Anda di halaman 1dari 5

Mahkumjapol Susun MoU Batasan Denda Tipiring Empat lembaga hukum sepakat mengedepankan prinsip restorative justice.

Agus Sahbani Dibaca: 1318 Tanggapan: 0


Share:

Forum Mahkumjapol susun MoU Batasan Denda Tipiring (tindak pidana ringan). Foto: Sgp
Forum Mahkumjapol terdiri dari Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian sepakat untuk menyusun kerangka acuan yang lebih rinci mengenai batasan denda dalam perkara tindak pidana ringan. Kesepahaman itu diambil dalam pertemuan tertutup keempat lembaga di gedung Mahkamah Agung (MA), Selasa (3/4). Ketua Muda MA Bidang Pidana Umum Artidjo Alkostar dan Ketua Muda Bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko mewakili tuan rumah. Tim Kementerian Hukum dan HAM langsung dipimpin langsung Menteri Amir Syamsudin didampingi Dirjen Pemasyarakatan Sihabudin. Korps adhyaksa diwakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Hamzah Tadja. Sedangkan korps bhayangkara diwaliki Bambang Sri Hartanto dari Divisi Hukum Mabes Polri. Dalam pertemuan ini, keempat lembaga membahas rencana tindak lanjut Peraturan Mahkamah Agung

(Perma) No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pada intinya mengenai penyusunan nota kesepakatan bersama (MoU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, Polri menyangkut penerapan batasan jumlah denda dalam tindak pidana ringan (Tipiring) seperti tertuang Perma No 2 Tahun 2012, jelas Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur usai rapat koordinasi. Ditambahkan Ridwan, pembahasan materi nota kesepakatan juga berkaitan dengan pembatasan perkara dalam tindak pidana anak, kerugian korban di bawah Rp2,5 juta termasuk pembatasan perkara dalam perkara pengguna narkoba, selain perkara Tipiring berikut hukum acaranya. Termasuk tata cara penyelesaian perkara di luar pengadilan. Penyidik bisa tidak meneruskan itu ke persidangan, kalau perkara dianggap masuk klasifikasi tipiring, perkara anak-anak, perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), katanya. Sejauh ini substansi nota kesepahaman belum rampung. Sebuah tim kecil lintas lembaga diberi tugas menyusun dan merampungkan memorandum of understanding (MoU). Masih akan terus dibahas dengan membentuk tim kecil yang akan menyusun pasal-pasal dalam nota kesepakatan ini. Menurut Ridwan, pada tataran implementasi, Perma No 2 Tahun 2012 tidak hanya berlaku dan mengikat hakim, tetapi juga aparat penegak hukum lainnya. Ini agar bagaimana pelaksanaannya juga bisa dipahami dan diikuti pihak penyidik, penuntutan hingga perkara-perkara ini diselesaikan di luar pengadilan. Implementasi Perma itu beserta materi nota kesepakatan merupakan alternatif pemulihan keadilan (restorative justice) dalam menyelesaikan jenis perkara seperti ini. Intinya nota kesepakatan sebagai pelaksanaan Perma ini adalah untuk memberikan restorative justice. Perma No 2 Tahun 2012, terbit pada 27 Februari 2012, mengatur kenaikan nilai uang denda atau nilai kerugian. Kenaikan nilai denda yang tercantum dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penipuan ringan), 379 (penggelapan ringan), 384, 407, dan 482 KUHP yakni sebesar Rp250 menjadi Rp2,5 juta. Jumlah maksimum nilai (kerugian) hukuman denda dalam KUHP, kecuali pasal 303 ayat (1), (2), Pasal 303 bis ayat (1), (2), dilipatgandakan (dikalikan) menjadi seribu kali. Perma ini untuk menghindari penerapan pasal pencurian, penipuan biasa terhadap perkara pencurian/penggelapan ringan, sehingga tidak perlu ditahan dan diajukan upaya hukum kasasi. Pemeriksaannya pun dilakukan dengan acara cepat.

