Anda di halaman 1dari 3

Nama : Merry Selvian Berlyanti No.

: 1131410021 / 14 Kelas : 3B

BAHASA PERGAULAN Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116). Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan situs-situs jejaring sosial. Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja selama kurun waktu tertentu. Hal ini dikarenakan remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150). Menurut Owen (dalam Papilia:2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah Bahasa Gaul. Ciri-Ciri : 1. Kosakata khas: berkata bilang, berbicara ngomong, cantik kece, dia doi, doski, kaya tajir, reseh berabe, ayah bokap, ibu nyokap, cinta cintrong, aku gua, gue, gwa, kamu lu, lo, elu, kita kite dll. 2. Penghilangan huruf (fonem) awal: sudah udah, saja aja, sama ama, memang emang, dll. 3. Penghilangan huruf h: habis abis, hitung itung, hujan ujan, hilang ilang, hati ati, hangat anget, tahu tau, lihat liat, pahit pait, tahun taon, bohong boong, dll. 4. Penggantian huruf "a" dengan "e": benar bener, cepat cepet, teman temen, cakap cakep, sebal sebel, senang seneng, putar puter, seram serem. 5. Penggantian diftong "au", "ai" dengan "o" dan "e": kalau kalo, sampai sampe, satai sate, gulai gule, capai cape, kerbau kebo, pakai pake, mau (bukan diftong) mo, dll. 6. Pemendekan kata atau kontraksi dari kata/frasa yang panjang: terima kasih makasi/trims, bagaimana gimana, begini gini, begitu gitu, ini nih, itu tuh.

Imbuhan 1. Peluluhan sufiks me-, pe- seperti: membaca baca, bermain main, berbelanja belanja, membeli beli, membawa bawa, pekerjaan kerjaan, permainan mainan, dst. 2. Penggunaan akhiran "-in" untuk menggantikan akhiran "-kan": bacakan bacain, mainkan mainin, belikan beliin, bawakan bawain,hidupkan hidupin , dst. 3. Nasalisasi kata kerja dengan kata dasar berawalan 'c': mencuci nyuci, mencari nyari, mencium nyium, menceletuk nyeletuk, mencolok nyolok[1] 4. Untuk membentuk kata kerja transitif, cenderung menggunakan proses nasalisasi. Awalan "me-", akhiran "-kan" dan "-i" yang cukup rumit dihindarkan.

Proses nasalisasi kata kerja aktif+ in untuk membentuk kata kerja transitif aktif: memikirkan mikirin, menanyakan nanyain, merepotkan ngerepotin, mengambilkan ngambilin Bentuk pasif 1: di + kata dasar + in: diduakan diduain, ditunggui ditungguin, diajari diajarin, ditinggalkan ditinggalin Bentuk pasif 2: ke + kata dasar yang merupakan padanan bentuk pasif "ter-" dalam bahasa Indonesia baku: tergaet kegaet, tertimpa ketimpa, terpeleset kepeleset, tercantol kecantol, tertipu ketipu, tertabrak ketabrak

Contoh Kasus : Penggunaan Bahasa Gaul dalam Jejaring Sosial Bahasa merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan orang kepada orang lain. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan bahasa. Bahasa memiliki berbagai variasi atau ragam bahasa. Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria yaitu ; a. Latar belakang geografi dan sosial penutur, b. Medium yang digunakan, dan c. Pokok pembicaraan. Variasi atau ragam bahasa menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita dapat melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang tergolong lanjut usia. Variasi atau ragam bahasa berdasarkan penutur dan penggunaannya berkenaan dengan status, golongan, dan kelas penuturnya, biasanya disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambah dengan istilah prokem.

Bahasa gaul atau bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul. Pada masa sekarang, bahasa gaul banyak digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun ada juga yang menggunakannya. Bahasa ini bersifat temporal dan rahasia, maka timbul kesan bahwa bahasa ini adalah bahasa rahasianya para pencoleng atau penjahat, padahal sebenarnya tidak demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan kosakata yang digunakan dalam bahasa gaul sering kali berubah. Para remaja menggunakan bahasa gaul ini dalam ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam ragam berbahasa dengan menggunakan media tertentu, misalnya, berkomunikasi dalam jejaring sosial. Dalam jejaring sosial, para penutur bahasa gaul saling berdialog melalui ragam tulis. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik. Oleh karena itu, para penutur bahasa gaul sering menciptakan kosakata baru yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam jejaring sosial tersebut. Penggunaan kosakata bahasa gaul yang ada dalam jejaring sosial terus berkembang dan berganti mengikuti tren. Para penutur biasanya mengikuti bahasa gaul yang digunakan oleh para artis ibukota. Misalnya, adanya kata Sesuatu yang merupakan judul lagu yang dinyanyikan Syahrini. Adanya kalimat, Terus gue harus bilang, wow, gitu? Dengan jawaban, Emang iya? Terus masalah buat lo? yang sering dikatakan oleh Soimah, penyanyi solo dan presenter acara televisi. Para remaja menganggap bahasa gaul dialek Jakarta lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa daerah. Kota Jakarta adalah kota metropolitan. Sehingga, para remaja di daerah dan yang pernah ke Jakarta merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu. Selain itu, para remaja juga memerlukan bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150). Walaupun istilah alay ini sudah dikenal di masyarakat luas dengan arti orang norak, tetapi hingga saat ini bahasa alay tersebut masih banyak digunakan oleh para remaja untuk menulis dalam facebook atau twitter. Beberapa kata yang sering dijumpai dalam status para pengguna jejaring sosial, misalnya, kata gue. Kini, untuk menyatakan kata saya para penutur bahasa gaul juga menggunakan kata saiia, aq, q, ak, gw, gua, w, akoh, aqoh, aqu, dan ane. Kemudian, kata Lo atau Lu sama seperti kata gue. Kini, untuk menyatakan kamu penutur bahasa gaul juga menggunakan lw, elu, elo, dan ente. Selain kosakata di atas, ditemukan juga beberapa kosakata dari bahasa Indonesia yang berubah struktur penulisannya menjadi bahasa gaul yang sering dipakai dalam jejaring sosial

Anda mungkin juga menyukai