Anda di halaman 1dari 29

1. Perdarahan post partum adalah: Perdarahan 500 cc atau lebih setelah bayi lahir.

Perdarahan post partum dibagi menjadi : Perdarahan post partum dini yaitu terjadi dalam 24 jam pertama Perdarahan post partum lambat, terjadi setelah 24 jam kemudian Penyebabnya : Atonia uteri , dimana uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik Luka jalan lahir Tertinggalnya sebagian plasenta atau selaput Kelainan pembekuan darah Sebutkan dan jelaskan faktor predisposisinya: Bayi besar Kehamilan kembar Hidramnion Pada ketiga faktor disposisi ini uterus terlampau diregangkan sehingga memudahkan terjadi atonia uteri. Faktor predisposisi lain:

Grande multipara kelemahan tonus otot uterus untuk berkontraksi Solutio plasenta terjadi hipofibrinogenimia oleh karena terjadi koagulapati

Partus lama Jelaskan dan bagaimana pengelolannya secara sistematis Penyebab yang penting dari perdarah post partum adalah atonia uteri, sehingga pada pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sehingga tujuan pengobatan adalah menimbulkan kontraksi uterus. Pertama-tama dilakukan massage utrus melalui dinding abdomen, dan diberikan obat2 yang dapat menimbulkan kontraksi uterus. Jika perdarahan terjadi pada kala III dan kontraksi rahim kurang kuat, dapat diberikan piton-s 10 IU. Jika perdarahan terjadi pada kala IV diberikan suntikan 0,2 mg methergin. Jika dengan cara tersebut diatas perdarah masih berlangsung terus. Dapat dilakukan kompresi bimanual terus. Dengan cara seluruh tangan dimasukkan dalam vagina dan digenggmkan ditempatkan pada fornik anterior dan tangan luar menekan dinding perut diatas fundus, sehingga uterus ditekan diantra tangan dalam dan tangan luar. Cara ini dilakukan selama 15 menit. Apakah usaha ini gagal dapat dilakukan pemasangan tampon utero vaginal. Bila setelah pemasangan tampon ini gagal segera harus dilakukan laparatomi untuk melakukan ligasi a.Hipogastrika atau histerktomi. Dalam mengattasi perdarah post partum jangan terfiksasi pada aoni uteri tapi dipertimbangakan keadaan lain misalnya: Robekan jalan lahir lakukan repair Sisa plasenta keluarkan
Koagulopathi Kalau usaha yang lazim telah dilakukan tetapi tetap terjadi perdarahan. Untuk daat mengetahui adanaya gangguan perdarahan, dapat dilakukan Clot Observation Test caranya 5 ml darah ibu dimasukkan dalam tabung gelas, dan diperhatikan kapan terjadi pembekuan darah. 2.Bentuk kelainan plasenta dan pengaruhnya terhadap manisfestasi kliniknya a. Kelainan insersi i. Plasenta akreta perlekatan sampai berhubungan dengan miometrium ii. Plasenta inkreta sampai kedalam lapisan miometrium iii. Plasenta perkreta ;menembus sampai mencapai perimetrium Manisfestasi klinik dari kelainan insersi ini adalah sukar lepasnya dari dinding rahi dan terapinya adalah histerektomi.

Kelainan bentuk Plasenta fenestra plasenta yang berlubang di tengahnya ii. Plasenta suksenturiata disamping plasenta utama terdapat plasenta tambahan yang kecil yang dihubungkan dengan plasenta tambahan dengan pembulu2 darah. Manisfestasi klinisnya dapat tertinggal dan menyebabkan perdarahan iii. Plasenta bilobata

b.

i.

Plasenta membranacea adalah plasenta yang bentuknya lebar dan tipis meliputi seluruh permukaan khorion Apa bahayanya plasenta membrancea dan bagaimana pengelolaan klinisnya? Plasenta membranacea dapat menimbulkan perdarahan antepartum dan memberikan kesulitan pada kala III karena plasenta yang tipis ini sukar terlepas, pengelolaanya dalam klinis dilakukan manual plasenta. 3.a. Mengapa ibu hamil di daerah endemik rentan terhadap infeksi malaria Kehamilan sendiri akan membawa beberapa perubahan pada tubuh wanita hamil, antara lain menurunnya daya tahan / kekebalan tubuh, peningkatan volume sirkulasi darah, retensi air, anemia, perubahan hormonal, perubahan keseimbangan asam basa, perubahan metabolisme karbohidrat, dan lain-lain yang kesemuanya secara umum membuat ibu hamil rentan terhadap berbagai penyakit termasuk malaria. Kehamilan akan memperberat penyakit malaria yang diderita, sebaliknya adanya malaria akan memperberat kehamilannya.11, 12 3.b. Apakah dampak malaria pada kehamilan , persalinan dan nifas

Dampak malaria pada kehamilan o Pada kehamilan malaria menyebabkan imunitas penderita yang sudah turun karena kehamilannya, semakin turun lagi akibat serangan parasit malaria, akibat anemia yang ditimbulkan akibat malaria tersebut. Karena imunitas ibu menurun, penyakit-penyakit infeksi lebih mudah lagi menyerang, sehingga bisa memperparah kondisi ibu hamil tersebut. o Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh malaria baik secara langsung melalui serbuan parasit malaria melalui plasenta ke janin, maupun secara tidak langsung akibat anemia yang ditimbulkannya, yang bisa menyebabkan hipoksia janin , gawat janin sampai terjadinya abortus atau kematian janin intra uterin. Pada persalinan : Karena malaria menyebabkan menurunnya daya tahan dan kekuatan tubuh, maka ibu hamil yang akan bersalin terlebih lagi menjadi sangat menurun kekuatannya, sehingga bisa terjadi : inertia uteri dan partus lama

Bisa juga terjadi perdarahan kala III karena kontrraksi uterus tidak baik karena anemia yang disebabkan oleh malaria. Kala IV mengandung bahaya perdarahan / HPP akibat atonia / hipotoni uteri Pada masa nifas o Infeksi laten malaria dapat kambuh karena persalinan dan dapat menebabkam demam pada masa nifas dan sukar dibedakan dengan infeksi nifas murni o Karena daya tahan tubuh ibu rendah akibat malaria dan akibat anemia yang disebabkannya, maka infeksi nosokomial mudah terjadi pada penderita ini. o Luka-luka jalan lahir dan bekas tempat implantasi plasenta menjadi lebih lama sembuhsembuh. o Laktasi biasanya tidak dipengaruhi kecuali keadaan ibu yang sangat menurun atau disertai anemia berat 3.c. Jelaskan pengaruh ibu hamil pada malaria dengan bayinya dan bagaimana penanganannya Malaria akan menjadi lebih berat apabila berjangkit pada ibu hamil, dibandingkan bukan pada ibu hamil, sehingga akan menimbulkan lebih banyak komplikasi , seperti anemia, malaria serebral, hipoglikemi, edema pulmonal, infeksi plasenta, dan terhadap bayinya dapat terjadi: berat badan lahir rendah (BBLR), abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran premature, gawat janin , malaria congenital Penanganan ibu hamil dengan malaria dan bayinya Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat tranmisi, pengawasan berdasarkan suatu gabungan hal-hal dibawah ini. 9 o Diagnosis & pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat o Kemoprofilaksis o Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat o Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC). Periksa hamil yang teratur adalah dasar untuk keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk : o Memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya ( malaria serebral, anemia, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit). o Memonitor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan o Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu) o Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis o Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu. o Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan. o Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap. o Pada daerah non resisten klorokuin : 0 Ibu hamil non imun : berikan Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa nifas. 1 Ibu hamil semi imun : pemberian SP pada trimester II dan III awal o Pada daerah resisten klorokuin : semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada trimester II dan III awal PENANGANAN MALARIA DI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT I. KRITERIA RAWAT JALAN 0 Gejala klinis malaria tanpa komplikasi 1 Bukan malaria berat 2 Parasitemia < 5% 3 II. KRITERIA RAWAT TINGGAL 1. Gejala klinis malaria dengan komplikasi

