Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU BAHASA INDONESIA

NAMA : NURAIN DATUNSOLANG

NIM :2154201008

FAKULTAS : PERTANIAN \ AGRIBISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

(UNPI)
1. RAGAM BAHASA DIALEG
Indonesia di kenal dengan negara yang memiliki banyak kelompok etnis atau suku. Masing-
masing suku tidak jarang memiliki bahasa daerah masing-masing.

Bahasa daerah tersebut terus mengalami perkembangan karena terdapat banyak pengujar yang
berbeda secara geografis atau perbedaan lapisan dan lingkungan sosial.

Hingga akhirnya terjadi terjadi perbedaan antara kelompok masyarakat bahasa satu dengan
kelompok lainnya dalam suatu suku bangsa. Perbedaan ragam bahasa dalam satu bahasa suatu
suku dikenal dengan dialek.

Mengutip dari khazanah antropologi 1, dialek adalah variasi bahasa yang berbeda menurut
pemakaian bahasa dari suatu daerah tertentu , kelompok sosial , atau kurun waktu tertentu. Dialek
suatu daerah dapat diketahui berdasarkan tata bunyi yang di ucapkan.

Perbedaan pada dialek terdapat pada seluruh aspek bahasa , yaitu fonologi , ejaan dan lafal,
Morfologi dan sintaksis ,kosakata dan peribahasa (idiom)serta pragmatik(penggunaam bahasa).

Ragam dialek dapat muncul disebabkan oleh bahasa ibu penutur bahasa. Terdapat banyak dialek
yang tersebar di Indonesia, diantaranya:

 Dialeg bahasa indonesia betawi


 Dialeg melayu medan, melayu ambon, melayu palembang
 Dialeg batak toba batak karo
 Dialeg bahasa jawa cirebon, bahasa jawa tegal, bahasa jawa solo, bahasa jawa
semarang ,bahasa jawa yogyakarta ,dan bahasa jawa surabaya.

Bahasa serta dialek yang terdapat di masyarakat memiliki berbagai variasi berdasarkan
tingkal keformalannya. Hal ini karena terdapat kelompok sosial dalam masyarakat

Terdapat masyarakat yang menggunakan bahasa formal dalam situasi tertentu. Serta terdapat
masyarakat yang menggunakan bahasa non formal untuk komunikasi sehari-hari. Berikut
adalah contoh penggunaan bahasa serta dialek di beberapa lingkungan masyarakat.

 Ragam bahasa di lingkingan kantor dan sekolah


Lingkungan kantor, sekolah, perusahaan, dan pemerintahan biasanya menggunakan
bahasa serta dialek resmi, yaitu bahasa dan dialek yang telah dipilih dan diangkat
menjadi bahasa resmi negara.

Sehingga bahasa yang digunakan di lingkungan ini biasanya menggunakan bahasa


Indonesia, yang merupakan bahasa resmi negara Indonesia.
Meskipun begitu, penggunaan bahasa Indonesia cenderung digunakan bebarengan
dengan dialek masing-masing daerah. Misalnya di daerah Jawa Barat, maka
menggunakan bahasa Indonesia namun dengan menggunakan dialek Sunda.

Serta masyarakat Jawa yang menggunakan bahasa Jawa namun dengan dialeg bahasa
jawa.

 Lingkungan pasar
Di pasar, biasanya para pedagang memiliki bahasa khas antar kalangan pedagang.
Bahasa ini digunakan pada saat proses tawar-menawar untuk menentukan harga
barang.

Pada proses tawar-menawar biasanya akan muncul istilah yang tidak asing di
lingkungan para pedagang di pasar. Istilah harga barang atau bahasa para pedagang
dikenal dengan shoptalk.
Misalnya di Jakarta dan beberapa kota lain, komunikasi pada kalangan pedagang
menggunakan istilah nilai harga dari bahasa Cina Hokian. Misalnya adalah jigo yang
berarti dua puluh lima, cepe yang berarti seratus, cece yang berarti seribu, serta cetiau
yang berarti satu juta.

Meskipun terdapat istilah khusus di kalangan pedagang. Namun secara umum bahasa
serta dialek yang digunakan di pasar lebih bersifat campuran dengan menggunakan
bahasa Indonesia serta bahasa dan dialek daerah asal para pedagang berasal.

 Lingkungam terminal
Bahasa yang digunakan di terminal biasanya merupakan bahasa yang heterogen atau
majemuk. Hal ini dikarenakan para penumpang atau kelompok masyarakat lain
seperti supir, kernet, pengamen, ataupun penjual yang berasal dari daerah yang
berbeda-beda.

Namun di terminal juga memiliki istilah khusus yang hanya dimengerti oleh para
anggota lingkungan komunitas tersebut. Misalnya adalah lingkungan gelandangan,
mereka menggunakan slang atau bahasa rahasia. Bahasa rahasia tersebut bermanfaat
untuk menyamarkan arti bahasa yang digunakan aggotanya terhadap orang luar.

