Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan.
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun
1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti
udang, kepiting, dan serangga.
Adapun struktur kimia dari kitosan seperti gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1. Struktur Kitosan .

Kitosan yaitu poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 1000 unit


glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta ton,
merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa.
Kitosan mempunyai nama lain selain Khitin yaitu Kitosan Askorbat, N-
Carboxybutyl Kitosan, unsur penting ke-6, dan sebagainya. Volume
produksinya di alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat,
diperkirakan volume total makhluk laut di atas 100 juta ton per tahun. kitosan
dianggap sebagai limbah karena sifatnya yang tidak larut dalam air, asam, basa
maupun pelarut organik lainnya, sehingga modal untuk mengembangkannya
jauh lebih mahal daripada penggunaan serat secara langsung.

Universitas Sumatera Utara


Proses pembuatan kitosan, terlebih dahulu dilakukan penghilangan
mineral (demineralisasi).Kulit udang ditambahkan HCl, campuran dipanaskan
pada suhu 70 – 80 oC selama 4 jam sambil diaduk dengan pengaduk 50 rpm,
lalu disaring. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades untuk
menghilangkan HCl yang masih tersisa. Filtrat terakhir yang diproleh diuji
dengan larutan perak nitrat (AgNO 3 ), bila sudah tidak terbentuk endapan putih
maka ion Cl- dalam larutan sudah tidak ada lagi. Padatan dikeringkan dalam
oven pada suhu 70 oC selama 24 jam dan diproleh serbuk kulit udang tanpa
mineral. Serbuk ini kemudian di dinginkan dalam desikator, untuk proses
penghilangan protein dalam melakukan penghilangan protein (deproteinasi),
serbuk kulit udang kering hasil proses demineralisasi ditambahkan NaOH,
campuran ini dipanaskan pada suhu 65 -70 oC selama 4 jam disertai dengan
pengudukan 50 rpm. Padatan yang ada dikeringkan dan didinginkan. Padatan
ini berupa kitin, kemudian dicuci dengan akuades sampai pH menjadi netral.
Kitin yang sudah dicuci ditambah dengan etanol 70 % untuk melarutkan
kitosan terlarut dan dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian dicuci dengan
akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna, dilakukan sebanyak dua
kali. Padatan dikeringkan pada suhu 80 oC selama 24 jam dan selanjutnya
dikeringkan dalam desikator. (Weska dan Moura, 2006). Rendemen kitin yang
diproleh sebanyak 35 % ( Puspawati dan Simpen, 2010). Penditeksian kitin
dilakukan dengan reaksi warna Van Wesslink, dimana kitin direaksikan dengan
larutan I 2 -KI 1% akan memberikan warna coklat. Penambahan H 2 SO 4 1 M
memberikan warna violet (Marganov, 2003).
Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan, yaitu kitin ditambah NaOH 60 % ,
campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120 oC selama 4 jam. Campuran
disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi
menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang ada dalam
larutan. Campuran yang ada endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan.
Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang berupa bubuk

Universitas Sumatera Utara


kitosan berwarna putih krem dikeringkan pada 80 oC selama 24 jam sebanyak
55 % ((Puspawati, dan Simpen , 2010). Untuk menguji kemurniaan kandungan
kitosan dalam bubuk sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2
% dengan perbandingan 1 : 100 (b/v) antara kitosan dengan pelarut.
Kitosan dikatakan mempunyai kemurnian yang tinggi bila larut dalam larutan
asam asetat 2% tersebut (Mukherjee, 2001)

2.2. Kegunaan Kitosan


Kitin dan Kitosan sangat banyak diaplikasikan diberbagai bidang,
diantaranya :
Bidang industri : sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair,
pengikat dan penyerap ion logam, mikroalga, residu pestisida, lemak, tanin,
PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi
afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan
sintetik,pembentuk film dan membran mudah terurai
Bidang pertanian dan pangan : untuk pencampur ransum pakan ternak, serat
bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan
pengemulsi produk olahan, pembawa zat aditif makanan,flavor,zat gizi,
virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari
buah.
Bidang kedokteran : mencegah pertumbuhan Candida albicans dan
Staphvlacoccus aureus, antimikrob dan antijamur, antikoagulan,
antitumor,antivirus,pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat
lensa kontak, aditif komestik,membran dialisis, bahan shampoo,zat
hemostatik,penstabil liposom, bahan ortopedik,pembalut luka dan benang
bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi.
(Sugita, dkk., 2009).

2.3. Sifat-sifat Kitosan

Universitas Sumatera Utara


Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih [α] D 11 -3 hingga -
10° (pada konsentrasi asam asetat 2%).Kitosan kebanyakan larut dalam
larutan asam organik. Pada pH sekitar 4,0, kitosan larut tetapi tidak larut pada
PH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton.
Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO 3 , kitosan larut pada
konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%.Kitosan tidak
larut dalam H 2 SO 4 pada berbagai konsentrasi , sedangkan didalam H 3 PO 4
tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1 % sedikit
larut.Perlu untuk diketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot
molekul ,derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung
pada sumber dan metode isolasi .Sifat fisika dan kimia kitosan diatas telah
dijadikan bagian dalam penentuan spesifik kitosan niaga.

2.4. Derivat – Derivat Kitosan.


Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan dapat menyebabkan
kitosan mudah dimodifikasi secara kimia menghasilkan derivat-derivat kitosan,
antara lain :
a. O- Alkil Kitosan.
Dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : O-alkilasi kitin disusul
pengurangan N-asetilasi dan O-alkilasi derivat kitosan, dimana gugus amino
diproteksi selama reaksi alkilasi.
Karboksimetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama
menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk basa
maupun garam hidroklorida dari amino dengan gugus karboksimetil dalam
bentuk asam.Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan
bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiklorohidrin
pada 0-15°C disusul deasetilasi menghasilkan O- alkil kitosan. Reaksinya
dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Roberts, 1992).

Universitas Sumatera Utara


.
HO RO
O O
O O
O O
NH + RX + HX
NH
O C O C

CH3 CH3

Kitin

RO
O O
RO
O O
O
+ NaOH O O + H3C C
NH

O C NH2 Cl

CH3 O Alkil Kitosan

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan O- Alkil Kitosan dari Kitosan.

b. O-Dietil Posfat Kitosan


Dapat dilakukan dengan melarutkanKitosan kedalam larutan NaOH
45% selama 2 jam. Kemudian direaksikan dengan dietil kloroposfat 97%.
Dan diperoleh O-dietil posfat kitosan. Reaksi dapat dilihat pada Gambar
2.3 (Cardenas, dkk., 2006)

Universitas Sumatera Utara


HOH2C NaOH2C O
O O
NaOH 45%
O O O O + Cl P(OCH2CH3)2

HO NH2 NaO H NH2


H

O
P O CH2 CH3
2
H2C
O
O
O O
H2 NH2
H3C C O P H
O

CH2
CH3

O-Dietil Posfat Kitosan

Gbr 2.3 Reaksi Pembentukan O-Dietil Pospat Kitosan.

c. N-3,5-Dietilamino Benzoil Kitosan


Kitosan direaksikan dengan 3,5 diamino klorobenzen dengan bantuan
katalis natrium metoksida dandirefluks selama 8 jam. Senyawa yang
diperoleh adalah N-3,5-dietilamino benzoil kitosan.Reaksi dapat dilihat
pada Gambar 2.4 (Cardenas, dkk., 2006)

Universitas Sumatera Utara


H
N C2H5
H HOH2C H Cl
O NaOCH3
O
+ C
O O
HO NH2 n HN C2H5
H
H
3,5-Dietilamino Klorobenzen
Kitosan

