Anda di halaman 1dari 4

PENUGASAN ASYNCHRONOUS MAPEL

ORGANISASI DIGITAL

NASKAH I
Tantangan yang Dihadapi dalam Transformasi
Digital

Prayogo Ryza - 26 September 2016

Hampir semua sektor di Indonesia mulai melirik ke adopsi teknologi. Mulai dari bisnis skala kecil sampai
menengah, bisnis perusahaan kelas korporasi hingga pemerintahan menjadikan teknologi sebagai salah
satu perubahan yang akan dilakukan organisasi mereka. Di pemerintahan jelas teknologi memegang
peranan dalam memangkas birokrasi yang berbelit dan semakin mendekatkan akses ke masyarakat.
Untuk bisnis, teknologi berperan lebih penting lagi. Teknologi seolah menjadi dasar paling fundamental
dalam inovasi, terlebih lagi bisnis-bisnis digital. Namun layaknya sebuah transformasi, proses adopsi
teknologi atau sering disebut dengan transformasi digital menghadapi beberapa tantangan. Berikut
beberapa tantangan yang dijumpai dalam proses transformasi digital.

Kultur
Kultur atau budaya adalah tantangan yang mau tidak mau menjadi hambatan pertama dalam proses
transformasi digital. Kultur atau budaya di sini juga sering disebut dengan kebiasaan. Ada kebiasaan yang
harus dipaksakan berubah ketika memutuskan untuk melakukan transformasi ke arah digital. Yang dapat
diartikan pula ada kenyamanan yang terusik dengan transformasi ini. Tantangannya sendiri hadir pada
ketakutan mengubah kebiasaan cara lama. Beberapa pemikiran negatif seperti bagaimana nantinya kalau
transformasi gagal atau transformasi digital bukan memudahkan tetapi malah menyulitkan akan sering
muncul sebagai bentuk ketakutan akan perubahan.

Biasanya kondisi semacam ini akan muncul di organisasi yang memang sudah nyaman dengan cara
konvensional. Dan biasanya sering dijumpai pada organisasi yang sebagian anggotanya tidak bisa dengan
cepat mempelajari sebuah teknologi. Salah satu yang harus dilakukan untuk mengantisipasi masalah yang
dihadapi untuk permasalahan kebiasaan atau kultur ini adalah komunikasi. Pemimpin atau orang yang
bertanggung jawab dalam proses transformasi digital harus mengkomunikasikan dengan tim yang lain
secara terbuka, termasuk menawari untuk melakukan pelatihan dan peningkatan kemampuan SDM.
Kurangnya dukungan dari pemimpin
Hal ini sebenarnya ada kaitan erat dengan kebudayaan. Yang membedakan mungkin tantangan kali ini
hadir dari para pimpin. Beberapa perusahaan atau organisasi sekarang sudah mulai akrab dengan
kegiatan browsing, email, chatting, atau bentuk lain dari teknologi yang digunakan sehari-hari, ini akan
tidak mungkin terjadi jika pimpinannya sendiri menolak untuk menerapkan. Misal karena dianggap
memakan biaya anggaran terlalu besar atau efeknya dirasa tidak sebesar dengan pengerjaan
konvensional. Masalah ini mau tidak mau solusinya ada di pimpinan. Orang-orang yang membawa
gagasan transformasi digital harus bisa meyakinkan pimpinan mengenai pentingnya transformasi digital.

Kolaborasi antar departemen


Kolaborasi adalah bagian penting dalam transformasi digital. Transparansi dan keterbukaan teknologi
digital membawa kemudahan dalam kolaborasi. Sayangnya dalam proses transformasi kolaborasi tidak
berjalan semulus yang dibayangkan. Pasti ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan, seperti
perbedaan kewenangan, izin, dan lain sebagainya. Untuk masalah ini jalan terbaik adalah dengan
menghadapinya, dengan demikian akan diketahui letak permasalahan dan bisa diselesaikan secara
bersama-sama.

Sumber daya manusia


Teknologi terus berkembang dengan laju yang semakin cepat. Jika organisasi kesusahan dalam
mengoptimalkan orang-orang dalam tim untuk melakukan transformasi digital tidak ada salahnya untuk
mempekerjakan orang-orang dari luar dengan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Toh pada
akhirnya itu demi kebutuhan organisasi.

Transformasi digital saat ini dipengaruhi oleh ekspektasi pelanggan. Perusahaan-perusahaan digital
seperti Go-Jek, Uber, Airbnb dan lain-lain telah mengubah cara pandang pelanggan dalam
mengharapkan sebuah layanan. Bagi perusahaan yang baru saja melakukan transformasi digital
dibebankan standar yang berbeda dan terus ditingkatkan.

Sumber: https://dailysocial.id/post/tantangan-yang-dihadapi-dalam-transformasi-digital
NASKAH II

Lima Tantangan Transformasi Digital Pelayanan


Kesehatan di Indonesia

Medigo Indonesia 26 March 2019

Kita semua pasti pernah mengalami kesulitan ketika menggunakan layanan dokter dan rumah sakit.
Mulai dari proses pendaftaran ribet, pendaftaran harus menggunakan telepon, waktu menunggu
lama dan tidak pasti, proses pembayaran manual dan berbelit apalagi jika menggunakan asuransi.
Dan itu semua hanya puncak dari gunung es permasalahan layanan kesehatan Indonesia.