Contoh dari penggunaan slang adalah jengkol yang berarti kaca mata ,serta rumput
yang berarti polisi

 Lingkungan remaja
Remaja sering kali menggunakan bahasa khusus yang hanya dapat dipahami oleh
teman sebayanya. Penggunaan bahasa khusus ini bertujuan agar mereka dapat
berkomunikasi dengan anggota kelompok remaja dengan lebih leluasa.
Para remaja terdapat bahasa-bahasa rahasia (cant), seperti para remaja Jakarta yang
menggunakan bahasa rahasia dengan menukarkan konsosnan suku kata pertama
dengan suku kata kedua, ataupun sebaliknya.

Misalnya adalah kata bangun yang menjadi ngabun, makan yang menjadi Kaman,
kata baca yang menjadi caba.

Di daerah Jawa Tengah, para remaja menggunakan bahasa khusus dengan membalik
konsonan (huruf mati). Misalnya kata kowe (kamu) yang dibalik huruf matinya dari
susku-suku katanya maka menjadi woke.

Selain menggunakan bahasa rahasia, para remaja juga menggunakan menggunakan


bahasa pergaulan ataupun idiom. Contoh dari bahasa pergaulan yang digunakan oelh
remaja Jakarta adalah ajigile (gila), gonse (genit).

Sementara idiom yang sering gunakan remaja adalah bete yang berarti malas, tidak
bergairah, kecewa, sumpek. Serta jomlo yang berarti seseorang yang tidak memiliki
pacar.

 Lingkungan arisan
Acara informal seperti arisan sering kali memiliki bahasa serta dialek khusus. Jika
arisan tersebut merupakan acara keluarga dan bersifat informal, biasa menggunakan
dialek lokal.

Namun jika arisan tersebut merupakan pertemuan PKK atapun RT nonformal, akan
cenderung menggunakan bahasa Indonesia dan diselingi penggunaan bahasa atau
dialek daerah. Bahasa Indonesia sering kali digunakan saat acara kantor.

2. RAGAM BAHASA SOSIOLEG


Sosiolek adalah kajian yang mempelajari penggunaan bahasa oleh penutur-penutur tertentu dalam
keadaan-keadaan yang sewajarnya untuk tujuan tertentu. Dengan pengkajian seperti ini, kita
menyadari bahwa bahasa itu berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Setiap budaya memiliki raga bahasa yang mempunyai banyak ragam yang dipakai dalam


keadaan dan keperluan atau tujuan yang berbeda-beda. Namun hal ini menunjukan percampuran
bahasa dapat terjadi karena interaksi dan komunikasi sosial.

Dengan demikian sosiolek merupakan dialek yang dapat bercampur dan menjadi ciri setiap
bahasa yang dapat melebur dalam satuan masyarakat melalui sosial dan komunikasi sehari hari.
Sepertihalnya orang belanda dan orang jawa, yang menyebutkan sepeda dengan pit. Yang pada
masa itu sepeda hadir dari orang asing ke jawa, dan penyebutan bahasa dengan lidah orang
belanda berbeda. Namun maksud dan arti dari kata yang diucapkan adalah sama yaitu sepeda.

Etnis cina yang kental dengan budaya dengan membaur dengan masyarakat pribumi yang saling
melebur .pelaburan budaya dalam penggunaan bahasa dapat di tandai dengan penggunaan istilah
satuan
Uang capek = seratus
Nopek = duaratus
Cejeng =seribu
Ceban = sepuluh ribu
Goban = lima puluh ribu
Gopek =lima ratus

3. RAGAM BAHASA FUNGSIOLEK

Fungsiolek yaitu ragam bahasa yang sistemnya tergantung situasi dan keadaan berbicara yaitu
peristiwa berbicara, penutur-penutur bahasa, tempat berbicara, masalah yang dibicarakan, tujuan
berbicara, media berbahasa (tulisan atau lisan), dan sebagainya (Nababan, 1984). Martin Joos
(dalam Chaer,1995) membagi fungsiolek dalam bahasa inggris berdasarkan tingkat formal atas
lima tingkat. Tingkatan ini sering disebut style atau gaya bahasa. Kelima tingkatan itu yaitu
frozen, formal, consultative, casual, dan intimate. Dalam bahasa Indonesia berturut turut berarti
ragam beku, resmi, usaha, santai, dan akrab.

a) Ragam beku adalah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam situasi-
situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Ragam beku ini juga terdapat dalam
dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-undang dasar dan dokumen lainnya.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak
dapat diubah. Berikut ini ciri-ciri ragam beku.