H HOH2C H
O
O
O
HO HN n
H
H
H
N C2H5

C
O
HN C 2H 5
N-3,5-Dietilamino Benzoil Kitosan
Gbr.2.4 Reaksi Pembentukan N-3,5- DietilaminoBenzoil Kitosan dari
kitosan

d. N-Asetil Kitosan.
Dengan mereaksikan asam asetat dengan kitosan, pemanasan larutan
kitosan dalam asam asetat 90 % pada suhu 90°C dengan penambahan
piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilkitosan, serta N-
asetil dalam asam asetat 20%. Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.5
(Roberts, 1992)

Universitas Sumatera Utara


H HOH2C H
H HOH2C H O + n H2O
O + CH3COOH O
O O
O HO n
NH H
HO NH2 n H
H C O
H
Kitosan CH3

N-Asetil Kitosan

Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan N- Asetil Kitosan dari kitosan.

e. N-Alkil Kitosan.
Dengan memakai metode reaksi antara kitosan dan alkil halida yaitu
metode yang menyelidiki reaksi kitosan dengan metil etil iodida dalam
keberadaan beberapa amina tersier, piridin, dimetilpiridin, trimetilpiridin
dan trietilamin. Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.6 (Roberts, 1992)

H HOH2C H
H HOH2C H amina tersier O + HX
O + RX O
O O
O
HO NH n
HO NH2 n H R
H
H
H

Kitosan N-Alkil Kitosan

Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Senyawa N- Alkil Kitosan dari Kitosan.

f. Kitosan Asetat
Dengan mereaksikan kitosan dengan asetat anhidrida. Dimana gugus NH 2
pada kitosan terlebih dahulu diproteksi dengan cara mereaksikan kitosan
dengan asetaldehida membentuk aldimin.Kemudian aldimin kitosan ini

Universitas Sumatera Utara


direaksikan dengan asetat anhidrida dalam pelarut diklorometana,direfluks
selama 6 jam pada suhu 60°C. Hasil refluks kemudian dipisahkan antara
residu dan pelarut.Residu merupakan kitosan asetat. Reaksi dapat dilihat
pada Gambar 2.7 (Manalu, 2008)

O O
HOH2C
H H
H HOH2C H
CH3CHO O
H3 C C O C CH3
O O
O O
O HO N
HO NH2 n H n
H H
H CH
Kitosan
CH3

Aldimin Kitosan

O O

H2 C O C CH3 H2 C O C CH3
H H
H H
O NaHCO3 O
O O
O O
HO H HO H
H N n H NH2 n
CH
CH3 Kitosan Asetat
Aldimin Kitosan Asetat

Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Kitosan Asetat dari Kitosan melalui


pembentukan Aldimin Kitosan.

g. Kitosan Palmitat.
Dengan mereaksikan kitosan asetat dengan metil palmitat menggunakan
bantuan katalis natrium metoksida, direfluks selama 6 jam pada suhu
130-140°C dihasilkan residu kemudian dicuci dengan Na.sitrat 20% dan
diikuti dengan penambahan natrium bikarbonat dan akuades lalu disaring
dan dikeringkan dan hasilnya adalah kitosan palmitat.Reaksi dapat dilihat
pada Gambar 2.8 (Sinaga, 2010)

Universitas Sumatera Utara


O
O
H2C O C C15H31
H 2C O C CH3
H
H H
H CH3ONa O
O
O + C15H31COOCH3 O
O
O Refluks
HO H
HO H H N n
H N n
CH
CH
CH3
CH3

Aldimin Kitosan Asetat

H2C O C C15H31
H
H
NaHCO3 O
O
O
HO H
H NH2 n

Kitosan Palmitat

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Kitosan Palmitat melalui reaksi antara


Aldimin Kitosan Asetat dengan metil palmitat.

h. Kitosan Sulfat.
Reaksi Sulfonasi kitosan dengan asam klorosulfonat (ClSO 3 H) dalam
pelarut N,N-dimetil formamida pada suhu kamar membentuk kitosan-N-
Sulfat dan kitosan –O-Sulfat .Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.9
(Ginting, 2004)

HO3S
H HOH2C H H OH2C H
O O
+ 2 ClSO3H O + HCl
O
O O
HO NH2 n HO HN n
H H
H H
SO3H
Kitosan
Kitosan Sulfat
Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Kitosan Sulfat dari Kitosan dan
Klorosulfat.