Mahkumjapol Sepakati Aturan Tipiring


Dirilis oleh RIDWAN MAULANA pada Rabu, 04 Apr 2012 Telah dibaca 12 kali JAKARTA (Pakuan ) Forum lembaga penegak hukum sepakat batasan dana tindak pidana ringan (tipiring) yang semula Rp250 dinaikkan menjadi Rp2,5 juta, seperti yang tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 02/2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Selanjutnya, masing-masing lembaga seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),kejaksaan,kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencari format agar Perma yang hanya berlaku untuk lembaga peradilan bisa juga dipakai oleh mereka. Perma MA disepakati,selanjutnya perludisusunnotakesepakatan bersama (MoU) antara MA,Kemenkumham,Kejaksaan Agung,Polri (Mahkumjapol) agar bisa berlaku di masingmasing institusi,ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur seusai rapat koordinasi Forum MA,Kemenkumham,kejaksaan, dan kepolisian (Mahkumjapol) di GedungMA,kemarin.

Nota kesepakatan nantinya akan berisi seluk-beluk perkara tipiring berikut hukum acaranya, termasuk tata cara penyelesaian perkara di luar pengadilan.Selain itu,dibahas juga kaitan dengan pembatasan perkara dalam tindak pidana anak,kerugian korban di bawah Rp2,5 juta termasuk pembatasan perkara dalam perkara pengguna narkoba. Sebagai gambaran,jika nota kesepakatan ditandatangani nanti, penyidik tidak bisa meneruskan pada persidangan jika perkara yang ditanganinya masuk dalam klasifikasi tipiring, perkara anak-anak. Nantinya, kata dia, pelaksanaan nota kesepakatan sebagai bentuk alternatif pemulihan keadilan (restorative justice) dalam menyelesaikan jenis perkara seperti ini. Menkumham menurut Ridwan menyambut baik jika perkara tipiring ini diselesaikan dengan pidana denda dan mediasi, sebab sebagian perkara narapidana di lapas termasuk perkara tipiring.Tentunya hal ini akan mengurangi persoalan overkapasitas yang selama ini dialami lapas. Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Pengadilan (LeIP) Arsil mengatakan,hal ini merupakan perkembangan positif. Ke depan ini harus diundangkan. Dimasukkan dalam KUHP, tapi tidak perlu menunggu revisi keseluruhansebabituakanlama. Tapi bisa melalui revisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang(Perppu) No16/1960dan UU No 1/1961,ujarnya

Pembatasan Tipiring dan Revisi KUHP


o

0 0 DI tengah pesimisme akan keadilan dalam penegakan hukum, Mahkamah Agung (MA) berinisiatif menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembatasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dalam kejahatan pidana yang dapat dijatuhi sanksi hukum (SM, 29/02/12). Perma itu dimaksudkan untuk menyesuaikan batas tipiring dan jumlah denda berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa kasus pencurian/ penipuan dengan nilai uang di bawah Rp 2,5 juta merupakan kejahatan tipiring. Pelakunya tidak boleh ditahan dan harus diadili dengan hukum acara pemeriksaan secara cepat. Sementara KUHP, terutama Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP secara jelas menyebut sebuah perkara bisa dikategorikan tipiring jika menyangkut nilai uang di bawah Rp 250. Dengan nilai sekecil itu sesungguhnya KUHP tak pernah membatasi kategori tindak pidana yang dapat diproses di pengadilan. Bahkan konsep dasarnya justru memandang semua kejahatan sama di depan hukum. Itulah yang menyebabkan mengapa proses pengadilan sangat panjang dan berlarut-larut, baik untuk kasus kecil maupun besar. Substansi yang diinginkan oleh Perma yang baru itu sesungguhnya bentuk dari respons positif MA dalam melihat dinamika di masyarakat. Artinya, ada ratusan, bahkan ribuan kasus tipiring yang dipaksakan disidang kendati tidak sebanding material kerugian yang ditimbulkan

