Pembelajaran
1
Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya
dihasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika
dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
2
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan
prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
4
1) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
5
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan,
warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan
figure.
1) Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
2) Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3) Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure
atau bentuk tertentu.
4) Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
5) Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu
pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
6
1) Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2) Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah
lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada
sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah
sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan
suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3) Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4) Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.
7
2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis
dengan proses kehidupannya.
3) Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
5) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
8
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
E. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan
fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk
belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain
yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai
dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa,
obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik.
Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai
dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan
dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran adalah belajar how to learn. Penyajian isi
KBM fakta diinterpretasi untuk mengkonstruksikan pemahaman individu melalui
interaksi sosial.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar
membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses
penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan
pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata,
menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat
sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk
menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses
untuk memecahkan masalah.
Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar
dipandang sebagai suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar
9
fasilitator, melainkan sebagai sumber tunggal pengetahuan di depan kelas.
Pembelajaran yang sedang dikampanyekan, disosialisasikan justru berbeda dengan
pandangan tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana siswa memproduki
pengetahuan. Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning
making), serta mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme
menekankan bahwa belajar adalah meaning making atau membangun makna,
sedang mengajar adalah schaffolding atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario
suatu pembelajaran maupun kegiatan belajar mengajar yang hanya terhenti pada
tahapan dimana siswa mengumpulkan data dan memperoleh informasi dari luar
yakni guru, narasumber, buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan siswa
saja, belumlah cukup, karena siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi
pengetahuan. Karena itu perlu langkah-langkah yang menunjukkan tindakan siswa
mengkonstruksi gagasan untuk memproduksi pengetahuan. Langkah-langkah inilah
yang sedang disosialisasikan dua tahun terakhir
A. Pengertian, pengajaran dan pembelajaran
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai
bantuan kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti, sedangkan
pengajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek
intelektual dan ketrampilan. Bila dilihat dari sejarah perkembangan ilmu pendidikan
di Indonesia, kita mengenal paedagogiek, didaktik dan metodik. Ketiga istilah
tersebut sangat erat hubungannya,paedagogiek = ilmu pendidikan. Bagaimana
pendidikan dilakukan disekolah, orang memerlukan didaktik, baik bersifat umum
maupun yang bersifat khusus atau disebut metodik. Dengan demikian konsep
pembelajaran dan pengajaran adalah tergolong dalam ilmu didaktik biarpun
mempunyai orientasi yang berbeda. Paedagogiek, didaktik dan metodik memuat
prinsip-prinsip, kaidah-kaidah yang mengikat pendidik/guru dalam memberi bantuan
secara normatif maupun teknis kepada anak didik. Tetapi dewasa ini para ahli
10
cenderung tidak membedakan antara arti pendidikan (education) dan
pengajaran/pembelajaran (instruction). Bahkan menurut Crow and Crow pendidikan
diartikan sebagai proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil
dari proses belajar. Disini digambarkan bahwa dalam proses pendidikan itu titik berat
terletak pada pihak anak didik yaitu dalam pendidikan akan terjadi proses belajar
yang merupakan interaksi dengan pengalaman-pengalamannya.
Pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang
tidak berbeda, kalaupun dicari perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang
lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran maupun pembelajaran, dan pengajaran
merupakan bagian dari pembelajaran.
B. Hubungan teori belajar dan pembelajaran
Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis
dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Teori belajar itu berasal dari teori
psikologi dan terutama menyangkut masalah situasi belajar. Sebagai salah satu
cabang ilmu deskriptif, maka teori belajar berfungsi menjelaskan apa, mengapa dan
bagaimana proses belajar terjadi pada si belajar. Karena para pakar psikologi
mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam menjelaskan apa, mengapa
dan bagaimana belajar itu terjadi, maka menimbulkan beberapa teori belajar seperti
teori behavioristik, kognitif, humanistik, sibernetik dan sebagianya.
Teori pembelajaran tidak menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi, tetapi lebih
merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar dan berfungsi untuk
memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran. Oleh karena itu teori
pembelajaran selalu akan mempersoalkan bagaimana prosedur pembelajaran yang
efektif, maka bersifat preskriptif dan normatif. Teori pembelajaran akan menjelaskan
bagaimana menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan
memperbaiki metode dan teknik yang tepat. Teori pembelajaran yang demikian itu
memungkinkan guru untuk :
11
(1) Mengusahakan lingkungan yang optimal untuk belajar
(2) Menyusun bahan ajar dan megurutkannya
(3) Memilih strategi mengajar yang optimal dan apa alasannya
(4) Membedakan antara jenis alat AVA yang sifatnya pilihan dan AVA lain yang
sifatnya esensial untuk membelajarkan para siswa.
Demikian halnya teori belajar yang bersifat deskriptif itu, akan mampu menjelaskan,
memprediksi dan mengontrol peristiwa belajar. Sehingga prinsip-prinsip dan hukum
belajar akan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Maka teori belajar
tertentu dengan sendirinya akan berimplikasi pada pembelajaran tertentu pula atau
tergantung dari sudut pandang mana proses belajar itu terjadi. Dengan demikian
jelaslah bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara teori belajar dengan teori
pembelajaran.
C. Pengertian dan prinsip-prinsip pembelajaran
Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction (dari
internal) dan external instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat
eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam
pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan
menjadi prinsip-prinsip pembelajaran. Sesuatu yang dikatakan prinsip biasanya
berupa aturan atau ketentuan dasar yang bila dilakukan secara konsisten, sesuatu
yang ditentukan itu akan efektif atau sebaliknya. Prinsip pembelajaran merupakan
aturan/ketentuan dasar dengan sasaran utama adalah perilaku guru. Pembelajaran
yang berorientasi bagaimana perilaku guru yang efektif, beberapa teori belajar
mendeskripsikan pembelajaran sebagai berikut:
(1) Usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku si
belajar. (Behavioristik)
12
(2) Cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar
memahami apa yang dipelajari. (Kognitif)
(3) Memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan
cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Humanistik)
Sumber prinsip-prinsip pembelajaran:
1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik
Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik bila:
a. Si belajar berpartisipasi secara aktif
b. Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan
logis
c. Tiap respon si belajar diberi balikan dan disertai penguatan (Hartley&Davies, 1978)
13
Belajar adalah bertujuan memanusiakan manusia. Anak yang berhasil dalam belajar,
jika ia dapat mengaktualisasi dirinya dengan lingkungan maka pengalaman dan
aktivitas belajar merupakan prinsip penting dalam pembelajaran humanistik.
