Anda di halaman 1dari 6

Suksesi Kepemimpinan

Opini Ilmiah

Senin, 26 Januari 2015 - 09:09:55 WIB | dibaca: 403 pembaca

Oleh: Aswandi

SUKSESI kepemimpinan adalah penting bagi semua institusi agar tidak terjadi matinya kepemimpinan,
kata Barbara Kellerman (2012) dalam bukunya “The End of Leadership” yang ditandai telah hilang
kepercayaan pengikut akibat dusta diantara mereka dan kehilangan harapan pengikut terhadap
pemimpinnya. Wafatnya seorang pemimpin tidak berarti matinya kepemimpinan. Demi
keberlangsungan hidup sebuah institusi, kepemimpinan harus tetap hidup.

Tidak hanya itu, sejarah mencatat tidak sedikit suksesi kepemimpinan umat ini berlumur darah dan
mengorbankan banyak nyawa dalam sekejab. Pada Kekhalifahan Ar-Rasidin tercatat, hanya Abu Bakar
Siddiq ra saja yang wafatnya tidak terbunuh, selain itu tidak sedikit negarawan di dunia ini kekuasaan
dan kepemimpinannya berakhir karena mereka dibunuh dan kepemimpinan selanjutnya ditangan para
monster (hantu-hantu bangkit).

Oleh karena itu keberlanjutan kepemimpinan harus tetap terjaga, dan proses suksesi kepemimpinan
harus berjalan efektif. Memperhatikan pentingnya suksesi kepemimpinan, maka sistem pemerintahan di
banyak negara membolehkan jabatan kepemimpinan untuk dua periode secara berturut-turut, setelah
itu baru berganti pemimpin baru agar seorang pemimpin selain menjaga eksistensi institusi juga tidak
mengklim institusi yang dipimpinnya itu adalah hak miliknya yang bisa saja diwariskan kepada anak
cucunya. Itulah sebabnya, menjelang berakhirnya masa orde baru, bapak Amien Rais bersuara lantang
membicarakan tema “Suksesi Kepemimpinan Nasional” yang pada waktu itu sangat tabu, beresiko
tinggi, mereka yang menggagas dan membicarakannya dipandang sebagai pencuri kekuasaan yang harus
dimusnahkan dari muka bumi Indonesia.

Dari hari ke hari aroma busuk di sekitar suksesi kepemimpinan dalam banyak jabatan politik,
pemerintahan dan pelayanan publik lainnya sudah mulai tercium.
sepertinya bau busuk itu semakin menyengat di masa yang akan datang dimana kita disibukkan kembali
dengan adanya suksesi kepala daerah.

Carut marut yang terjadi sekitar suksesi kepemimpinan, dari dulu hingga sekarang ini akibat syahwat
kekuasaan yang tidak terkendali dan tidak memahami secara benar tentang hakikat dari kekuasaan dan
kepemimpinan itu sendiri sehingga yang terjadi salah tafsir tentang suksesi kepemimpinan. Penulis
mengamati pemahaman mereka tentang suksesi kepemimpinan ini sebatas suksesi kekuasaan saja,
artinya bagaimana kekuasaan itu tetap menjadi milik pribadi dan kelompoknya. Dan praktek
kepemimpinan dimaknai secara transaksional, “Aku Mendapat Apa?”.

Misalnya, suksesi kepemimpinan Kapolri adalah pembelajaran penting bagi rakyat Indonesia sekarang
ini. Presiden RI, DPR-RI dan Kompolnas tidak boleh salah dan harus bertanggung jawab dalam memilih
Kapolri baru pengganti Jenderal Sutarman. Pepatah Cina mengatakan, “Kesalahan yang tidak dikoreksi,
maka kesalahan itu akan menjadi kebenaran”. Mahatma Gandhi menambahkan, “Satu kesalahan
ditoleransi, maka seribu kesalahan baru diundang. Hal tersebut secara pasti mengganggu efektivitas
kepemimpinan”.

Secara teoretik, suksesi kepemimpinan dijelaskan berikut ini. Grenny, Patterson, Maxfield, McMillan dan
Switzier (2013) dalam bukunya “Influencer” mengatakan bahwa kepemimpinan adalah pengaruh,
artinya seseorang disebut “Pemimpin” karena kecakapannya dalam mempengaruhi orang lain untuk
mengubah perilaku mereka guna mendapatkan hasil yang penting. Leroy Eimes menyatakan “A leader is
one who sees more than others see, who sees farther than others see, and who sees before others see”.

John C. Maxwell (2001) dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” mengatakan ukuran
sejati kepemimpinan adalah pengaruh (influence), tidak lebih, tidak kurang”. Dan “Jika pemimpin sejati
berbicara, orang akan mendengarkannya”.

Jadi kepemimpinan berbeda dengan kekuasaan. Kesalahan dalam memahami makna dari kedua konsep
tersebut berdampak pada implementasi kepemimpinan menjadi kurang efektif.

John C. Maxwell (2012) dalam bukunya “5 Levels of Leadership” justru mendudukkan kekuasaan berada
di level terendah dari kepemimpinan dimana orang lain mengikuti pemimpinnya karena keharusan atau
jabatan itu. Sementara level kepemimpinan tertinggi dimana orang lain mengikuti pemimpinnya karena
jati diri atau integritas sang pemimpin untuk melayani pengikutnya, bukan untuk dilayani. Perhatikan
pemimpin saat ini, lebih banyak minta dilayani dari pada melayani (servant leadership).
Ken Blanchard dan Mark Miller (2010) dalam bukunya “The Secret” menyatakan bahwa pertanyaan
utama yang terus menerus pemimpin ajukan kepada dirinya sendiri ialah “Apakah saya seorang
pemimpin yang melayani atau seorang pemimpin yang melayani diri sendiri”.

Kepemimpinan sejati sama sekali tidak ada hubungannya dengan jabatan seseorang dalam organisasi.
Bukankah banyak pemimpin buruk yang kehadirannya tidak memberi manfaat, namun memiliki jabatan
yang tinggi, sebaliknya ada pemimpin baik, namun tidak memiliki jabatan sama sekali. Berdasarkan tesis
di atas, menjadi beralasan jika ada anggapan di masyarakat bahwa “Megawati merupakan presiden
Indonesia yang sesungguhnya saat ini. Sementara Jokowi hanya menjalankan perintah puteri
proklamator Indonesia”, dikutip dari Pontianak Post, 25 Januari 2015. Penulis berpandangan semestinya
hal tersebut di atas tidak boleh terjadi. Fenomena kepemimpinan tersembunyi (hidden leadership) atau
kepemimpinan siluman seperti itu juga terjadi di banyak negara, tidak terkecuali negara adi daya
Amerika Serikat. Siapapun presiden Amerika Serikat, kekuasaannya dipengaruhi oleh sebuah
pemerintahan bayangan di bawah kendali jaringan Yahudi.

John C. Maxwell (2012) dalam bukunya “Qualities of Leadership” menyatakan bahwa kualitas
kepemimpinan seseorang ditentukan karena; karakter, karisma, komitmen, komunikasi, kompetensi,
keberanian, pengertian, focus, kemurahan hati, inisiatif, mendengarkan, semangat tinggi, sikap positif,
problem solver, hubungan, tanggung jawab, kemapanan, disiplin diri, kepelayanan, sikap mau belajar,
dan visioner. Sementara Pouzner (2005) dalam bukunya “Credibility” mengatakan terdapat empat
prediktor utama kepemimpinan, yakni; jujur, visioner, inspiratif dan cakap.

Dalam hukum suksesi kepemimpinan, dibutuhkan seorang pemimpin untuk mengangkat seorang
pemimpin. Dan “Nilai langgeng seorang pemimpin diukur dari suksesi kepemimpinannya’. Kepada setiap
pemimpin selalu diingatkan bahwa satu-satunya cara untuk menjadikan diri anda tak tergantikan
sebagai seorang pemimpin adalah dengan cara menjadikan diri Anda dapat digantikan.

Pepatah lama mengajarkan suksesi kepemimpinan itu, “Learning today, Leader tomorrow”,
kepemimpinan transformatif semakin dibutuhkan. Warren Bennis seorang pakar dimana sebagian dari
hidupnya dihabiskan untuk melakukan riset kepemimpinan, dan akhir menyimpulkan bahwa
kepemimpinan itu adalah kepengikutan. Pemimpin yang baik selalu lahir dari pengikut yang baik. Namun
sayangnya banyak pengikut tidak sabar dan tidak sadar akan pentingnya menjadi pengikut yang baik itu.
Faktanya selama ini banyak pengikut senang menjatuhkan kredibilitas pimpinannya; tidak loyal,
memfitnah, menggosif dan sejenisnya menjadi tugas kesehariannya, sementara tugas pokok yang
menjadi kewajibannya terabaikan (Penulis, Dosen FKIP Untan dan Direktur The Aswandi Foundation)
SUKSESI KEPEMIMPINAN

SUKSESI KEPEMIMPINAN

Menjelang pemira dan pemilwa di Universitas Brawijaya yang biasa hal ini diartikan suksesi
kepemimpinan Universitas Brawijaya. Pemira dan pemilwa dapat dikatakan sebagai pesta mahasiswa
untuk memilih para pemimpin-pemimpin baru di tingkat Universitas maupun tingkat Fakultas. Kegiatan
ini yang biasa diartikan juga sebagai suksesi kepempinan dapat kita pahami lebih dalam lagi tentang
pengertiannya.

Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu
komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan
komunitas semula. Dengan perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem
tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik
dalam komunitas atau ekosistem.

Apa itu Pemimpin (kepemimpinan)? Tidak ada definisi secara tepat untuk pengertian pemimpin-
kepemimpinan. Boleh dikatakan, definisi kepemimpinan sebanyak orang yang mendefinisikan. Karena
setiap orang, berdasar pada pemahaman dan harapannya tentang kepemimpinan dapat mendefinisikan
pengertian kepemimpinan itu sendiri.

