Disusun Oleh :
Nama : Dimas Aji Maulana
NPM : 0822015591
Kelas : PBSI B
Unggah-ungguh bahasa jawa telah dipakai turun temurun dan membuat amanat etika
dan estetika yang tinggi. Karyenak tysing sesami ‘menjaga dan menyenangkan hati sesama’
begitu petuah para leluhur yang selalu menjadi pegangan masyarakat jawa dalam pergaulan.
Bahasa jawa menjadi sarana pergaulan yang harmonis mengedepankan tepa salira, saling
menghormati, dan mengisyaratkan sopan santun bagi penuturnya. Pilihan kata yang tepat,
pancaran wajah dan senyuman ramah, serta tingkah lakuyang membuatsemua orang
terpesona dan merasa dihargai.
Pada zaman dahulu dalam masyarakat jawa para orang tua sangat ketat memantau
anak-anaknya dalam menerapkan unggah-ungguh bahasa jawa. Seiring berjalanya waktu
pemakaian bahasa jawa tergusur oleh bahasa indonesia atau bahkan bahasa inggris. Generasi
muda bahkan orang tua sekarang banyak yang tidak tepat dalam memilih kata saat berbicara
dengan bahasa jawa.
Buku ini hadir untuk menjawab tantangan zaman. Dizaman serba modern ini semakin
dirasa perlunya mengembalikan kesadaran akan pentingnya jati diri.Tidak diragukan lagi
Bahasa Jawa bisa menjadi salah satu sarana pembentuk karakter dan pembelajaran budi
pekerti.Dengan penjabaran yang sederhana disertai contoh penerapan dan daftar kata,buku ini
bisa menjadi pegangan bagi siswa,guru,orang tua,atau siapa saja yang ingin mengajarkan atau
memepelajari unggah-ungguh Bahasa Jawa.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................i
Dafrat Isi......................................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
Latar Belakang..............................................................................................................1
Rumusan Masalah........................................................................................................1
Tujuan Penulisan...........................................................................................................1
BAB II : Pembahasan
jaman Kejawen..............................................................................................................2
jaman Modern..............................................................................................................10
Kesimpulan..................................................................................................................14
Saran............................................................................................................................14
Daftar Pustaka.............................................................................................................15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya,
sehingga diperlukan bahasa untuk menyampaikan apa yang ada didalam pikirannnya.
Didunia ada banyak sekali bahasa yang dapat digunakan manusia untuk berinteraksi.
Setiap negara pun memiliki bahasa sendiri yang khas, dan di Indonesia sendiri terdapat
banyak suku yang setiap suku memiliki bahasa daerahnya sendiri. Misalnya adalah suku
Jawa yang memiliki bahasa jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang
digunakan berkomunikasi dalam lingkungan etnis Jawa. Bahasa ini merupakan bahasa ibu
dan bahasa pergaulan sehari-hari untuk masyarakat Jawa khususnya di daerah Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan sekitarnya. Namun para remaja zaman sekarang
banyak yang lebih senang mempelajari bahasa mancanegara dan menganggap bahwa
bahasa Jawa adalah bahasa yang kuno. Sehingga ketika berbicara dengan orang yang
lebih tua sering terjadi kesalahan dalam menggunakan bahasa Jawa sehingga mencampur
antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Itu semua karena kurangnya pengetahuan
tentang penggunaan unggah-ungguh basa Jawa. Oleh sebab itu kami disini akan
membahas lebih dalam lagi mengenai unggah-ungguh basa jawa agar menambah
pengetahuan penggunaan unggah-ungguh basa Jawa.
Rumusan Masalah
1. Apa saja tingkat tutur bahasa Jawa?
2. Bagaimana penggunaanan tingkat tutur bahasa Jawa?
Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat tutur bahasa Jawa.
2. Untuk mengetahui penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Orang tua kepada anak, cucu, anak kecil, atau anak muda lainya yang sudah kenal.
Contoh :
Le, simbah jupukna wedang, Simbah ngelak!
‘Le, Simbah ambilkanlah air minum, Simbah haus!
Ndhuk, tulung lawange tutupen!
