata dicekik dan buka tercekik, misalnya. Dalam kata dicekik itulah, kita menemukan unsur plot arau alur: bagaimana suatu hari dasi itu berubah seperti tangan hitam dan kasar yan jengkel dan kemudian mencekik leher di tokoh itu. Memilih kata yang tepat, efektif dan kuat secara imajinatif, menjadi kunci lain bagi proses penulisan fiksi mini. Saya sengaja mengutip fiksi mini Joko Pinurbo itu, sekadar untuk memperlihatkan, betapa sesungguhnya, selama ini, fiksi mini, banyak digarap oleh penulis kita. Puisi-puisi yang menghadirkan dirinya menjadi semacam prosa, sebagaimana yang kerap ditulis oleh Joko Pinurbo (seperti Celana atau Tukang Cukur) atau juga oleh Sapardi Joko Damono (Perahu Kertas atau Mata Pisau). Dalam pengantar kumpulan prosanya Pengarang Telah Mati, Sapardi menegaskan kalau prosa-prosa pendek itu disebutnya cerpen mini karena ia memang menyebutnya prosa. Padahal, menurut saya, prosa-prosa pendek atau fiksi mini dalam istilah saya telah banyak ditulis Sapardi, seperti dalam sajak Tuan, meski ia menyebutnya puisi. Mari kita kutip sajak Tuan itu, dan saya tulis ulang dengan gaya prosa: Tuan Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar, saya sedang keluar. Tidak bisa tidak, itu adalah bentuk fiksi mini, meski penulisnya sendiri menyebutnya sebagai puisi. Barangkali, karena saat puisi itu ditulis, istilah fiksi mini belum terlalu ngetrend. Saat ini, ketika dunia semakin berkelebat, ketika waktu kian bisa dilipat-lipat begitu kecil dan praktis, ketika dunia seperti telepon genggam yang kita simpan dalam saku celana, segala yang sekilas seperti telah menjadi nafas kita sehari-hari, dan kita menjadi merasa penting segala macam hal yang mesti serba sekilas, selintas, gegas dan ringkas. Ketika intenet mulai mendominasi, maka fiksi mini menjadi trend yang menggoda dan digandrungi. Kecepatan dan keringkasan adalah ciri tulisan di internet. Barangkali, karena itulah, fiksi mini seperti menemukan habitatnya yang pas

di laman internet. Kurnia Effendi, seorang penulis cerpen Indonesia, saat saya membacakan dan mendiskusikan fiksi mini di Warung Apresiasi Sastra Bulungan Jakarta, melihat problem terbesar fiksi mini ketika ia bersinggungan dengan media utama publikasi sastra kita, yakni koran. Fiksi mini menjadi mustahil muncul di koran, kata Effendi, karena ruang koran menjadi teralu luas untuk bentuk fiksi mini. Maka saya mencoba mensiasatinya dengan cara menghimpun sekian fiksi mini, seperti dalam 35 Cerita buat Seorang Wanita itu atau dalam 20 Keping Puzzle Cerita. Pada dasarnya, itu adalah fiksi mini, yang tiap bagian kisahnya berdiri sendiri. Menghimpunnya hanyalah menjadi semacam strategi publikasi. Ketika dunia makin pendek, pengarang pun ditantang untuk menyuling cerita. Menyuling cerita, begitulah pada dasarnya proses penulisan fiksi mini. Atau pengarang seperti ahli kimia yang mencoba menemukan atom cerita. Ia membuang dan mengurai detail yang kadaluarsa, yang hanya akan mengganggu dan mengotori kemurnian imajinasi. Ketika dunia sudah menjadi terlalu prosais, terlalu banyak kehebohan cerita yang sesungguhnya hanya gegap-gempita yang menyesatkan, yang terus menerus direproduksi hingga tak lebih menjadi kisah-kisah yang yang mekanis dan gampang kita duga, maka fiksi mini seperti sebuah jalan spiritual untuk menemukan semua esensi cerita. Menyuling cerita, menjadi pencarian spiritualitas cerita, sebagaimana tersirat dalam fiksi mini-fiksi mini seputar zen budisme. Barangkali, itulah teologi fiksi mini, yang membuatnya menjadi penting dan relevan untuk kita yang megam-megam dalam samudera cerita, dan kita justru terasing dari semua cerita yang direproduksinya. Saya ingin menutup esai ini dengan satu fiksi mini saya, Sebutir Debu Tepat, ketika sebutir debu itu jatuh menyentuh tanah, semesta ini pun meledak. Jagat raya ini hanyanya sebutir debu. Begitulah jagat raya di mata Tuhan. Maka inilah akar teologis dari fiksi mini, bahwa Tuhan menyusun jagat raya ini sebagai pengarang yang telah menemukan esensi cerita. Jagat raya ini adalah fiksi mini yang telah berhasil ditulis oleh Tuhan dengab piawai. Sekarang, pejamkanlah mata. Biarkan segala hirup pikuk cerita lenyap dari kepalamu, hingga yang tersisa adalah bentangan kesunyian imajinasi yang paling ultim, sublim. Itulah esensi cerita yang kini muncul dalam kemurnian imajinasimu. Tidakkah kau ingin terus-menerus menyuling dan menuliskannya?
Suka Be the first to like this post.