4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan
a. Prinsip pengaturan kegiatan kognitif
Pembelajaran hendaknya memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan kognitif
yang efisien.
b. Prinsip pengaturan kegiatan Afektif
Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan
mengaplikasikan 3 pengaturan kegiatan afektif, yaitu faktor ”conditioning”, behavior
modification dan human model.
c. Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor latihan,
penguasaan prosedur gerak-gerik dan prosedur koordinasi anggota badan untuk itu
diperlukan pembelajaran fase kognitif.
14
e. Strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif,
belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.
6. Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar (Didaktik)
Azas-azas mengajar yang dikemukakan dua ahli pendidikan yang berasal dari Belanda
dan Amerika Serikat yaitu Mandingers dan Mursell.
a. Mandingers
(1) Prinsip aktivitas mental
Belajar adalah aktivitas mental, oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat
menimbulkan aktivitas mental. Tidak hanya mendengar, mencamkan dan sebagainya
tetapi lebih menyeluruh baik aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik.
Pendekatan CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
(2) Prinsip menarik perhatian
Bila dalam belajar mengajar para siswa penuh perhatian kepada bahan yang
dipelajari, maka hasil belajar akan lebih meningkat sebab dengan perhatian, ada
konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak lekas lupa.
(3) Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan
perkembangan subyek belajar, prinsip ini juga sudah dikemukakan oleh John Amos
Comenius.
(4) Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa kalau mengajar guru hendaknya mengaitkan
materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut
subyek belajar akan lebih tertarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap.
(5) Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya
15
digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalistis.
(6) Prinsip aktivitas motoris
Mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik pada subyek belajar.
Belajar yang dapat menimbulkan aktivitas motorik seperti, menulis, menggambar,
melakukan percobaan, mengerjakan tugas latihan, akan menimbulkan kesan dan
hasil belajar yang lebih mendalam.
(7) Prinsip motivasi
Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Makin kuat motivasi seseorang
dalam belajar makin optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain
intensitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi. Dalam
mengimplikasikan prinsip ini guru dapat melakukan:
a. Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak
b. Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak
c. Memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
Prinsip-prinsip tersebut diatas dalam pelaksanaannya hendaknya dilakukan secara
integral. Hal itu dapat dijelaskan bahwa belajar yang berhasil adalah bila anak dalam
melakukan belajar berlangsung secara intensif dan optimal sehingga menimbulkan
perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanent.
b. Menurut JL Marsell
(1) Prinsip Konteks
B.
16
sebagainya.
(2) Prinsip Fokus
Guru dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu perlu
ada materi poko bahasan sebagai pusat pembahasan.
(3) Prinsip Sekuens
Materi pengajaran hendaknya disusun secara urut sistematis dan logis sehingga
mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri hendaknya memberikan
kemudahan siswa dalam kegiatan belajar.
(4) Prinsip Evaluasi
Prinsip evaluasi menekankan guru dalam mengajar tidak boleh meninggalkan
kegiatan evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pelajaran.
Kegiatan evaluasi berfungsi mempertinggi efektivitas belajar, karena dapat
mendorong siswa belajar dan memungkinkan guru untuk memperbaiki cara
mengajarnya. Evaluasi itu dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun dalam
bentuk “assessment”.
(5) Prinsip Individualisasi
Guru dalam mengajar memperhatikan adanya perbedaan individu para siswa. Siswa
sebagai individu adalah berbeda-beda dilihat dari segi mental, seperti intelegensi,
bakat, minat dan sebagainya. Berbeda dengan kecenderungan misalnya ada siswa
cenderung lebih baik pada bidang estetika tetapi mungkin kurang baik pada
matematika dan sebagainya. Perbedaan individu tersebut berimplikasi dalam
pemberian pelayanan belajar, seperti bimbingan belajar, tugas-tugas dan sebagainya.
(6) Prinsip Sosialisasi
Prinsip sosialisasi menekankan guru dalam mengajar hendaknya dapat menciptakan
suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antar siswa, kerja sama
dalam mengatasi masalah belajar, seperti menyelesaikan tugas, belajar kelompok
dan sebagainya. Cara belajar seperti ini akan memperoleh dua keuntungan, yaitu:
17
a. Dapat membina dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi
b. Pengetahuan anak akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan terjadi
saling menerima dan memberi.
18
sebagainya. Karena pengaruh kaum empirisme, John Amos Comenius (1592-1671),
mengembangkan prinsip pembelajarn berupa. Pembelajaran berupa merupakan
reaksi dari pembelajaran verbalisme. Prinsip pembelajaran berupa akhirnya
melahirnya azas-azas didaktik yang pada tahun 60-an, di Indonesia sangat terkenal
dengan azas keperagaan.
Dengan psikologi empiris memunculkan teori psikologi unsur, teori daya, teori
gestald dan sebagainya. Seiring dengan berkembangnya aliran empirisme para
pengikut psikologi empirisme aktif melakukan eksperimen guna menguji dan
mempertahankan teori-teorinya. Akhirnya teori-teori tersebut juga diterapkan dalam
pendidikan sebagai prinsip pembelajaran. Sebagai contoh Herbart (1776-1841)
berpendapat bahwa perasaan, keinginan, keputusan kemauan adalah keadaan
istimewa yang terjadi karena bertemunya tanggapan sebagai unsur terkecil dari jiwa
(kesadaran) seseorang. Bertemunya tanggapan-tanggapan menurut hukum-hukum
asosiasi. Maka untuk membentuk kemauan susila (kepribadian) perlu mengingat
tanggapan-tanggapan dan menghubungkannya melalui hukum asosiasi. Teori
pembelajaran yang demikian itu disebut pendidikan intelektalisme Herbart. Dalam
pengembangan psikologi modern khususnya dibidang psikologi belajar muncul teori
belajar behavioristik dengan tokoh Thorndike, Watson, Guthrie, Skinner dan lain-lain.