2. Malaria berat 3. Parasitemia > 5% III. KRITERIA RUJUKAN Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk dari Puskesmas ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan tenaga dokter spesialis. 13 Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada kunjungan ANC yang pertama, diberikan pengobatan dosis terapeutik anti malaria (lihat tabel di bawah)11,13 Pengobatan dosis terapeutik OAM dalam kehamilan :
Obat Anti malaria Klorokuin Amodiakuin Sulfadoksin-pirimetamin Meflokuin Kinin Artesunat Atau: Artemether Dosis oral Keamanan 25 mg base/Kg selama 3 hari (10 mg/Kg hari I-II, 5 mg/Kg hari III) 25 mg base/Kg selama 3 hari Sulfadoksin : 25 mg/Kg dosis tunggal Pirimetamin : 1 mg/Kg 15-20 mg base/Kg (dosis tunggal) 10 mg garam/Kg tiap 8 jam selama 5 - 7 hari 10-12 mg/Kg per hari selama 2 -3 hari Aman untuk semua trimester Tidak direkomendasi untuk trimester I Tidak direkomendasi untuk trimester I Tidak direkomendasi untuk trimester I Aman untuk semua trimester Tidak direkomendasi untuk trimester I

b. Pencegahan terhadap anemia dimulai pada saat ini : Berikan suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi) / hari, dan 1 mg folic acid / hari. Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) maka pemberian dosis besi 2 x lipat. Periksa Hb setiap kali kontrol. Kebijakan pengobatan malaria (P.Falciparum & P.Vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin untuk pengobatan dosis terapeutik dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat. Pada daerah dimana P.Falciparum sudah terjadi resisten terhadap kloroquin , maka dapat diberikan pengobatan alternatif yaitu : - Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal - Garam Kina 10 mg/Kg BB per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis tunggal hari pertama) - Meflokuin dapat dipakai jika pengobatan dengan Kina atau SP sudah resisten, namun penggunaannya pada kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya pada trimester I masih terbatas. Jika terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sbb: - Garam Kina 10 mg/Kg BB per oral 3 kali selama 7 hari ditambah klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5 hari. ( dapat dipakai di daerah resisten kina) - Artesunat 4 mg/Kg BB oral dlm beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/Kg BB oral dosis tunggal selama 6 hari. ( dapat dipakai pada trimester II & III, dan jika tidak ada alternatif lain).
11

Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara klorokuin masih sangat efektif, demikian juga P.Vivax umumnya masih sensitif terhadap klorokuin.11 Kemoprofilaksis malaria dalam kehamilan : WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan.15,11 Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya dihindarkan memasuki daerah endemis malaria. Profilaksis mulai diberikan 1 sampai 2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan kloroquin ( 300 mg basa ) diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kembali kedaerah non endemis Beberapa studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan BB bayi yang dilahirkan. 11

Perlindungan dari gigitan nyamuk : 11,13 Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan : Memakai kelambu yang telah dicelup dengan insektisida (misal : permethrin) Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang Pemakaian penolak nyamuk (repellent) Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik) Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendelajendela Pengobatan Malaria Berat Dalam Kehamilan Pengobatan malaria berat memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam diagnosa sedini mungkin. Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan adalah : 14 Tindakan umum / simptomatik 1. Pemberian obat anti malaria 2. Pengobatan komplikasi A. Penatalaksanaan umum : - Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut. - Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dimonitor. - Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen. - Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 10 mg/KgBB/x, dan dapat dilakukan kompres . - Bila kejang, beri antikonvulsan : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2 x sehari. - Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan sediaan darah tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik. - Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ketingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif Pemberian Obat Anti Malaria Penderita malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap parasit secara cepat dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena sebaiknya obat diberikan parenteral, sehingga mempunyai efek langsung dalam darah. Obat anti malaria yang direkomendasi : KINA ( Kina HCl 25%, 1 ampul 500 mg/2 ml) 0 Aman digunakan pada semua trimester kehamilan 1 Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi 2 Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30 minggu tidak menyebabkan 3 kontraksi uterus (tidakmenginduksi partus) atau menyebabkan fetal distress. 4 Efek samping yang utama : hipoglikemia Cara pemberian : Cara I : Karena kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka diperlukan kadar yang ideal dalam darah secara cepat, yaitu : 0 Loading dose/ dosis inisial : Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/Kg BB dengan cara dilarutkan dalam dektrosa 5 %(500 ml) atau dextrose in saline diberikan dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, 4 jam berikutnya istirahat (infus saja); kemudian 8 mg/Kg BB setiap 8 jam (maintenance dose).

1 Namun

loading dose dipakai bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau meflokuin dalam 12 jam sebelumnya atau penderita yang riwayat pengobatan sebelumnya diketahui dengan jelas. 2 Berikan kemoterapi oral segera bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian loading dose). Cara II : 3 Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat. 4 Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus per drip yang pertama). Catatan : 0 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian. 1 Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha . Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml 2 Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan. 3 Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg BB Hari I : 30 mg/Kg BB Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB. 4 Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam. 5 Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil untuk ibu hamil pada beberapa kasus.5 Mengingat adanya keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di Puskesmas/RS, maka untuk beberapa kasus malaria berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi tukar, dll) yang tidak tersedia pada fasilitas pelayanan pengobatan tersebut sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (fasilitas lengkap). Pengobatan Komplikasi 11,14 1. Malaria serebral Malaria serebral didefinisikan sebagai unrousable coma (penilaian dengan Glasgow coma scale) pada malaria falsiparum, dengan manifestasi sebagai perubahan sensorium yaitu manifestasi perilaku abnormal pada seorang penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak. Prinsip penatalaksanaan : Umumnya sama seperti pada malaria berat, disamping pemberian OAM beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah : Terapi supportif meliputi : a. Perawatan pasien tidak sadar , meliputi : 0 Pasang IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis. 0 Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit. Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi ( periksa juga tanda-tanda lain dehirasi ), maka tambahkan

intake cairan melalui IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru. 0 Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar. 1 Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar. 2 Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia. 3 Hal-hal yang perlu dimonitor : - Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit. - Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam. - Hitung parasit setiap 12-24 jam. - Hb & Ht setiap hari. - Gula darah setiap 4 jam. - Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum & creatinin darah pada komplikasi gagal ginjal ). b. Pengobatan simptomatik 2. Anemia berat Beberapa definisi anemia dalam kehamilan :
Anemia ringan/mild anaemia Anemia sedang/moderat anaemia Anemia berat/severe anaemia Anemia sangat berat Hemoglobin (g/dl) 10 11 7 10 <7 <4 Volume Packed cell/Ht (%) 33 37 24 33 < 24 < 13

Indikasi pemberian transfusi darah :


H b ( g /d l) H t ( % ) < 7 20 < 5 15 I m p l ik a s i u n t u k t1r3 a n s f u s i T r a n s fi u s s e b a ik n y a d ip e r tim b a n g k a n b e r d a s a r k a n k o n d is i k li n i s d a n u m u r k e h a m i la n . I n d ik a s i k u a t u n tu k t r a n s f u s i : s a n g a t b e r e s ik o ti n g g i u n t u k te r ja d in y a g a g a l ja n tu n g

Bila transfusi darah merupakan indikasi (lihat tabel diatas), berikan pengobatan dengan obat anti malaria yang direkomendasikan dan lakukan : a. Transfusi PRC, akan megoreksi anemia tanpa resiko overhidrasi. b. Transfusi secara perlahan-lahan (slow transfusion) akan mencegah overhidrasi, untuk itu : - Berikan furosemide 1-2 ampul IV selama transfusi - Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan sebagai Intake. 3. Pengobatan hipoglikemia : Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi Kina . Terjadi karena meningkatnya kebutuhan metabolik saat demam, hipoksia jaringan. Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria. Tindakan : Berikan 50 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenans / mencegah hipoglikemia berulang. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam. 4. Pengobatan Edema Paru : Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas cepat dan dangkal, pada auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak infiltrasi yang luas diseluruh lapangan paru. Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia b. Pembatasan pemberian cairan c. Bila disertai anemia,berikan Transfusi PRC. d. Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan :

0 Posisi pasien duduk. 1 Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital. 2 Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien. 3d. Jelaskan tentang komplikasi yang bisa terjadi pada malaria dengan kehamilan A. Komplikasi Maternal (ibu), tdd : 1. Anemia Anemia sekunder yang berat pada malaria dalam kehamilan dapat timbulmelalui 2 jalur , yaitu hemolisis akut dan parasitemia menetap dengan splenomegali kronis yang berhubungan dengan hipereaktivitas pembesaran lien sehubungan dengan malaria. Karena anemia yang disebabkan oleh malaria ini, maka kelak bisa terjadi gagal jantung, syok hipovolemia, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi / factor predisposisi untuk sepsis puerperalis oleh berbagai sebab. 2. Malaria serebral Angka kematian akibat malaria serebral ini sekitar 50% pada wanita hamil dan 20 % pada wanita dewasa tidak hamil. Disebut malaria serebral apabila didapati unrousable coma dan parasitemia perifer aseksual atau infeksi plasenta dengan mengesampingkan penyebab koma yang lain. 3. Hipoglikemi Hipoglikemia yang terjadi sebelum terapi kinin pada wanita hamil dengan malaria mungkin disebabkan oleh: metabolisme glukosa oleh parasit, peningkatan metabolisme penderita, kehabisan cadangan karbohidrat oleh kelaparan dan malnutrisi, malabsorbsi glukosa oleh karena penurunan aliran darah ke intestinum. Tetapi hipoglikemia setelah terapi kinin menggambarkan hiperinsulinemia karena kinin merangsang sel beta pancreas untuk sekresi insulin yang meyebabkan penurunan glukoneogenesis hepatic dan peningkatan uptake glukosa oleh jaringan perifer 4. Edema pulmonal Sering terjadi karena sesudah melahirkan terjadi peningkatan volume sirkulasi darah akibat autotransfusionbila pembuluh darah pelvis ditutup. Transfusi / infus yang berlebihan juga bisa menyebabkan edema pulmonal pada pasien malaria ini 5. Infeksi plasenta Infeksi ini bisa menyebabkan BBLR/ IUGR dan abortus / stillbirth karena penebalan membran basal trofoblas, konsumsi O2 dan nutrien oleh parasit, dan transport O2 yang rendah oleh eritrosit yang terinfeksi oleh parasit malaria B. Komplikasi Janin. Komplikasi ini bisa disebabkan karena anemia yang terjadi pada penderita, system oksigenasi yang buruk dan bahkan bisa disebabkan karena invasi langsung parasit malaria terhadap buah kehamilan, sehingga bisa terjadi berat badan lahir rendah (BBLR), abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran premature, gawat janin , malaria kongenital.

