Anda di halaman 1dari 6

Profil Pemimpin Bisnis: Ir.

Ciputra
Lecture: T. Hani Handoko, Phd.

Dwi Prasetyo Minarto 11D0602 Kelas Khusus PERTAMINA VI

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA 2012

PROFIL PEMIMPIN BISNIS: IR. Ciputra

Ir. Ciputra dilahirkan di Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931. Beliau adalah seorang insinyur dan pengusaha properti yang sangat sukses di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Ir. Ciputra menghabiskan masa kecil hingga remajanya di sebuah desa kecil di pinggiran Sulawesi Utara, begitu jauhnya sehingga desa itu sudah nyaris berada di Sulawesi Tengah. Jauh dari Manado, jauh pula dari Palu. Ciputra kecil sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup sejak dari mudanya, terutama pada saat ayahnya ditangkap oleh pasukan pendudukan Jepang, dituduh sebagai antek pejuang waktu itu dan tidak pernah kembali lagi pada tahun 1944. Masa kanak Ciputra sendiri juga cukup menderita. Beliau lahir dengan nama kecil, Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam sampai delapan tahun, Ciputra kecil diasuh oleh tante-tantenya dengan didikan yang keras. Ia selalu mendapatkan jatah pekerjaan yang berat dan menjijikkan. Namun demikian, ia menilainya sebagai hikmah tersembunyi. "Justru karena asuhan yang keras itu, jiwa dan pribadi saya seperti digembleng," kata Ciputra. Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. "Lambaian tangan Ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga," tuturnya sendu. Sejak itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ciputra kecil harus bangun pagi-pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 7 km. Mereka hidup dari penjualan kue ibunya. Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, Ciputra kecil harus bergelut dengan berbagai pekerjaan untuk mencari uang membantu sang ibu yang berjualan kue. Ciputra yang mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 7 kilometer ke sekolah setiap hari. Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya sendiri. Saat disuruh belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau belajar bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia. Akibatnya, saat usia 12 tahun dia masih di kelas 3 SD karena berkali-kali tinggal kelas. Pasca ditinggal sang ayah, barulah Ciputra bangkit dan mau belajar giat hingga selalu menjadi nomor 1 di sekolah. Ketika tamat SMA, dia meninggalkan desanya menuju Jawa, lambang kemajuan saat itu. Dia ingin memasuki perguruan tinggi di Jawa. Maka, masuklah dia ke ITB (Institut Teknologi Bandung). Atas jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan berkantor di sebuah garasi. Kegemilangan prestasi Ciputra terus berlanjut 1

hingga mampu menamatkan kuliah di jurusan arsitektur ITB. Saat itu, ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika masih sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. ``Kami belum punya rumah. Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen,`` tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari sinilah awal sukses Ciputra. Keputusan Ciputra untuk merantau ke Jawa tersebut merupakan salah satu momentum terpenting dalam hidupnya yang pada akhirnya menjadikan Ciputra orang sukses. Keputusan Ciputra untuk merantau ketika tamat SMA merupakan keputusan yang tepat, karena pada usia tersebut muncul adanya keinginan untuk bebas yang disertai rasa tanggung jawab pada diri individu. Ciputra adalah perantau yang sempurna. Dia mendapatkan kebebasan, tapi juga memunculkan rasa tanggung jawab pada dirinya. Setelah lulus kuliah, jiwa wirausaha Ciputra mengantarkannya menjadi raksasa pengembang properti di tanah air lewat PT Pembangunan Jaya saat itu, dan akhirnya menjadi Grup Ciputra. Dan hingga kini, berbagai bangunan properti yang menghiasi wajah Jakarta, tak bisa dilepaskan dari campur tangan seorang Ciputra. Awal mula didirikan, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola oleh lima orang. Kantornya menumpang di sebuah kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Kini, 20-an tahun kemudian, Pembangunan Jaya Group memiliki sedikitnya 20 anak perusahaan dengan 14.000 karyawan. Namun, Ir. Ciputra, sang pendiri, belum merasa sukses. ``Kalau sudah merasa berhasil, biasanya kreativitas akan mandek,`` kata Dirut PT Pembangunan Jaya itu. Ciputra memang hampir tidak pernah mandek. Untuk melengkapi 11 unit fasilitas hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta proyek usaha Jaya Group yang cukup menguntungkan telah dibangun "Taman Impian Dunia". Di dalamnya termasuk "Dunia Fantasi", "Dunia Dongeng", "Dunia Sejarah", "Dunia Petualangan", dan "Dunia Harapan". Sekitar 137 ha areal TIJA yang tersedia, karenanya, dinilai tidak memadai lagi. Sehingga, melalui pengurukan laut (reklamasi) diharapkan dapat memperpanjang garis pantai Ancol dari 3,5 km menjadi 10,5 km. Kemudian bersama dengan Sudono Salim (Liem Soe Liong), Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, Ciputra mendirikan Metropolitan Group, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Pada masa itu, Ciputra duduk sebagai direktur utama di Jaya Group dan di Metropolitan Group sebagai presiden komisaris. Akhirnya Ciputra mendirikan grup perusahaan keluarga, Ciputra Group. Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Namun dengan prinsip hidup yang kuat Ciputra mampu melewati masa itu dengan baik. Ciputra selalu berprinsip 2

bahwa jika kita bekerja keras dan berbuat dengan benar, Tuhan pasti buka jalan. Dan banyak mukjizat terjadi, seperti adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon bunga dari beberapa bank sehingga ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri. Keran KPR yang dibuka kembali, membuat aktivitas PT Ciputra kembali menggeliat. Akibat krisis ekonomi yang melanda negeri ini, sebagaimana kebanyakan pengusaha properti lainnya, Ciputra pun harus melewati masa krisis dengan kepahitan. Padahal, serangkaian langkah penghematan telah dilakukan. Grup Ciputa misalnya, terpaksa harus memangkas 7 ribu karyawannya, dan yang tersisa cuma sekitar 35%. Semua departemen perencanaan di masing-masing anak perusahaan segera ditutup dan digantikan satu design center yang bertugas memberikan servis desain kepada seluruh proyek. Jenjang komando 9 tingkat pun dipotong menjadi 5. Akibatnya, banyak manajer kehilangan pekerjaan. Lebih pahit lagi: kantor pusat Grup Ciputra yang semula berada di Gedung Jaya, Thamrin, Jakarta Pusat, terpaksa pindah ke Jl. Prof. Dr. Satrio -- kompleks perkantoran milik Grup Ciputra. Paling tidak, dengan cara semacam itu, Grup Ciputra bisa menghemat Rp 4 miliar/tahun. Sementara tim keuangannya -- setelah susut menjadi 7 orang dan gajinya dipotong hingga 40% hengkang ke salah satu lantai Hotel Ciputra, Grogol, Jakarta Barat. Di tempat itu, mereka menyewa beberapa ruangan. Selebihnya, kabar yang menjadi rahasia umum: utang Grup Ciputra macet total. Ciputra waktu itu sadar betul kondisi yang ada tidak bakalan berubah secepat yang dibayangkan. Hal ini disebabkan, berlalunya krisis moneter yang belakangan bermetamorfosis menjadi krisis multidimensional sejatinya berada di luar kendali mereka. Celah yang masih terbuka hanyalah konsolidasi internal dan restrukturisasi perusahaan. Maka, selain memangkas biaya operasional secara drastis, Ciputra pun segera

menerapkan strategi pemasaran baru: menjual kapling siap bangun. Selain Ciputra kala itu hanya menyimpan sedikit stok rumah siap huni, perubahan strategi pemasaran ini juga dilakukan untuk membidik konsumen berkantong tebal. Wajar jika langkah ini dilakukan, karena pada saat itu mengharapkan KPR ibarat pungguk merindukan bulan. Adapun yang tersisa adalah pasar kalangan kelas menengah-atas. Mereka biasanya lebih suka membeli kapling karena dapat menentukan sendiri desain rumahnya. Keuntungan lain dari menjual kapling tanah adalah berkurangnya biaya operasional. Dengan menjual kapling siap bangun, Ciputra cuma berkewajiban menyediakan infrastruktur seperti telepon, air, listrik dan jalan. Memang, ketimbang membangun rumah siap huni, biaya penyediaan infrastruktur relatif jauh lebih murah yaitu hanya sekitar Rp 90 ribu/meter persegi. 3

Sementara itu, bila membangun rumah siap huni, perusahaan mesti siap menerima kenyataan jika harga bahan-bahan bangunan meningkat pesat. Guna mendukung strategi di atas, program-program above the line juga tak luput dikoreksi. Hasilnya, dari monitoring yang dilakukan, Ciputra akhirnya berkesimpulan, mubazir bila beriklan gencar di masa krisis. "Seperti membunuh tikus dengan memakai bom," jelasnya. Alhasil, pilihan kemudian jatuh pada penjualan langsung. Bahannya diolah dari database konsumen milik Ciputra. Dan supaya lebih terarah, database diolah lewat pembentukan klubklub penjualan, di Jakarta maupun Surabaya. Namun, apa daya, meski harga kapling siap bangun belum dinaikkan dan tim pemasaran bekerja sekeras mungkin, toh strategi itu tidak langsung membuahkan hasil yang memuaskan. Lebih dari Tiga bulan, konsumen yang tertarik dengan ratusan hektare tanah matang milik Ciputra yang dijual dalam bentuk kapling siap bangun dari total 1.800 har landbank (tanah mentah) Ciputra yang tersebar di Jakarta dan Surabaya bisa dihitung dengan jari. Ciputra lagi-lagi sadar para pemilik uang sesungguhnya lebih memilih mendepositokan uangnya ketimbang membeli kaping siap bangun. Maka, "Tahun 1998 adalah tahun yang paling sulit yang pernah dilalui Ciputra," kenangnya. Masalahnya, uang yang masuk selama setahun cuma Rp 40 miliar. Itulah nilai total hasil penjualan lima proyek perumahan di Jakarta dan Surabaya milik Ciputra. Jelas, ketimbang tahun-tahun sebelumnya, saat kondisi ekonomi masih normal, kenyataan tersebut benar-benar menyakitkan. Sebelum krisis, dari satu proyek saja, Ciputra bisa meraup uang sebanyak Rp 10 miliar/bulan. Artinya, angka Rp 40 miliar tersebut biasanya dicapai hanya dalam sebulan. Beban psikologis yang berat ini, berdampak pada perubahan perilaku Ciputra itu sendiri. Hampir setiap hari, sejak munculnya krisis ekonomi sampai tahun 1999, Ciputra sering uringuringan tanpa sebab yang jelas. Perubahan sikap ini disinyalir sebagai bentuk tekanan berat yang harus dihadapi oleh Ciputra pada saat melewati masa-masa sulit tersebut. Untunglah, bersamaan turunnya suku bunga deposito di awal 1999, strategi itu mulai menampakkan hasil. Namun pada dasarnya kebutuhan konsumen sejatinya adalah rumah siap huni yang dilengkapi fasilitas KPR. Karena itu, bermodalkan pendapatan hasil penjualan kapling siap bangun plus tersedianya sarana KPR, Ciputra pun mulai menggiatkan pembangunan rumah siap huni, di Citra Raya Tangerang, Citra Indah Jonggol, Citra Grand Cibubur ataupun Citra Cengkareng. Bersamaan waktunya, Ciputra pun kembali rajin beriklan. Namun, tidak seperti sebelum krisis ekonomi melanda, kini belanja iklannya diatur ketat. Indikator pertama yang dihitung 4

sebelum mengeluarkan uang untuk berpromosi di berbagai media cetak adalah jumlah total hari libur dalam setiap bulan. Seiring dengan berjalannya waktu, masa krisis pun dapat dilewati dengan baik, sekalipun dengan banyak pengorbanan. Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama koleganya maju, dan akhirnya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Dia sukses menjadi contoh kehidupan sebagai seorang manusia. Memang, dia tidak menjadi konglomerat nomor satu atau nomor dua di Indonesia, tapi dia adalah yang TERBAIK di bidangnya: real estate. Pada usianya yang ke-75, ketika akhirnya dia harus memikirkan pengabdian masyarakat apa yang akan ia kembangkan, dia memilih bidang pendidikan. Salah satu kontribusi Ciputra yang sangat populer adalah Ciputra Way. Prinsip-prinsip bisnis inilah yang dituliskan oleh Ciputra ke dalam sebuah buku dalam rangka turut menciptakan kader-kader wirausaha baru di Indonesia. Kemudian didirikanlah sekolah dan Universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pengusaha. Ciputra saat ini dikenal sebagai sosok penyebar entrepreneurship / kewirausahaan di Indonesia. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menanamkan pentingnya kewirausahaan untuk membuat bangsa Indonesia maju. Kiprah Ciputra diapresiasi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan memberikan dua rekor kepada Ciputra, yakni sebagai wirausahawan peraih penghargaan terbanyak di berbagai bidang dan penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan kepada dosen terbanyak. Ciputra melalui Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) telah memberikan pelatihan entrepreneurship kepada setidaknya 1.600 dosen. Ciputra juga dinobatkan sebagai Entrepreneur of The Year 2007 versi Ernst & Young. Dari tulisan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ir. Ciputra merupakan sosok pemimpin dan wirausaha yang handal. Beliau ulet dan tak kenal menyerah terhadap kondisi yang sedang terjadi. Ide inovasi dan selalu mencoba adalah kunci sukses yang beliau terapkan dalam menjalankan usahanya. Ciputra Way adalah kumpulan pemikiran beliau, yang telah dijalankannya, dan ingin ditularkannya kepada generasi muda dalam rangka mencetak wirausaha baru yang handal. Sumber: http://www.tokohindonesia.com http://id.wikipedia.org/wiki/Ciputra http://info-biografi.blogspot.com 5

Anda mungkin juga menyukai