Anda di halaman 1dari 9

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja

TEORI RASIONALISME DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LINGKUNGAN KERJA Oleh: Noor Lailatus Saadah (10510045)

Pengertian Rasional (itas, isme) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:933), Rasio adalah pemikiran menurut akal sehat, akal budi, nalar. Atau hubungan taraf atau bilangan antara dua hal yang mirip; perbandingan antara berbagai gejala yang dapat dinyatakan dengan angka. Rasionalisasi, kerasionalan. Rasionalisme, teori (paham) yang menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indera; paham yang lebih mengutamakan (kemampuan) akal daripada emosi, atau batin. Rasio disebut juga logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih (Suriasumantri, 2007:46), baik logika induktif yaitu penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum- dan logika deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari kasus-kasus umum ditarik menjadi kesimpulan khusus. Sedangkan menurut (Poespoprodjo dan Gilarso, 2006:13), logika adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengan berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui panca indera, dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Asumsi Dasar Rasional (itas, isme) Menurut Madhzab Marburg (Rasionalism), yang diwakili oleh Herman Cohen (1842-1918), Paul Nartorp (1854-1924), dan Ernst Cassirer (1874-1945), yang mana kelompok ini sangat mengagungkan rasio berpendapat bahwa kepercayaan akan nilai berlakunya ilmu terletak pada hipotesis dari unsur-unsur yang ganjil dan ciri-ciri dari kesadaran rohani yang mengetahui. Atau dengan kata lain, bahwa manusia mengetahui sesuatu bukan terletak di luar kesadaran

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


mempunyai ciri kepastian dan ketelitian karena kesadaran (alam pikiran) itu memperhatikan sifat-sifat tertentu, yang menyebabkan terjadinya kepastian (Beerling, 1999:78). Pandangan mengagungkan rasio ini tidak beda dengan filsuf Rene Descrates yang terkenal dengan ungkapan Cogito ergo sum, saya berpikir masa saya ada (Silalahi, 1996:3). Pandangan madhzab (Empiricisme) ini karena tidak memakai metode psikologis, melainkan memakai metode transendental. Sedikitpun madhzab ini tidak tersangkut paut dengan bawah sadar. Mereka mementingkan bentuk struktur dari kesadaran yang berpikir itu sendiri. Mengapa bisa begitu? Karena kesadaran itu tersusun menurut cara tertentu, maka itulah kepastian pengetahuan itu mungkin. Prinsip-prinsip, asas-asas bentuk dari kesadaran yang berpikir adalah syarat-syarat yang memungkinkan pengetahuan. Dan prinsip-prinsip ini adalah prinsip yang logis rasional. Kenyataan obyektif bukanlah kenyataan yang ditentukan yang ditetapkan atau yang ada di luar alam pikiran, melainkan kenyataan yang ditetapkan oleh alam pikiran sendiri sebagai objektivitas yang ditentukan sebagai kenyataan itu sendiri. Artinya, bahwa wujud itu dipikirkan bukan diwujudkan oleh macam-macam subyek menurut berbagai cara, melainkan dipikirkan oleh subyektivitas umum. Dan ini dipikirkan oleh pikiran. (Beerling, 1999:78). Madzhab ini didukung Kaum Neo-Kantian (madhzab Kant), yang membatasi atau melingkari alam pikiran atau rasio pada 2 (dua) jurusan: ke bawah, boleh disebut dengan mengemukakan bahwa alam pikiran harus menggunakan material panca indera dari pengalaman dan ke atas dengan melepaskan pengetahuan tentang benda itu sendiri darinya. Berpikir adalah berpikir menurut tuntutan kesatuan logika dan tidak berbantahan. Jika kenyataan itu diketahui, maka pikiran itu telah membuat dari relasi-relasi logika suatu jaringan yang di dalamnya satu sama lain bersangkutan. Mengetahui adalah proses yang kontinu (tak terputus) dari penjelmaan sesuatu yang ditentukan menjadi yang dipikirkan, dari yang tidak tentu menjadi yang tentu, dan bersama itu dari kesadaran yang individual menjadi kesadaran