PREEKLAMPSIA

Etiologi Pre eklampsia Karena banyaknya teori yang dikemukakan tentang penyebab preeklampsia sehingga disebut sebagai desease of theory. Beberapa teori yang diduga sebagai penyebab pre eklampsia antara lain : Fenomena imunologis Perfusi plasenta yang bertambah Perubahan reaktifitas pembuluh darah Ketidakseimbangan prostasiklin tromboxan Retensi garam dan air Menurunnya volume intravaskuler Meningkatnya iritabilitas SSP Iskemia pada uterus Faktor faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam proses terjadinya preeklampsia/eklampsia. Dari berbagai pengamatan ,preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita dengan : Pertama kali kontak dengan vili khorialis Terdapat vili khorialis dalam jumlah yang banyak ( hiperplasentosis) Memiliki risiko penyakit pembuluh darah Memiliki faktor predisposisi genetik untuk terjadinya preeklampsia. Pada dasarnya perubahan yang terjadi pada preeklampsia adalah : 1. kegagalan perubahan vaskularisasi pada plasenta secara fisiologi,diikuti oleh kerusakan progresis arteri spiralis uterus 2. terjadi hiperagregasi trombosit ibu 3. menurunnya produksi prostasiklin dalam darah ibu 4. tidak terdapatnya vasoregulasi sistemik arteri dengan terjadinya vasodilatasi patologis diikuti oleh vasokonstriksi 5. adanya kerusakan sel endotel pembuluh darah. Teori Imunologi dalam preeklampsia. Risiko hipertensi dalam kehamilan meningkat pada keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya blokcing antibodi terhadap antigen plasenta. Keadaan ini dapat terjadi pada : kurang efektifnya imunisasi, seperti pada primigravida terapi imunosupresif selama kehamilan lokasi antigen plasenta lebih luas dibandingkan dengan jumlah antibodi, misalnya pada gemeli. Teori imunologi dapat menerangkan tentang sebab jarangnya kejadian preeklampsia yang rekuren. Hal ini karena pada kehamilan yang pertama akan timbul reaksi imunologi terhadap antigen paternal dan akan timbul memori imunologis terhadap reaksi berikutnya, sehingga pada kehamilan berikutnya tidak menimbulkan reaksi imunologis yang terlalu kuat.. Secara garis besar terdapat dua interaksi imunologi yang berperan terjadinya preeklampsia : 1. 2. sistem imonulogi jaringan mukosa peran reaksi Hipersensitivitas

1. Sistem imunologi jaringan mukosa : Proses imunitas pada jaringan mukosa merupakan sistem tersendiri walaupun merupakan subsistem dari sistem imunitas tubuh.Jaringan mukosa mengandung jaringan limfoid yang merupakan Mucosa Associated Limphoid Tissue (MALT) Imunoglobulin A ( Ig A) dan komponen sekresi (SC) merupakan kunci dalam komponen humoral imunitas mukosa. Ig

A diproduksi oleh sel plasma sub mukosa. Pembentukan IgA sangat menentukan pengikatan dengan reseptor pada epitel yang disebut komponen sekresi (SC) SC ekstra sel dilepaskan dalam lumen dan berikatan denga IgA sebagai sekret IgA (sIgA) atau sebagai SC bebas. SC akan memproteksi IgA dari degradasi proteolitik. Komponen seekeresi (SC) dihasilkan oleh epitel saluran napas,saluran kemih, hepatosit,ginjal, dan saluran mamae. Dalam kehamilan kadar SC dan IgA dalam serum akan meningkat. Belum diketahui penyebab peningkatan komponen sekresi dalam kehamilan. Rangsangan antigen pada jaringan mukosa akan menyebabkan terjadinya desensitisasi reaksi imun. Toleransi oral sudah dianggap suatu mekanisme proteksi terhadap terjadinya preeklampsia. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada pasangan yang melakukan oral sex sebelum hamil mempunyai risiko yang lebih rendah terhadap preeklampsia. Demikian juga pasangan yang menunda kehamilannya dan melakukan aktivitas sexual beberapa lama sebelum hamil. Dalam toleransi oral, sel T dengan reseptor gd secara keseluruhan mensupresi respon imun terhadap antigen tertentu.Sel T dengan reseptor gd terdapat pada desidua. Walaupun toleransi oral merupakan proses yang dimediasi oleh sel T, tetapi dapat terjadi perubahan terhadap respon IgA. Sel TH secara dominan menimbulkan perubahan faktor pertumbuhan sel B yang menstimuli kadar SC pada sel epitel dan mempengaruhi peningkatan produksi IgA pada sel plasma. 2. Peranan reaksi Hipersensitivitas. Dikenal empat jenis reaksi hipersinsitivitas yaitu reaksi anafilaksis, reaksi sitotoksik, reaksi kompleks antigen antibodi dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Pada reaksi anafilaksis, gejala yang timbul oleh karena adanya substansi aktif (mediator) yang dikeluarkan oleh sel basofil dan mastosit. Mediator pertama yang dihasilkan adalah histamin dan faktor kemotaktik. Mediator kedua yang dilepaskan adalah mediator yang dihasilkan secara tidak langsung melalui pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid membran sel. Asam arakidonat merupakan substrat untuk 2 macam enzim,yaitu siklooksigenase dan lipooksigenase. Aktivitas siklooksigenase akan menghasilkan prostaglandin dan tromboksan, yang berperan dalam reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah. Mediator ketiga yaitu heparin,kemotripsin dan faktor inflamasi anafilaktik. Mediator ketiga ini terikat pada matrix proteoglikan yang akan terlepas apabila ada kenaikan NaCl. Dalam kehamilan normal akan terjadi peningkatan plasma renin,angiotensin, aldosteron dan akan terjadi penurunan resistensi pembuluh darah. Wanita hamil memiliki resistensi terhadap angiotensin II dan hal ini dipengaruhi oleh prostaglandin. Pemberian prostaglandin E2 dan prostasiklin (PGI2)akan menurunkan efek penekanan angiotensin II. Prostasiklin merupakan vasodilator dan menghambat agregasi trombosit. Pada penderita preeklampsia terjadi penurunan resistensi terhadap angiotensin II. Hal ini akibat dari menurunnya produksi prostasiklin oleh plasenta yang terjadi karena adanya proses atherosis sehingga terjadi penurunan sirkulasi plasenta. Penurunan produksi prostasiklin secara relatif akan meningkatkan pengaruh tromboksan. Tromboksan mempunyai efek vasokonstriksi dan menyebabkan agregasi trombosit. Vasokonstriksi dan agregasi trombosit pada mikrosirkulasi menyebabkan terjadi iskemia fokal dan deposit trombosit. Pada plasenta juga dihasilkan tromboksan ,dan produksinya meningkat pada preeklampsia. Proteinuria yang progresif pada preeklampsia dapat timbul karena banyaknya tomboksan yang diproduksi. Hipoalbumin akan menurunkan waktu paruh prostasiklin, dan ini mempertahan kan terjadinya siklus patologis. 6.b.Pengelolaan Eklampsia Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil,saat hamil tua,persalinan atau masa nifas, ditandai dengan timbulnya

10

kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsia. Penanganan eklampsia bertujuan : Menghentikan serangan kejang yang terjadi dan mencegah serangan kejang ulangan Mencegah dan mengatasi komplikasi Memperbaiki keadaan umum ibu maupun bayi seoptimal mungkin Mengakhiri kehamilan/persalinan dengan mempertimbangkan keadaan ibu. Pengobatan pendahuluan : Bertujuan mencegah agar penderita tidak jatuh dalam stadium yang lebih berat dan dapat segera mengatasi penyulit yang terjadi. Diberikan infus dextrose 5% ; tujuannya untuk memudahkan pemberian obat-obatan intra vena, memberi kalori dan menghindari terjadinya ketoasidosis dan melindungi hepar. Sebaiknya diberikan cairan Ringer Laktat 500 cc setiap 1000 cc dextrose 5%. Berikan 0 2 4-6 L/m Pasang sudip lidah untuk mencegah tergigitnya lidah Penderita dirawat di runag isolasi Menghentikan kejang : Diberikan obat anti kejang MgSO4 dengan cara :

Berikan 4 gr MgSO4 20%

secara intra vena pelan-pelan (3-5 menit) disusul dengan 10 gr MgSO4 50 % intra muskuler ,terbagi dalam 5 gr bokong kanan dan 5 gr bokong kiri. i.m bergantian pada bokong kanan dan kiri. MgSO4 diberikan sampai 24 jam paska persalinan.

