Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau yang terbentang
dari Sabang di ujung barat sampai Merauke di ujung timur dan dari Miangas di sebelah
utara sampai pulau Rote di selatan. Di atas bentangan pulau-pulau itu hidup ratusan suku
dengan bahasa daerahnya masing-masing. Mata pencaharian suku-suku tersebut pada
awalnya adalah bertani dan nelayan. Dalam kenyataannya para petani di pedalaman tidak
dapat memenuhi sendiri semua kebutuhannya, demikian pula sebaliknya para nelayan di
pantai tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhannya. Terjadilah pertukaran bahan
kebutuhanpokok sehari-hari. Inilah cikal bakal kegiatan perdagangan. Perdagangan ini
diawali dengan cara transaksi yang paling sederhana yakni barter, kemudian dalam
perkembangan selanjutnya uang dipakai sebagai alat tukar utama.
Pada awalnya perdagangan terjadi antara orang-orang dalam satu suku yang
memiliki bahasa yang sama. Kemudian berkembang menjadi perdagangan antarsuku dan
antarpulau yang melibatkan orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda-beda.
Dapatkah Anda bayangkan bagaimana mereka melakukan transaksi dengan bahasa yang
tidak saling mengerti? Awalnya pasti mereka menggunakan bahasa isyarat, namun bahasa
isyarat tidak mampu mengekpresikan banyak makna. Untuk mengatasi hal itu, mereka
mempelajari bahasa masing-masing walaupun terbatas pada kosa kata tertentu yang
berkaitan dengan nama barang, harga, dan sebagainya. Para pedagang , terutama pelaut
tidak hanya berdagang dengan satu suku tertentu, tetapi mereka berdagang dengan dengan
begitu banyak suku di berbagai pulau dengan bahasanya masing-masing. Para pedagang
tersebut tentu tidak mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa tersebut. Oleh sebab itu
mereka membutuh bahasa yang mudah dikuasai oleh semua pihak yang terlibat. Kebetulan
salah satu bahasa yang memenuhi syarat untuk itu adalah bahasa Melayu.
Bagaimana bahasa melayu bisa menjadi bahasa lingua franca di Nusantara? Pada
zaman dahulu, orang-orang Melayu menguasai pelayaran Nusantara baik untuk berdagang
maupun untuk menyebarkan agama Islam. Mereka umumnya singgah dan mendiami daerah
pantai yang strategis untuk berdagang. Orang-orang Melayu ini adalah saudagar-saudagar
kaya dan kaum cerdik pandai. Hukum alam menunjukkan bahwa yang kuat menguasai
yang lemah atau yang lemah takluk kepada yang kuat. Secara perlahan-lahan budaya dan

1
bahasa Melayu mendominasi kehidupan suku-suku lain di Nusantara terutama di daerah
bandar atau pelabuhan. Pengaruh tersebut meninggalkan jejak bahasa Melayu yang masih
hidup sampai sekarang di beberapa tempat, seperti daerah pantai timur Sumatra, Pulau
Riau dan Bangka, daerah pantai Kalimantan, Jakarta dan sekitarnya, Manado, Ternate,
Ambon, Banda, Larantuka, dan Kupang.
Hingga awal abad 20 bahasa Melayu benar-benar menjadi lingua franca atau bahasa
perhubungan antarsuku di sebagian besar wilayah Nusantara. Inilah yang menjadi alasan
utama mengapa para bapak bangsa bersepakat secara bulat mengangkat bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan. Kesepakatan ini dituangkan dalam Sumpah Pemuda yang
berbunyi: “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa
Indonesia.” Kemudian setelah Indonesia merdeka tahun 1945, tanggal 18 Agustus 1945
bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara dan tercantum dalam Undang-Undang
dasar 1945 Bab XV pasal 36 yang berbunyi “bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Jadi,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional dan bahasa
negara.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
1) lambang kebanggaan nasional,
2) lambang identitas nasional,
3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, dan
4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya (Halim, 1984).

Didalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1) bahasa resmi kenegaraan,


2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah, dan
4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

1.2 Ragam Bahasa


Dalam penggunaannya sehari-hari, bahasa Indonesia yang digunakan oleh seseorang
tidak sama persis dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang lain. Hal ini terjadi
karena perbedaan latar belakang penuturnya. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang

2
Jawa berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Kupang. Perbedaan itu
mungkin terletak pada lafal, tekanan, nada, pilihan kata, atau struktur kalimat. Demikian
pula bahasa Indonesia yang digunakan oleh penutur yang berpendidikan tinggi berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tidak berpendidikan kendatipun
mereka mengungkapkan objek atau konsep yang sama. Bahasa Indonesia yang digunakan
dalam tuturan lisan berbeda dengan struktur bahasa Indonesia dalam tulisan kendatipun
persoalan yang diungkapkan sama. Demikian pula bahasa Indonesia yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari di rumah atau di pasar berbeda dengan bahasa Indonesia yang
digunakan dalam forum ilmiah atau rapat di kantor. Penggunaan bahasa tersebut memiliki
corak tersendiri yang disebut ragam bahasa.
Ragam bahasa Indonesia dibedakan atas dua macam.
1) Ragam menurut golongan penutur bahasa
2) Ragam menurut jenis pemakaian bahasa

Ragam menurut golongan penutur bahasa dibedakan menurut patokan (1) daerah, (2)
pendidikan, dan (3) sikap penutur. Ragam daerah disebut logat atau dialek. Ragam daerah
timbul karena pengaruh bahasa ibu atau bahasa daerah masing-masing terhadap penggunaan
bahasa Indonesia. Pengaruh itu antara lain berupa lafal, tekanan, struktur kalimat, dan
sebagainya. Misalnya, kosa kata yang digunakan adalah kosa kata bahasa Indonesia, tetapi
lafal dan tekanan bahasa daerah, strukturnya pun bahasa daerah.

Contoh:

Bahasa Indonesia ragam Jawa : Silakan makan!

Itu buku saya

Bahasa Indonesia Ragam Flores : Mari makan sudah!

Itu saya punya buku.

Bahasa Indonesia ragam Kupang : Mari makan su!

Itu beta pung buku!

Ragam bahasa orang yang berpendidikan formal dan yang tidak berpendidikan
formal tercermin pula dalam penggunaan bahasanya. Contoh sederhana, amatilah lafal
bahasa Indonesia orang Jawa terpelajar dengan orang Jawa yang tidak berpendidikan. Orang

3
terpelajar mengucapkan : film, foto, difitnah, kompleks, sedangkan orang tidak terpelajar
cenderung mengucapkan: pilem, poto, dipitnah, komplek.

Ragam bahasa menurut sikap penutur disebut langgam atau gaya.Pemilihan gaya ini
tergantung sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau pembacanya. Sikap itu
dipengaruihi antara lain oleh umur dan kedudukan orang yang diajak bicara, pokok
persoalan yang hendak disampaikan, tujuan penyampaian informasinya. Sikap penutur akan
tercermin dalam pilihan kata yang digunakan dalam berkomunikasi dengan lawan
bicaranya. Pilihan kata tersebut mencerminkan sikap: hormat, akrab, santai, meremehkan,
resmi, kaku, dan sebagainya.

Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat diperinci sebagai berikut:

1) ragam dari sudut pandang bidang atau pokok persoalan;


2) ragam menurut sarananya;
3) ragam yang mengalami gangguan pencampuran.

Setiap orang menguasai kosa kata sesuai bidang yang digeluitinya. Makin luas
lingkup pergaulan seseorang makin banyak bidang yang dikuasainya makin luas pula kosa
katanya. Masing-masing bidang ilmu atau profesi memiliki kosa kata khas yang
membedakannya dengan bidang lainnya. Bidang pertukangan memiliki kosa kata khas
seperti: pahat, gergaji, bor, meter, siku, palu/hamer, gerinda, batu asah, dan sebagainya.
Bidang politik: kuorum, demokratis, pemilihan langsung, pilkada, pilpres, masa reses,
sidang paripurna. Bidang hukum: pidana, perdata, peninjauan kembali (PK), banding,
kasasi, putusan sela. Bidang militer: panglima, saptamarga, prajurit, purnawirawan,
warakawuri, komandan, babinsa. Selain itu terdapat pula variasi dalam tata bahasa.
Terdapat perbedaan antara wacana ilmiah, wacana sastra, wawancara, doa, surat keputusan,
iklan, dan sebagainya.

Ragam bahasa menurut sarananya dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulisan.
Ragam lisan dan ragam tulisan memiliki perbedaan. Ragam lisan biasanya digunakan dalam
komunikasi langsung. Kekurangan dalam ujaran verbal dapat dilengkapai dengan isyarat,
mimik, nada, atau tanda-tanda lain yang dapat dilihat oleh pendengar. Strukturnya
cenderung kurang teratur, kadang-kadang kalimatnya diulang, atau tidak lengkap. Hal ini
biasanya tidak disadari oleh pembicara. Sebaliknya ragam tulis biasanya digunakan dalam
komunikasi tidak langsung. Biasanya pilihan katanya lebih cermat dan struktur kalimatnya
lebih teratur. Hubungan antarunsur dalam kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan
4
keterangan harus jelas. Demikianpun hubungan antarkalimat dalam paragraf harus
mencerminkan penalaran. Bahasa tulis tidak dapat dibantudengan mimik, gerakan badan,
tekanan dan nada. Oleh sebab itu penempatan tanda baca seperti tanda titik, tanda koma,
tanda petik harus tepat agar dapat menggambarkan satuan-satuan gagasan secara tepat dan
akurat.

Ragam yang mengalami gangguan pencampuran lazimnya disebut interferensi.


Interferensi terjadi dalam pemakaian bahasa Indonesia manakala struktur bahasa pertama
atau bahasa ketiga yang dikuasai pemakai bahasa mengganggu struktur bahasa Indonesia
yang digunakannya. Masuknya kosa kata bahasa daerah dan bahasa asing seperti Inggris,
Belanda, Jerman, Arab, Sanskerta dapat diterima sepanjang kosa kata bahasa-bahasa
tersebut dapat memperkaya khazanah kosa kata bahasa Indonesia. Tidak dapat disangkali
bahwa bahasa Indonesia dalam pertumbuhan dan perkembangannya diperkaya oleh bahasa
daerah, bahasa serumpun, dan bahasa asing yang telah disebutkan di atas. Namun yang
perlu diperhatikan adalah penggunaan kosa kata pungutan tersebut harus disesuaikan
dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah itu, antara lain
lafal, struktur, dan bentuk. Misalnya, sesuai pedoman pembentukan istilah, kata-kata yang
berakhiran –ty jika di-Indonesiakan menjadi –tas. Contoh: university di-Indonesiakan
menjadi universitas, quality, menjadi kualitas, commodity menjadi komoditas bukan
komoditi. Jadi, sepanjang kata-kata pungutan teresebut dapat memperkaya bahasa
Indonesia dan tidak mengganggu keberadaan bahasa Indonesia, kata-kata pungutan tersebut
dapat diterima; tetapi jika pungutan tersebut menggganggu keberadaan bahasa Indonesia,
seharusnya pungutan tersebut ditolak.

1.3 Pembakuan Bahasa


Bahasa Indonesia bertumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika
penuturnya.Bahasa Indonesia digunakan secara luas oleh penutur dari berbagai kalangan
dengan latar belakang bahasa daerah yang berbeda, latar belakang pendidikan yang
beragam, dan latar belakang bidang keahlian yang berbeda pula. Keragaman latar belakang
penutur tersebut menimbulkan bermacam ragam bahasa Indonesia. Keragaman tersebut
dapat mengancam keberadaan bahasa Indonesia jika dibiarkan berkembang tanpa arah.
Banyaknya ragam bahasa tersebut tidak mustahil dapat menimbulkan salah paham dalam
berkomunikasi. Oleh sebab itu perlu adanya pembakuan bahasa. Pembakuan bahasa adalah
proses pembuatan atau cara membakukan ragam bahasa dengan standar tertentu sehingga
menjadi bahasa baku.

5
1.3.1 Bahasa Baku
Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan oleh golongan masyarakat yang paling luas
pengaruhnya dan paling besar kewibawaannya. Termasuk di dalamnya adalah bahasa
para pejabat, tokoh agama, para guru, kaum cendekiawan, wartawan. Kelompok ini
dapat disebut sebagai pembina pendapat umum karena tutur kata dan perbuatan mereka
sering menjadi panutan masyarakat.
Ciri-ciri bahasa baku sebagai berikut.
1) Memiliki sifat kemantapan yang dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap.
Mantap atau stabil artinya tidak berubah-ubah setiap saat. Suatu kaidah harus
berlaku sama untuk paradigma yang sama. Misalnya dalam bahasa Indonesia ada
kata rasa dan rumus yang jika ditambah afiks pe- menjadi perasa, perumus maka
hal yang sama juga harus berlaku pada kata rajin dan rusak jika ditambah afiks pe-
menjadi perajin dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Di pihak lain
kemantapan itu tidak kaku, tetapi harus luwes sehingga memungkinkan perubahan
yang bersistem dan teratur di bidang kosa kata dan peristilahan, dan mengizinkan
perkembangan berjenis ragam yang diperlukan dalam kehidupan modern. Misalnya
di bidang peristilahan perlu membedakan pelanggan dan langganan. Pelanggan
orang yang berlanggan(an), sedangkan langganan adalah orang yang tetap menjual
barang kepada orang lain; hal menerima terbitan atau jasa atas pesanan secara
teratur.
2) Memiliki sifat kecendekiaan
Bahasa yang baku harus mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Bahasa Indonesia
harus mampu menjadi wahana untuk menjelaskan, mendeskripsikan, memaparkan,
dan mengargumentasikan konsep-konsep ipteks modern sebagaimana dilakukan
oleh para cendekiawan dalam bahasa Inggris atau bahasa dunia lainnya.
1.3.2 Fungsi Bahasa Baku
Bahasa baku memiliki empat fungsi sebagai berikut.
1) Fungsi pemersatu: Bahasa Indonesia baku menghubungkan penutur dari berbagai
dialek. Jika semua penutur dari berbagai dialek mampu memahami dan
menggunakan bahasa Indonesia baku maka bahasa Indonesia baku sudah
mememnuhi fungsinya sebagai pemersatu.