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


yang umum, rasio yang umum. Bukan pengalaman yang menguasai pikiran, melainkan pikiran yang menguasai pengalaman. Rasio (logika, akal) adalah ajaran alam pikiran yang murni, yang bergerak maju bebas dari pengalaman (Beerling, 1993:79-81). Beda lagi dengan madzhab Criticisme, yaitu madzhab yang mempunyai pandangan yang merupakan gabungan dari madzhab rasionalism dan empiricism, dalam memikirkan objek pikir. Adapun madzhab yang lain adalah Mycitisme, yaitu pemikiran yang didasarkan pada penggunaan potensi nirani dan intuisi. Pengetahuan yang diperolehnya disebut mistis. Dari beberapa asumsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan manusia dapat berkembang karena kemampuan menalar yang dimiliki seseorang. Karena, manusia mampu mengembangkan pengatahuannya secara sungguhsungguh dan tidak hanya sekedar menyangkut kelangsungan hidupnya, seperti halnya pada binatang, sebab pada prinsipnya manusia adalah hewan yang berakal. Dan inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang, yaitu kegiatan nalar, atau kegiatan berpikir dalam merenungkan objek pikir. Eksistensi dan fungsionalisasi akal dapat meningkatkan derajat dan status keberadaan manusia dalam menjalankan tugas sebagai pemegang amanat (Sambas,2005:24). Artinya, dengan pengetahuannya, manusia mampu mengembangkan kebudayaan, membuat sejarah dan mengembangkan peradabannya, dan bahkan mampu memberi jawaban atas panggilan Tuhan terhadap. Hal terpenting yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya adalah karena dia mampu menalar atau berpikir. Dengan menalar atau berpikir dimaksudkan kegiatan akal budi untuk mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui panca indera, dan ditunjukkan untuk mencapai kebenaran (Poespoprodjo dan Gilarso, 2006:13). Dengan penalaran, manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu, mampu menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain, untuk akhirnya menghasilkan satu kesimpulan yang bersifat ilmiah. Karena kemampuan menalar yang dimilikinya maka manusia mengalami kemajuan dalam pengetahuan (tak terkecuali dalam lingkungan kerja) (Gea dan Wulandari, 2005:138).

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


Ini diperlukan bagi setiap usaha pembahasan untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Penerapan prinsip logis-rasional dapat memperlihatkan hubungan antara kesimpulan dengan premispremis yang mendahuluinya, dan apakah kesimpulan yang diambil dapat tahan uji jika diperiksa secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika juga dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan penalaran beserta inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. Penggunaan pemikiran logis-rasional juga sangat diperlukan dalam melakukan perumusan yang tepat mengenai batasan yang jelas atas topik yang sedang dibicarakan atau pada program kerja (Gea dan Wulandari, 2005:31). Maka dari itu, ketika seseorang menggunakan rasio (logika)nya harus taat pada kaidah-kaidah yang berlaku, yaitu: (1) tidak melampaui batas, (2) membuat perkiraan dan penetapan terlebih dahulu, (3) membatasi persoalan sebelum melakukan penelitian, (4) tidak sombong dan menentang kebenaran, (5) melakukan cek dan ricek, (6) berpegang kepada kebenaran hakiki, (7) menjauhkan diri dari tipu daya, (8) mewujudkan kebenaran hakiki, (9) menyerukan kebenaran hakiki, dan (10) mempertahankan kebenaran hakiki (Sambas, 2005: 26-31). Ciri-ciri Rasional (itas, isme) Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu: pertama, adanya suatu pola berpikir tertentu, yang dapat disebut sebagai logika. Kedua, sifatnya analitik. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir-analitis. Artinya, penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang merupakan logika ilmiah, yang menggunakan suatu pola berpikir tertentu, sehingga mampu menghasilkan kesimpulan yang menurut tolak ukur tertentu disebut sahih. Akan tetapi, selain berpikiran logis ilmiah, manusia adalah makhluk yang beroikir sederhana (tidak bersifat logis-analitik, merasa dan mengindera). Walau hal ini tidak termasuk dalam penalaran, namun merupakan sumber-sumber penting bagi terbentuknya pengetahuan manusia. Bahkan manusia juga mengenal adanya intuisi wahyu, yang merupakan sumber pengetahuan lain bagi manusia. Perasaan