Teori belajar behavioristik (Skinner) menimbulkan teori pembelajaran Pengajaran
berprogram, Mastery learning. Pengembangan psikologi Gestald melahirkan teori
belajar kognitif dengan tokoh Piaget, Brunner, Ausable dan lain-lain. Teori kognitif
pun, menimbulkan teori pembelajaran seperti Pembelajaran konsep, Advance
Organizer dan sebagainya. Perkembangan teori belajar pada abad 21, ditandai
munculnya teori konstrukivisme, yang menimbulkan teori pembelajaran baru seperti
pembelajaran strategi kognitif, konstruktivisme dan belajar mandiri. Secara garis
besar kejadian dibidang perkembangan teori belajar menunjukkan bahwa
perkembangan teori pembelajaran berkaitan dengan perkembangan teori belajar.
19
20
2 Desain Pembelajaran
21
Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek
penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi
transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi
penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan
pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu
terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang
sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh
guru, atau dalam latar berbasis komunitas
Berikut diberikan beberapa pengertian desain instruksional yang dikemukakan oleh
beberapa pakar:
1. Reigeluth, 1983
Bagi Reigeluth, disain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan
pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang. Reigeluth membedakan
disain pembelajaran dengan pengembangan. Ia menyatakan bahwa pengembangan
adalah penerapan kisi-kisi disain di lapangan. Kemudian setelah uji coba selesai,
maka disain tersebut diperbaiki atau diperbaharui sesuai dengan masukan yang
telah diperoleh. Reigeluth mengkaji disain dan pengembangan pembelajaran
berdasarkan tinjauan atas teori belajar dan pembelajaran/
2. Rothwell & Kazanas, 1992
Rothewll & Kazanas merumuskan disain pembelajaran terkait dengan peningkatan
mutu kinerja seseorang dan pengaruhnya bagi organisasi. Bagi mereka, peningkatan
kinerja berarti peningkatan kinerja organisasi. Disain pembelajaran melakukan hal
tersebut melalui suatu model kinerja manusia. Rumusan Rothwell & Kazanas ini
bermanfaat jika disain pembelajaran diterapkan pada suatu pusat pelatihan di
organisasi tertentu.
3. Gagne, Briggs, & Wager, 1992
22
Gagne, dkk. mengembangkan konsep desain pembelajaran dengan menyatakan
bahwa disain pembelajaran membantu proses belajar seseorang, di mana proses
belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Mereka percaya
proses belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi belajar, internal maupun
eksternal. Kondisi internal adalah kemampuan dan kesiapan diri pebelajar,
sedangkan kondisi eksternal adalah pengaturan lingkungan yang didisain. Penyiapan
kondisi eksternal belajar inilah yang disebut oleh mereka sebagai desain
pembelajaran. Untuk itu, disain pembelajaran haruslah sistematis, dan menerapkan
konsep pendekatan sistem agar berhasil meningkatkan mutu kinerja seseorang.
Mereka percaya bahwa proses belajar yang terjadi secara internal, dapat
ditumbuhkan, diperkaya jika faktor eksternal, yaitu pembelajaran dapat didisain
dengan efektif.
4. Reiser, 2002
Bagi Reiser, disain pembelajaran berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu sistem
untuk pengembangan program pendidikan dan pelatihan dengan konsisten, dan
teruji. Disain pembelajaran juga sebagai proses yang rumit tapi kreatif, aktif, dan
berulang-ulang. Definisi Reiser bermakna sistem, pelatihan yaitu pendidikan di
organisasi, serta proses yang teruji dan dapat diulang penerapannya.
23
Pembelajaran Partisipatif, yaitu pelibatan siswa secara optimal.
Pembelajaran Aktif, yaitu melibatkan aktifitas siswa (self discovery learning).
Pembelajaran Kreatif, yaitu memotivasi dan memunculkan kreatifitas siswa.
Pembelajaran Efektif, yaitu memberi pengalaman baru agar siswa dapat
mencapai tujuan.
Pembelajaran Menyenangkan, yaitu siswa belajar tanpa perasaan tertekan
(joyfull learning).
2. Model ASSURE,
Model ASSURE, merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas.
Menurut Heinich at.al. (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
Analyze Learners (analisis peserta didik), disesuaikan dengan tingkat
perkembangan, gaya belajar , dan kebutuhan peserta didik.
States Objectives (menyatakan tujuan), difokuskan pada tujuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Select Methods, Media, and Material (memilih metode, media, dan materi),
pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media
yang tepat dengan materi yang disampaikan .
Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan), menggunakan
dan mendesaian media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih menarik
dan menantang.
Require Learner Participation (partisipasi peserta didik di kelas), partisipasi
aktif peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada pengalaman belajar
yang diperoleh selama proses pembelajaran.
Evaluate and Revise (penilaian dan revisi), melihat seberapa efektif dan
efisiennya metode dan media pembelajaran yang dipakai dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
3. Model berorientasi produk
Model berorientasi produk, adalah model desain pembelajaran untuk
menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video
24
pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah
model Hannafin and Peck. Tahap-tahap dalam model Hannafin and Peck: tahap
analisis keperluan, tahap desain, dan tahap pengembangan dan implementasi.
Penilaian dan evaluasi dilaksanakan dalam setiap tahap.
Tahap-tahap model Hannafin and Peck :
Tahap analisa kebutuhan: mengidentifikasi kebutuhan yang meliputi
kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran; (a) tujuan
dan objek media pembelajaran yang dibuat, (b) pengetahuan dan kemahiran
yang diperlukan oleh kelompok sasaran, (c)peralatan dan keperluan media
pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum
melanjutkan ke tahap desain.