6
2) Fungsi penanda kepribadian: Ada pribahasa yang berbunyi “bahasa menunjukkan
bangsa”. Bahasa Indonesia baku menunjukkan jati diri bangsa Indonesia.Di dalam
pergaulan dengan bangsa lain, orang Indonesia membedakan dirinya dengan
penggunaan bahasa Indonesia.
3) Fungsi penambah wibawa: Orang yang mahir menggunakan bahasa Indonesia baku
akan mendapat tempat terhormat dalam pergaulan di kalangan masyarakat. Maka
bahasa baku menambah kewibwaan orang yeng menuturkannya. Jika masyarakat
Indonesia bangga menggunakan nama jalan raya , nama gedung, nama taman, nama
perusahaan, nama hasil teknologi, dengan bahasa Indonesia baku maka masyarakat
Indonesia secara psikologis mengidentikkan bahasa Indonesia dengan masyarakat
dan kehidupan modern.
4) Fungsi kerangka acuan (frame of reference): Kerangka acuan berkaitan dengan
adanya ukuran yang disepakati secara umum tentang tepat tidaknya pemakaian
bahasa di dalam situasi tertentu.

1.4 Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar


Ada perbedaan antara pemakaian bahasa yang benar dan pemakaian bahasa yang baik.
Bahasa Indonesia yang benar atau betul adalah pemakaian bahasa Indonesia yang mengikuti
kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Tolok ukur benar atau tidaknya bahasa
yang digunakan oleh perorangan atau sekelompok orang harus mengacu pada kaidah bahasa
Indonesia yang telah dibakukan. Penggunaan bahasa dianggap benar apabila sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang telah ditetapkan, sebaliknya penggunaan bahasa Indonesia itu
dianggap tidak benar apabila menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia yang telah
ditetapkan.
Sedangkan bahasa Indonesia yang baik atau tepat adalah pemanfaatan ragam yang tepat
dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian. Pemakaian bahasa Indonesia
yang baik tidak selalu sesuai dengan kaidah yang baku. Tolok ukur pemakaian bahasa
Indonesia yang baik adalah jika bahasa Indonesia yang digunakan tepat sasaran, sesuai
situasi pemakaian. Akan terasa aneh jika seseorang menggunakan bahasa Indonesia baku
dalam tawar- menawar barang di pasar. Sebaliknya akan terasa lucu kalau seseorang
menggunakan bahasa pasar di dalam forum ilmiah. Jadi, seseorang dianggap berbahasa
Indonesia yang baik apabila ia mampu menyesuaikan bahasanya dengan situasi pemakaian
bahasa tersebut, jika di pasar berbahasa pasar, di forum ilmiah menggunakan bahasa resmi.

7
BAB II
BERBAGAI MASALAH SEPUTAR
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Pembahasan ini tidak bertujuan untuk memaparkan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) melainkan membahas beberapa kasus penggunaan ejaan atau
tata tulis bahasa Indonesia oleh pemakai bahasa Indonesia yang salah atau tidak sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Jika pembaca ingin memperdalam EYD secara
keseluruhan, dianjurkan untuk membaca buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD). Berikut ini dipaparkan beberapa kasus kesalahan ucapan
dan penulisan kata yang biasanya dilakukan oleh pemakai bahasa Indonesia.