 Struktur grematikalnya tidak dapat diubah

 Susunan kalimatnya biasanya panjang –panjang ,bersifat kaku,dan kata-kata lengkap

 Kosa kata yang biasa digunakan : bahwa,maka,dannsesungguhnya.

Sebagai conoh ragam beku kita lihat dari alenia 1.pembukaan undang-undang
dasar1945

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kamanusiaan dan peri keadilan”.
Ragam beku juga dapat ditemukan dalam ungkapan tradisional berbahasa Jawa seperti
paribasa, bebasan dan saloka. Ketiganya memiliki bentuk dan makna yang tetap dan tidak
dapat diubah-ubah. Salah satu contoh dalam paribasan :emban cindhe emban siladan
yang maknanya pilih sih atau pilih kasih.

b) Ragam resmi adalah ragam baasa yang digunakan dalam pidato-pidato resmi
seperti pidato  kenegaraan, rapat dinas atau rapat resmi pimpinan suatu badan. Bentuk
tertulis, ragam ini dapat ditemukan dalam surat menyurat dinas, khotbah, buku-buku
pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditentukan secara mantap
sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam baku atau
standar yang digunakan dalam situasi resmi. Contoh pada pembukaan pidato.

“Assalamualaikum, bapak/ibu staf Dinas Pendidikan ingkang kinurmatan. Sumangga kita


sedaya kunjukaken puja lan puji syukur dhumateng Allah SWT ingkang maringi rahmat
saha hidayahipun saengga kita sedaya saget kempal wonten acara rapat siang menika
tanpa alangan menapa kemawon.”

c) Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan- pembicaraan biasa
di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang berorientasi kepada hasil
atau pruduksi, dengan kata lain ragam bahasa ini berada pada tingkat yang paling
operasional. Wujud ragam usaha ini berbeda di antara ragam formal dan ragam informal
atau ragam resmi. Contoh ragam usaha pada sekolah yang sedang memperkenalkan resep
makanan yang baru:

“Wonten pepanggihan siang menika kita kelompok ekstrakurikuler saking boga badhe


ngaturi pirsa menawi kelompok kita menika gadhah resep enggal inggih menika cake
pohong. Supados para kanca sami mangertos raosipun sumangga dipun aturi dhahar cake
pohong ingkang sampun cumawis menika”.

d) Ragam santai adalah ragam bahasa yang santai antar teman dalam berbincang-bincang,
rekreasi, berolah raga, dan sebagainya. Berikut ini adalah ciri-ciri ragam santai.

 Kosa kata banyak memakai unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.
 Banyak memakai bentuk alergo
 Memakai kata ganti tidak resmi
 Sering kali tidak memakai struktur morfologi dan sintaksis yang normatif.

Menurut Poedjosoedarmo (1978) dalam ragam santai mempunyai kelainan-


kelainan tertentu bila dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam suasana
resmi atau formal. Kelainan itu seperti pemakaian kalimat yang tidak lengkap
atau berbenuk kalimat inversi. Bahasa yang digunakan dalam berbicara dengan
lawan bicaranya juga sangat santai karena keakraban antara penutur dan lawan
bicaranya. Contohnya :

X: “ Din kowe rep nandi ya?” (Din kamu mau kemana ya?)
Y: “aku arep nang pasar, arep tuku sandal. Njo tak jak nek gelem” (aku mau ke
pasar, mau beli sandal. Ayo tak ajak kalau mau)

Dalam percakapan diatas terlihat bahwa bahasa yang digunakan dalam


percakapan tersebut menggunakan ragam santai, terlihat pada pemakaian kata tak
jak’aku ajak’ kosakata yang digunakan tidak lengkap seharusnya tak ajak’aku
ajak’. Ragam bahasa yang digunakan di atas menggunakan ragam bahasa santai
atau casual.

e) Ragam akrab adalah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam keluarga atau teman-
teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi
cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini disebabkan oleh adanya saling
pengertian dan pengetahuan  satu sama lain. Dalam tingkat inilah banyak dipergunakan
bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi keluarga atau sekelompok teman
akrab. Contohnya percakapan antar anak dengan ibu yang meminta ibunya untuk
mengambilkan makanan hanya dengan ucapan “Bu maem”, dengan kalimat pendek
tersebut ibu sudah memahami maksud dari anaknya yaitu meminta untuk mengambilkan
makanan.

4. RAGAM BAHASA LISAN DAN TULISAN

 Ragam lisan merupakan bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa dalam
berkomunikasi. Ragam lisan standar, misalnya orang berpidato atau memberi sambutan
dalam situasi perkuliahan dan ceramah. Ragam lisan non-standard, misalnya dalam
percakapan antarteman di pasar atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

 Ragam bahasa tulis menggunakan huruf sebagai unsur dasarnya. Hal ini berkaitan dengan
ejaan, tata bahasa, dan kosa kata. Kelengkapan tata bahasa seperti bentuk kata atau pun
susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dalam
mengungkapkan ide.

f) RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU

Kata baku adalah kata-kata yang ejaan dan pelafalannya sudah sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia baku yang tertuang dalam KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Kosakata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat formal,
termasuk dalam karya tulis ilmiah, surat resmi, majalah, atau dalam forum-forum resmi.

Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai
dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya, kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau
dari kata baku dengan pelafalan yang tidak sesuai. Kata tidak baku lazim digunakan
dalam percakapan sehari-hari, tetapi tidak dapat digunakan dalam konteks formal.

FUNGSI KATA BAKU DAN TIDAK BAKU

Ragam kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki peran
dan fungsinya masing-masing. Kata baku digunakan untuk segala hal yang
bersifat resmi dan membutuhkan penuturan bahasa yang tepat. Selain itu,
terdapat sedikitnya empat fungsi utama kosakata baku:

1. Sebagai pemersatu. Kata baku dapat digunakan untuk mempersatukan berbaga kelompok
masyarakat dalam satu kesatuan penutur bahasa, seperti yang tertuang dalam Sumpah
Pemuda, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”

2. Memberi Kekhasan. Menggunakan kata baku, baik secara lisan maupun


tulisan, menunjukkan ciri khas seorang penutur bahasa Indonesia,
mengingat sebagian besar masyarakat masih menggunakan kata tidak
baku dalam percakapan sehari-hari.
3. Meningkatkan kewibawaan. Dalam konstruksi masyarakat Indonesia yang mau tidak mau
harus kita akui masih bersifat feudal, menggunakan kosakata baku dalam percakapan dapat
meningkatkan kewibawaan dan mengangkat status sosial penutur di mata masyarakat awam.
4. Kerangka acuan. Kosakata baku adalah sebuah kerangka acuan dan tolak ukur dalam berbahasa
yang baik dan benar sesuai dengan KBBI dan PUEBI sebagai acuan tertinggi dalam bahasa
Indonesia.

Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang
ditentukan. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam tulisan
yang bersifat tidak resmi seperti dalam pesan singkat. Kata tidak baku sering ditemukan dalam
interaksi sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya tutur yang berkembang di masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan kata tidak baku, di antaranya adalah:

1) Penutur tidak memahami bentuk penulisan baku dari kata yang dimaksud;
2) Penutur tidak mengoreksi kesalahan pelafalan atau ejaan yang ditemui;
3) Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;
4) Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;

CIRI-CIRI DAN CONTOH


Ciri-ciri kata baku dapat dirangkum sebagai berikut, beserta contoh kata baku dan tidak baku:

 Tidak dipengaruhi oleh dialek atau bahasa daerah

Contoh: ‘tengkurap’ (baku) dan ‘tengkurep’ (tidak baku); ‘bagus sekali’ (baku) dan ‘bagus pisan’
(tidak baku).

 Tidak dipengaruhi oleh bahasa asing

Contoh: ‘kamu’ (baku) dan ‘lo’ (tidak baku); ‘saya’ (baku) dan ‘ane’ (tidak baku).

 Bukan ragam bahasa percakapan

Contoh: ‘memang’ (baku) dan ‘emang’ (tidak baku); ‘bawakan’ (baku) dan ‘bawain’ (tidak
baku).

 Penggunaan imbuhan diterapkan secara eksplisit

Contoh: ‘menangis’ (baku) dan ‘nangis’ (tidak baku); ‘menyetop’ (baku) dan ‘nyetop’ (tidak
baku).

 Penggunaan kata atau frasa sesuai dengan konteks kalimat

Contoh: ‘terbuat dari’ (baku) dan ‘terbuat’ (tidak baku); ‘sebanding dengan’
(baku) dan ‘sebanding’ (tidak baku).

 Tidak bermakna ganda atau rancu

Contoh: ‘menghemat’ (baku) dan ‘mempersingkat’ (tidak baku).

 Tidak mengandung pleonasme atau penambahan kata yang tidak perlu

Contoh: ‘turun’ (baku) dan ‘turun ke bawah’ (tidak baku); ‘terbaik’ (baku) dan ‘paling terbaik’
(tidak baku).

 Tidak hiperkorektif
 Contoh: ‘musyawarah’ (baku) dengan ‘musawarah’ (tidak baku); ‘surga’ (baku) dan ‘syurga’
(tidak baku).

Belum banyak masyarakat yang mampu menerapkan kata baku dalam percakapan dan tulisan. Meskipun
penggunaan kata tidak baku tidak dipermasalahkan dalam percakapan sehari-hari, forum-forum dan
media tulisan yang bersifat resmi menuntut penggunaan kata baku. Karena itu, kemampuan untuk
membedakan kata baku dan tidak baku sangat penting untuk dikuasai oleh penutur bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai