Anda di halaman 1dari 2

Hal kecil yang berakibat besar Seorang pengkhotbah besar, seorang tokoh agama asal Bandung, Aa Gym, memiliki

moto yang sangat populer, siapa yang tidak tau 3M? Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai saat ini juga Sebuah kalimat yang sederhana dan melingkupi cakupan terkecil dari kehidupan bermasyarakat yaitu seorang individu. Bayangkan bila sebagian besar penduduk Indonesia menjalankan dan memahami makna dari petuah ini, tentu kita tak akan melihat sampah minuman kemasan yang keluar dari jendela-jendela mobil mewah dan mengotori jalanan, contoh sederhananya. Buah Emosi dan Kesabaran Petuah ini disampaikan oleh seorang Tukul Arwana. Keuntungan mengumbar emosi adalah pada saat peristiwa terjadi, kita merasa terpuaskan, namun kemudian setelahnya, yang kita peroleh adalah kerugian-kerugian. Musuh makin bertambah, belum lagi jerat hukum yang akan menimpa, dunia akan terasa sempit. Sebaliknya bagi seorang penyabar, pahit dan getir akan dialami ketika peristiwa terjadi, namun selanjutnya, kita akan memperoleh keselamatan dan dukungan. Tak Ada Hal yang Lebih Besar dari Makna Hidup Dalam sebuah acara hiburan yang ditayangkan di Indosiar, seorang Politisi, Andi Malarangeng terlihat hadir. Padahal pada saat itu adalah sedang dalam masa pemilu. Kemudian, seorang MC tergerak untuk bertanya, sebagai politisi kenapa pak Andi terlihat santai, padahal pada saat itu sedang ramai-ramainya pemilu? Beliau menjawab Politik, Usaha, Uang, Karir itu adalah sebagian kecil dari hidup, kita jalani dan nikmati saja. Jangan sampai yang sebagian kecil ini memakan bagian lain yang lebih besar dari hidup kita dengan santai dan senyum khasnya beliau memberi jawaban tersebut. Tebar Kebaikan dan Tuai Hasilnya Pada sebuah majalah IT, seorang Rasmus Lerdorf sang pembuat bahasa pemrograman Web terpopuler PHP diwawancara. Mengapa ia banyak terlibat dalam banyak proyek Amal? Pertanyaan itu pun meluncur. Lerdorf menjawab dengan bijak Saya Percaya, setiap kebaikan yang kita sebarkan pada orang banyak, hasilnya akan kembali lagi kepada kita. Anda boleh percaya atau tidak, tapi saya mempercayainya.

Folklor Lisan

Foklor Lisan yaitu Folklor yang bentuknya murni lisan, Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut : 1. Bahasa Rakyat, seperti logat bahasa (dialek),slang,bahasa tabu,anomatis,dan lain sebagainya. Contoh : Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di

kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar. Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel rek sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata arek, yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata bocah (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah seh (e dibaca seperti e dalam kata edan), yang dlam bahasa Indonesia setara dengan partikel sih. Orang Surabaya juga sering mengucapkan kata titip secara /tetep/, dengan i diucapkan seperti /e/ dalam kata edan; dan kata tutup secara /totop/ dengan u diucapkan seperti /o/ dalam kata soto. Selain itu, vokal terbuka sering dibuat hambat, seperti misalnya: kaya (=seperti) lebih banyak diucapkan /koyo? daripada /k@y@/, kata isa (=bisa) sering diucapkan /iso/ daripada /is@/. Beberapa kosa kata khas Suroboyoan:
o

Pongor, Gibeng, Santap, Waso (istilah untuk Pukul atau Hantam); ae berarti saja (bahasa Jawa standar: wae); gak berarti tidak (bahasa Jawa standar: ora); arek berarti anak (bahasa Jawa standar: bocah); mari berarti selesai;(bahasa Jawa standar: rampung); acapkali dituturkan sebagai kesatuan dalam pertanyaan wis mari tah? yang berarti sudah selesai kah? Pengertian ini sangat berbeda dengan mari dalam Bahasa Jawa Standar. Selain petutur Dialek Suroboyoan, mari berarti sembuh mene berarti besok (bahasa Jawa standar: sesuk); maeng berarti tadi.

Anda mungkin juga menyukai