1. Pelafalan atau Pengucapan Kata


1.1 Pengaruh Dialek atau Ragam Kedaerahan
Salah satu ciri yang membedakan suatu dialek dengan dialek yang lain dalam
suatu bahasa adalah lafal. Orang dari berbagai suku di Indonesia dapat dikenali
daerah asalnya selain melalui ciri fisik juga melalui logatnya. Logat orang Jawa
berbeda dengan logat orang Batak, demikian pula logat orang Bugis berbeda dengan
logat orang Timor. Misalnya, nasal /n/ dalam bahasa Indonesia baku, cenderung
menjadi nasal /ŋ/ dalam Logat Bugis. Seperti kata daun dan Irian dalam bahasa
Indonesia baku, logat Bugis cenderungberbunyi /dauŋ/ dan /Iriaŋ/. Sebaliknya
nasal /ŋ/ dalam bahasa Indonesia baku cenderung diucapkan /n/ dalam logat Timor.
Misalnya, kata uang, kurang dalam bahasa Indonesia baku, cenderung diucapkan
/uan/ dan /kuran/ dalam logat Timor.Contoh lain, vokal /ә/ (pepet) dalam bahasa
Indonesia baku cenderung diucapkan /e/ (taling) dalam logat Kupang, sebaliknya
vokal /e/ (taling) dalam bahasa Indonesia baku cenderung diucapkan /ә/ (pepet)
dalam logat Kupang. Misalnya, kata besar, kera, melakukan, diucapkan /bәsar/,
/kәra/, /mәlakukan/ dalam bahasa Indonesia baku, dalam logat kupang diucapkan
/besar/, /kera/, /melakukan/ (diucapkan dengan e taling).
Bagaimanakah ciri lafal bahasa Indonesia baku? Dapat dikatakan bahwa lafal bahasa
Indonesia baku adalah lafal yang tidak menunjukkan logat kedaerahan. Salah satu
contoh lafal bahasa Indonesia baku yang dapat dijadikan sebagai acuan adalah lafal
penyiar berita televisi nasional. Pada umumnya lafal para penyiar berita televisi
nasional tidak menampakkan logat kedaerahan.
8
1.2 Kerancuan Pelafalan Kata yang Homograf dan Homofon
a. Pengucapan kata seri dan teras
Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata seri dan teras. Baik kata seri maupun
teras tergolong kata homograf karena kata-kata tersebut memiliki beberapa
makna yang berbeda. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI: 1991) ada
lima macam makna kata seri, yakni:
1
seri: 1 cahaya, semarak; 2 kemuliaan, keindahan; 2 cantik, bagus.
Contoh: Wajahnya berseri-seri.
2
seri: yang mulia; sri
Contoh: Seri Baginda duduk di singgasana.
3
seri: v menyeri: mengisap madu bunga
Contoh: Kupu-kupu menyeri madu
4
seri: 1 tidak ada yang menang tidak ada yang kalah; 2 tukar-menukar barang
dengan tidak memakai tambahan; 3 kedua belah pihak sama-sama mau; 4 pulang
(kembali) pokok; tidak beruntung tidak rugi
Contoh: Pertandingan itu berakhir seri.
5
seri: rangkaian berturut-turut
Contoh: gambar seri, film seri, nomor seri
Penutur bahasa Indonesia sering mengacaukan pengucapan kata-kata tersebut.
Bagaimanakah pengucapan yang benar?
Fonem /e/ didalam seri 1-4 diucapkan e pepet seperti pengucapan kata: segera,
seluruh, selasa, keramat. Sedangkan fonem /e/ pada seri 5 diucapkan e taling
seperti pengucapan kata: sepak, seleksi, sektor, sendok.
Pengucapan kata teras pun sering dikacaukan. Kata teras mengandung tiga arti.
1
teras: 1 bagian kayu yang keras; inti kayu; 2 inti sari; isi yang terutama; sesuatu
yang terbaik; sesuatu yang terpenting.
2
teras: 1 semen yang terbuat dari serbuk tanah yang keras; 2 batuan yang
berbentuk silinder yang dipotong dengan mata bor khusus untuk mempelajari
tempat batuan itu diambil.
3
teras: 1 bidang tanah datar yang lebih tinggi daripada yang lain; 2 tanah atau
yang agak ketinggian di depan rumah, dsb.
Bagaimanakah pengucapan kata teras tersebut di atas? Fonem /e/ di dalam kata
teras 1-2 diucapkan e pepet seperti pengucapan kata: terang, terus, tekan.

9
Sedangkan fonem/e/ pada kata teras 3 adalah e taling seperti pengucapan kata:
tewas, besok, pesek.
Diskusi:
Bagaimanakah pengucapan yang benar kata-kata berikut ini
(1) makan apel, apel pagi
(2) rumah petak, petak sawah, petak umpet
(3) peta, peka,
(4) pentas, macet
(5) akta atau akte
b. Penggunaan kata syah dan sah, syarat dan sarat
Penggunaan kata syah dan sah serta kata syarat dan sarat sampai saat ini oleh
sebagian orang masih salah kaprah. Mereka tidak dapat membedakan syah
dengan sah, dan syarat dengan syarat. Kerancuan ini kemungkinan ada
kaitannya dengan pengucapan yang mirip. Kata-kata di atas tergolong homofon
karena pengucapannya mirip.
Contoh:
1) Foto copy SK pengangkatan harus disyahkan oleh atasan langsung.
2) Yang memenuhi sarat administrasi akan akan dipanggil untuk mengikuti
tes tertulis.

Pemakaian kata syah dalam kalimat (1) dan kata sarat dalam kalimat (2) tidak
tepat. Kalau dilihat dari makna kedua kata di atas, penulisnya pasti tidak bisa
membedakan makna kata syah dengan sah dan kata syarat dengan sarat.
Penggunaan kata yang benar sesuai konteks kalimat di atas adalah sah dan
syarat. Menurut kamus KBBI, keempat kata di atas masing-masing memiliki
makna yang berbeda.