Universitas Sumatera Utara


i. Basa Schiff.

Dapat diperoleh dari reaksi film kitosan dengan aldehid alifatik,


bukan saja yang linier-asetaldehid ke dekanal juga yang bercabang dan
aldehid aromatik.Basa Schiff adalah derivatif kitosan belum dibahas
seluas N- asil kitosan atau O-alkil kitosan karena rendahnya kestabilan basa
schiff yang menyebabkan basa shiff mudah mengalami hidrolisis asam dan
telah digunakan sebagai proteksi terhadap gugus amin.
Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.10 (Zoubi W.A.L., 2011).

Gambar 2.10. Reaksi Pembentukan Basa Schift

Universitas Sumatera Utara


j. Kitosan Nitrat.
Dapat diperoleh dengan dua cara yaitu : pertama Dengan
melarutkan kitosan dalam HNO 3 absolut , kemudian yang kedua dengan
penambahan campuran 1:1:1 dari asam asetat glasial; asetat anhidrid;
asam nitrit absolut kedalam kitosan selama ± 5,5 jam pada suhu < 5°C.
Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.11. (Manalu, 2008)

HO
HO
O
O
O
O + HNO3
O + H2O
O O2N NH
NH2

Kitosan Nitrat

Gambar 2.11 Reaksi Pembentukan Kitosan Nitrat dari Kitosan.

k. N- Stearoil Kitosan
Dapat diperoleh dengan mereaksikan kitosan dengan stearoil klorida (pada
suhu kamar) dibiarkan selama 8 jam dan diaduk. Endapan putih yang
terbentuk kemudian dikeringkan dan diperoleh N-stearoil kitosan. Reaksi
dapat dilihat pada Gambar 2.12. (Simanjuntak, 2005)

Universitas Sumatera Utara


H HOH2C H O H HOH2C H
8 jam
O C17H35
O
+ nHCl
O
+ C
suhu kamar O
O Cl O
HO n HO NH n
NH2 H Stearoil Klorida H
H H
C O
Kitosan
C17H35

N-Stearoil Kitosan
Gambar 2.12 Reaksi Pembentukan N-Stearoil Kitosan dari Kitosan
dengan Stearoil Klorida

l. N-Ftaloyl Kitosan.
Dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dengan ftalat anhidrida
dalam pelarut DMF dan kondisi refluks. Reaksi dapat dilihat pada Gambar
2.13. (Bangun, 2006)
O
H HOH2C H
DMF
O
H HOH2C H 130O O
O + O
O
O
O HO NH n
H
HO H
NH2 H n O C O O
H
Ftalat Anhidrida C OH
Kitosan

N-Ftaloyl Kitosan
Gambar 2.13 Reaksi Pembentukan N-Ftalyoyl Kitosan dari Kitosan
dengan Ftaloyl Anhidrida.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Asam Oleat
Asam Oleat adalah asam lemak tidak jenuh dengan rumus kimia
C 17 H 33 COOH (C 18: 1) Asam oleat (Gambar 2.14) mempunyai dua bentuk
stereoisomer yaitu bentuk cis dan bentuk trans. Bentuk trans asam oleat dikenal
dengan asam elaidat.

H – C – (CH 2 ) 7 – CH 3 H – C – (CH 2 ) 7 – CH 3
H – C – (CH 2 ) 7 – COOH HOOC – (CH 2 ) 7 – C – H
Bentuk Cis Bentuk trans
Gambar 2.14 Bentuk Stereoisomer asam oleat.