Tahap desain; bertujuanuntuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan
kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut
(informasi dari tahap analisa kebutuhan). Salah satu dokumen yang
dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mencakup urutan
aktivitas pembelajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objek media
pembelajaran seperti yang diperoleh dalam tahap analisis keperluan.
Penilaian perlu dijalankan dalam tahap ini sebelum dilanjutkan ke tahap
pengembangan dan implementasi.
Tahap pengembangan dan implementasi; penghasilan diagram alur,
pengujian, serta penilaian formatif (dilakukan sepanjang proses
pengembangan media) dan penilaian sumatif (dilakukan setelah media
selesai dikembangkan). Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi
pembuatan diagram alur yang dapat membantu proses pembuatan media
pembelajaran, serta untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti
kesinambungan link, penilaian, dan pengujian. Hasil dari proses penilaian dan
25
pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai
kualitas media yang dikehendaki.
Model ini sangat menekankan proses penilaian dan evaluasi yang
mengikutsertakan proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang
melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan.
4. Model Bella H. Bannaty
Model Bella H. Bannaty, yang berorientasi pada tujuan pembelajaran. Komponen-
komponen model Bella H. Bannaty menjadi acuan dalam menetapkan langkah-
langkah pengembangan, sebagai berikut :
a) Merumuskan tujuan (formulate objectives).
b) Mengembangkan tes (develop test).
c) Menganalisis tugas belajar (analyzing learning task).
d) Mendesain system pembelajaran (design system).
e) Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output).
f) Melakukan perubahan untuk perbaikan (change to improve).
B. Secara Makro
Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu
pelatihan, kurikulum sekolah.
1. Model Gagne, Briggs, & Wager.
Komponennya :
1) Jenjang Sistem 1
o Analisis kebutuhan, tujuan kurikuler, dan prioritas kurikulum.
o Analisis sumber-sumber, hambatan, dan alternative system
penyampaian.
o Penentuan cakupan dan urutan dari kurikulum dan mata ajar serta
disain sistem penyampaian .
26
2) Jenjang Mata Ajar
o Menentukan struktur dan urutan mata ajar.
o Analisis tujuan umum pembelajaran mata ajar
o Jenjang KBM
o Merumuskan tujuan pembelajaran/kinerja.
o Mempersiapkan satuan pelajaran (atau modul).
o Mengembangkan dan memilih bahan ajar dan media pengukur
kinerja peserta.
3) Jenjang Sistem 2
o Didik (menentukan asesmen).
o Persiapan pengajar.
o Evaluasi formatif.
o Uji coba, perbaikan.
o Evaluasi sumatif.
o Penggunaan dan penyebaran
2. Model ADDIE, muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda. Tahap-tahap model ADDIE (Analysis-Design-Development-
Implementation-Evaluation) :
a) Analysis (analisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifikasi tugas
pembelajaran).
b) Design (merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR; specific, measurable,
applicable, and realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media
pembelajaran yang tepat).
c) Development (mewujudkan desain tadi dalam bentuk nyata, misalnya dengan
mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik
mungkin).
d) Implementation (langkah nyata menerapkan sistem pembelajaran yang kita
buat).
e) Evaluation (sudah efektifkah sistem pembelajaran yang kita kembangkan).
3. Model Dick and Carrey
27
Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah desain
pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
a) Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
b) Melaksanakan analisi pembelajaran.
c) Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa.
d) Merumuskan tujuan performansi.
e) Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan.
f) Mengembangkan strategi pembelajaran.
g) Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.
h) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
i) Merevisi bahan pembelajaran.
j) Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
4. Model Kemp
Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar. Secara singkat, menurut
model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
a) Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk
pembelajaran tiap topiknya.
b) Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut
didesain.
c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat
dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar.
d) Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan.
e) Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar
belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topic.
f) Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang
menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa
akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan.
28
g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi
personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan
rencana pembelajaran.
h) Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan
pembelajaran serta melihat kesalahankesalahan dan peninjauan kembali
beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus
menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
29
3 Integrasi TIK dalam Pembelajaran
30
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa TIK adalah suatu alat
yang dapat digunakan dalam berbagai keperluan seperti, menyimpan data,
mengolah, menghasilkan serta dapat digunakan untuk menyebarkan informasi.
Selanjutnya Tinio memberikan definisi TIK seperti berikut:
ICTs stand for information and communication technologies and are defined,
for the purposes of thisprimer, as a “diverse set of technological tools and
resources used to communicate, and to create, disseminate,store, and
manage information.”4 These technologies include computers, the Internet,
broadcastingtechnologies (radio and television), and telephony.
31
Morsund dalam UNESCO mengemukakan cakupan TIK secara rinci yang
meliputi sebagai berikut:
piranti keras dan piranti lunak komputer serta fasilitas telekomunikasi
mesin hitung dari kalkulator sampai super komputer
perangkat proyektor / LCD
LAN (local area network) dan WAN (wide area networks)
Kamera digital, games komputer, CD, DVD, telepon selular, satelit telekomunikasi
dan serat optik
mesin komputer dan robot.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dijelaskan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa TIK adalah merupakan alat elektronik yang terdiri dari perangkat
keras dan perangkat lunak serta segala kegiatan yang terkait dengan pengaksesan,
pengumpulan, manipulasi serta transfer atau pemindahan informasi antar media.
b. Mengintegrasikan TIK dalam Proses Pembelajaran
32
Gambar 7. Penerapan TIK di sekolah (Unesco)
1) Tahap emerging
Sekolah yang masih dalam tahap awal perkembangan TIK menunjukkan
pendekatan kemunculan. Di sini mereka baru membeli atau menerima peralatan
TIK, administrator dan guru baru menjelajah kemungkinan pemakaian TIK di sekolah.
Mereka masih berada dalam praktek pengajaran yang berpusat pada guru.
Kurikulumnya mencerminkan
peningkatan keterampilan dasar dan ada kesadaran akan pemakaian TIK. Kurikulum
ini memungkinkan melangkah ke tahap berikutnya.