‘Ndhuk, tolong tutuplah pintunya!
Contoh :
Tarto, mengko mulih sekolah dolan ana ing omahmu, ya!
‘Tarto, nanti pulang sekolah main dirumahmu, ya!
Jan, kowe apa duwe klinci sing rupane coklat?
‘Jon, apa kamu punya kelinci yang berwarna coklat?
2
- Ngoko Andap atau Ngoko Alus
Tingkatan ini terbagi menjadi dua golongan:
Antya basa
Antyabasamasih berlalu sampai sekarang dan perlu dilestarikan,sedangkan basa
antya sudah jarang terdengar.Tingkat tutur ini digunakan untuk berbicara dengan
orang yang kita anggap perlu ditinggikan,tetapi masih ada keakraban dan
kedekatan.Juga untuk membicarakan atau menceritakan orang yang kita anggap
perlu kita tinggikan.
Ciri dari antyabasa adalah:
Aku ‘saya’:tetep,tidak berubah
Kowe’kamu’: untuk yang lebih tua dapat diganti dengan kata
panjenengan,kiraka,kangmas,bakyu,untuk yang lebih muda diganti kata
sliramu,kengslira,adhi,dhimas,dhiajeng,jeng.
Awalan atau ater-ater:dak-,di-dan akhiran atau panambang:-ku,-e,-ake tidak
berubah,awalan kok-Dan akhiran –mu diganti panjenengan atau njenengan.
Contoh:
Mbakyu,sesuk apa penjenengan sida tindhak kutha ta?
‘Mbakyu,apakah besok Anda jadi pergi ke kota?’
Sliramu uwis dhahar durung,yen durung dhahar dhisik,Dhi!
‘Kamu sudah makan belum?kalau belum makanlah dulu,Dik!
Basa-antya
Basa-antya,sudah jarang sekali dipakai pada masa sekarang ini,tetapi tidak ada
salahnya dijabarkan disini.Basa-antya wujudnya kalimat dengan kata-kata
Ngoko,tetapi didalamnya tercampur kata Krama Lugu dan Krama Inggil.
3
Contoh:
b. Basa Madya
- Madya Ngoko
Tingkat tutur madya ngoko,kata-katanya ngoko tercampur kata-kata madya. Ciri-
cirinya adalah sebagai berikut:
Aku :diganti kula
Kowe :diganti dika
Awalan tak- :diganti kula
Awalan ko- :diganti dika
Awalan di- :tetap.
Tingkat tutur ini biasa digunakan oleh orang-orang yang tinggal dipedesaan atau
pegunungan(pada jaman dulu).
Contoh:
Endi uwite sing ajeng ditegor niku?
‘Mana pohon yang akan ditebang’
Dadi ajeng dienggo gawe omah kayu niku,ning niki wis onten bubuke.
‘Jadi kayu itu mau dipakai untuk membuat rumah,tetapi ini sudah ada bubuknya.’
Dika pepe kabeh mengke kulo pilihane!
‘kamu jemur semua nanti saya pilihi!’
Kula ajeng tuku, pira niku sijine?
‘Saya mau membeli, berapa harga satuannya?’
- Madyantara
Kalimat tingkat tutur Madya Krama tersusun dari kata-kata Madya,tercampur
dengan tembung Krama Lugu yang tidak ada kata Madya-nya.Tingkat tutur ini biasa
digunakan orang-orang desa kepada orang yang lebih tua dan dihormati lebih.
Ada pun ciri-ciri umumnya adalah sebagai berikut:
Aku :diganti :kula
Kowe :diganti :sampeyan,samang
Awalan tak- :diganti :kula
Awalan ko- :digaanti :samang,sering disingkat:mang.
Akhiran- ku, :diganti :kula
Akhiran –mu, :diganti :sampeyan(samang)
Akhiran-e,ake/ke :tetap
4
Contoh:
Tulung,kula mang dugeke teng peken kilen niku!
‘Tolong kamu antarkan saya kepasar sebelah barat itu!,
Sampeyan ajeng tumbas duku napa?Niki kula pilihke ingkang mateng-mateng.
‘Apakah kamu mau membeli duku?Ini saya pilihkan yang matang.’