ketimbang biaya, waktu, dan tenaga yang dihabiskan oleh para hakim untuk mengadili kasuskasus kecil tersebut. Masih segar dalam ingatan ketika jagat hukum dihebohkan oleh pengadilan yang berlarut-larut kasus pencurian sandal jepit oleh bocah AAL, pencurian beberapa biji kakao oleh nenek Minah, dan pencurian 6 piring oleh Rusminah. Dalam kasus itu tampak jelas bahwa kerugian materi yang ditimbulkan sangat kecil dan dampak sosialnya pun tidak masif dan terstruktur bagi masyarakat luas. Namun pelakunya tetap dihukum kendati ringan. Merevisi KUHP Di sisi lain, publik melihat sejumlah kasus kejahatan yang masif, terstruktur, dan berdampak kerugian besar bagi masyarakat, seperti korupsi politik dan megakorupsi yang melibatkan elite kadang tidak diproses secara benar di pengadilan. Di sini tampak bahwa hukum hanya menjadi benteng bagi elite politik namun menghunus tajam pada kasus yang melibatkan rakyat kecil. Melihat fenomena itu, relevansi kehadiran Perma menjadi penting dalam rangka mewujudkan keadilan, sekaligus efektifitas birokrasi pengadilan, dan efisiensi proses hukum sebagaimana pandangan Robert Cooter, (1987) dalam Law and Economic. Kelemahan yang mendasar dari Perma Nomor 2 Tahun 2012 adalah regulasi itu hanya merupakan peraturan (regeling) yang mengikat untuk internal hakim-hakim di lingkungan MA, yakni di pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT). Konsekuensinya, ketua pengadilan dalam melihat kasus tindak pidana harus mampu melihat nilai objek sengketa ketika menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, dan penadahan dari jaksa penuntut umum. Bila mendasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP), kasus pidana harus terlebih dahulu melalui dua pintu, yakni penyidikan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan. Persoalannya, dua institusi hukum ini tidak terikat oleh Perma tersebut. Lebih dari itu, dua institusi hukum itu juga belum merespon secara positif atas Perma, misalnya dengan menindaklanjuti di level bawah kepolisian dan kejaksaan dalam memproses kasus-kasus tipiring. Ke depan, supaya bisa fungsional menegakkan keadilan maka Perma perlu ditingkatkan menjadi selevel UU agar mengikat semua institusi hukum. Bahkan lebih baik lagi bila terbitnya Perma itu menginspirasi pemerintah dan DPR untuk segera merevisi KUHP dan KUHAP yang tak lagi mampu mengakomodasi keadilan substantif dengan aneka model dan modus kejahatan yang kian kompleks pada pengujung abad milenium. (10) Agus Riewanto SH MA, kandidat doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Forum Mahkumjapol Sepakat Batasan Tipiring

Jakarta, (Analisa). Forum lembaga penegak hukum, yang terdiri dari Mahkamah Agung, Kemenkumham, Kejaksaan dan Kepolisian (Mahkumjapol) sepakat batasan tindak pidana ringan (Tipiring) yang semula Rp250 dinaikan menjadi Rp2,5 juta. MA telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02 Tahun 2012 yang mengatur kenaikan nilai uang denda atau nilai kerugian. Kenaikan nilai denda yang tercantum dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penipuan ringan), 379 (penggelapan ringan), 384, 407, dan 482 KUHP yakni sebesar Rp250 menjadi Rp2,5 juta. "Perma MA disepakati, selanjutnya perlu disusun nota kesepakatan bersama (MoU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, Polri agar bisa berlaku di masing-masing institusi," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, usai rapat koordinasi Forum Mahkumjapol di Gedung MA Jakarta, Selasa. Ridwan menjelaskan bahwa nota kesepakatan nantinya akan berisi seluk-beluk perkara Tipiring berikut hukum acaranya, termasuk tata cara penyelesaian perkara di luar pengadilan. Selain itu, lanjutnya, dibahas juga berkaitan dengan pembatasan perkara dalam tindak pidana anak, kerugian korban di bawah Rp2,5 juta termasuk pembatasan perkara dalam perkara pengguna narkoba. Ridwan mengatakan jika nota kesepakatan ditandatangani nanti, penyidik dengan tidak bisa meneruskan pada persidangan jika perkara yang ditanganinya masuk dalam klasifikasi Tipiring, perkara anak-anak. "Tetapi pembahasan nota ini belum selesai dan masih akan terus dibahas dengan membentuk tim kecil yang akan menyusun pasal-pasal dalam nota kesepakatan ini," katanya. Ridwan menegaskan bahwa Nota kesepakatan ini nantinya akan dipublikasikan agar diketahui seluruh daerah menjalankannya. Nantinya, katanya, pelaksanaan nota kesepakatan sebagai bentuk alternatif pemulihan keadilan (restorative justice) dalam menyelesaikan jenis perkara seperti ini. (Ant)

Anda mungkin juga menyukai