Syah : raja; syah alam: raja segala alam; syahbandar: kepala pelabuhan

Sah : sesuai dengan hukum yang berlaku; lawan batal; diakui


kebenarannya oleh pihak resmi; benar; asli; boleh dipercaya; pasti;
nyata dan tentu

Syarat : 1 janji (sebagai tuntutan yang harus dipenuhi); 2 segala sesuatu


yang perlu atau harus ada; 3 segala sesuatu yang perlu untuk

10
menyampaikan maksud; 4 ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus
diindahkan atau dilakukan; 5 biaya (barang-barang, dsb.)

Sarat : 1 penuh dan berat(karena berisi muatan atau karena banyak


buahnya, dsb.); 2 terlalu banyak dan terlalu berat; 3 penuh
mengandung (air, kesusahan, dsb.); 4 bunting; mengandung

Diskusi:

Manakah pengucapan dan penulisan kata yang benar:

Ijazah atau ijasah, ijin atau izin, zaman atau jaman,lazim atau lasim, asas atau
azas, khabar atau kabar

1.3 Pelafalan Yang Salah Mempengaruhi Penulisan


a. Manakah yang benar: rapih atau rapi dan silahkan atau silakan?
Jika Anda memasuki sebuah kantor instansi, di dinding lobi tergantung sebuah
cermin besar. Dia atasnya ada tulisan yang berbunyi “SUDAH RAPIHKAH
ANDA?”
Sudah benarkan tulisan kata ‘rapih’ dalam kalimat di atas? Di dalam KBBI tidak
terdapat kata ‘rapih’. Yang ada hanya kata ‘rapi’ yang memiliki arti: (1) baik,
teratur, dan bersih; apik; (2) teratur baik; tertib; (3) serba beres dan
menyenangkan (pekerjaan dsb.); (4) siap sedia; siaga; (5) sebagaimana mestinya;
tidak asal saja. Jadi, penulisan yang benar adalah ‘rapi’ tanpa /h/: “SUDAH
RAPIKAH ANDA?”
Hal yang sama juga terjadi pada kata ‘silahkan’ atau ‘silakan’. Pada umumnya
orang menulis ‘silahkan masuk’. Manakah tulisan yang benar? Di dalam KBBI
tidak terdapat kata ‘silah’. Yang ada hanya kata sila yang memiliki tiga arti.
1
sila v silakan v sudilah kiranya (kata perintah yang halus).
2
sila v duduk dengan kaki berlipat atau bersilang
2
sila n aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; kelakuan
atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun), dsb.
Jadi, tulisan yang benar adalah ‘silakan masuk’ tanpa /h/. Dengan demikian
ucapan yang benar bukan /rapih/ dan /silahkan/ melainkan /rapi/ dan /silakan/
Diskusi:
Manakah pengucapan dan penulisan yang benar kata-kata berikut?
(1) himbau atau imbau
11
(2) sembu atau sembuh
(3) kambu atau kambuh
b. Manakah yang benar: terampil atau trampil?
Masalah ini sering ditemukan pula dalam karya ilmiah atau skripsi mahasiswa
dan media massa. Di dalam kamus KBBI tidak terdapat entri trampil, yang ada
terampil dan turunannya keterampilan. Jadi penulisan yang benar adalah
terampil dan keterampilan. Dengan demikian, ucapan yang benar adalah
/terampil/ bukan /trampil/. Hal yang sama juga berlaku untuk kata:
benar salah
cenderung, kecenderungan cendrung, kecendrungan
jenderal jendral
koperasi koprasi
perihal prihal
perilaku prilaku
Sebaliknya kata-kata berikut ditulis dan diucapkan tanpa /e/
benar salah
sastra sastera
putra/putri putera/puteri
istri isteri
c. Pengucapan dan penulisan nama bulan
Manakah pengucapan dan penulisan nama bulan yang benar: Pebruari atau
Februari, Nopember atau November ? Sering kita dengar orang mengucapkan
bulan /nopember/ dan /pebruari/; demikian pula dalam tulisan. Penulisan yang
benar sesuai dengan kaidah EYD adalah November dan Februari. Jadi, ucapan
yang banar adalah/november/ dan /februari/.
Diskusi:
Manakah pengucapan dan penulisan yang benar kata-kata berikut?
Fikir atau pikir, faham atau paham, jadwal atau jadual

2. Penulisan Kata
2.1 Penulisan Partikel pun
Manakah penulisan partikel pun dalam kalimat di bawah ini yang benar?
(1) Apa pun yang dimakannya ia tetap kurus.
(2) Jangankan dua kali satu kali pun ia belum pernah datang ke rumahku.

12
(3) Walau pun miskin ia selalu gembira.
(4) Sekali pun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan
pegangan.