Dosis ulangan diberikan tiap 6 jam , 5 gr MgSO4 50 % secara Syarat pemberian MgSO4 :

- reflek paetella harus positif - tidak ada tanda tanda depresi pernapasan ( R > 16 x/m ) - produksi urine tidak kurang tidak kurang dari 25 cc/jam atau 100 cc/ 4 jam

Jika setelah 15 menit serangan kejang terus berlangsung, atau

timbul serangan kejang ulangan berikan dosis tambahan 2 gr MgSO4 20 % secara intra vena dengan kecepatan 1 gr/menit, dan jika masih timbul kejang lagi maka diberikan Pentotal 5 mg/kgBB/ i.v pelan-pelan

Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 ,berikan antidotum Ca Glukonas 10 % 10cc i.v pelan-pelan selama 3 5 menit. Pencegahan komplikasi : obat-obat anti hipertensi; jika sistole > 180 mmHg atau diastole > 120 mmHg berikan klonidin i.v dengan cara 1 amp.klonidin diencerkan dengan 10 cc aquabidest, 5 menit pertama diberikan 5 cc perlahan-lahan , jika 15 tekanan darah belum turun diberikan lagi 5 cc selama 5 menit, selanjutnya dapat diulang tiap 4 jam sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Diuretika hanya diberikan jika ada tanda-tanda edema paru atau kelainan fungsi ginjal Kardiotonika diberikan atas indikasi adanya tanda-tanda payah jantung atau edema paru Antibiotika diberikan untuk pencegahan infeksi Perawatan penderita koma Monitoring kesadaran dengan Glasgow-Pittsburg Coma Scale Cegah terjadi dekubitus Pasang NGT untuk pemberian makanan. Jumlah kalori 1500 kal/hr Penanganan obstetri : Prinsip : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadan janin. Terminasi kehamilan dilakukan setelah stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu, stabilisasi ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu dari keadaan :

11

o Kejang terakhir o Pemberian obat anti kejang terakhir o Pemberian obat anti hipertensi terakhir o Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi ) Cara terminasi : 1. Belum inpartu

Induksi persalinan : amniotomi + drip oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6 Seksio sesaria bila : - syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau ada kontra indikasi drip oksitosin - 12 jam sejak mulai drip oksitosin belum masuk fase aktif - jika hasil CTG patologis Pada primigravida diarahkan untuk sesksio sesaria 2. Sudah inpartu kala I : - fase laten : 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan seskio sesaria - fase aktif : amniotomi, jika 6 jam tidak terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesaria kala II : persalinan dipercepat dengan forceps atau vakum Perawatan pasca persalinan
jika persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda

vital dilakukan seperti umumnya


pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah 1 x 24 jam

persalinan Prognose : ditentukan dengan memakai kriteria Eden 1. koma yang lama 2. nadi diatas 120 x/m 3.suhu di atas 103 0 F ( 39 0 C) 4. sistolik di atas 200 mmHg 5. kejang lebih dari 10 x 6. proteinuri > 10 gr/ L 7. tidak ada edema jika didapatkan dua atau lebih dari gejala tersebut , prognose ibu buruk. 6.c. Tanda dan gejala prognosis buruk pada hipertensi kronis dalam kehamilan Hipertensi kronis dalam kehamilan adalah hipertensi oleh sebab apapun yang ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan. Penyakit ini sering menimbulkan kelainan pada jantung ,otak, ginjal dan retina. Beberapa gejala/tanda yang memburuknya prognosis penyakit antara lain :

menunjukkan

terjadi pembesaran jantung ; hipertensi akan memperberat kerja jantung, demikian juga kehamilan. Sehingga kehamilan yang disertai dengan hipertensi akan sangat memberatkan kerja jantung, sebagai kompensasinya akan terjadi hipertrofi miokard dan jantung terlihat membesar. Apabila kompensasi ini terlewati maka dapat terjadi payah jantung dan gagal jantung. Kelainan pada retina ( haemorrhagi atau exudat ); pada hipertensi terjadi vasospasme menyeluruh termasuk pada retina. Pada kehamilan ,kondisi ini menjadi lebih berat dan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah pada retina. Tensi permulaan , sistole 200 mmHg atau diastole 120 mmHg Faal ginjal yang menurun. ; kerusakan pada ginjal dapat dipantau dengan melakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin serum serta asam urat. Apabila terjadi

12

kenaikan nilai menunjukkan telah terjadi proses patologis pada ginjal. Jika pada kehamilan sebelumnya pernah mendapat pre eklampsia

JANTUNG
4.a. Apa saja yang anda ketahui tentang penyakit jantung dalam kehamilan Wanita-wanita dengan penyakit jantung dan kemudian menjadi hamil mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan bila ia tidak dalam keadaan hamil, terlebih lagi dalam menghadapi saat-saat persalinan dan nifas. Hal ini karena terjadinya perubahan-perubahan hemodinamik yang sehubungan dengan kehamilannya. Bahaya tersebut bukan saja mengenai bahaya terhadap ibu, tetapi juga terhadap bayi yang dikandungnya.Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tersering di dunia ini. Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan kira-kira 1 4%. Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1 2%. Menurut klasifikasi fungsional (NYHA, New York Heart Association), angka kematian ibu hamil dan bersalin karena penyakit jantung adalah sebagai berikut(5,6) : kelas I: 0.17 %, kelas II : 0.28 %, kelas III : 5.52 %, kelas IV: 5,84 %. Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga penyakit jantung klas I dan II dalam kehamilan dapat berubah menjadi klas III atau IV. Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot jantung. Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dll. 4.b. Klasifikasi kehamilan 6: Kelas I II III IV kecurigaan penyakit jantung dalam

Deskripsi Tidak ada gejala dengan aktivitas fisik biasa Ada keterbatasan ringan (slight limitation) dengan aktivitas ringan sampai sedang. Tidak ada gejala pada istirahat Keterbatasan berat pada aktivitas ringan; dispneu atau nyeri dada pada aktivitas minimal Timbul gejala pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal, dan gejala-gejala gagal jantung yang nyata

4.c. Bagaimana diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan, saat-saat berbahaya, penanganan kehamilan dan reproduksinya Sebelum diagnosis ditegakkan, biasanya didahului langkahlangkah menuju diagnosis sbb 6 : A. ANAMNESIS Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosa sebelum kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosa ditegakkan, gejala-gejala

13

sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan aktivitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya. Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di rumah sakit, kecelakaan atau riwayat operasi besar sebelumnya. Perlu juga ditanyakan mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktivitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.

B. PEMERIKSAAN FISIK. Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai Berat Badan dan Tinggi Badan, kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara cermat dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan teliti , pada aorta isufisiensi dapat dijumpai denyut yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus. Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tandatanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistem organ tubuh lainnya.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 0 Laboratorium : seperti hematologis rutin, kimia darah, gula darah, profil kolesterol, dsb 1 EKG, sangat bermanfaat untuk menilai gangguan konduksi, pembesaran ruang-ruang jantung, iskemia atau infark. Bila perlu dapat dilakukan monitor EKG 24 jam. 2 Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung , murmur 3 Ekokardiografi, merupakan alat diagnostik yang paling bermanfaat dan aman dilakukan pada wanita hamil. Dapat memberikan informasi tentang gangguan anatomi maupun fungsional dari ruang jantung (atrium dan ventrikel), katup-katup jantung dan perikardium. Juga dapat membedakan penyebab edema paru apakah disebabkan oleh gangguan jantung atau bukan. Dengan transesofageal ekokardiografi, dapat dinilai bagian posterior jantung seperti atrium kiri dan katup mitral. 4 Doppler Ekokardiografi. Dalam kombinasi dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dinilai intra cardiac shunt, tekanan arteri pulmonar, derajat regurgitasi. 5 Excercise test (treadmill). Biasanya tidak dipakai pada wanita hamil namun pada kehamilan dini masih dapat dilakukan atau pada wanita dengan penyakit jantung yang menginginkan kehamilan untuk menilai toleransi jantung terhadap stress.