26 Tanggapan ke - FIKSI MINI: MENYULING CERITA, MENYULING DUNIA


Pengumpan untuk Entri ini Alamat Jejakbalik

1.

agus Desember 8, 2009 pukul 7:04 am

Dua paragraf terakhir menggugah, Bang Agus Noor. Saya tidak tahu pasti, tapi rasanya saya mengerti.

2.

ngongangi Desember 15, 2009 pukul 3:22 am

Salam kenal! Saya baca artikel ini di Harian Jawapos kemarin lusa (Minggu, 13 Desember 2009). Dan tertarik dengan fiksi mini yang Anda ulas tersebut. Kalau boleh tahu, siapa saja penulis Fiksi Mini di Indonesia, selain Anda? Dan apakah ada semacam forum atau diskusi tentang hal itu.

3.

agusnoorfiles Desember 19, 2009 pukul 3:04 am

Ada beberapa blog dan web yang mengkhususkan fiksi mini. Saang sekali aku tak terlalu ingat. Tapi coba kamu cari lewat Google. Ketik ajah fiksi mini atau flashfiction, nanti kamu akan nemu beberapa penulis yang cukup rajin menghasilkan fiksi mini.

4.

sepi Januari 1, 2010 pukul 5:00 pm

yang ini jelas. terima kasih

5.

Bang Aswi Februari 5, 2010 pukul 8:57 am

Akhirnya terjawab sudah. Kadang saya kesukaran membedakan puisi dan prosa mini (atau fiksi mini). Terima kasih.

6.

Zia cukuptigahurufsaja Maret 22, 2010 pukul 12:56 pm

Waw. . . 50 kata untuk mengancam dunia.

7.

nasrullah arul April 6, 2010 pukul 9:45 am

bagus banget.. suka.

8.

d'domp April 11, 2010 pukul 1:45 pm

sore tadi saya mencermati lembaran kompas di meja baca. gairah saya melonjak menemukan ulasan tentang fiksi mini. saya menemukan nama anda ditumpukan kata yang ada di sana. dan lalu saya dapati anda di web ini. terima kasih. barangkali inilah saatnya (bagi saya) untuk mencari kedalaman makna, tidak dengan kata yang bertumpah ruah.

9.

sandrapalupi April 12, 2010 pukul 5:06 am

Mula mula saya baca tulisan ini. lalu kemarin saya baca Kompas Minggu 11 April 2010 soal fiksi mini. sebelumnya saya punya karya sejenis, saya pikir itu karena malas saja. tapi membaca ini semua, bikin saya berpikir untuk lebih serius menuliskannya lagi. hari ini, langsung saya tulis di blog saya. pastinya masih jauh dari contoh2 dahsyat di kompas itu. apalagi karya anda. tapi ya sudah. saya arsip sajalah.. Terimakasih banyak. Karya anda ini sangat menginspirasi.

10.

Elisa Mustika April 12, 2010 pukul 6:19 pm

Untuk mempertajam Hasif Amini: fiksi mini adalah Mike Tyson sebelum era gigit kuping. Saat membaca Kompas Minggu 11 April 2010 tentang salah satu cerita yang masuk ke fiksi mini, yaitu kisah orang yang menulis dua surat satu untuk istrinya, satu lagi untuk selingkuhannya saya teringat cerpen Arswendo Atmowiloto yang berjudul Surat dengan Sampul Putih. Alurnya MIRIP sekali. Bila ternyata memang sang penulis

terinspirasi dari cerpen Arswendo, seyogianyalah hal itu dinyatakan secara terbuka. Terima kasih.

11.

sriwid April 14, 2010 pukul 6:36 am

makasih, tambah wwsn, dan nikmattt

12.

Jaten April 20, 2010 pukul 8:45 am

Saya pernah mendengar kalau Koran Tempo(sepertinya masih sampai sekarang) membuka ruang untuk cerpen super pendek (Very Short Story atau apalah namanya). Tapi sebgaimana yg biasa dikeluhkan penulis pemula, susah untuk menembus, apalagi media sekaliber Koran Tempo. Adakah penerbit yg mau menerbitkan cerpen-cerpen sangat pendek?, biarlah royaltinya kurang atau tak dibayar sama sekali yg penting buku kumcernya sudah ada. Kalo bukunya sudah terbit, kan bisa jadi bahan pertimbangan media jika saya mengirmkan karya,He..he. Saya punya beberapa cerpen pendek,sebagian sudah saya kirim ke media tapi sebagai pemula sempat salah kirim,maksudnya tidak dikirim ke Koran Tempo tapi dikirim ke media yang tak membuka ruang untuk fiksi mini. Masih adakah media lain yg memberi ruang untuk fiksi mini atau cerpen begitu pendek selain Koran Tempo? Salam,

13.

anto Mei 7, 2010 pukul 5:57 am

sy tdk melihat (kecuali karya Hemingway diawal), contoh2 yg anda ssajikan dlm artikel ini sbg fiksi mini; Penjahat berdasi-nya Jopin, ataupun Debu-nya Anda. meski mini, utk membedakanx dgn prosa-puisi-prosa pendek yg banyak diklaim secara salah kaprah oleh para penulis akhir2 ini sebg fiksi mini, sebuah cerita fiksi harus memenuhi syarat sebuah cerita utuh : Punya AWAL, TENGAH, AKHIR, serta elemen cerita lengkap : KARAKTER, SETTING, KONFLIK, RESOLUSI, untuk dpt diebut fiksi mini (ini utk mberi demarkasi tegas dgn quasi fiksi mini)

14.

misae Mei 10, 2010 pukul 4:59 am

Sebetulnya masih kurang mengerti mengenai bedanya puisi dan fiksi mini. Tapi yang pasti, bentuk sastra yang satu ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri, dimana penulis harus bisa membeberkan suatu cerita secara ringkas namun tidak terpotong. Hmm..

Makasih infonya

15.

heru pamungkas Mei 27, 2010 pukul 3:28 am

ora bikin ngantuk.fiksi mini seperti gadis seksi di tengah jaman yang serba berkelebat haturnuhun

16.

krupukcair Juni 20, 2010 pukul 6:39 am

salam kenal.renyah di baca nie..bagus bangetzzzz

17.

iklan jawa pos Juli 2, 2010 pukul 1:12 pm

Asyik juga baca artikel ini. Jadi pengen nulis fiksi mini juga. Menyalurkan bakat terpendam. Thank U. Salam kenal. Keep Post n update.

18.

KKPP Agustus 12, 2010 pukul 5:38 am

sesungguhnya, sedang jatuh cinta dengan #fiksimini. salam kenal, mas agus. @tattock

19.

Nessa kartika Oktober 2, 2010 pukul 1:04 pm

belajar dr pak.

20.

rajab Juni 15, 2011 pukul 12:46 am

kadang aku tidak paham maknanya, tp justru disitulah tantangan bagi pembacabisa nggak saya dikirimi setiap waktu cerpen mininya ke emailku.. thanks.

21.

Nyai Endit September 20, 2011 pukul 9:53 am

Saya jatuh cinta pada fiksi mini, adakah sudi bertanggung jawab?

1. 2. 3. 4.

batas ruang Lelaki Lacak balik pada Desember 6, 2009 pukul 5:18 pm KEBLUG Blog Archive Fiksi Mini Lacak balik pada Januari 13, 2010 pukul 4:24 am dari hemingway ke tweetfiction | indonovel.com Lacak balik pada Mei 31, 2010 pukul 6:11 am flash fiction; 100 kata atau lebih ? | indonovel.com Lacak balik pada November 3, 2010 pukul 11:53
am

5. 140 Karakter yang Menakjubkan Kepingan Kakap Paling Pojok Lacak balik pada Januari 18, 2011
pukul 6:49 pm

Tinggalkan Balasan
Enter your comment here...

Guest Masuk Masuk Masuk

Email (wajib) (Belum diterbitkan)

Nama (wajib)

Situs web

Beritahu saya balasan komentar lewat surat elektronik. Beritahu saya tulisan baru lewat surat elektronik.
- Ekspresi Demokrasi Cerpen Indonesia - ANGSA EMAS NADIRA

Anda mungkin juga menyukai