Sampean napa empun mendhet bayar teng kantor?
‘Apakah kamu sudah mengambil gaji kantor?’
- Madyakrama
Contoh:
Pak,kula mbok samang paringi arta dingge tumbas uwos!
‘Pak,sebaiknya saya diberi uang untuk membeli beras!’
Mas, samang napa empun pirsa,menawi Pak Kuncung niku seda wau enjing?
‘Mas,apa kamu sudah tau kalau Pak Kancung meninggal tadi pagi?’
Pak, ampun kesupen mangke kondur seking kantor mampir mundhut buku tulis!
‘Pak, jangan lupa nanti pulang dari kantor mampir membeli buku tulis!’
5
Yang dimaksud kata krama desa antara lain:
Kedele, krama desa : Kedangsul, dekeman
Kwali, krama desa : kwangsul
Jaran, krama desa : kepel
Belo, krama desa : belet
Mori, krama desa : monten
Kori, krama desa : konten
Ratan, krama desa : radosan
Wedi, krama desa : wedos
Kacang, krama desa : kawis
Tuwa, krama desa : sepah
Jagung, krama desa : boga, gandum
Gaga, krama desa : gaji
Tembako, krama desa : santun
dll.
Contoh :
Sowan kulo ngaturaken kegunaan sampeyan pantun sampun sepah
‘kedatangan saya mengantarkan padi anda yang sudah tua.’
Dekemanipun kados sepeken maleh sampun sepah
‘kedelainya sepertinya lima hari lagi sudah tua.’
Ibu kondur saking temanggel mundhut angsal-angsal ambetan
‘ibu pulang dari temanggung membeli oleh-oleh durian.’
Kula boten wantun kesah dhateng kedinten piyambak
‘saya tidak berani pergi ke kediri sendirian.’
d. Basa Krama
- Mudha Krama
Tingkat tutur mudha krama adalah tingkat tutur paling halus dan sangat luwes
pemakaiannya. Tingkat tutur ini bisa digunakan kepada siapa saja, tetapi yang paling
umum digunakan anak muda kepada orang tua dan orang yang dihormati lebih. Secara
keseluruhan kata-kata penyusunnya adalah krama dan didalamnya terdapat krama
inggil untuk meninggikan orang yang diajak bicara atau yang dibicarakan, serta krama
andhap untuk memposisikan diri sendiri dibawah orang yang diajak bicara.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
Aku : diganti : kula
Kowe : diganti : panjenengan
Awalan dak- : diganti : kula
Awalan ko- : diganti : panjenengan
Awalan di- : diganti : dipun
Akhiran –ku, : diganti : kula
Akhiran –mu, : diganti : panjenengan
Akhiran –e/ne : diganti : ipun/nipun
Akhiran –ake, : diganti : aken
6
Contoh :
Ibu, mangke kondur saking kantor, adhik dipunpundhutaken oleh-oleh nggih!
‘Ibu, nanti pulang dari kantor, adik dibelikan oleh-oleh, ya!’
Simbah nembe kemawon rawuh saking jakarta.
‘Simbah baru saj datang dari jakarta.’
Bapak ketingal angler sanget anggenipun sare.
‘Bapak terlihat nyeyak sekali tidurnya.’
Kula badhe nyaosi oleh-oleh kagem pakdhe rommy.
‘Saya mau memberi oleh-oleh untuk pakde rommy.’
- Kramantara
Tingkat tutur kramantara seluruh kata-katanya krama lugu, tidak tercampur dengan
krama inggil. Biasanya digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda atau
lebih rendah pangkatnya. Pada masa sekarang tingkat tutur ini jarang terdengar
karenaorang lebih memilih menggunakan tingkat tutur mudha krama.
Adapun cirinya sebagi berikut :
Aku : diganti : kula
Kowe : diganti : panjenengan
Awalan dak- : diganti : kula
Awalan ko- : diganti : panjenengan
Awalan di- : diganti : dipun
Akhiran –ku, : diganti : kula
Akhiran –mu, : diganti : panjenengan
Akhiran –e/ne : diganti : ipun/nipun
Akhiran –ake, : diganti : aken
Contoh :
Dhimas, kula neda nyambut gadhahan sampeyan mobil ingkang avansamenapa
kaperang?
‘Dik, saya pinjam mobil avansamu apa boleh?’
Mangke sampun kesupen, menawi wangsul mampir griyane sri nggih, Dhimas!
‘Nanti jangan lupa. Kalau pulang ampir ke rumahnya sri ya, dik!’
Menapa sampeyan dereng mangertos menawi pak dadi sampun tilar ta, dhimas?
‘Apakah kamu belum tau, kalau pak dadi sudah meninggal ta, dik?’
- Wedha Krama
Wedha krama hampir sama dengan kramantara, tidak tercampur krama inggil.
Perbedaanya di awalan di-, akhiran –e, -ake.
Awalan di-, ing kramantara,dadi : dipun-
Ing wredakrama : tetap
Akhiran –e/ne, ing kramantara, dadi : ipun/tetap
Ing wredakrama : tetap
Akhiran –ake, ing kramantara, dadi : -aken
Ing wredakrama : tetap
7
Kata aku, kowe, awalan: dak, ko, sama seperti kramantara, yaitu menjadi: kula,
sampeyan.
Tingkat tutur ini digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda,
tetapi jarang dipakai karena umumnya orang lebih memilih menggunakan tingkat tutur
mudha krama.
Contoh:
Kula benjang titip sampeyan tumbaske sinjang ingkang wernine biru
‘Saya besok titip kamu belikan kain yang berwarna biru.’
Sampeyan badhe wangsul benjang menapa? Kulo mbok dicangkingake oleh-oleh
kangge adhi sampeyan.
‘Kamu mau pulang kapan? Saya minta tolong bawakan oleh-oleh untuk adhikmu.’
Sepedha ingkang disambut menapa sampun diwngsulaken?
‘apakah sepeda yang dipinjam sudah dikmbalikan?’
e. Basa Krama-Inggil
Tingkat tutur krama inggil wujudnuya sama dengan mudha krama, tetapi ada kata-kata
yang diganti untuk penghormatan khusus. Cirinya adalah sebagai berikut :
Aku : diganti : kawula, abdidalem kawula, abdidalem kadang disingkat adalem
Kowe : diganti : panjenengan dalem atau nandalem. Sampeyan dalem (untuk raja)
Awalan dak- : diganti : kawula, adalem atau kula.
Awalan ko- : diganti : panjenengan dalem, utawa sampeyan dalem (untuk raja).
Awalan di- : diganti : dipun
Panembang –ku : diganti : kawula, atau kula atau abdidalem kawula (adalem) kata
sebelumnya ditambah –ipun, anak kula menjadi : anakipun abdidalem
kawula
Panembang –mu : diganti : dalem
Panembang –e/ne, : diganti : -ipun/nipun
Panembang –ake : diganti : -aken
Tingkat tutur ini digunakan oleh priyayi cilik kepada priyayi gedhe dan lebih banyak
digunakan dilingkungan keraton atau untuk berdoa.
Contoh :
Menapa kepareng abdidalem kawula matur sekedhik dhumatheng nandalem?
‘Apakah diperbolehkan saya mengatakan sesuatu kepada anda?’
Panjenengan dalem keaturan tindak dhateng griyanipun ki soma.
‘anda dimohon pergi ke rumahnya ki koma’
Abdi dalem namung saged matur sendika dhawuh dhateng sedaya dhawuhi timbalan
panjenengan dalem.
‘Saya Cuma bisa berkata “sendika dhawuh” atas semua perintah anda.’
Saat ini beberapa orang merasa lebih terhormat dan lebih halus bahasanya denagn
mengganti kata ku, aku dengan kata dalem. Hal tersebut telah menjadi salah kaprah
8
artinya sebenarnya salah tetapi telah banyak digunakan sehingga menjadi tidak terasa
kesalahannya. Tembung dalem sebenarnya mu ‘kamu’ atau –e ‘nya’.