14

Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), Creactive protein, ASTO, kultur darah. Pemeriksaan dengan zat radioaktif seperti foto rontgen dada, kateterisasi jantung sebaiknya dihindari kecuali sangat dibutuhkan. D. DIAGNOSIS Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut : 0 Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terusmenerus 1 Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill 2 Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks 3 Aritmia yang berat Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites. E. PENANGANAN IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG. Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang kompak dan terpadu dari berbagai displin ilmu seperti obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, anestesi dan sebagainya. Prosedur penanganan biasanya disesuaikan dengan kelas fungsional, namun penanganan harus tetap didasarkan atas kondisi dan kelainan jantung masing-masing pasien. Penanganan pasien dengan mitral stenosis tentunya berbeda dengan pasien aorta stenosis, walaupun masing-masing pasien tersebut berada dalam kelas fungsional yang sama.(9) F. MANAJEMEN PENYAKIT JANTUNG KELAS I DAN II Angka kesakitan dan kematian ibu hamil dengan penyakit jantung kelas I dan II biasanya rendah, sehingga kebanyakan pasien dapat melewati kehamilan dan persalinan dengan aman. Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah infeksi, oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas . Harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi seperti infeksi saluran nafas, merokok, penggunaan obat-obat terlarang, dan setiap prosedur yang dapat memberikan resiko infeksi harus diberikan antibiotika.
(9)

Gagal jantung biasanya terjadi secara perlahan-lahan, gejala pertama berupa ronki basal paru yang menetap, biasanya disertai batuk-batuk pada malam hari. Gejala lain berupa penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas seharihari, hemoptisis, edema yang progresif dan takikardi. G. PENANGANAN PADA PERSALINAN.(5) Persalinan biasanya pervaginam kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural. Efek samping utama analgesia adalah hipotensi maternal yang pada beberapa kelainan jantung dapat memperburuk penyakit jantung. Pada pasien dengan shunt intrakardial, hipotensi akan membalikkan arah aliran dalam shunt intrakardial dari kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri sehingga darah tidak melewati paru-paru tetapi langsung ke aorta dan sirkulasi sistemik, sehingga dapat terjadi sianosis berat. Pada hipertensi pulmonar dan stenosis aorta, ventrikular output sangat tergantung pada preload sehingga hipotensi akan memperburuk kondisi jantung. Pada pasien-pasien ini,

15

anestesi umum atau anestesi dengan narkotik akan lebih aman digunakan.

Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung ringan sampai sedang, analgesia epidural ditambah sedativa intravena cukup efektif untuk meminimalisisasi fluktuasi cardiac output selama persalinan pervaginam. Apabila akan dilakukan seksio sesar, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang memuaskan Bila dipilih persalinan pervaginam, ibu harus dalam posisi setengah duduk dan miring ke kiri. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala, tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his : dalam kala I setiap 10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 100 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 24 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan digitalis, oksigen dan diuretik. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/l) dengan tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg supositoria, pethidin 50 mg IM, Morphin 10-15 mg IM. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengejan. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat yang paling kritis. Pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi di daerah abdominal. H. GAGAL JANTUNG DALAM PERSALINAN.(7) Gagal jantung dalam persalinan dapat bermanifestasi sebagai edema pulmonal, hipoksia dan hipotensi. Penanganan biasanya tergantung status hemodinamik pasien dan kelainan jantung yang mendasari.

Decompensatio kordis dan edema paru pada mitral stenosis karena kelebihan cairan dapat diatasi dengan pemberian diuretik. Jika dicetuskan oleh takikardi, dapat diberikan Bloker. Penanganan seperti tersebut di atas pada decompensatio cordis oleh karena stenosis aorta akan berakibat fatal. Oleh karena itu penanganan kegagalan jantung harus berdasarkan patofisiologi kelainan jantung. Namun dalam kondisi real sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya : o Perhatikan jalan napas pasien, usaha bernapas, sirkulasi (A=airway, B=breathing, C=circulation) o Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum o Berikan Morfin / petidin o Digitalisasi o Antibiotik

16

Setelah langkah-langkah awal diatas, dan kondisi hemodinamik pasien telah dalam keadaan stabil baru ditentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu atau tidak. I. PENGAWASAN NIFAS. Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung. Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta menghindari infeksi. Sterilisasi dapat dilakukan beberapa hari post partum setelah kondisi ibu stabil. Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui J. MANAJEMEN PENYAKIT JANTUNG KELAS III DAN IV Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan penatalaksanaan yaitu : 0 Terminasi kehamilan 1 Meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, ibu dalam posisi setengah duduk. Persalinan dilakukan dengan seksio sesarea. Berikan diuretik (furosemide) agar volume darah menurun dan beban jantung berkurang, disamping itu berikan O2 6-8 L/mt. Bila terdapat gagal napas maka lakukan intubasi dan ventilasi mekanik. K. PENANGANAN REPRODUKSI Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan konseling yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam kehamilannya. Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih minimal. Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin parenteral masih dianjurkan. 8. Pada saat ini versi dan ekstraksi hanya dilakukan pada 1,2,3,4 gmelli anak kedua Alasan-alasan pembatasan tersebut ialah - Setelah gmelli pertama lahir, uterus masih cukup luas dan kendor/ lemas, pembukaan serviks sudah lengkap (karean baru saja dilalui oleh gmelli pertama), sehingga lebih mudah dilakukan versi dan ekstraksi. Selain itu juga bila dibandingkan dengan penganan secara seksio sesarea, maka resiko seksio sesarea juga dipandang lebih besar dibandingkan dengan versi ekstraksi pada gmelli kedua ini, asal saja waktu yang cukup menguntungkan (15 30 menit ) tidak dilalui. - Setelah gmelli pertama lahir, bisa saja terjadi pecah ketuban pada spontan pada gmelli kedua, atau pada waktu memecahkan ketuban gmelli kedua. Karena bagian lunak memberikan sedikit tahanan dan bayi tak terfiksasi dengan baik (Martius), maka bisa terjadi prolapsus tali pusat, solusio plasenta. Sehubungan dengan itu maka diperlukan tindakan cepat dan tepat untuk dengan segera

17

melahirkan gmelli kedua tersebut. Disinilah saat yang tepat dilakukan versi ekstraksi. Selain itu juga biasanya pada gmelli jarang didapati janin yang besar . - Pada kondisi lain (letak lintang maupun letak kepada pada kehamilan tunggal ) bila dilakukan versi ekstraksi, lebih sukar dan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bagi bayi. Karena kesulitan melakukan tindakan tersebut (jalan lahir yang masih belum cukup luas), sehingga bahayanya lebih besar (robekan jalan lahir, rupture uteri, gawat janin sampai itrapartum death bagi bayi). Dapat dikatakan bahwa versi ekstraksi menjadi lebih traumatik dan membahayakan bagi ibu maupun bayinya. Teknik versi ekstraksi bila kepala di kiri dan punggung di belakang: - Setelah gmelli pertama lahir, posisi tetap litotomi di meja ginekologi, siapkan pencegahan HPP, dilakukan periksa luar dan periksa dalam (pakai hand scoen baru yang steril), pastikan bahwa bayi dapat lahir pervaginam (tidak ada CPD), konseling , dilakukan tindakan antiseptic vulva dan sekitarnya, vesika urinaria - Secara obstetric hand tangan kiri masuk vagina (tangan kanan membuka labia, lalu pindah ke fundus uteri). Martius, Sastrawinata dan Goelam menyarankan penggunaan anestesi, tapi sekarang tidak dilakukan anestesi (ingat juga bahaya anestesi bagi ibu dan bayi). Lalu tangan kiri tersebut masuk ke cavum uteri, melalui serviks. Apabila ketuban masih utuh amniotomi, usahakan agar keluarnya cairan amnion tidak terlalu cepat (menghindari bahaya prolapsus funikulus) - Tangan kiri mencari kaki anterior (Martius), atau kaki atas (Goelam), atau kalau bisa kedua kaki bayi sekaligus (Oxorn, Goelam), ataupun kaki yang paling mudah dicapai (Martius) - Kaki perlahan-lahan dibawa ke vagina / ke luar , sementara itu tangan kanan penolong berusaha memutar/ mendorong kepala ke atas / kearah fundus (kalau perlu dengan tuntunan USG William). Kalau dapat bayi diputar sehingga punggungnya menghadap ke anterior, kepala dalam keadaan fleksi. - Setelah lutut bayi mencapai introitus vagina, tindakan versi selesai dikerjakan - Kemudian dilakukan manual hilfe untuk melahirkan bahu/lengan : Prazat Deventer atau Mueller atau lovset atau Potter ; dilanjutkan dengan melahirkan kepala dengan prazat Mauriceau atau De Snooatau Wigand martin-winckel atau Naujoks ataupun kalau perlu Pragua terbalik (jika u.u.k di belakang), atau kalau perlu dengan cunam 10. seorang wanita G2P1A0 29 th hamil aterm dikirim oleh dokter Puskesmas dengan keterangan sudah dipimpin mengejan 5 jam oleh dukun kampung, tetapi bayi belum lahir. 10. a. Kemungkinan-kemungkinan komplikasi apakah yang anda pikirkan bisa

1.

Maternal exhaustion Karena penderita telah kelelahan akibat mengejan lama, maka persediaan glukosa/ karbohidrat habis, sehingga terjadi oksidasi lemak , yang menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga terbentuklah bendabenda keton yang bisa dikeluarkan memalui urin dan pernafasan (nafas bau aseton). Maternal exhaustion ditandai oleh adanya tanda-tanda dehidrasi : tensi menurun, nadi kecil dan cepat, respirasi dan suhu badan meningkat, ,turgor kulit menurun, mata cowong, oligo/ anuria, odem jalan lahir, fetor Akibat maternal exhaustion ini juga dapat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit . akibat kedua hal tersebut di atas dapat menyebabkan uterus tidak mampu beerkontraksi dengan baik, sehingga menyebabkan inersia uteri sampai atonia uteri, yang pada gilirannya dapat menyebabkan lagi partus lama dengan segala akibatnya baik bagi ibu (Infeksi intra partum, perdarahan post partum, nekrosis jalan lahir sampai calon terbentuknya fistula jalan lahir) maupun

18

2.

