Anda di halaman 1dari 4

POTENSI TWITTER SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MULTIKULTURAL Keinesasih Hapsari Puteri (03109) Latar Belakang Konflik antar-kelompok agama

a semakin marak di Indonesia, berlawanan dengan idealisme bangsa yang mengakui persatuan dalam keberagaman. Akhir-akhir ini, mulai tampak penindasan dari kelompok budayadalam ini religiusmayoritas terhadap kelompok budaya minoritas, misalnya kasus penusukan pendeta HKBP Ciketing, penyerangan terhadap rumah inventaris Jamaah Ahmadiyah di Pandeglang yang berujung pada tewasnya tiga orang, dan konflik-konflik skala kecil lainnya. Permasalahan Pemerintah yang seharusnya bertindak sebagai fasilitator antar kelompok yang berkonflik malah merilis kebijakan yang berpihak kepada salah satu kelompok, misalnya SKB 3 Menteri yang jelas menyatakan bahwa Jamaah Ahmadiyah harus mengganti kepercayaan mereka menjadi Islam arus utama atau dianggap sebagai nonMuslim oleh negara. Pemerintah melanggar idealisme dan sumber hukum bangsa, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 (E). Negara sudah tidak bisa diharapkan sebagai pelindung warga negara, karena memilih tunduk pada tekanan mayoritas, oleh karena itu masyarakat harus mengambil alih fungsi social engineering. Alternatif Solusi Memberikan pendidikan multikulturalisme yang diinisiasi oleh, dari dan untuk masyarakat, dengan langkah pertama menciptakan komunikasi yang melibatkan publik tentang isu-isu multikultural. Harapannya, dengan komunikasi, tercipta pemahaman dan pembiasaan terhadap pandangan dan cara hidup multikultural. Menggunakan media sosial, dalam hal ini Twitter, dalam upaya menginisiasi komunikasi multikultural tersebut. Preseden dari usulan ini adalah kesuksesan komunitas Facebook dengan kasus Prita Mulyasari dan komunitas Twitter dengan gerakan @jalinmerapi. Potensi Twitter sebagai media pergerakan tampak dari popularitasnya yang terus menanjak dengan 4,9 juta akun di Indonesia per Januari 2011 dan pengakuan akan dampak Twitter oleh praktisi politik seperti partai Golkar. Teori dan Konsep 1. Multikulturalisme Pertama kali dicetuskan di Amerika, menanggapi masalah perbenturan budaya antara warga asli dan imigran. Glazer (1998) menyatakan bahwa asimilasi atau upaya integrasi imigran kepada warga asli sama dengan menghilangkan ciri khas suatu kelompok minoritas demi peleburan diri dengan suatu kelompok dominan, dan ini adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia, lebih tepatnya hak sosialbudaya. Multikulturalisme adalah wacana yang menuntut pengakuan atas adanya banyak budaya di dalam suatu negara. Bukan satu budaya dominan saja yang diakui, tetapi setiap budaya yang ada dalam masyarakat harus diakui keberadaannya (Tridiatno, 2005). 2. Twitter sebagai Media Sosial

Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar-dasar ideologis dan teknologis Web 2.0 dan yang memungkinkan kreasi dan pertukaran konten yang dihasilkan oleh pengguna (user-generated). Web 2.0 sendiri didefinisikan sebagai jenis situs web baru yangtidak seperti jenis situs web generasi pertama atau Web 1.0memungkinkan penggunanya untuk lebih dari sekadar mendapatkan informasi (Creeber dan Martin, 2009). Situs Web 2.0 memiliki elemen sosial di mana pengguna menghasilkan dan menyebarkan konten, seringkali dengan kebebasan untuk membagikan dan menggunakannya kembali. 3. Strukturasi Giddens (dalam Gauntlett, 2002) menyatakan bahwa kehidupan sosial terdiri dari bukan hanya tindakan individual (tataran mikro), tetapi juga tidak sematamata ditentukan oleh kuasa-kuasa sosial (tataran makro). Agen manusia dan struktur sosial memiliki hubungan terhadap satu sama lain, dan pengulangan tindakan individual para agenlah yang mereproduksi struktur tersebut. Dalam masyarakat ada struktur sosialtradisi, institusi, kode moral dan tatacarayang telah mapan untuk melakukan berbagai hal, tetapi struktur tersebut dapat berubah ketika masyarakat mulai tak mempedulikannya, menggantinya, atau mereproduksinya secara berbeda. Teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana komunikasi multikultural diharapkan bisa memperbaiki reaksi antarkelompok budaya (dalam hal ini kelompok agama). Mengenai Twitter Twitter adalah jasa jejaring sosial dan mikroblog1 online yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca entri berbasis teks sampai dengan 140 karakter yang disebut kicauan atau tweet (Taylor, 2011). Yang perlu dilakukan orang untuk menjadi pengguna Twitter adalah: 1) Mendaftarkan alamat email dan data diri. 2) Memilih nama pengguna atau username sebagai tanda pengenal di Twitter. Fitur-fitur Twitter yaitu sebagai berikut: a. Tweet atau Kicauan Seperti yang sudah disinggung di atas, sebuah tweet pada dasarnya adalah entri blog yang sangat singkat, terbatas hanya 140 karakter. b. Pengguna dapat memilih tweet siapa yang hendak dibaca dengan cara mengklik tombol follow atau ikuti pada profil seseorang. Tweet para ikutan (following atau pengguna yang diikuti) akan nampak di timeline atau garis waktu, kumpulan tweet yang diperbarui oleh Twitter setiap kali ada ikutan yang mengirimkan tweet, bersama tweet yang kita kirimkan juga. Untuk berhenti mengikuti seseorang, pengguna cukup mengklik pilihan unfollow atau setop ikuti. c. Mention atau gamitan Pengguna bisa menaruh nama pengguna lain pada tweet-nya, sehingga ketika si pengguna lain membuka menu yang bertuliskan @(namapengguna) di
1

Blog, singkatan dari web log, adalah sejenis website yang diperbarui dengan konten baru dari waktu ke waktu dan biasanya dikelola oleh individu dengan entri seputar komentar, deskripsi dari suatu peristiwa, atau materi lain seperti gambar atau video (Blood, 2000). Blog biasanya bersifat personal atau tidak resmi dan seringkali berisi opini pribadi, walaupun saat ini sudah banyak blog yang bersifat komersil. Istilah mikroblog yang digunakan Twitter mengacu pada batasan 140 karakter per entri yang diterapkan situs tersebut.

sebelah menu Timeline, ia dapat membaca tweet tersebut, walaupun ia tidak mengikuti si pengguna. d. Re-Tweet (RT) RT adalah suatu cara untuk mengutip tweet dari orang lain dengan utuh, bersama identitas orang yang mengirimkannya juga. e. Direct Message atau Pesan Langsung Fitur ini mengirim pesan langsung kepada pengguna lain secara lebih pribadi. Pesan tersebut langsung masuk ke dalam kotak pesan yang tidak bisa dibuka oleh orang selain pengguna, mirip seperti kotak pesan email. f. Favorite Fitur ini akan menyimpan tweet di menu favorites yang dapat diakses dari laman profil pengguna. Fungsi fitur ini mirip dengan bookmark atau penanda pada peramban web. g. Block atau blok Berfungsi untuk mencegah pengguna tersebut melihat isi garis waktu dan mengikuti pengguna yang melakukan blok. Intinya, fitur ini memutus interaksi antara satu nama pengguna dan yang lain. h. Report as Spam atau Laporkan Sebagai Spam Spam adalah penyalahgunaan sistem pesan elektronik seperti email, SMS dan tidak terkecuali pesan Twitter untuk mengirim iklan secara personal kepada seseorang tanpa ijin orang tersebut2. Jika satu nama pengguna menerima ratusan laporan sebagai spam, maka akunnya akan ditutup oleh Twitter. i. Hashtag atau Tagar Tagar digunakan untuk menandai suatu kata kunci atau frase kunci dalam sebuah tweet, sehingga memudahkan banyak pengguna sekaligus untuk terlibat dalam suatu topik percakapan tertentu. j. List atau senarai Dengan senarai, pengguna dapat mengelompokkan pengguna-pengguna lain sesuai dengan kesamaan karakteristik di antara pengguna-pengguna tersebut. Twitter dan Multikulturalisme Konsistensi nilai suatu pergerakan, apalagi yang berorientasi publik seperti pergerakan melalui media sosial adalah salah satu hal yang banyak dikritisi oleh publik dan sedikit-banyak menentukan kemajuan bahkan berhasil-tidaknya pergerakan tersebut. Ketika publik/audiens mengenali adanya ketidaksesuaian nilai antara media dan isu yang direpresentasikan, maka kredibilitas pergerakan tersebut akan jatuh di mata publik. Fitur-fitur Twitter yang telah dibedah di atas mendukung multikulturalisme dengan cara menyediakan: 1. Kebebasan berbicara dan berpendapat Kebebasan bertumbuh subur ketika sarana komunikasi tersebar, terdesentralisasi, dan mudah diakses (Jenkins dan Thorburn, 2003) dan kebebasan itu sendiri adalah karakteristik sentral dari ideologi demokrasi. Twitter mendukung demokrasi setidaknya dengan dua cara, yang pertama yaitu dengan menyediakan sarana komunikasi yang dapat diakses dengan mudah dan yang kedua dengan mendukung adanya kebebasan berbicara dan berpendapat dalam aturan di situs-situsnya. Anonimitas atau tidak melekatnya identitas diri yang rigid seperti dalam kehidupan bermasyarakat konvensional (Van Dijk, 2006) juga memainkan peranan untuk menciptakan kebebasan ini,
2

http://www.spamhaus.org/definition.html

2.

menjadikan lebih sulit bagi publik untuk melakukan tanggapan atau bahkan serangan yang bersifat ad hominem, yang menyerang atribut pribadi seseorang, bukan substansi yang dibawa orang terebut. Kesamaan derajat antara pihak-pihak yang terlibat Seperti yang sudah disinggung di atas, multikulturalisme mengakui adanya kesamaan derajat antara satu budaya dan budaya lainnya; tidak ada satu kelompok budaya yang lebih superior daripada lainnya, di mana semua budaya yang berbeda dapat berkoeksistensi dalam satu masyarakat yang sama. Dalam masyarakat Twitter setiap pengguna memiliki status setara dengan pengguna yang lain. Ini berbeda dengan yang terjadi di situs-situs forum yang memiliki moderator yang berhak menghapus unggahan atau pesan dari akun lain yang dianggap tidak sesuai dengan forum tersebut, bahkan sampai ke taraf mencabut akses dari akun yang bersangkutan.

Referensi Blood, Rebecca. 2000. "Weblogs: A History and Perspective", Rebecca's Pocket. http://bit.ly/AUcxr Creeber, Glen dan Royston Martin (ed). 2009. Digital Cultures: Understanding New Media. Berkshire: McGrawHill Gauntlett, David. 2002. Media, Gender and Identity: An Introduction. London: Routledge Kaplan, Andreas M. dan Michael Haenlein. 2010. Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, vol. 53, hal: 59-68. Indianapolis & Bloomington: Kelley School of Business Tridiatno, Agus. 2005. Memelihara Kesatuan dengan Menghormati Keberagaman. Multikulturalisme: Membangun Harmoni Masyarakat Plural. Jogja: Universitas Atma Jaya Yogyakarta Van Dijk, Jan. 2006. The Networked Society: the Social Aspects of New Media. London: Sage Publications Ltd

Anda mungkin juga menyukai