2) Tahap applying
Dalam tahap kedua ini, administrator dan guru memakai TIK untuk tugas-
tugas yang sudah dijalankan dalam manajemen sekolah dan dalam kurikulum. Guru-
guru masih mendominasi lingkungan pembelajaran. Sekolah-sekolah yang ada
dalam tahap ini mengadaptasi kurikulum untuk meningkatkan penggunaan TIK
dalam berbagai subyek area dengan alatalat dan pengangkat lunak spesifik.
3) Tahap infusing
Tahap berikutnya, pendekatan menyerap sudah mengintegrasikan TIK dalam
kurikulum, nampak dalam sekolah-sekolah yang sekarang memakai teknologi
berbasis komputer dalam laboratorium, ruang kelas, dan kantor administrasi
mereka. Guru-guru mencoba cara-cara baru yang dimungkinkan oleh TIK pada
produktifitas dan praktek profesi mereka.
4) Tahap transformation
Dalam tahap ini sekolah-sekolah memakai TIK untuk memperbarui organisasi
sekolah dengan cara-cara kreatif. TIK menjadi bagian integral meski tak kasat mata
dalam produktifitas pribadi dan praktek profesi. Fokusnya sekarang berpusat pada
33
pelajar, dan mengintegrasikan subyek area dalam aplikasi dunia nyata.TIK diajarkan
sebagai subyek terpisah dalam tingkat profesional dan dimasukkan dalam semua
bidang vokasional. Sekolah menjadi pusat pembelajaran dalam komunitasnya
Untuk perencanaan pada pengembangan profesional guru dalam
penggunaan TIK, model tahapan pengembangan penggunaan TIK hampir sama
dengan penggunaan TIK pada sekolah seperti yang diuraikan diatas. Pendekatan
dalam pengembangan TIK bertujuan untuk membantu memberikan kerangka kerja
dalam pengembangan profesional guru di sekolah. Adapun tahapan
perkembangannya seperti terlihat pada gambar berikut ini.
34
informasi tentang CD-ROM atau di Internet, atau berkomunikasi dengan teman dan
keluarga melalui email.
Dalam hal ini, guru mengembangkan melek TIK mereka dan belajar
bagaimana menerapkan ICT dalam berbagai tugas pribadi dan profesional.
Penekanannya adalah pada pelatihan bidang peralatan dan aplikasi, dan
meningkatkan kesadaran guru dalam kesempatan untuk menerapkan ICT di masa
yang akan datang ketika mereka mengajar.
2. Tahap Menerapkan TIK (Applying)
Pada tahap penerapan/aplikasi, guru menggunakan TIK untuk tujuan
profesional, berfokus pada peningkatan pengajaran mata pelajaran mereka dalam
memperkaya bagaimana mereka mengajar dengan berbagai aplikasi TIK. Pendekatan
ini sering melibatkan guru dalam mengintegrasikan TIK dalam mengajarkan subjek
keterampilan dan pengetahuan khusus; sudah mulai merubah metodologi mereka di
dalam kelas, dan menggunakan TIK untuk mendukung pelatihan dan pengembangan
profesional.
Guru mendapatkan kepercayaan pada sejumlah peralatan TIK generik dan
khusus yang dapat diterapkan pada saat mengajar mata pelajaran. Kesempatan
untuk menerapkan ICT dalam semua pelajaran mereka sering hanya dibatasi oleh
kurang siapnya akses untuk fasilitas TIK dan sumber daya, yang mana tidak
sepenuhnya diintegrasikan ke dalam semua pelajaran bagi semua peserta didik.
3. Tahap Menyerap (Infusing)
Pada tahap penyerapan (infusing) dalam hal ini pengembangan TIK telah
memadukan semua aspek profesional hidup guru dengan cara seperti pada
meningkatkan belajar dan pengelolaan proses belajar peserta didik. Pendekatan ini
mendukung guru-guru yang aktif dan kreatif yang mampu merangsang dan
mengelola pembelajaran peserta didik, mengintegrasikan berbagai gaya belajar yang
disukai dan penggunaan TIK untuk mencapai tujuan mereka.
35
Tahap penyerapan ini sering melibatkan guru agar mudah mengintegrasikan
berbagai pengetahuan dan keterampilan dari mata pelajaran lain dalam kurikulum
berbasis proyek. Dalam pendekatan ini, guru sepenuhnya mengintegrasikan TIK
dalam semua aspek kehidupan profesional mereka untuk meningkatkan belajar
mereka sendiri dan belajar peserta didik dari guru.
Guru menggunakan TIK tidak hanya mengelola belajarnya peserta didik saja
tetapi juga untuk mereka sendiri. Guru menggunakan TIK untuk membantu semua
peserta didik dalam menilai belajar mereka sendiri untuk mencapai proyek pribadi
tertentu. Dalam pendekatan ini, menjadi sangat terbiasa untuk berkolaborasi dengan
guru lain dalam memecahkan masalah umum dan berbagi pengalaman mengajar
mereka dengan orang lain.
4. Tahap Transformasi (Transformation)
Pada tahap transformasi pengembangan TIK guru dan staf sekolah lainnya
telah menganggap TIK sebagai hal alami dan sudah merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari sekolah. Dengan kata lain penerapan TIK disekolah sudah
membudaya dimana mereka mulai melihat proses pembelajaran dengan cara baru.
Perubahan penekanan dari pembelajaran berpusat pada guru kini menjadi
berpusat pada peserta didik. Guru, bersama-sama dengan murid-muridnya,
mengharapkan desain metodologi pengajaran yang terus berkembang untuk
memenuhi tujuan belajar individu.
c. Tahap Pelatihan Guru dalam TIK
Untuk mempersiapkan guru agar memiliki kompetensi TIK yang akan
digunakan dalam pembelajaran, Biro Regional Asia dan Pasifik UNESCO untuk
pendidikan menyajikan sintesis yang dipakai pada pelatihan guru tentang
penggunaan TIK dalam pendidikan (Program Informasi dan Jasa, UNESCO 2003).