Robert Schuller melihat kepemimpinan sebagai kekuatan untuk menseleksi mimpi-mimpi, sesudah itu
menetapkan tujuan-tujuan. Kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang menggerakkan perjuangan atau
kegiatan Anda menuju sukses.

Sedang Cattell merumuskan pemimpin adalah “orang yang menciptakan perubahan yang paling efektif
dalam kinerja kelompoknya”.

Dengan memakai definisi sederhana, Modern Dictionary of Sociology mengartikan pemimpin sebagai
“seseorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominant dan pengaruh suatu kelompok”. Jadi
dapat dikatakan inti dari pengertian pemimpin adalah peranan kunci, dominasi, serta pengaruh.
Sementara kepemimpinan bagi Stogdill, didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi kegiatan kelompok
dalam perumusan dan mencapai tujuan”.
Sedang kepemimpinan yang efektif menurut Siagian (1982) adalah kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan
organisasional, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan. Artinya, pemimpin
harus mampu menerobos lack of urgency dan lack of momentum.

''Barang siapa mengangkat seorang laki-laki (untuk suatu jabatan) berdasarkan sikap pilih kasih, padahal
ada di kalangan mereka orang yang lebih diridhai Allah darinya, maka sesungguhnya ia telah
mengkhianati Allah SWT, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.'' (HR Al-Hakam, Suyuthi
mensahihkannya).

Suksesi kepemimpinan adalah suatu proses peralihan dari suatu generasi ke generasi yang lain,
selanjutnya untuk memimpin sekelompok orang dalam satu wilayah atau lokal tertentu dan untuk
jangka waktu tertentu. Suksesi bukanlah perkara yang mudah dan sederhana. Itulah yang dirasakan para
sahabat sepeninggal Rasulullah saw. Sejarah telah mencatat betapa mereka sangat hati-hati memilih
pengganti Nabi.

Kepemimpinan adalah amanah. Oleh karena itu, setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya di sisi Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, ''Setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya ...'' (Mutafaq 'alaih). Dan, amanah adalah salah
satu ciri mukmin (QS Al Mukminuun (23) ayat 8).Berdasarkan hal itu kepemimpinan dalam Islam lebih
ditempatkan dalam konteks tanggung jawab. Islam mengajarkan beberapa hal penting di seputar suksesi
kepemimpinan.

Pertama, seorang Muslim harus menjauhi sikap pilih kasih dan kecenderungan primordialisme yang
sempit ketika mengajukan calon pemimpinnya. Rasulullah saw mengingatkan tentang hal ini seperti
dalam hadis di atas.

Kedua, kita dilarang memberikan jabatan tertentu kepada orang yang memintanya dengan ambisius.
Jabatan atau tugas kepemimpinan hanya berhak diberikan kepada orang yang ikhlas yang mau
menerimanya karena ia dipercaya untuk mengemban amanah kepemimpinan itu.

Ketiga, calon seorang pemimpin yang baik dan ikhlas dapat dinilai dari keberpihakannya kepada rakyat
banyak. Ia, dalam menjalankan kepemimpinannya, selalu memprioritaskan umat daripada kepentingan
pribadi, keluarga, segelintir atau sekelompok orang. Suatu malam Khalifah Umar bin Khattab keliling
kota tanpa pengawal. Ia terkejut ketika mendengar tangis anak kecil dari sebuah rumah. ''Anak saya
menangis karena lapar,'' kata sang ibu. Dilihatnya sang ibu tengah memasak batu untuk ''menenangkan''
tangis anaknya. Seketika Umar kembali ke istana. Ia pun kembali ke ibu itu dengan memanggul sekarung
gandum. Seorang sahabat keheranan melihat Umar, sang kepala negara, memanggul sendiri gandum
itu. Ia akhirnya mencoba membantu Umar. Umar menolaknya. ''Apakah engkau sanggup memikul pula
dosa-dosaku di akhirat nanti,'' tanya Umar. Akhirnya, patut kita renungkan pidato Abu Bakar pada saat
pelantikannya sebagai khalifah (kepala negara):

''Orang yang lemah di antaramu menjadi kuat di sisiku sehingga aku memberikan hak-haknya
kepadanya. Dan, orang-orang yang kuat di antaramu menjadi lemah di sisiku sehingga aku mengambil
darinya barang-barang yang bukan haknya. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya dan jika aku tidak taat, maka tidak ada keharusan bagi kalian untuk taat kepadaku.'' Wallaahu
a'laam bish shawaab

Siapa yang membuat beberapa dari banyak, kelemahan itu kekuatan, dan disebabkan penghinaan, dan
kematian, kehidupan, dan dari orang-orang padang pasir contoh hebat keadilan dan amal, dan bukan
hanya orang-orang di balik iman yang kuat, dan penciptaan yang baik, dan pengenalan tentang sebab-
sebab kemenangan dan kerja keras yang didedikasikan kepada Allah.a

Anda mungkin juga menyukai