NIM :2154201008
(UNPI)
1. RAGAM BAHASA DIALEG
Indonesia di kenal dengan negara yang memiliki banyak kelompok etnis atau suku. Masing-
masing suku tidak jarang memiliki bahasa daerah masing-masing.
Bahasa daerah tersebut terus mengalami perkembangan karena terdapat banyak pengujar yang
berbeda secara geografis atau perbedaan lapisan dan lingkungan sosial.
Hingga akhirnya terjadi terjadi perbedaan antara kelompok masyarakat bahasa satu dengan
kelompok lainnya dalam suatu suku bangsa. Perbedaan ragam bahasa dalam satu bahasa suatu
suku dikenal dengan dialek.
Mengutip dari khazanah antropologi 1, dialek adalah variasi bahasa yang berbeda menurut
pemakaian bahasa dari suatu daerah tertentu , kelompok sosial , atau kurun waktu tertentu. Dialek
suatu daerah dapat diketahui berdasarkan tata bunyi yang di ucapkan.
Perbedaan pada dialek terdapat pada seluruh aspek bahasa , yaitu fonologi , ejaan dan lafal,
Morfologi dan sintaksis ,kosakata dan peribahasa (idiom)serta pragmatik(penggunaam bahasa).
Ragam dialek dapat muncul disebabkan oleh bahasa ibu penutur bahasa. Terdapat banyak dialek
yang tersebar di Indonesia, diantaranya:
Bahasa serta dialek yang terdapat di masyarakat memiliki berbagai variasi berdasarkan
tingkal keformalannya. Hal ini karena terdapat kelompok sosial dalam masyarakat
Terdapat masyarakat yang menggunakan bahasa formal dalam situasi tertentu. Serta terdapat
masyarakat yang menggunakan bahasa non formal untuk komunikasi sehari-hari. Berikut
adalah contoh penggunaan bahasa serta dialek di beberapa lingkungan masyarakat.
Serta masyarakat Jawa yang menggunakan bahasa Jawa namun dengan dialeg bahasa
jawa.
Lingkungan pasar
Di pasar, biasanya para pedagang memiliki bahasa khas antar kalangan pedagang.
Bahasa ini digunakan pada saat proses tawar-menawar untuk menentukan harga
barang.
Pada proses tawar-menawar biasanya akan muncul istilah yang tidak asing di
lingkungan para pedagang di pasar. Istilah harga barang atau bahasa para pedagang
dikenal dengan shoptalk.
Misalnya di Jakarta dan beberapa kota lain, komunikasi pada kalangan pedagang
menggunakan istilah nilai harga dari bahasa Cina Hokian. Misalnya adalah jigo yang
berarti dua puluh lima, cepe yang berarti seratus, cece yang berarti seribu, serta cetiau
yang berarti satu juta.
Meskipun terdapat istilah khusus di kalangan pedagang. Namun secara umum bahasa
serta dialek yang digunakan di pasar lebih bersifat campuran dengan menggunakan
bahasa Indonesia serta bahasa dan dialek daerah asal para pedagang berasal.
Lingkungam terminal
Bahasa yang digunakan di terminal biasanya merupakan bahasa yang heterogen atau
majemuk. Hal ini dikarenakan para penumpang atau kelompok masyarakat lain
seperti supir, kernet, pengamen, ataupun penjual yang berasal dari daerah yang
berbeda-beda.
Namun di terminal juga memiliki istilah khusus yang hanya dimengerti oleh para
anggota lingkungan komunitas tersebut. Misalnya adalah lingkungan gelandangan,
mereka menggunakan slang atau bahasa rahasia. Bahasa rahasia tersebut bermanfaat
untuk menyamarkan arti bahasa yang digunakan aggotanya terhadap orang luar.
Contoh dari penggunaan slang adalah jengkol yang berarti kaca mata ,serta rumput
yang berarti polisi
Lingkungan remaja
Remaja sering kali menggunakan bahasa khusus yang hanya dapat dipahami oleh
teman sebayanya. Penggunaan bahasa khusus ini bertujuan agar mereka dapat
berkomunikasi dengan anggota kelompok remaja dengan lebih leluasa.
Para remaja terdapat bahasa-bahasa rahasia (cant), seperti para remaja Jakarta yang
menggunakan bahasa rahasia dengan menukarkan konsosnan suku kata pertama
dengan suku kata kedua, ataupun sebaliknya.
Misalnya adalah kata bangun yang menjadi ngabun, makan yang menjadi Kaman,
kata baca yang menjadi caba.
Di daerah Jawa Tengah, para remaja menggunakan bahasa khusus dengan membalik
konsonan (huruf mati). Misalnya kata kowe (kamu) yang dibalik huruf matinya dari
susku-suku katanya maka menjadi woke.
Sementara idiom yang sering gunakan remaja adalah bete yang berarti malas, tidak
bergairah, kecewa, sumpek. Serta jomlo yang berarti seseorang yang tidak memiliki
pacar.
Lingkungan arisan
Acara informal seperti arisan sering kali memiliki bahasa serta dialek khusus. Jika
arisan tersebut merupakan acara keluarga dan bersifat informal, biasa menggunakan
dialek lokal.
Namun jika arisan tersebut merupakan pertemuan PKK atapun RT nonformal, akan
cenderung menggunakan bahasa Indonesia dan diselingi penggunaan bahasa atau
dialek daerah. Bahasa Indonesia sering kali digunakan saat acara kantor.
Dengan demikian sosiolek merupakan dialek yang dapat bercampur dan menjadi ciri setiap
bahasa yang dapat melebur dalam satuan masyarakat melalui sosial dan komunikasi sehari hari.
Sepertihalnya orang belanda dan orang jawa, yang menyebutkan sepeda dengan pit. Yang pada
masa itu sepeda hadir dari orang asing ke jawa, dan penyebutan bahasa dengan lidah orang
belanda berbeda. Namun maksud dan arti dari kata yang diucapkan adalah sama yaitu sepeda.
Etnis cina yang kental dengan budaya dengan membaur dengan masyarakat pribumi yang saling
melebur .pelaburan budaya dalam penggunaan bahasa dapat di tandai dengan penggunaan istilah
satuan
Uang capek = seratus
Nopek = duaratus
Cejeng =seribu
Ceban = sepuluh ribu
Goban = lima puluh ribu
Gopek =lima ratus
Fungsiolek yaitu ragam bahasa yang sistemnya tergantung situasi dan keadaan berbicara yaitu
peristiwa berbicara, penutur-penutur bahasa, tempat berbicara, masalah yang dibicarakan, tujuan
berbicara, media berbahasa (tulisan atau lisan), dan sebagainya (Nababan, 1984). Martin Joos
(dalam Chaer,1995) membagi fungsiolek dalam bahasa inggris berdasarkan tingkat formal atas
lima tingkat. Tingkatan ini sering disebut style atau gaya bahasa. Kelima tingkatan itu yaitu
frozen, formal, consultative, casual, dan intimate. Dalam bahasa Indonesia berturut turut berarti
ragam beku, resmi, usaha, santai, dan akrab.
a) Ragam beku adalah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam situasi-
situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Ragam beku ini juga terdapat dalam
dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-undang dasar dan dokumen lainnya.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak
dapat diubah. Berikut ini ciri-ciri ragam beku.
Sebagai conoh ragam beku kita lihat dari alenia 1.pembukaan undang-undang
dasar1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kamanusiaan dan peri keadilan”.
Ragam beku juga dapat ditemukan dalam ungkapan tradisional berbahasa Jawa seperti
paribasa, bebasan dan saloka. Ketiganya memiliki bentuk dan makna yang tetap dan tidak
dapat diubah-ubah. Salah satu contoh dalam paribasan :emban cindhe emban siladan
yang maknanya pilih sih atau pilih kasih.
b) Ragam resmi adalah ragam baasa yang digunakan dalam pidato-pidato resmi
seperti pidato kenegaraan, rapat dinas atau rapat resmi pimpinan suatu badan. Bentuk
tertulis, ragam ini dapat ditemukan dalam surat menyurat dinas, khotbah, buku-buku
pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditentukan secara mantap
sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam baku atau
standar yang digunakan dalam situasi resmi. Contoh pada pembukaan pidato.
c) Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan- pembicaraan biasa
di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang berorientasi kepada hasil
atau pruduksi, dengan kata lain ragam bahasa ini berada pada tingkat yang paling
operasional. Wujud ragam usaha ini berbeda di antara ragam formal dan ragam informal
atau ragam resmi. Contoh ragam usaha pada sekolah yang sedang memperkenalkan resep
makanan yang baru:
d) Ragam santai adalah ragam bahasa yang santai antar teman dalam berbincang-bincang,
rekreasi, berolah raga, dan sebagainya. Berikut ini adalah ciri-ciri ragam santai.
Kosa kata banyak memakai unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.