Laporan ini didasarkan pada banyak sumber informasi yang dikumpulkan dari
36
beberapa proyek 12 negara, serta dari negara-negara lain di kawasan seperti
Australia, Singapura dan Republik Korea.
Ada tiga tahap untuk program pelatihan guru dalam hal konten TIK, yaitu
terdiri dari:
1. literasi/melek komputer dasar;
2. penggunaan hardware dan software TIK untuk mengajar/kegiatan
belajar;
3. pedagogi berbasis penggunaan TIK, pemanfaatan TIK yang
terintegrasi dengan kurikulum pelajaran dan pengajaran di kelas,
manajemen, dan kolaborasi online serta jaringan/networking.
37
1) Literasi komputer Dasar
Konten kursus untuk tahap pertama, literasi komputer dasar, terdiri dari:
a. komputer dasar dan fungsinya;
b. operasi sistem komputer ; aplikasi perangkat lunak umum
c. seperti Microsoft Office, belum tentu terkait dengan mengajar dan belajar.
2) ICT digunakan dalam Proses Pembelajaran
Pada tahap kedua, yaitu penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak
TIK untuk kegiatan mengajar dan belajar, kontennya mirip dengan yang dibahas pada
tahap pertama, tapi sekarang ini terkait lebih erat dengan mengajar dan belajar.
Contoh dan latihan praktikum yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana
aplikasi umum perangkat lunak dapat digunakan untuk mengajar dan kegiatan
belajar, dan konten biasanya meliputi hal-hal berikut:
a. yang menggunakan spreadsheet untuk membuat daftar kelas untuk penilaian
dan pencatatan;
b. menggunakan PowerPoint untuk presentasi di kelas untuk berbagai bidang
kurikulum;
c. menggunakan perangkat lunak penerbitan untuk membuat newsletter kelas atau
guru;
d. menggunakan WebQuests, yaitu pemecahan masalah tugas secara online, dalam
pengaturan instruksional.
38
3. Penggunaan TIK Terintegrasi
Tahap ketiga adalah lebih maju dalam hal mengintegrasikan ICT dengan
kurikulum. Konten yang termasuk pada tahap pelatihan guru ini, yang ditawarkan di
beberapa negara seperti Singapura, misalnya:
a. mengintegrasikan TIK dalam mengajar mata pelajaran tertentu seperti sains,
matematika, seni bahasa atau studi sosial
b. menggunakan alat komunikasi online seperti e-mail untuk bergabung dengan
proyek online kolaboratif atau Internet untuk meneliti masalah dunia nyata;
c. menghubungkan sekolah dengan masyarakat lokal.1
2
Qiyun Wang and Huai Lit Woo, Systematic Planning for ICT Integration in Topic Learning.
Educational Technology & Society, http://www.ifets.info/journals/10_1/14.pdf ( diakses 9
Agustus 2012)
39
terjadi di tiga wilayah, yakni wilayah makro pada tataran kurikulum, meso pada
wilayah topik pelajaran dan mikro pada wilayah mata pelajaran, seperti gambar
berikut.
3
ibid
40
Gambar 3. Model sistematis integrasi TIK berbasis topik (model Wang)
Model ini sangat sistemik karena didasarkan pada alur logis dan disusun
secara sistematis. Langkah-langkah tiap komponen dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Problem statement (Pernyataan masalah)
Model perencanaan sistemik integrasi TIK dalam pembelajaran dimulai dari
permasalahan yang menggambarkan persoalan yang akan dipelajari atau isu-isu
penting dalam topik/unit pembelajaran.
b. Learning objective (Tujuan belajar)
Tujuan belajar secara khusus ditujukan untuk mencapai outcome
pembelajaran pada akhir dari topik/unit materi pelajaran. Tujuan belajar hendaknya
khusus dan dapat diukur.
Menurut Ambrose dalam Sutrisno menyatakan tujuan belajar merupakan
atribut pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan setelah mengikuti proses
pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Ada beberapa
keuntungan yang diperoleh apabila memberikan tujuan belajar secara spesifik.
Pertama, memberikan kerangka kerja struktur materi pelajaran secara sistematis
yang dapat menuntun proses dan aktivitas pembelajaran, metoda dan tugas-tugas
41
yang diberikan kepada peserta didik. Kedua memberikan arah pembelajaran kepada
peserta didik serta target belajar peserta didik.4
c. Technology required (Teknologi yang dibutuhkan)
Untuk menjawab persoalan yang diajukan dan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai, perancang pembelajaran harus mempertimbangkan dengan cermat
beberapa kemungkinan teknologi yang digunakan yang sesuai dengan topik/unit
pelajaran. Teknologi disini termasuk software, multimedia, berbasis website, alat
komunikasi (web tools, chat, dan forum diskusi secara online).
d. Rationale (Rasionalisasi)
Teknologi digunakan karena ketersediannya maupun terbukti efektif untuk
digunakan pada unit pelajaran yang relevan. Rasionalitas didasarkan pada (i)
memberikan motivasi yang tinggi bagi peserta belajar, (ii) unik dan memiliki
kapabilitas untuk membantu peserta belajar, misalnya dapat membantu visualisasi
data, (iii) mendukung inovasi dan kolaborasi dalam proses pembelajaran serta
membantu memecahklan masalah, meningkatkan produktivitas guru dan
mengkontruksi pengetahuan peserta belajar.
e. Strategy (Strategi)
Setelah menetapkan teknologi yang digunakan, guru memutuskan seberapa
efektif teknologi yang akan digunakan. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan
bagi guru adalah:
1. Apakah TIK yang berupa CD-ROM, simulasi, animasi yang digunakan dapat
membantu menjawab dari tujuan pembelajaran?
2. Apakah TIK yang digunakan menggunakan komputer secara individual atau
dalam kelompok yang sesuai dengan kemampuan yang ada.
3. Mengapa harus menggunakan TIK?
4. Apa yang harus dilakukan oleh peserta belajar selama pembelajaran
berlangsung?
5. Adakah tersedia handout?
4
Sutrisno, Pengantar Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Inoformasi & Komunikasi
(Jakarta: Gaung Persada, 2011), h.67.
42
f. Assessment (Penilaian)
Biasanya setelah membahas topik pembelajaran, peserta belajar dinilai
seberapa jauh dapat menguasai unit pembelajaran. Penilaian merefleksikan proses
maupun hasil akhir pembelajaran. Peserta belajar hendaknya menyelesaikan tugas,
aktivitas pembelajaran maupun hasil akhir secara kolaborasi maupun individual
berbasis TIK.
g. Reflection (Refleksi)
Setelah melaksanakan pembelajaran berbasis TIK, guru hendaknya
melakukan refleksi untuk memperoleh gambaran apakah yang dilakukan masih ada
kekurangan-kekurangan. Untuk itu langkah yang diambil adalah tindakan perbaikan
terhadap TIK yang digunakan apakah sudah sesuai atau belum. Berikut adalah
pertanyaan terkait dengan refleksi tindakan bagi guru.
1. Apakah pertanyaan-pertanyaan utama sudah dijawab?
2. Apakah semua aktivitas pembelajaran menjawab semua tujuan
pembelajaran?
3. Apakah TIK yang digunakan dapat mendukung proses pembelajaran?
4. Apakah TIK yang digunakan dapat mendukung proses pembelajaran?
5. Apakah proses pembelajaran perlu ditingkatkan.
6. Apakah alat ukur penilaiannya valid?
7. Bagaimanakah kita meningkatkan penggunaan TIK dalam pembelajaran?
Model perencanaan sistematis dalam mengintegrasikan TIK dalam
pembelajaran yang dikemukakan oleh Wang ini dapat membantu guru maupun para
desainer untuk menghasilkan perencanaan pembelajaran mengintegrasikan TIK
yang efektif untuk satu topik dari mata pelajaran yang diajarkan guru.
b. Model Technology Integration Planning (TIP)
Model integrasi TIK lainnya adalah model yang dikemukakan oleh Roblyer
yaitu model Technology Integration Planning (TIP).5 Model ini dikembangkan untuk
membantu guru dalam mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran
mereka. Model ini terdiri dari lima fase, masing-masing guru membimbing dalam
5
M.D. Roblyer, Integrating Educational Technology into Teaching (Upper Saddle River New
Jersey: Pearson Education, Inc., 2006), hh. 52-53.
43
cara efektif merencanakan dan melaksanakan pembelajaran melalui penggunaan TIK
seperti gambar berikut.
44
fase ini sangat membantu kita untuk melihat bagaimana teknologi memiliki potensi
untuk keuntungan relatif tinggi.
Fase 2 : Menentukuan tujuan dan penilaian
Pada fase ini berfokus pada guru merancang pengalaman belajar dengan
target belajar jelas dan eksplisit bahwa peserta didik akan diminta untuk
menunjukkan dalam penilaian. Guru harus menganalisis sampel peserta didik
bekerja untuk membuat kesimpulan yang valid dan dapat diandalkan tentang
efektivitas TIK dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Fase 3 : Desain strategi dan integrasi
Tahap ini mengharuskan para guru untuk memastikan mereka merancang
dan mengimplementasikan pengalaman belajar menggunakan berbagai strategi
mengajar untuk terlibat, memotivasi dan menantang peserta didik. Kami
membahas perlunya guru, ketika merencanakan pengalaman-pengalaman belajar,
untuk memastikan peserta didik memahami bahwa teknologi tersebut tidak
digunakan sebagai 'add on' lebih memiliki tujuan yang jelas dan efektif.
45
menjadi praktisi reflektif yaitu meninjau hasil data dan informasi pada metode
teknologi terpadu dan menentukan apa yang harus diubah untuk membuat waktu
mereka bekerja lebih baik. Dalam diskusi tentang fase ini, semua sepakat tentang
pentingnya fase ini bagi kita sebagai guru masa depan untuk memastikan kita selalu
berusaha untuk perbaikan dan terus mengkritisi dan mengevaluasi praktek mengajar
kita.
6
Matthew J. Koehler and Punya Mishra, Introducing Technological Pedagogical Content
Knowledge.
http://api.ning.com/files/a0wABRzgzsIoZgzDdrrXNHO*MYTeghdD1aEfo2w*0XlcTRey4E1XrY
6Lh0wj4x67w3cO2-*deCdS1zLgMov*TWccdAuB3CVp/TPACKIntro.pdf , (diakses 15 Oktober
2012)
46
Gambar 5. Model TPACK (model Mishra dan Koehler)
Konsep dasar TPCK Mishra dan Koehler ini lebih menekankan hubungan
antara materi pelajaran, teknologi dan pedagogi. Interaksi antara tiga komponen
tersebut memiliki kekuatan dan daya tarik untuk menumbuhkan pembelajaran aktif
yang terfokus pada peserta belajar. Hal ini dapat juga dimaknai sebagai bentuk
pergeseran pembelajaran yang semula terpusat pada guru bergeser kepada peserta
belajar. Kerangka kerja yang dibutuhkan bagi guru adalah pemahaman efektivitas
integrasi pembelajaran. TPCK menekankan hubungan hubungan antara teknologi, isi
kurikulum dan pendekatan pedagogi yang berinteraksi satu sama lain untuk
menghasilkan pembelajaran berbasis TIK.
Dalam skema TPCK terdapat hubungan antar komponen penyusun, saling
beririsan antara materi kuliah (C), pedagogi (P) dan teknologi (T) yang berpengaruh
dalam konteks pembelajaran. Gambar diatas memberikan ilustrasi terhadap
hubungan ketiga komponen itu. Komponen-komponen yakni C, P dan K yang
selanjutnya C menjadi (CK), P menjadi (PK) dan T menjadi (TK) serta hubungan antar
komponen dapat dijelaskan sebagai berikut : Content Knowledge (CK) pengetahuan
tentang materi pelajaran yang akan dipelajari.
47
Pedagogy Knowledge (PK) menggambarkan pengetahuan secara mendalam
terkait dengan teori dan praktik belajar mengajar yang mencakup tujuan, proses,
metoda pembelajaran penilaian, strategi dan lainnya. Secara umum, seperti lazimnya
pedagogi terdiri atas pembelajaran, manajemen kelas, tujuan instruksional, model
penilaian peserta belajar. Pengetahuan pedagogi mensyaratkan pemahaman aspek
kognitif, afektif, sosial dan pengembangan teori pembelajaran dan bagaimana teori
itu dapat diterapkan di dalam proses pembelajaran Guru hendaknya memahami
secara mendalam dan fokus terhadap pedagogi yang dibutuhkan yakni tentang
bagaimana peserta didik memahami dan mengkonstruksi pengetahuan, sikap dan
ketrampilan.
Technology Knowledge (TK) adalah dasar-dasar teknologi yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran. Contohnya, pemanfaatan software,
program animasi, internet akses, model molekul, laboratorium virtual dan lain-lain.
Untuk itu, guru membutuhkan penguasaan dalam pemrosesan informasi,
berkomunikasi dengan TIK dalam pembelajaran.
Pedagogy Content Knowledge (PCK) mencakup interaksi dan terjadinya irisan
antara pedagogi (P) dan materi pelajaran (C). Menurut Shulman dalam Koehler
bahwa PCK merupakan konsep tentang pembelajaran yang menghantarkan materi
pelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Hal ini mencakup proses pembelajaran
terkait dengan materi pelajaran yang dipelajari serta system penilaian peserta
belajar. Model pembelajarannya diharapkan dapat menghantarkan peserta belajar
secara efektif. Pemahaman hubungan dan irisan antara (P) dan (C) yang secara
ringkas menyangkut bagaimana (P) dapat mempengaruhi (C) .
Technology Pedagogy Knowledge (TPK) adalah merupakan serangkaian
pemahaman bagaimana perubahan pembelajaran terjadi dengan memanfaatkan
teknologi yang digunakan untuk mendukung pembelajaran secara aktif dan dapat
membantu serta mempermudah konsep-konsep/materi pelajaran. TPK
48
membutuhkan pemahaman keuntungan dan kerugian teknologi yang dibutuhkan
yang diterapkan dalam kontek materi pelajaran yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
Selanjutnya, TPK membutuhkan strategi pembelajaran berbasis TIK, informasi
skill pendukung serta membantu peserta didik yang mendapatkan kesulitan secara
teknis terkait dengan TIK. Intinya, dengan hadirnya peserta belajar lebih mudah
memahami materi pelajaran yang bersifat mikroskopik, abstrak dan komplek.
Disinilah peran TIK dapat diartikan sebagai sumber belajar.
Technology Pedagogy and Content Knowledge (TPCK) merangkum suatu
rangkaian dalam pembelajaran dimana kemampuan penguasaan teknologi secara
terintegrasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dari komponen-komponen
penyusunnya ( C), (P), dan (K). TPCK mensyaratkan terjadinya multi interaksi antar
komponen yakni materi pelajaran, pedagogi dan teknologi yang unik dan sinergis
berbasis TIK.
d. Model Pedagogical Social and Technological (PST)
Model Pedagogical Social and Technological atau yang dikenal dengan model
generik dikemukakan oleh Qiyun Wang. Model ini menekankan pada tiga komponen
utama yaitu: pedagogi, interaksi sosial dan teknologi, seperti terlihat pada gambar
berikut ini:
49
Sistem pendidikan adalah kombinasi unik dari pedagogik, sosial, dan
komponen teknologi. Dalam konteks pendidikan, pedagogi sering mengacu pada
strategi pengajaran, teknik atau pendekatan yang digunakan guru untuk memberikan
instruksi atau memfasilitasi pembelajaran. Komponen pedagogis sangat penting
untuk membedakan sistem belajar dari komunitas lain, seperti masyarakat alumni,
terutama karena mencerminkan tujuan pendidikan dari sistem pembelajaran.
Masyarakat lainnya yang sering dibangun tanpa tujuan pembelajaran konkret dalam
pikiran.
Desain Pedagogis adalah proses yang berkelanjutan, yang tidak bisa hanya
pra-ditentukan sebelum pelajaran. Selain pemilihan konten yang tepat atau kegiatan,
desain pedagogis harus berurusan dengan bagaimana menggunakan sumber daya
dengan cara yang efektif untuk peserta didik perancah selama proses belajar. Dalam
hal desain pedagogis, lingkungan belajar harus mendukung dan memenuhi
kebutuhan dan niat belajar peserta didik dengan latar belakang yang berbeda. Itu
juga harus melibatkan menggunakan berbagai sumber belajar dan kegiatan yang
peserta didik dukungan pembelajaran, dan memungkinkan guru untuk memfasilitasi
pembelajaran.
Kegiatan sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Orang secara
alami hidup dan bekerja di berbagai masyarakat, di mana mereka berpaling kepada
orang lain untuk bantuan ketika mereka menghadapi masalah. Dalam banyak situasi,
para peserta didik bisa menggunakan berdiri sendiri komputer yang hanya
memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan sumber belajar tertanam. Dengan
perkembangan komunikasi melalui komputer (CMC), komputer sekarang terhubung
di seluruh dunia. Kegiatan sosial menjadi lebih nyaman dan fleksibel melalui
dukungan dari CMC. Peserta didik masih dapat menggunakan komputer secara
individual. Namun, mereka memiliki kesempatan untuk bekerja sama, misalnya
dalam pemecahan masalah.
50
e. Model Community of Inquiry (CoI)
Integrasi ICT dengan model Community of Inquiry (CoI) dikemukakan oleh
Garrison, Anderson & Archer. Model CoI, menyatakan bahwa pembelajaran yang
terjadi di masyarakat melalui interaksi kognitif, sosial dan kehadiran mengajar. Hal ini
dapat dilihat seperti gambar berikut:
51
4 Mempersiapkan Bahan
Menggunakan TIK
52
5 Mendesain Pembelajaran
Mengintegrasikan
TIK
53
6 Implementasi Pembelajaran Dengan
Integrasi TIK
54