Contoh: sepatuku menjadi sepatu dalem, seharusnya sepatu kula, sedangkan sepatu
dalem artinya sepatu kamu (untuk raja, ratu, bansawan atau keturunannya). Demikian
juga saat dipanggil namanya, kadang kala ada yang menjawab dengan kata dalem. Hal
tersebut juga kurang tepat, tetapi sebaiknya cukup dengan menggunakan kata inggih
atau kula.
9
Tulandha percakapan ing jaman kejawen
Bapak : “di edi, tukukna benang ning mba indah di.”
Edi :”iggih pak, benangipun warna napa pak.”
Bapak :”abang karo ijo di”
Edi :”inggih pak, edi budhal riyin nggih”(mlaku ing rumahe mbak indah)
Edi :”mba indah, wonten benang ingkang warnanipun abrit kaliyan ijem mbak?”
Mba indah :”inggih wonten di,”
Edi :”sedaya niku pinten mbak?”
Mba indah :”telungewu di.”
10
c. Basa krama lugu
Bu Tika : Sugeng enjing Pak Ardi.
Pak Ardi : Sugeng enjing Bu. Njenengan badhe tindak pundi toh bu, kok kadose radi
kesesa.
Bu Tika : Mboten kok Pak, niki namung mlampah-mlampah mawon. Teng griya
terus radi mboten kepenak. Mlampah-mlampah ningali saben, lepen, kan
nyenengake, mboten galau mawon. hehe
Pak Ardi : Nggeh Bu leres, teng griya mawon garai galau. Nggeh sampun bu,
mangga diterasaken mlampah-mlampahe.
Bu Tika : Nggeh, mangga Pak Ardi.
Pak Ardi : Mangga Bu... Sugeng tindak, atos-atos.
Bu Tika : Nggeh Pak Ardi, matur nuwun.
11
B :”Lha rak ya kudu ta, dhik. Awake dhewe iki rak kudu tansah nresnani lan bekti karo wong
tuwa supaya penggalihe ayem lan dadi panjang yuswa.”
A :”jan kula kepengin kados mbak dian menika. Nyuwun pangamputen lo mbak, malah
nyandhet tindakipun.”
B :”Ora papa, dhik. Malah seneng bisa ketemu.la panjenengan iki arep tindak menyang
ngendi?”
A :”Namung badhe dhateng warung mbak, kula tumut semah kula, griyanipun wingking
apotik menika. La sumangga katuran pinarak lenggah!”
B :”O, saiki ndalem kene ta, mula suwe ora ketemu. Matur nuwun banget, dhik. Liya waktu
wae dakdolan. Nyuwun pangamputen iki mengko mundhak selak ditunggu simbah meteraine.
Wis ya.”
A :”oh inggih mangga mbak, kula tengga rawuhipun. Ndhereaken kemawon, sungkem
pangabektos katur simbah nggih, mbak.”
B :”Ya, dhik. Matur nuwun, mengko dakaturke simbah.”
Bertanya Kabar
(Krama Madya dan Krama Alus)
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tingkat tutur ialah variasi bahasa yang berbeda, ditentukan oleh perbedaan sikap santun
yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara.
Tingkat tutur ada 2:
1. Ngoko dibagi menjadi 2, yaitu: Ngoko lugu dan Ngoko alus
2. Krama dibagi menjadi 2, yaitu: Krama lugu dan Krama alus
3. Ada 2 hal yang harus diingat untuk menentukan tingkat tutur yang digunakan.
Pertama tingkat formalitas hubungan perseorangan dan yang kedua ialah status sosial
yang dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara.
Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini kita lebih menguasai penggunaan bahasa jawa
yang baik dan benar. Sebagai warga Indonesia yang tinggal di daerah Jawa kita wajib
menjaga dan melestarikan nbahasa Jawa agar tidak hilang nilai-nilai kesopanan yang
luhur.
14
DAFTAR PUSTAKA
Padmasoekatja, S., 1990. Memetri basa jawi. Surabaya: Gadjah Mada University pres.
Pringgawidagda, Suwarna, Drs. M.Pd. 2014. Tata Upacara dan Wicara. Yogyakarta.
Hadi Purnama, Sunarwan, 2005. Buku Tuladha Jangkep Kagem Panata Adicara.
15