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


juga merupakan suatu penarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran, demikian juga intuisi, melainkan merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik, yang tidak mendasarkan diri pada suatu pola berpikir tertentu (Gea dan Wulandari, 2005:139-140). Lingkungan Kerja Lingkungan adalah bagian sangat penting bagi kehidupan seseorang. Manusia dibesarkan tidak terlepas dari lingkungannya. Lingkungan yang sehat memungkinkan manusia bekerja secara sehat dan bergairah. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan sosial (dunia kerja pada khususnya) yang melahirkan suasana psikologis yang menyenangkan. Di samping faktor-faktor internal, kreatif-tidaknya seseorang ditentukan pula oleh memungkinkan atau tidaknya seseorang itu berbuat pada lingkungannya yang tidak bertentangan dengan akal. Lingkungan yang sehat bercirikan iklim yang bebas dan terarah, tidak ada rasa curiga, rasa puas di dalam diri, toleransi antarteman, dan kesadaran tinggi atas tugas-tugas (Danim, 2008:267). Kerja atau pekerjaan meliputi bidang yang sangat luas sekali, dan tidak hanya terbatas pada bidang-bidang tertentu. Setiap hal yang dikerjakan oleh manusia untuk menghasilkan sesuatu, dengan tingkat keterampilan dan tujuan apa saja, dapat saja disebut pekerjaan, asal hal-hal itu memang layak untuk dikerjakan (Gea dan Wulandari, 2005:220). Implementasi Rasional (itas, isme) dalam Lingkungan Kerja Potensi bekerja di tubuh manusia ibarat generator. Untuk menggerakkan sebuah sistem dengan energi tertentu, generator memerlukan bahan bakar atau energi lain sebagai pembangkit. Juga perlu adanya operator yang menghidupkan generator itu. Analog ini menggiring pada pemikiran (nalar) bahwa usaha memotivasi manusia organisasional dimulai sejak personalia dan organisasi itu ada, dan apakah tertolak oleh rasio (akal) manusia atau tidak, sebagaimana yang dikatakan oleh teori tradisional, bahwa motivasi dari dalam diri seseorang muncul akibat takut, terancam, dorongan menerima imbalan, dan pengarahan dari atasan.