Asam oleat atau asam z – Δ9 – oktadekenoat merupakan asam lemah tak jenuh
yang banyak dikandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom
C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke 9 dan ke 10. Selain dalam
minyak zaitun (55% - 80%) asam lemak ini juga terkandung dalam minyak
bunga matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur,
maupun minyak kelapa sawit. Melalui proses fraksinasi asam oleat dapat
dipisahkan menjadi asam tunggal.Asam lemak ini pada suhu ruang berupa
cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan Asam ini
memiliki aroma yang khas. Tidak larut dalam air, titik leburnya 15,3 °C dan
titik didihnya 360 °C. Adanya ikatan π pada asam lemak tidak jenuh seperti;
oleat, memiliki sifat seperti senyawa alkena yang dapat dioksidasi keberbagai
bentuk produk, tergantung kepada reagensia yang digunakan. Salah satu produk
oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksidasi yang mempunyai
atom karbon dalam cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh
lebih reaktif dibanding eter lain. Cincin epoksida tsb dalam larutan berair yang
mengandung sedikit asam kuat produknya adalah senyawa diol (Wibraham
,dkk, 1992)

Universitas Sumatera Utara


2.6. Klorinasi
Reaksi klorinasi merupakan bagian dari reaksi halogenasi yaitu pemasukan
gugus klor kedalam suatu senyawa. Pereaksi-pereaksi halogenasi yang banyak
digunakan adalah senyawa klor atau brom, walaupun ada beberapa reaksi yang
menggunakan senyawa fluor atau iodum.
Reaksi Klorinasi dapat dilakukan terhadap gugus hidroksil, ikatan rangkap,
ikatan jenuh yang memiliki gugus oksim dan gugus alilik. Reaksi klorinasi tergantung
pada keberadaan gugus fungsi yang terdapat pada senyawa tersebut. Gugus fungsi ini
sangat mempengaruhi pemilihan jenis pereaksi yang akan digunakan. Asam Oleat
dapat diklorinasi dengan menggunakan Phospor Pentaklorida ataupun SOCl 2
membentuk Oleil Klorida.Tetapi Senyawa Propanol-1 dapat diklorinasi dengan
menggunakan HCl dan membentuk Propil Klorida. (House, 1972).
Beberapa contoh reaksi Klorinasi terhadap asam maupun alkohol (Gambar 2.15).
O
1. H3C (CH2)7 CH CH (CH2)7 C + SOCl2
Asam Oleat OH

O
H3C (CH2)7 CH CH (CH2)7 C + SO2 + HCl
Cl
Oleil Klorida

O
2. H3C (CH2)7 CH CH (CH2)7 C + PCl5
OH
Asam Oleat

O
H3C (CH2)7 CH CH (CH2)7 C + POCl3 + HCl
Cl
Oleil Klorida

H3C + H2O
3. H3C CH2 OH + HCl CH2
4
Cl
4
1-Kloropentana
1-Pentanol

Gambar 2.15 Reaksi Klorinasi terhadap Asam Karboksilat maupun Alkohol.

Universitas Sumatera Utara


2.7. Amidasi
Amidasi merupakan proses terbentuknya amida. Amida adalah suatu
senyawa organik yang memiliki gugus karbonil (C=O) yang berikatan dengan
suatu atom nitrogen (N).

R1 = R11 = H (Amida Primer)


R1 = H dan R11 = Alkil (Amida Sekunder)
R1 dan R11 = Alkil (Amida Tertier)

Amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron


bebas. Diharapkan amida bereaksi dengan asam. Amida merupakan basa sangat
lemah dengan nilai pK b sebesar 15 – 16. Struktur-struktur resonansi untuk suatu
amida menunjukan nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun
nukleofilik. Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan amonia atau
amina yang sesuai. (Fessenden, dan Fessenden , 1999)
Reaksi pembentukan amida dapat dilihat seperti gambar 2.16 di bawah
ini:  
a. O O

R' C H2N R' R' C HCl


Cl amida N R'
asil halida amina H

b. O O
R C H 2N R" R C R'OH
OR' N R"
ester amina amida H

Gambar 2.16 Reaksi Pembentukan Amida Dari Derivat Asam Karboksilat.


Suatu amida ialah suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen yang
terikat pada gugus karbonil. Suatu amida diberi nama bila asam karboksilat
sebagai induknya, dengan mengubah imbuhan asam ....- oat (atau ... at) menjadi
amida.

Universitas Sumatera Utara


Amida dengan substituen alkil pada nitrogen diberi tambahan N-alkil di depan
namanya, dengan N merujuk pada atom nitrogen.Beberapa contoh senyawa
amida (Gambar 2.16).
O
CH3
H C N
CH3
N,N-dimethylformamide

H3C CH2 C NH CH3


N-methylpropionamide
O
H2 H2
H3C CH2 C NH C C OH
16

N-2-etanolsteramide  
Gambar 2.16 Beberapa Contoh senyawa amida.
2.7.1. Kegunaan Senyawa Amida
Senyawa Amida juga mempunyai banyak kegunaan beberapa diantaranya
yaitu; guanidina, urea maupun amonia, digunakan secara meluas sebagai pupuk
nitrogen dan sebagai bahan awal untuk polimer sintetik dan obat-obatan
(Fessenden, dan Fessenden, 1999)., Senyawa Sulfoamida, digunakan didalam
pengobatan untuk mengobati bermacam-macam penyakit infeksi yang telah
resisten terhadap antibiotik (Nuraini, 1988) dan juga N-steroyl glutamida yang
berguna sebagai surfaktan dan anti mikroba (Miranda, 2003).
Amida primer digunakan juga sebagai slip agent dalam pembuatan resin
polietilena dan dalam propilen. Amida primer seperti stearamida bila dilarutkan
bersama resin, maka gugus polar dari stearamida akan menuju permukaan resin
yang nonpolar,sehingga diantara dua gugus yang berbeda polaritasnya akan
terbentuk film tipis,yang mempermudah resin membentuk anti blok ataupun
slip sepanjang permukaan resin.

Universitas Sumatera Utara


Dengan cara ini amida dengan konsentrasi 0,1 – 0,5 % digunakan poliolefffiiin
sebagai plastik pembungkus makanan yang direkomendasikan oleh FDA
(Reck,1984)
Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses
pembuatan resin, maka amida tersebut digunakan baik sebagai pelumas internal
maupun eksternal, amida tersebut berperan mengurangi gaya kohesi dari
polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan
(Brahmana,1994)
Amida asam lemak merupakan suatu senyawa kimia organik yang khas,
dimana merupakan bahan padatan yang memiliki aktifitas permukaan tinggi
senyawa ini pada umumnya mempunyai titik lebur yang tinggi, kestabilan yang
baik dan yang paling menarik adalah memiliki kelarutan yang rendah dalam
berbagai jenis pelarut.
Oleh karena itu, amida asam lemak banyak digunakan sebagai bahan
aditif disebabkan permukaan yang baik tadi, serta dalam jumlah kecilpun
memberikan sifat yang cukup baik untuk peningkatan mutu
dari pada bahan yang dibuat sebagai contoh penambahan 0,02 % oleoamida
telah cukup mengurangi kemudahan terjadinya friksi akibat pemberian panas
ataupun regangan sebesar 50 % terhadap polimer polietilen.
Disamping itu juga telah banyak dikembangkan dan dipatenkan senyawa
amida yang digunakan sebagai bahan surfaktan. Senyawa 5-hidroksi amida
asam lemak merupakan surfaktan polihidroksi amida asam lemak yang
merupakan turunan glukosa yang diperoleh melalui reaksi antara lakton dengan
alkilglukamin tanpa adanya katalis dan merupakan surfaktan-surfaktan yang
bersifat biodegradable (Frykman., 2000).
Amida juga merupakan zat antara untuk pembuatan amina, dimana amida
tersebut mengalami dehidrasi dengan menggunakan katalis bauksit dan
promotor ZnO, garam Mn atau Co.Reaksinya dilakukan secara batch dengan
suhu 150 - 259°C pada tekanan atmosfer (Billenstein, 1984)

Universitas Sumatera Utara


2.8 Epoksidasi
Cara yang paling umum untuk mengkonversi alkena menjadi epoksida
adalah menggunakan peroksida.Peroksida merupakan sumber “elektrofilik
oksigen”dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan π dari alkena. Hidrogen
peroksida (H 2 O 2 ) merupakan zat pengoksidasi yang kuat dengan potensial
reduksi 1,77 V seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut :
H 2 O 2 + 2e- + 2H+ ------- 2H 2 O 1,77 V
Reaksi peroksida sebagian besar meliputi homolitik ikatan O-O,yang
menghasilkan radikal bebas. Hidrogen peroksida dan turunan
monosubstitusinya dapat bereaksi dengan alkena.Terdapat tiga kelompok utama
peroksida yang digunakan untuk epoksidasi : hidrogen peroksida (4.87), alkil
hidroperoksida (4.88), dan peroksida asam (4.89). Basa Lewis (alkena)
berkoordinasi dengan elektrofilik oksigen dari peroksida, seperti 4.90, yang
menghasilkan oksigen bermuatan positip. Pemutusan secara heterolitik
mentransfer oksigen ke basa Lewis (alkena), dan pelepasan proton
menghasilkan hasil samping (air dari hidrogen peroksida, alkohol dari alkil
hidroperoksida, dan asam karboksilat dari peroksi asam).Secara umum reaksi
epoksidasi digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.17)

(Sastrohamidjojo, 2009 )
Gambar 2.17. Reaksi Umum pembentuk epoksida

Universitas Sumatera Utara


Epoksidasi asam oleat merupakan hal yang penting dan terkait dalam
membentuk gugus hidroksil dalam meningkatkan sifat polar dari senyawa
tersebut. Adapun reaksi epoksidasi tersebut menggunakan suatu peracid
dilanjutkan hidrolisis pembentukan diol. Reaksi dapat dilihat pada
Gambar 2.18. (Sastromidjojo, 2009).

O O
H+
R C O H + H 2O 2 R C O OH + H 2O
P e ro k sid a P e ra c id

O O
R C O OH + C C C C + R C OH
P e ra c id H H O
E p o k sid a
O le fin

C C C C
O H 2O
OH OH
E p o k sid a
D io l

Gambar 2.18. Reaksi pembentukan senyawa diol melalui reaksi epoksidasi

2.9. Surfaktan
Surfaktan adalah senyawa yang memiliki sifat aktif permukaan, sifat ini
dikarenakan senyawa tersebut memiliki gugus-gugus yang kepolarannya saling
bertolak belakang, dimana gugus pada ujung yang satu bersifat hidrofilik
sedangkan pada ujung yang lain terdapat gugus gugus yang bersifat hidrofobik,
sehingga surfaktan dikatakan bersifat ampifatik (Sharp, dan Harper,1983)
Berdasarkan muatannya, surfaktan dapat diklasifikasikan atas 4
golongan,Yaitu; surfaktan anionik,kationik,non-ionik dan amfoter (Swern and
Bailey, 1979) Surfaktan an-ionik yaitu; surfaktan yang rantai hidrokarbonnya
terikat pada suatu anion, seperti; COO-, OSO 3 - atau SO 3.