3.

4. 5.

bagi bayi (gawat janin, infeksi intrapartum, intra partum death) sampai perdarahan dan infeksi post partum, bahkan bisa pula menjadi sebab dilakukannya histerektomi karena otonia uteri yang tidak bisa ditanggulangi secara cepat, tepat dan benar. Infeksi intra partum Merupakan bagian dari proses yang tak terpisahkan dari maternal exhaustion pada kasus ini. Bisa terjadi karena mungkin pasien sudah sering di periksa dalam, atau kalaupun tidak, bisa juga akibat persalinan yang tidak bersih (bersih alat, bersih penolong dan bersih cara pertolongan) Perlukaan jalan lahir Akibat pimpinan persalinan yang lama oleh tenaga nonprofessional, mungkin bisa terjadi perlukaan jalan lahir sampai ruptura. Bisa terjadi pula perdarahan paska persalinana akibat kontraksi uterus yang buruk Perdarahan post partum BAGI BAYI yang dikandung bisa terjadi hipoksia, gawat janin sampai kematian janin intra partum maupun akibat-akibat yang mungkin bisa terjadi di kemudian hari : keterbelakangan mental / cerebral palsy

PENANGANAN PADA KASUS INI

Rehidrasi :

IVFD D105 , D5%, RL sampai urin > 30 cc ./ KgBB/ jam Antibiotik injeksi, untuk pencegahan/ pengobatan infeksi intra partum, laboratorium rutin, tanda-tanda anemis, tandatanda infeksi, dehidrasi

Perbaiki

his , kalau amnion masih utuh, maka dillakukan amniotomi lihat warna ketuban, ataupun dilakukan oxytosin drips, tergantung kondisi pasien Mencari tahu adanya tanda-tanda ancaman ruptur uteri (nyeri ibu meningkat sekali/ kesakitan sekali, Bundle ring, bagian-bagian janin lebih mudah diraba seperti di bawah kulit Mencari tahu sampai dimana persalinan telah berlangsung: Pembukaan porsio, ketuban, penurunan kepala, paksi kepala. Kosongkan kandung kencing / katetrisasi Pencegahan HPP, selain infus juga siap darah dan management persalinan aktif diterapkan Evaluasi panggul, apakah dimungkinkan persalinan pervaginam, kalau ada USG untuk TBBA dan mencari adanya ancaman ruptur uteri selain dari periksa luar.

Cari

tahu riwayat obstetric anak pertama (P1): jarak kelahiran dengan saat ini , jenis kelamin, BBL, lahir susah, dengan alat (alasan?), cacat, hidup, BOH? Primisekundi? Observasi T, N, R, his, BJA (monitoring ketat dengan CTG) 10. b setelah melakukan penanganan ternyata pada pemeriksaan didapati pembukaan 6-7 cm, ketuban (+), kepala H III (-), EFW 3700 g, his kurang baik. Tindakan apa yang akan dilakukan dan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi? Observasi T, N, R, his, BJA (monitoring ketat dengan CTG)

Bilamana ada BOH rencana SC

Evaluasi kemajuan persalinan : pembukaan serviks, selaput ketuban , penurunan kepala, presenting part, letak denominator, kemungkinan-kemungkinan yang menghalangi kemajuan persalinan (tumor jalan lahir)

Bilamana ketuban utuh dilakukan amniotomi, lihat warna


ketuban, jika mekoneum kental sc. Tetapi bila slight mekoneum / putih keruh masih boleh partus pervaginam dengan memperhatikan kemajuan persalinan, dan riwayat obstetric pada persalinan yang lalu.

Evaluasi

ulang 2 jam setelah amniotomi. Bilamana partus maju, his bertambah baik rencana persalinan pervaginam. Bilamana tetap inersia uteri boleh dilakukan oxytocin drips, rencana partus pervaginam, kalau tidak ada kemajuan persalinan SC . Kalau sementara dilakukan oxytocin drips

19

terjadi gawat janin ataupun tanda-tanda ancaman ruptura uteri, terjadi transient hipertensi SC. Kalau persalinan berlanjut terus sampai pembukaan lengkap diikuti sesuai dengan harapan dan tidak ada tanda-tanda gawat janin dan gawat ibu, maka persalinan dapat dharapkan spontan pervaginam, atau kalau dalam kala II his kurang adequate bisa dan kepala sudah di H III (+) dapat di vakum ekstraksi, atau Forseps ekstraksi bila kepala di H III-IV, dengan episiotomi mediolateral, bayi dilahirkan (resusitasi ), luka jalan lahir ibu di jahit Managemen aktif kala III diterapkan pada pasien ini . Observasi ketat 2 jam post partum vital sign dan perdarahan post partum Post partum diberikan antibiotika, uterotonika, roboransia Kalau perlu transfusi 10. d. Penanganan reproduksi selanjutnya Konseling ibu untuk rencana PAN dan rencana persalinan yang akan datang tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam kehamilan dan persalinan yang akan datang

Bilamana anak ini dan anak di rumah hidup KB suntik, kalau


anak di rumah telah meninggal dunia KB pil Bilamana persalinan ini berlangsung spontan , maka persalinan yang berikutnya boleh partus pervaginam di Puskesmas , kecuali ada penyulit Bila persalinan ini berakhir dengan EV / EF, maka diharapkan kehamilan yang berikut PAN di RS, dan partus di RS Bila persalinan ini berakhir dengan seksio sesarea, maka diharapkan kehamilan yang berikut PAN di RS, dan partus di RS

20

DM
I. PENDAHULUAN Wanita yang menderita Diabetes Mellitus dapat bertambah parah selama kehamilan demikian juga wanita selama hamil dapat menjadi diabetes, hal ini disebabkan karena kehamilan merupakan Diabetogenik Potensial. Dahulu wanita penderita diabetes mellitus mengalami kesulitan untuk hamil dan apabila hamil prognosanya tidak baik, dengan angka kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Dengan ditemukannya insulin berhasil menurunkan angka kematian ibu, tetapi tidak dengan angka kematian perinatal. Pada diabetes dalam kehamilan, insiden anomali congenital meningkat. Biasanya anak yang lahir dari ibu diabetes menjadi besar (makrosomia) dan dapat mempersulit kelahiran secara pervaginam (1,2,3). Diabetes dalam kehamilan dapat menyebabkan kematian perinatal, kematian intrapartum dan kematian neonatal karena imatur (1). Kemudian mulai dikembangkan penggunaan metoda Sectio Caesarea untuk menurunkan angka kematian janin dan perinatal karena makrosomia, dan sangat penting untuk membedakan penderita diabetes mellitus yang kemudian menjadi hamil dengan penyakit diabetes yang baru muncul pada kehamilan karena ini mempengaruhi prognosa dan perjalanan penyakitnya. Pasien diabetes yang hamil harus segera memeriksakan diri pada dokter atau pada klinik diabetes, sebaiknya di rumah sakit yang mempunyai ahli diabetes, ahli kandungan dan ahli penyakit anak. Team tersebut dapat bekerja sama untuk menghasilkan perawatan penderita dengan sebaik baiknya. Terdapat beberapa macam klasifikasi Diabetes mellitus, yaitu :

1. a. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM, tipe I) b. Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM, tipe 2) the young (MODY) 2. a. b. c. d. e. f. Non obese NIDDM Obese NIDDM Maturity onset diabetes of

UMUM :(2) PRIMER

SEKUNDER Penyakit pancreas Kelainan hormonal Karena makanan atau zat kimia Kelainan reseptor insulin Sindroma genetic Lain lain KLASIFIKASI DM DALAM KEHAMILAN : (1,2,3)
GLUKOSA PUASA <105 mg/dL >105 mg/dL
UMUR ONSET >20 10 19 <10 KAPAN SAJA KAPAN SAJA KAPAN SAJA

KELAS A1 A2

ONSET

KELAS B C D F R H

GLUKOSA 2 J PP <120 mg/dL >120 mg/dL

GESTATIONAL GESTATIONAL

TERA PI diet insulin


KELAINAN VASKULAR Retinopathy benigna Nephropathy* Retinopathy proliferative Jantung TERAPI insulin insulin insulin insulin insulin insulin

LAMANYA <10 10 19 >20 BERAPA SAJA BERAPA SAJA BERAPA SAJA

21

* D/ saat kehamilan : proteinuria > 500 mg/ 24 jam sebelum usia kehamilan 20 minggu.

KLASIFIKASI MENURUT WHITE

(1965) : (10) Kelas A : Diabetes kimiawi, disebu juga diabetes laten, subklinis atau diabetes kehamilan; test toleransi glukosa tidak normal. Penderita tidak memerlukan insulin, cukup diobati dengan diet saja. Prognosis bagi ibu dan anak baik. Kelas B : Diabetes dewasa, diketahui secara klinis setelah umur 19 tahun dan berlangsung kurang dari 10 tahun, dan tidak disertai kelainan pembuluh darah. Kelas C : Diabetes yang diderita antara 10 19 tahun, atau timbul pada umur di antara 10 19 tahun, dan atau tanpa kelainan pembuluh darah. Kelas D : Diabetes yang telah diderita lama; 20 tahun atau lebih; atau diderita sebelum umur 10 tahun; atau disertai kelainan pemuluh darah, termasuk arteriosclerosis pada retina dan tungkai, dan retinitis. Kelas E : Diabetes yang disertai perkapuran pada pembuluh darah panggul, termasuk arteri uterine. Kelas F : Diabetes dengan nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis. DIAGNOSIS (2) Ditegakkan pada kasus kasus dengan : Kadar glukosa plasma tinggi Glukosuria Ketoasidosis Yang harus dicurigai : Wanita dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL dengan polidipsi, poliuri, polifagi, penurunan berat badan. Riwayat penyakit DM pada keluarga yang jelas Pernah melahirkan bayi besar Glukosuria persisten Pernah abortus tanpa sebab yang jelas Hiperglikemi pada trimester I, kemungkinan kehamilan dengan Diabetes mellitus. Hiperglikemi pada usia kehamilan tua, kemungkinan gestational Diabetes mellitus. II. GESTASIONAL DIABETES 1. Definisi Suatu intoleransi karbohidrat, ringan (Toleransi glukosa terganggu ) maupun berat (Diabetes mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung. Dengan definisi ini tidak dipersoalkan lagi apakah pasien tersebut dikelola dengan insulin atau dengan perencanaan makan saja. Selain itu dengan definisi ini tidak lagi dipersoalkan apakah intoleransi glukosa tersebut menetap setelah persalinan (1,3,4,5). Definisi ini dapat juga mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap Diabetes mellitus (tapi belum terdeteksi ), dan baru diketahui saat kehamilan ini (DM + Hamil) disamping yang benar-benar diabetes mellitus gestasional menurut definisi lama. Sesudah kehamilan selesai baru kemudiann dapat dipilih mana yang Diabetes mellitus gestasional.(1,5) 2. Etiologi (2) Tingginya perubahan fisiologis dalam metabolisme glukosa selama kehamilan Patofisiologi Pada kehamilan normal terjadi perubahan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang tujuannya untuk mensuplai nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan foetus, serta untuk melindungi foetus terhadap stress lingkungan baik internal 3.

22

maupun eksternal.(7) Glukosa, asam amino, asam lemak bebas dan keton dari ibu dapat melewati barier plasenta sedangkan insulin tidak.(1) Pada minggu-minggu awal kehamilan timbul beberapa hal: (2,4,7) 1. Adanya emesis gravidarum menyebabkan asupan makanan menjadi sangat kurang. 2. Adanya syphon effect, yaitu mengalirnya glukosa dan asam amino terus-menerus dari ibu ke janin. 3. Adanya peningkatan kadar estrogen dan progesterone yang menyebabkan hiperplasia sel B pancreas, peningkatan sekresi insulin serta peninggian sensitifitas jaringan terhadap insulin. Ketiga hal di atas dapat menimbulkan hipoglikemia terutama pada waktu puasa atau dengan kata lain kebutuhan insulin akan berkurang. Oleh karena itu harus hati-hati pada kehamilan muda, monitoring kadar gula darah harus lebih sering dilakukan agar hipoglikemia dapat dicegah. Berbeda dengan yang terjadi selama pertengahan sampai akhir kehamilan. Pada saat itu plasenta sudah mulai berfungsi memproduksi hormon-hormon yang justru bersifat antagonis terhadap insulin yaitu Human Chorionic Somatotropin (HCS) dan Human Chorionic Growth Hormon (HCGH), dan beberapa hormon steroid lainnya. Disamping itu pada akhir kehamilan hormon-hormon stress juga akan meningkat misalnya kortisol, glukagon dan katekolamin yang juga bersifat antagonis terhadap insulin. Kadar prolactin pun meningkat. Efek yang disebabkan oleh HCS adalah : (2,4,7) Meningkatkan lipolisis selama hipoglikemia sehingga terjadi peninggian kadar asam lemakl bebas untuk energi metabolisme ibu. Serupa dengan struktur GH dan bereaksi dengan menurunnya afinitas insulin terhadap insulin reseptor sehingga terjadi resistensi insulin. Secara keseluruhan perubahan metabolic yang terjadi memudahkan terjadinya anabolisme selama waktu makan tetapi bersifat katabolic selama postprandial dan periode puasa selama malam hari dengan kadar glukosa post absorbtive yang rendah disbanding wanita yang tidak hamil.(7) Semua ini akan menyebabkan hiperglikemia, atau dengan kata lain kebutuhan insulin akan bertambah. Dapat disimpulkan bahwa Diabetes dengan kehamilan, kebutuhan insulin pada awal kehamilaan berkurang sedangkan pada pertengahan akhir kehamilan akan bertambah. Pada penderita Gestational DM akan terjadi defisiensi insulin reseptor (90%) atau karena kekurangan produksi insulin (10%). (4) PENGARUH DIABETES KEHAMILAN : (10) 1. Dalam kehamilan a. abortus dan partus prematurus b. pre-eklampsia c. hidramnion d. kelainan letak janin e. insufisiensi plasenta 2. Dalam persalinan a. inersia uteri dan atonia uteri b. distosia bahu karena anak besar c. kelahiran mati d. lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan, termasuk SC e. lebih mudah terjadi infeksi f. angka kematian maternal lebih tinggi 3. Dalam nifas MELLITUS PADA

23

a. mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis b. menghambat penyembuhan luka jalan lahir, baik ruptura perinea maupun luka episiotomi.

PENGARUH DIABETES PADA BAYI : (10) a. Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus b. Cacat bawaan terutama pada kelas D ke atas c. Dismaturitas terutama pada kelas D ke atas d. Janin besar (makrosomia) terutam pada kelas A sampai C e. Kematian dalam kandungan, biasanya pada kelas D ke atas f. Kematian neonatal g. Kelainan neurologik dan psikologik di kemudian hari

4.

Faktor resiko (1,5,6)

Riwayat Kebidanan Beberapa kali keguguran Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan Riwayat pernah melahirkan bayi >4000 gr Pernah pre-eklampsia Polihidramnion Riwayat ibu Umur ibu hamil > 30 th Riwayat DM dalam keluarga Pernah Gestational DM pada kehamilan sebelumnya Obesitas Infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil Screening Untuk memastikan seorang wanita hamil menderita diabetes atau tidak kita perlu melakukan uji saring (screening). Sedikitnya ada 3 alasan untuk screening Gestational DM, yaitu karena keadaan hiperglikemia pada ibu dapat mengakibatkan : a. angka kesakitan dan kematian pada ibu sendiri yang tinggi dibandingkan populasi normal b. angka kesakitan dan kematian perinatal yang meningkat c. adanya resiko tinggi untuk menjadi DM di kemudian hari, bagi mereka dengan riwayat Gestational DM sebelumnya (5) Beberapa peneliti menganjurkan screening dilakukan pada minggu gestasi ke 24-26, karena jika dilakukan pada umur kehamilan muda akan memberikan hasil tes negatif yang terlalu tinggi, sebaliknya jika dilakukan pada kehamilan yang terlalu tua mengakibatkan keterlambatan pengobatan pada penderita Gestational DM (1,2,3,5,6,9) Pada mereka yang termasuk faktor resiko sebaiknya screening dilakukan lebih awal dan di ulang kembali pada minggu gestasi ke 26 apabila hasil tes negatif. Cara dan Persiapan Screening: Terdapat 2 cara penyaringan yaitu :1 tahap dan 2 tahap Screening Satu Tahap Persiapaan : - Pasien harus makan mengandung cukup KH minimal 3 hari sebelumnya - Semalam sebelum hari pemeriksaan berpuasa selama 812 jam Cara : 5.

24

- Pagi harinya dalam keadaan berpuasa, diambil contoh darah (plasma vena) - Kemudian diberi beban glukosa 75 gr dalam 200 ml air. - Contoh darah berikutnya diperiksa 2 jam setelah pemberian beban glukosa. Kriteria diagnosa :

Glukosa plasma vena (mg/dL) Puasa : 2 jam Normal < 140 Diabetes mellitus > 200 TGT* 140 - 199 < 100 > 140 100 149

*Khusus untuk wanita hamil yang tergolong TGT harus diobati sebagai Gestational DM Screening Dua Tahap (1,2,9) Cara : Tahap I : test toleransi glukosa (TTGO) dengan beban glukosa 50 gr pada semua wanita hamil (24 28 minggu), kemudian diperiksa glukosa plasma vena 1 jam setelah pemberian beban glukosa. Bila TTG positif atau kadar glukosa plasma >/= 140 mg% maka test tahap II dilanjutkan. Tahap II : test toleransi glukosa (TTGO) dengan beban glukosa 100 gr. Kemudian diperiksa glukosa plasma 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Kriteria diagnosa : (1,2,3)
Waktu Puasa 1 jam 2 jam 3 jam Kadar plasma (mg/dL) Menurut ADA 105 190 165 145 Kadar plasma (mg/dL) menurut OSullivan and Mahan 90 163 145 125

Untuk menegakkan diagnosa, diperlukan nilai positif minimal 2 atau lebih dalam 3 jam test. Pemeriksaan Gestational DM tidak dapat didasarkan pada pemeriksaan urine saja karena dalam kehamilan biasanya ambang ginjal terhadap glukosa menurun sampai 100 120 mg% dan laktosuria yang juga memberikan hasil reduksi positif. Kecuali pemeriksaan urine dilakukan dengan cara yang spesifik untuk glikosa, misalnya reaksi Fehling atau test tape dan clinistix. 6. Penatalaksanaan

Foetus Trimester Pertama Terkendalinya kadar gula darah sangatlah penting dalam penatalaksanaan ibu yang menderita Gestational DM, sehingga monitoring yang intensif terhadap kadar gula darah perlu dilakukan dengan pengaturan diet atau dengan pemberian insulin perinjeksi. OAD tidak diberikan karena dapat menyebabkan terjadinya kelainan congenital.

25

PNC harus dilakukan lebih sering yaitu 2 minggu sekali. Trimester Kedua Kadar serum alphafetoprotein ibu digunakan dalam mendeteksi adanya anomaly atau neural tube defect pada minggu ke 16 20 yang nantinya terdeteksi dengan USG pada minggu 18 20. Kadar alphafetoprotein pada kehamilan diabetes biasanya menurun. PNC dilakukan 2 minggu sekali.

Trimester Ketiga PNC dilakukan tiap minggu untuk memonitor kadar gula darah dan mengevaluasi adanya pre-eklampsia. Serial USG sebaiknya dilakukan dengan interval 3 4 minggu untuk mengawasi adnya insufisiensi pertumbuhan foetus yang dipengaruhi oleh volume caioran amnion. Bila didapatkan kadar glukosa darahnya tidak terkendali disertai hipertensi maka hospitalisasi harus segera dilakukan. Pada ibu IDDM sebaiknya hospitalisasi dimulai sejak umur kehamilan 34 minggu sampai bayi lahir karena kematian foetus biasanya terjadi pada umur kehamilan 36 minggu. (2) PENATALAKSANAAN OBSTETRI

Pemantauan
-

ibu dan janin dilakukan dengan pengukuran Tinggi Fundus Uteri, Denyut Jantung janin dan secara khusus memakai USG dan Kardiotokografi. Pada janin dilakukan test fungsi Foetal Plasenta untuk menilai kesejahteraan janin: gerakan janin NST CST Biofisical Profile dilakukan sebagai test primer pada kehamilan 28 34 minggu, dilakukan 2X/minggu jika diabetes tidak disertai dengan komplikasi. Jika diabetes disertai dengan adanya komplikasi (hipertensi, IUGR, Penyakit vaskuler) maka NST dilakukan setiap hari. (1) CST merupakan test sekunder yang dilakukan kalau NST non reaktif. Pada high risk pasien CST atau Biofisical profile dapat menggantikan NST 1 kali/minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin yang terhambat dan gawat janin merupakan indikasi untuk melakukan persalinan secara SC biasanya dilakukan pada minggu ke 37. Bila perlu terminasi kehamilan, harus dilakukan amniocentesis dulu untuk memastikan kematangan janin (bila usia kehamilan masih < 38 minggu. Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasai oleh diet saja dan tidak mempunyai riwayat obstetric yang buruk, dapat diharapkan partus spontan sampai kehamilan 40 minggu. Lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan karena prognosa anak menjadi buruk. Kehamilan dengan Gestational DM yang berkomplikasi ( hipertensi, pre-eklampsi, kelainan vascular, infeksi seperti Glomerulonefritis) harus dirawat sejak minggu kehamilan ke 34 karena pasien yang berkomplikasi umumnya memerlukan insulin.

NST

Pada Ibu (5)

Penatalaksanaan

Gestational DM sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh multidisipliner. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Hal ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemi dapat dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan. Sasaran Normoglikemia Gestational DM adalah kadar glukosa puasa < 105 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 120 mg/dL. Untuk mencapai sasaran tersebut dapat dilakukan rencana

26

makan yang sesuai kebutuhan, pemantauan glukosa darah sendiri di rumah dan pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia. Di Indonesia kadar glukosa darah wanita hamil normal adalah 70 75 mg/dL pada keadaan puasa dan 90 100 mg/dL sesudah makan. Bila kadar glukosa darah puasa > / = 130 mg/dL pada pasien langsung diberikan insulin disamping perencanaan makan, terutama pada penderita yang diaknosis dibuat setelah minggu ke 28 gestasi. Bila glukosa darah puasa < 130 mg/dL dimulai dengan perencanaan makan saja dulu. Pening untuk seringnya memonitor kadar glukosa darah dan sebaiknya minimal 4 kali per hari termasuk puasa dan 2 jam PP. pengukuran Puasa

Waktu Nilai (mg/dL) 60 - 100 2 70 - 120 2 70 - 120 2 70 - 120 jam sesudah jam sesudah jam sesudah

makan makan makan

pagi siang malam

Diet (5) Perlu konseling dengan bagian gizi. Tujuan perencanaan makan : mencapai normoglikemi serta pertumbuhan dan perkembangan janin yang optimal. Untuk mengetahui berapa kalori yang dibutuhkan pasien, kita harus mengetahui berapa berat badan ideal pasien. Cara yang paling mudah yaitu perhitungan menurut BROCCA : BB ideal = ( TB(cm) 100 ) x 10%, maka Kalori / hari = BB ideal x 30 kal + T atau L. T : Trimester I (TI) = ditambah 100 kalori Trimester II (TII) = ditambah 200 kalori Trimester III (TIII) = ditambah 300 kalori L : Lactasi ditambah 400 kal Jumlah kalori tersebut diberikan dalam 6 kali makan yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan kecil antara makanan utama. Komposisinya KH 55 60%, Lemak 35%, Protein 15%.

Olah Raga Program ini untuk mengendalikan kadar glukosa dan memperbaiki cardiovascular disamping dengan diet. (1) Dengan melakukan olah raga dapat meningkatkan cardiac output tanpa menyebabkan foetal distress. Efek olah raga terhadap penurunan kadar glukosa hanya dapat dicapai sesudah 4 minggu. Insulin (5) Bila dengan pengaturan perencanaan makan selama 2 minggu tidak tercapai normoglikemia, dimana glukosa darah puasa > 105 mg/dL atau 2 jam PP > 120 mg/dL, insulin harus segera dimulai. Pada umumnya insulin dimulai dengan dosis kecil, bertambah dengan meningkatnya usia kehamilan. Insulin yang dipakai sebaiknya human insulin. Pada Gestational DM dengan hiperglikemi hanya pagi hari cukup diberi suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam.

27

Pada pasien dengan hiperglikemi pada keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan insulin kombinasi : insulin kerja cepat dan kerja menengah, pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5 1,5 U/kg BB, 2/3 diberikan pada pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Penatalaksanaan efek samping Gestational DM Neuropathy : Pada gangguan lambung diterapi dengan Metoclopramid atau H2 receptor antagonis. Nefropathy : Dilakukan diet rendah protein 60 gram/hari, diharapkan progresifitas nefropathy menjadi berkurang. Metyldopa / B-bloker / hydralazin dapat diberikan. Retinopathy : Therapi foto coagulation. Hypertensi : Dapat diberikan therapy metylldopa / B-bloker / hydralazin. Penatalaksanaan pada persalinan : Pada persalinan sebaiknya dosis insulin diturunkan atau bila memungkinkan tidak diberikan lagi. Dosis insulin persalinan : Glukosa darah : Cairan : ( mg /dL ) ( 125 ml / hr ) < 100 D5 Ringer Laktat 100 140 D5 Ringer Laktat 141 180 Normal saline 181 220 Normal saline > 220 Normal saline perinfus selama masa

Dosis Insulin : ( U / hr )

0 1,0 1,5 2,0 2,5

Dosis tersebut berdasarkan American College Obstetri and Gynecologist tahun 1994. Selain itu, dilakukan test setiap 1 2 jam, untuk menentukan dosis insulin yang akan diberikan. Penatalaksanaan Pada Neonatus : Bayi mature atau immature dirawat sebagai bayi immature, di perawatan intensif. Hal ini dilakukan tanpa melihat BB bayi, sehat tidaknya bayi dan umur kehamilan. Bayi lahir dengan hiperglikemi perlu pemeriksaan gula darah, kemudian tentukan therapinya. Pemberian ASI atau early feeding test dapat meningkatkan toleransi terhadap glukosa. Bila kadar glukosa < 20 mg% / 100 mL, diberikan glukosa 10% perinfus, dosis 2 mL/kgBB/hari. Pemeriksaan kadar gula dilakukan setiap 2 jam sampai pemeriksaan glukosa darah > 40 mg%. Pemeriksaan dilakukan setiap 4 6 jam. Pengobatan dihentikan bila kadar gula darah normal selama 24 48 jam. Bayi dengan resiko hipoglikemi, periksa kadar glukosa sejak 1 jam kehidupan, diulang tiap 6 8 jam pertama, kemudian 4 6 jam dalam 24 jam kehidupan.

28

29

Anda mungkin juga menyukai