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


Sedangkan menurut teori modern (yang antara lain dikembangkan oleh Douglas McGregor yang disebut dengan Teori Y), mengatakan bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan pada tantangan, dan pada konteks ini peran rasio (akal) sangat menentukan, apakah seseorang itu mampu melaksanakan tanggung jawab dan atau apakah ia sanggup menghadapi tantangan atau tidak (Danim, 2008:264). Posisi rasio (nalar) sangatlah penting dalam lingkungan kerja. Seperti ketika menjalankan roda organisasi. Seorang manajer yang mana tugasnya sangat luas dan rumit- dalam fungsinya yang berhubungan dengan manusia, maka supaya tujuan tercapai manajer harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas baik mengenai bidangnya juga dengan manusia-manusianya. Oleh karena itu, manajer harus dapat menganalisis dan memikirkan hal-hal yang ada pada masa kini untuk masa depan. Manajer haruslah bertindak dan berpikir sistematis, sebab bertindak dan berpikir sistematis adalah hal yang mutlak apabila ingin supaya pekerjaan yang dilakukan memperoleh hasil yang baik. Singkatnya, untuk mencapai tujuan dengan baik, manajer haruslah rasional (Siagian, 1993:156). Sebab dengan pemahaman (rasionalitas insight) akan ditransfer relasi dan generalisasi yang terjadi dalam situasi yang berlainan. Di dalam suatu kondisi kerja yang kondusif di mana karyawan dipertemukan (encounter) dengan komponen yang identik dalam situasi kehidupan nyata, ia akan menemukan (discover) hal-hal yang sebelumnya telah terlatihkan kepada dirinya dalam situasi yang berbeda. Pembiasaan menalar dengan meneruskan pemikiran yang terkandung dalam hukum latihan akan banyak menanggapi kewajaran dalam lingkungan (kehidupan) kerja dan bahkan masyarakat yang sedang berkembang. Dengan praktek seperti ini tidak saja akan tumbuh prakarsa-prakarsa yang memberikan berbagai keterampilan siap kerja dan tuntutan pasaran kerja di masa yang akan datang. Hal ini perlu dilakukan karena sering (kalau tidak boleh dikatakan banyak) terjadi beberapa kesalahan dalam menentukan kebijakan organisasi dalam arti luas- karena tanpa melakukan kegiatan berpikir (analisis). Artinya, kerapkali terjadi kesalahan-kesalahan yang berangkat dari kurangnya melakukan

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


kegiatan berpikir. Kesalahan-kesalahan itu adalah: pertama, ketergesa-gesaan dalam membuat keputusan. Kedua, menganggap mudah dalam mengajukan proposisi, tidak teliti, dan tidak hati-hati. Ketiga, membangga-banggakan pendapat sendiri tanpa minta pertimbangan kepada yang lain. Keempat, mengikuti kecenderungan hawa nafsu. Kelima, haus pujian orang lain (Sambas, 2005:34). Hal yang mirip juga diungkapkan Kurt Lewin pada tahun 1930-an, bahwa apabila dalam lingkungan kerja diberlakukan kebebasan berpikir untuk melakukan apa saja (tentunya yang tidak melanggar norma) dari pimpinan kepada karyawan (bawahan) maka akan mampu dan sangat membantu perkembangan organisasi. Selain itu, menurut Little (1999:375) bahwa mengoperasikan rasional penting, tapi dengan syarat mau mengorbankan kompetisi internal. Hal ini bisa dilakukan dengan langkah Berilah peluang untuk adanya tumpang tindih. Kita cenderung memusatkan kontrol atas nama efisiensi. Namun, manajer yang instruktif selalu berupaya untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang cenderung memperlemah vitalitas karyawan. Hal yang sama berlaku pada skala besar, di mana kantor pusat yang terlalu banyak melakukan kontrol dan koordinasi dapat memperlemah vitalitas organisasi. Koordinasi dan rasionalisasi yang ter-sentral-istik diperlukan untuk meminimalkan duplikasi usaha atau kerja. Misalnya, sebuah perusahaan divisi plup dan kertas meneliti bidang proses pembuatan pulp (semacam bubur) tertentu. Secara kebetulan seorang petugas riset senior dari kantor pusat mengunjungi pabrik dan terkejut dengan proyek riset itu karena kantor pusat telah meneliti masalah itu secara lengkap lima tahun sebelumnya. Di pihak lain, ada kisah-kisah horor mengenai kontrol kantor pusat yang menjadi sangat tidak terarah sehingga tidak ada prakarsa dan inovasi, dan akibatnya semua tidak terlaksana. Tidak ada solusi yang tidak rancu terhadap dilema manajemen ini. Kontrol, koordinasi, dan eliminasi tumpang tindih dan duplikasi menghasilkan pencapaian jangka pendek dalam kontrol biaya, tetapi membawa masalah-masalah jangka panjang dalam hal kurangnya otonomi (baca: dalam memberi kebebasan untuk inovasi berpikir menentukan masa depan sendiri-) otonomi, hilangnya semangat, menurunnya inovasi, rendahnya komitmen dan antusiasme. Biaya dapat

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


dilihat dari sifatnya; sedangkan hilangnya semangat dan inovasi bisa tampak selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah kebijakan itu diimplementasikan. Dampak negatifnya biasanya terjadi secara perlahan. Oleh karena itu, untuk bisa mempraktekkan konsep rasional dalam lingkungan kerja maka perlu ada bimbingan, pengarahan, pelatihan dan pendampingan bagi para pekerja, agar perubahan status seseorang menjadi terwujud dan bukan menjadi hambatan mencapai keberhasilan. Dengan kata lain, bahwa hal-hal yang hanya secara implisit terkandung di dalam suatu pemikiran perlu di eksplisit-kan. Sebab untuk menentukan apakah suatu pemikiran atau ucapan itu benar atau tidak benar atau tidak enak didengar, bukanlah rasa senang atau tidak senang, melainkan cocok atau tidak dengan realitas atau fakta. Berangkat dari hal di atas, maka kemampuan sikap kreatif dan inovatif merupakan hal yang harus dikembangkan dalam organisasi apapun. Karena dengan memberikan daya kreatif kepada seseorang akan mampu menghasilkan ide-ide baru, baik yang berkaitan dengan proses, mekanisme kerja untuk menghasilkan produk atau pelayanan organisasi. Organisasi yang mampu memberikan ruang kepada anggota organisasi (tak terkecuali organisasi kerja) untuk bersikap kreatif dan memiliki jiwa orientasi prestasi adalah organisasi pembelajar (learing organization). Menurut Peter Shenge, organisasi pembelajar merupakan kapasitas organisasi untuk selalu menciptakan tempat dan situasi yang di dalamnya orang secara terus-menerus dapat meningkatkan kapasitas untuk menciptakan hasil yang diinginkan, pola pemikiran baru dikembangkan secara terbuka, dan orang-orang atau karyawan selalu belajar bersama secara kolektif. Oleh karena itu, organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu-individu yang belajar.

---------------------- Teori Rasionalisme dan Implementasinya dalam Lingkungan Kerja


REFFERENCE Alwi, Hasan, dkk, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Berling, R.F., 1994, Filsafat Dewasa Ini, terj. Hasan Amin, Jakarta: Balai Pustaka. Denim, Sudarwan, 2008, Kinerja staf dan Organisasi, Bandung: Pustaka Setia. Gea, Atoskhi, Antonius dan Antonia Panca Yuni Wulandari, 2005, Character Building IV: Relasi dengan Dunia (Alam, Iptek dan Kerja), Jakarta: Gramedia. Little, Graham, 1999, 101 Ways To Be A Better Manager, alih bahasa, Tuntun Sinaga, 101 Menjadi Manajer yang Lebih Andal, Jakarta: Pustaka Tangga. Pospoprodjo dan Ek. T. Gilarso, 2006, Logika Ilmu Menalar:dasar-dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Bandung: Pustaka Grafika. Sambas, Syukriadi, 2005, Mantik Kaidah Berpikir Islami, Bandung: Remaja Rosda karya. Semiawan, Conny, 1996, Praktek Pendidikan Sekolah Menghadapi Tantangan Masa Depan, dalam Kadjat Hartojo, dkk, Nalar dan Naluri: 70 Tahun Daoed Joesoef, Jakarta: CSIS. Siagian, Harbangan, 1993, Manajemen Suatu Pengantar, Semarang: Satya Wacana. Silalahi, Tjan, harry, 1996, Nalar dan Naluri, Mas Daoed yang saya Kenal, dalam Kadjat Hartojo, dkk, Nalar dan Naluri: 70 Tahun Daoed Joesoef, Jakarta: CSIS. Sudarmanto, 2009, Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM; Teori, dimensi Pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Susiasumantri, S., Jujun, 2007, Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar populer, Jakarta: Pancaranintan Indahgraha.

Anda mungkin juga menyukai