Universitas Sumatera Utara


Surfaktan kationik yaitu; surfactan yang rantai hidrokarbonnya terikat
pada suatu kation seperti; Na+. Surfaktan non-ionik yaitu; surfaktan yg rantai
hidrokarbonnya tidak bermuatan seperti; -(OCH 2 -CH 2 )-OH. Selanjutnya adalah
surfaktan amfoter, dimana pada rantai hidrokarbonnya ada muatan positip dan
muatan negatip (Swern and Baylei, 1979)
suatu surfaktan sangat bergantung pada gugus hidrofilik dan hidrofobik
yang terdapat didalam molekulnya. Secara umum surfactan memiliki sifat
sebagai detergen (detergency), pembasah (wetting), pengemulsi (emulsifying)
dan pendispersi (dispersying) (Sharp, dan Harper, 1983)
Secara umum gugus hidrofob memiliki lebih banyak variasi dibandingkan
gugus hidrofil. Selain gugus hidrokarbon berantai panjang, dibawah ini
merupakan variasi struktur hidrofob lainnya, yaitu :
1. Gugus alkil rantai panjang lurus ( n = C 8 – C 22 dengan substitusi dari kulit
kepala ) CH 3 (CH 2 ) n – S
2. Gugus alkil rantai panjang bercabang (n = C 8 – C 22 substitusi
Internal).CH 3 (CH 2 ) n C(CH 3 )H(CH 2 ) m CH 2 – S.
3. Rantai alkena tidak jenuh, contohnya turunan dari minyak nabati
CH 3 (CH 2 ) n CH=CH(CH 2 ) m – S.
4. Alkil benzena (CH 8 – C 15 C 6 H 4 dengan bentuk substitusi yang berbeda – beda
) C 9 H 9 (C 6 H 4 )-S
5. Alkil naftalena (alkil R biasanya C 3 atau lebih besar) R n -C 10 H( 7-n )-S
6. Gugus Fluroalkil (n>4, sebagian atau seluruhnya terfluoronasi)
CF 3 (CF 2 ) 2 – S.
7. Polidimetilsiloksan, CH 3 -(Osi(CH 3 ) 2 O) n – S.
8. Turunan polioksipropilena glikol CH 3 CH(OH)-CH 2 -O-
(-CH(CH 3 )CH 2 O) n – S.
9. Biosurfaktan.
10. Turunan poliner alami dan sintentik.

Universitas Sumatera Utara


Dengan banyaknya variasi struktur senyawa yang dapat digunakan sebagai
surfaktan maka akan memberikan banyak aplikasi surfaktan yang dihasilkan
tergantung pada kegunaannya. (Myers, 2006)
2.9.1. Penentuan Uji HLB Surfaktan
Grifin merancang suatu skala sembarang dari berbagai angka untuk di pakai
sebagai suatu ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif
permukaan (surfaktan). Dengan bantuan angka ini, adalah mungkin untuk membentuk
suatu jarak HLB untuk efisiensi optimum atau terbaik dari masing-masing golongan
surfaktan seperti terlihat pada gambar 2.1. HLB dari sejumlah senyawa dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
HLB = 20 (1-S/A), dimana S adalah bilangan penyabungan senyawa
danA adalah bilangan asam senyawa.

Universitas Sumatera Utara


.   
Gambar 2.19. Skala Penunjuk Nilai HLB Surfaktan
Nilai HLB beberapa surfaktan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Nilai HLB Beberapa Surfaktan *)
Zat HLB
Asam oleat 1
Gliseril Monostearat 3,8
Sorbitan monno-oleat 4,3
Sorbitan monolaurat 8,6
Trietanolamin oleat 12
Poliositilena sorbitan mono-oleat 15
Poliositilena sorbitan monolaurat 16,7
Natrium oleat 18
Natrium lauril sulfat 40

*) (Martin,et al., 1993)

Universitas Sumatera Utara


Davies telah menghitung nilai HLB untuk sat aktif permukaan dengan memecah
berbagai molekul surfaktan dalam gugus-gugus penyusunnya, yang masing – masing
diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka – angka gugus untuk suatu
surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB nya menurut persamaan
berikut :
HLB =  (angka – angka gugus hidrofilik) -  (angka – angka gugus lipofilik)+7
Harga HLB bebrapa gugus fungsi dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Harga HLB Gugus Fungsi *)


Gugus Senyawa Angka Gugus
Grup hidrofilik
-SO 4 -Na+ 38,7
-COO-Na+ 19,1
Ester (cincin sorbitan) 6,8
Ester (bebas) 2,4
Hidroksil (bebas) 1,9
Hidroksil (cincin sorbitan) 0,5
Grup lipofilik
H 0,475
-C-
-CH 2 - 0,475
-
CH 3 0,475
=CH- 0,475
*) (Genaro, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai