Anda di halaman 1dari 10

KAIZEN: BUDAYA ORGANISASI PERUSAHAAN JEPANG

Disarikan oleh HARRY WALUYO

PENJUALAN GENERAL MOTOR, FORD, DAN TOYOTA


Penjualan General Motor dan Ford tahun 2006 menurun 3 miliar USD dan 6,99 miliar USD, sedangkan penjualan Toyota meraih keuntungan 10,2 miliar USD.

PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERUSAHAAN JEPANG


Sejak awal, ketika mengadopsi sistem kualitas, perusahaan-perusahaan Jepang selalu mempertimbangkan budaya setempat. Jepang unggul karena menggunakan pendekatan adaptasi budaya dalam penjualan produknya. Keunggulan kompetitif produk Jepang adalah budaya organisasi yang akan menjadi "key-drivers." Budaya organisasi adalah "soft side," sedangkan "hard side" meliputi struktural, sistem produksi, teknologi, dan desain. Ilustrasinya: kita tidak mungkin menerapkan teknologi maju, kalau tidak didukung dengan mindset (budaya) yang memadai.

BUDAYA ORGANISASI KAIZEN


Budaya organisasi pada masyarakat Jepang disebut "Kaizen," yang artinya "penyempurnaan berkesinambungan," yang melibatkan semua anggota dalam hirarkhi perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Intinya: kesadaran bahwa manajemen harus memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, jika perusahaan ingin tetap eksis, memperoleh laba, dan berkembang. Tujuannya: menyempurnakan mutu, proses, sistem, biaya, dan penjadwalan demi kepuasan pelanggan. Metode Kaizen: pertama, mengubah cara kerja karyawan sehingga karyawan bekerja lebih produktif, tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan aman; kedua, memperbaiki peralatan; ketiga, memperbaiki prosedur
4

INOVASI - KAIZEN
Konsep lain dikenal dengan istilah "Inovasi, " yang merupakan perubahan besar dalam mengikuti perkembangan teknologi. Inovasi menggunakan konsep-konsep dan teknik produksi baru yang bersifat dramatis dan sangat menyolok. Dibandingkan dengan "inovasi," Kaizen tidak memerlukan teknikteknik yang canggih dan investasi yang besar. Langkah pertama Kaizen, lakukan "review" terhadap "standar kerja" yang berlaku untuk memeriksa kinerja saat ini; kedua lakukan "estimasi" seberapa jauh kinerja masih dapat diperbaiki. Jika sudah optimal barulah standar dinaikkan. Dampaknya akan terlihat pada "proses produksi dan pasar." Produk-produk buatan Jepang dikenal dengan kualitasnya yang bagus dengan harga yang kompetitif.

KAIZEN
Konsep Kaizen dibagi dalam 3 segmen, yaitu Pertama, berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi "pemborosan" maupun "aktivitas karyawan." Kedua, berorientasi pada kelompok "gugus kendali mutu" dan "aktivitas kelompok kecil" untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar/ prosedur baru. Ketiga, berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran, sebagai upaya pengembangan diri karyawan. Kunci utama: setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar terus menerus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.

KERJA DALAM TIM


Kepuasan yang sebenarnya terletak pada proses perbaikan itu sendiri melalui usahausaha yang kreatif. Kompetensi saja tidak cukup. Yang diperlukan adalah "kemampuan bekerja dalam Tim" secara efektif dengan memanfaatkan keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang dimiliki guna memperbaiki kelemahan dalam perusahaan.

ADOPSI - ADAPTASI
Belajar dari Jepang mulai dari restorasi Meiji dengan menyerap teknologi dari Barat, khususnya Jerman, yang kala itu sangat maju teknologinya. Nilai-nilai modern "diadopsi dan diadaptasi" dengan "budaya setempat," agar menjadi budaya yang unggul.

JATI DIRI BANGSA


Jati diri bangsa dibangun di atas nilai-nilai modern yang "diolah" (diadopsi dan diadaptasi) dengan nilai-nilai tradisi setempat. Dalam waktu 25 tahun, Jepang berhasil membangun teknologi sejajar dengan dunia Barat.

PRAKTEK MANAJEMEN
Jangan menelan mentah-mentah konsep dan prakek manajemen Barat, kita harus "memilah dan memilih" yang sesuai dengan "situasi budaya" kita agar menjadi "praktek manajemen" yang unggul. Ilustrasi: hasil foto kopi tidak pernah lebih baik dari aslinya, tetapi hasil memfotokopi "prinsipprinsip dasar" kemudian mewarnai prinsipprinsip dasar tersebut dengan budaya setempat akan menghasilkan karya yang lebih indah dari aslinya.
Sumber: Dr. A.B. Susanto, The Jakarta Consulting Group
10

Anda mungkin juga menyukai