Banyak memakai bentuk alergo
Memakai kata ganti tidak resmi
Sering kali tidak memakai struktur morfologi dan sintaksis yang normatif.
X: “ Din kowe rep nandi ya?” (Din kamu mau kemana ya?)
Y: “aku arep nang pasar, arep tuku sandal. Njo tak jak nek gelem” (aku mau ke
pasar, mau beli sandal. Ayo tak ajak kalau mau)
e) Ragam akrab adalah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam keluarga atau teman-
teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi
cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini disebabkan oleh adanya saling
pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat inilah banyak dipergunakan
bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi keluarga atau sekelompok teman
akrab. Contohnya percakapan antar anak dengan ibu yang meminta ibunya untuk
mengambilkan makanan hanya dengan ucapan “Bu maem”, dengan kalimat pendek
tersebut ibu sudah memahami maksud dari anaknya yaitu meminta untuk mengambilkan
makanan.
Ragam lisan merupakan bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa dalam
berkomunikasi. Ragam lisan standar, misalnya orang berpidato atau memberi sambutan
dalam situasi perkuliahan dan ceramah. Ragam lisan non-standard, misalnya dalam
percakapan antarteman di pasar atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam bahasa tulis menggunakan huruf sebagai unsur dasarnya. Hal ini berkaitan dengan
ejaan, tata bahasa, dan kosa kata. Kelengkapan tata bahasa seperti bentuk kata atau pun
susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dalam
mengungkapkan ide.
Kata baku adalah kata-kata yang ejaan dan pelafalannya sudah sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia baku yang tertuang dalam KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Kosakata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat formal,
termasuk dalam karya tulis ilmiah, surat resmi, majalah, atau dalam forum-forum resmi.
Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai
dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya, kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau
dari kata baku dengan pelafalan yang tidak sesuai. Kata tidak baku lazim digunakan
dalam percakapan sehari-hari, tetapi tidak dapat digunakan dalam konteks formal.
Ragam kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki peran
dan fungsinya masing-masing. Kata baku digunakan untuk segala hal yang
bersifat resmi dan membutuhkan penuturan bahasa yang tepat. Selain itu,
terdapat sedikitnya empat fungsi utama kosakata baku:
1. Sebagai pemersatu. Kata baku dapat digunakan untuk mempersatukan berbaga kelompok
masyarakat dalam satu kesatuan penutur bahasa, seperti yang tertuang dalam Sumpah
Pemuda, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang
ditentukan. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam tulisan
yang bersifat tidak resmi seperti dalam pesan singkat. Kata tidak baku sering ditemukan dalam
interaksi sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya tutur yang berkembang di masyarakat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan kata tidak baku, di antaranya adalah:
1) Penutur tidak memahami bentuk penulisan baku dari kata yang dimaksud;
2) Penutur tidak mengoreksi kesalahan pelafalan atau ejaan yang ditemui;
3) Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;
4) Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;
Contoh: ‘tengkurap’ (baku) dan ‘tengkurep’ (tidak baku); ‘bagus sekali’ (baku) dan ‘bagus pisan’
(tidak baku).
Contoh: ‘kamu’ (baku) dan ‘lo’ (tidak baku); ‘saya’ (baku) dan ‘ane’ (tidak baku).
Contoh: ‘memang’ (baku) dan ‘emang’ (tidak baku); ‘bawakan’ (baku) dan ‘bawain’ (tidak
baku).
Contoh: ‘menangis’ (baku) dan ‘nangis’ (tidak baku); ‘menyetop’ (baku) dan ‘nyetop’ (tidak
baku).
Contoh: ‘terbuat dari’ (baku) dan ‘terbuat’ (tidak baku); ‘sebanding dengan’
(baku) dan ‘sebanding’ (tidak baku).
Contoh: ‘turun’ (baku) dan ‘turun ke bawah’ (tidak baku); ‘terbaik’ (baku) dan ‘paling terbaik’
(tidak baku).
Tidak hiperkorektif
Contoh: ‘musyawarah’ (baku) dengan ‘musawarah’ (tidak baku); ‘surga’ (baku) dan ‘syurga’
(tidak baku).
Belum banyak masyarakat yang mampu menerapkan kata baku dalam percakapan dan tulisan. Meskipun
penggunaan kata tidak baku tidak dipermasalahkan dalam percakapan sehari-hari, forum-forum dan
media tulisan yang bersifat resmi menuntut penggunaan kata baku. Karena itu, kemampuan untuk
membedakan kata baku dan tidak baku sangat penting untuk dikuasai oleh penutur bahasa Indonesia.