Banyak masalah mendasar pelayanan kesehatan masih belum memiliki solusi. Contohnya, akses
terhadap data kesehatan pribadi (medical records) belum tersedia, proses rujukan antar dokter dan
rumah sakit seringkali menyulitkan, dan proses klaim asuransi, terutama BPJS, yang saat ini sedang
menjadi isu besar antara pihak pemerintah dan rumah sakit di Indonesia. 

Teknologi digital sebenarnya dapat menjadi solusi permasalahan layanan kesehatan. Namun,
industri kesehatan secara umum, khususnya rumah sakit, masih lambat dalam melakukan
transformasi digital.

Jika melihat ke industri lain, misalnya pariwisata dan perhotelan, sejak 10 tahun lalu sudah
menerapkan proses reservasi online yang kemudian menumbuhsuburkan Online Travel Agent (OTA).
OTA seperti Traveloka menawarkan kemudahan dalam booking dan pembayaran hotel secara digital.
Selain itu, sistem nilai dan ulasan terhadap layanan hotel seperti pada situs Trip Advisor, mudah
diakses secara online membantu dalam menentukan pilihan hotel terbaik, serta memacu pengelola
hotel untuk memperbaiki layanan dan fasilitasnya.

Kenapa hal sama sulit untuk dilakukan di industri kesehatan? Banyak faktor menjadi penyebab
implementasi teknologi digital, terutama perbaikan layanan terhadap pasien, sulit untuk dilakukan di
rumah sakit di Indonesia. Berikut adalah beberapa isu dan tantangannya:

1. Supply and Demand

Indonesia masih mengalami ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyedia layanan kesehatan
terutama di kota kecil dan daerah rural. Bahkan, jika kita bandingkan antara jumlah tempat tidur di
seluruh rumah sakit dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, Indonesia berada di urutan
negara dengan rasio rendah (0,8 per 1000) dibanding negara ASEAN lainnya. Banyak pihak pengelola
rumah sakit lebih fokus kepada ekspansi fasilitas dan melihat sebelah mata terhadap transformasi
digital karena memiliki posisi tawar tinggi akibat kurangnya kompetisi. 

2. Fragmented Landscape

Dari lebih dari 2450 rumah sakit di seluruh Indonesia, sebagian besar dikelola secara independen
dan belum mempunyai standarisasi dan akreditasi internasional. Group pengelola rumah sakit
swasta terbesar saat ini adalah Grup Siloam yang diproyeksikan akan mempunyai 40 rumah sakit di
ahir tahun 2018. Beberapa grup rumah sakit swasta lainnya seperti Mitra Keluarga juga sedang
melakukan ekspansi besar namun secara keseluruhan tidak mencapai 5% dari total jumlah rumah
sakit di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi para mitra penyedia solusi dan mitra teknologi
digital, karena untuk dapat melakukan integrasi ke setiap rumah sakit satu per satu akan
menimbulkan biaya besar dan waktu lama.

3. Legacy IT Infrastructure

Saat ini makin banyak rumah sakit di Indonesia sudah melakukan implementasi sistem IT Hospital
Information System, termasuk sentralisasi database rekam medis. Namun karena kurangnya
standarisasi dokumentasi dan proses bisnis, implementasi sistem IT ini bekerja sendiri-sendiri dan
kurang terintegrasi dengan sistem lain. Banyak rumah sakit terlanjur bergantung pada teknologi
yang ketinggalan zaman sehingga sulit diperbarui untuk memenuhi espektasi pasien dalam
mengakses informasi secara cepat, terutama secara mobile. Apalagi, ketika sistem IT di rumah sakit
dibangun berbagai vendor berbeda, tidak ada kontinuitas roadmap teknologi untuk bisa terus
dikembangkan.

4. People & Culture

Seperti di industri lain, tantangan terbesar dari transformasi digital adalah kultur organisasi dan
birokrasi yang menghambat dilakukannya perubahan. Salah satu kesulitan terbesar adalah proses
edukasi dan implementasi. Proses ini membutuhkan komitmen dari tingkat teratas sampai dengan
staf. Butuh strategi manajemen perubahan tepat dan terus menerus dievaluasi berkala. Dokter,
sebagai stakeholder yang terpenting di ekosistem digital rumah sakit, terkadang kurang reseptif
terhadap perubahan ini.

5. Government Regulations

Industri kesehatan adalah sangat bergantung terhadap regulasi pemerintah. Namun pemerintah
butuh mengejar ketertinggalan dalam membuat produk hukum yang memayungi inovasi di bidang
teknologi kesehatan dan memberikan kepastian pada pelaku untuk melindungi penggunaannya. Saat
ini, untuk hal dasar seperti tata kelola data medis pasien, masih membutuhkan aturan main detil
sehingga lebih jelas sejauh mana peran rumah sakit dan pemerintah dalam mengelola data medis
pasien. Termasuk apa saja hak dan kewajiban dari pasien untuk dapat secara mudah mengakses,
menyimpan, dan mengirimkan pada pihak berkepentingan.

Lima hal di atas hanya sebagian dari tantangan transformasi digital di industri kesehatan Indonesia.
Masih banyak konflik kepentingan antara stakeholder industri ini yang tidak berpihak kepada pasien.

Namun, kami di Medigo Indonesia yakin bahwa sekarang adalah momentum bersama-sama
memperbaiki layanan kesehatan Indonesia melalui teknologi digital, dan kami percaya peluang
sangat besar di industri ini dimulai dengan mengutamakan pengalaman pasien.

Sumber: https://medigo.id/jurnal/lima-tantangan-transformasi-digital-pelayanan-kesehatan-di-
indonesia

Anda mungkin juga menyukai