Menurut pedoman umum EYD partikel pun pada dasarnya ditulis terpisah dari kata
yang mendahuluinya. Namun, kelompok yang sudah lazim dianggap padu ditulis
serangkai. Berdasarkan pedoman ini, maka penulisan partikel pun yang benar
terdapat dalam kalimat (1) dan (2), sedangkan penulisan partikel pun dalam kalimat
(3) dan (4) salah. Partikel pun dalam kalimat (3) dan (4) seharusnya ditulis
serangkai dengan kata di depannya : walaupun, sekalipun. Pada umumnya kata yang
lazim dianggap padu dengan partikel pun adalah konjungsi atau kata penghubung.

Diskusi:

Manakah yang benar penulisan partikel pun jika digabungkan dengan kata-kata
berikut ini?
kendati, kalau, bagaimana, biar, mau, meski, sungguh, Indonesia, mereka

2.2 Penulisan Gelar Akademik


Sebagian besar orang Indonesia tidak tahu menulis gelarnya sendiri. Demikian pula
mahasiswa, sebagian besar salah menulis gelar dosen pembimbingnya di dalam
skripsi yang ditulisnya. Perhatikan penulisan gelar berikut ini.
(1) Telix Tampubolon, SH
(2) Dr. Sri Mulyani, SE, MSc
(3) Aleks Berkat, SPd
(4) Julaiha, SKM
(5) Drs. Komaruddin, MSi

Semua gelar yang ditulis di belakang nama di atas salah. Penulisan yang benar
sesuai pedoman EYD adalah:

(1) Felix Tampubolon, S.H.


(2) Dr. Sri Mulyani, S.E., M.Sc.
(3) Aleks Berkat, S.Pd.
(4) Julaiha, S.K.M.
(5) Drs. Komaruddin, M.Si.

13
Diskusi:
Tulislah singkatan gelar-gelar berikut ini!
Sarja Peternakan, Sarjana Perikanan, Sarjana Teknik, Sarjana Sains, Sarjana
Seni, Sarjana Karawitan, Spesialis Penyakit Dalam, Master Kesehatan, Sarjana
Keperawatan, Sarjana Ilmu Politik, Master Humaniora

2.3 Penulisan Preposisi


Dalam skripsi mahasiswa masih banyak ditemukan kesalahan penulisan preposisi,
terutama preposisi di dan ke dan preposisi polimorfemis. Sebagian mahasiswa belum
bisa membedakan penulisan di dan ke sebagai preposisi dan sebagai imbuhan.
Padahal mereka tahu bahwa aturannya sudah jelas bahwa di dan ke sebagai preposisi
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan di dan ke sebagai imbuhan
harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
di dan ke sebagai preposisi di dan ke sebagai imbuhan
di kantor dibuang
di belakang dijunjung
di penjara dipenjara
ke rumah kemajuan
ke belakang keinginan
ke penjara kerumahtanggaan
Kesalahan yang paling banyak dilakukan adalah penulisan preposisi polimorfemis.
Sebagian orang cenderung menulis preposisi polimorfemis seperti berikut ini.
diatas, dibawah, dimuka, ditengah, dibelakang, kedekat, kedepan, kedalam,
keluar, ketengah, disini
Seharusnya kata-kata tersebut ditulis terpisah:
di atas, di bawah, di muka, di tengah, di belakang, kedekat, kedepan, kedalam,
keluar, ketengah, di sini
Catatan:
Di dalam KBBI kata keluar dan luar merupakan dua entri yang berbeda. Kata
keluar berarti: (1) bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar; (2) tersembul; (3)
menampakkan diri, dsb. Sedangkan kata luar berarti: (1) daerah atau tempat yang
tidak merupakan bagian dari sesuatu itu sendiri; (2) bagian sisi yang tidak di dalam;
dsb. Untuk memudahkan pengertian, kedua kata tersebut dapat disandingkan dengan

14
lawan katanya: keluar x masuk, luar x dalam. Kata keluar adalah jenis verba
sehingga tidak dapat didahului preposisi. Di pihak lain, kata luar adalah nomina
sehingga dapat didahului preposisi: di, ke, dari (di luar, ke luar, dari luar).
Diskusi:
Manakah penulisan preposisi polimorfemis yang benar?
(1) daripada atau dari pada
(2) kepada atau ke pada
(3) daridepan atau dari depan
(4) darisini atau dari sini

2.4 Penulisan Unsur Serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai
bahasa lain baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta,
Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur
pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama,
unsur pertama yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
out put, in put,reshuffle, shuttle cock, l’explotation de l’homme par l’homme. Unsur-
unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih
mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar
ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Penjelasan ini dituangkan lebih rinci dalam buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). Dalam kenyataannya pedoman
tersebut diindahkan sebagiannya oleh penutur bahasa Indonesia, namunbelum
konsisten. Misalnya, semua penutur bahasa Indonesia tahu bahwa kata universitas
berasal dari bahasa Inggris university. Sesuai kaidah yang berlaku semua kata yang
berakhiran -ty dalam bahasa Inggris menjadi -tas dalam bahasa Indonesia. Contoh:
Inggris Indonesia
reality realitas
facility fasilitas
activity aktivitas
priority prioritas
variety varietas

15
Kadang-kadang pengguna bahasa Indonesia tidak taat asas seperti dalam contoh di
bawah ini.

Inggris Indonesia

celebrity selebriti

commodity komoditi

Jika pengguna bahasa Indonesia berlaku taat asas maka seharusnya kata
celebrity dan commodity di-Indonesiakan menjadi selebritas dan komoditas.

Diskusi:
Manakah penulisan yang benar kata-kata serapan di bawah ini?

No A B
aquarium akuarium
analisa analisis
kwalitas kualitas
frekwensi frekuensi
kuitansi kwitansi
kwalifikasi kualifikasi
kuarto kwarto
jadual jadwal
kuartal kwartal
teoritis teoretis
standar standard
standarisasi standardisasi
zaman jaman
ijin izin
provinsi propinsi
dilegalisir dilegalisasi
kreatifitas kreativitas
sistimatis sistematis
komplit komplet
atlet atlit
apotek apotik
diskotik diskotek
nasehat nasihat
persentase prosentase
aktivitas aktifitas
teknologi tehnologi
group grup
transpor transport
transporasi transportasi
mengkoordinasikan mengoordinasikan
mengkritik mengeritik
mempopulerkan memopulerkan
16
bonafide bonafid
elite elit
otentik autentik
gender jender
varietas varitas
hirarki hierarki
metoda metode
foto copy fotokopi

17
BAB III
MASALAH BENTUK KATA DAN MAKNANYA

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain setiap satu satuan bebas
merupakan kata (Ramlan, 1983). Misalnya: rumah,duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan,
negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, dan sebagainya,
masing-masing merupakan satu satuan bebas. Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang,
karena, meskipun, lah, merupakan kata walaupun secara sintaktis tidak bebas tetapi secara
morfologis memiliki sifat bebas.

Menurut Verhaar (1999), kata adalah satuan atau bentuk “bebas” dalam tuturan. Bentuk
“bebas” secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan
bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk “bebas”
lainnya di depannya dan di belakangnya dalam tuturan. Misalnya kata Indonesia hak merupakan
bentuk “bebas” dalam tuturan itu hak saya, karena dapat dipisahkan dari itu (itu memang hak
saya) dan juga dapat dipisahkan dari saya ( Itu memang hakyang menjadi hak saya). Bentuk
“bebas” tersebut dapat dikenali setelah sebuah tuturan dipenggal-penggal ke dalam unit-unit yang
lebih kecil berdasarkan satu kesatuan ucapan yang ditandai dengan jeda. Misalnya ujaran “Saya
suka melukis pemandangan alam dan binatang.” Ujaran di atas dapat dipenggal menjadi unit-
unit yang lebih kecil berdasarkan satu kesatuan ucapan yang ditandai dengan jeda. Saya… suka…
melukis… pemandangan… alam… dan… binatang…(Catatan: tanda titik tiga (…) adalah tanda
kesenyapan atau jeda). Setiap unit yang diapiti tanda jeda adalah kata.

Penutur bahasa Inggris akan mudah mengenali bahwa klausa “we have three different
verbs”, terdiri atas lima kata. Mereka juga memahami bahwa bentuk see, sees, seeing, saw, dan
seen merupakan lima kata yang berbeda. Demikian pula penutur bahasa Indonesia tahu bahwa
kalimat Tidak adil jika orang mengatakan bahwa ketidakadilan bersumber pada orang kaya
terdiri atas 11 kata. Demikian pula bentuk: tulis, menulis, tulisan, penulisan, ditulis, tulis-
menulis, batu tulis, rudal dan DPR merupakan delapan buah kata yang berbeda.Kata-kata di atas
menunjukkan bahwa kata memiliki beberapa bentuk. Ada kata yang merupakan kata dasar, ada
kata yang digabung dengan afiks, ada pula kata yang terdiri atas dua unsur kata yang
melambangkan satu konsep. Oleh sebab itu secara morfologis, kata memiliki dua bentuk utama,
yakni kata dasar dan kata turunan atau kata kompleks.

18
Kata dasar(stem) adalah kata yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam tuturan, tanpa
harus bergabung dengan bentuk lain. Kata dasar dalam hal ini adalah kata yang tidak dapat
dianalisis lebih lanjut karena merupakan unit kebahasaan yang paling kecil dan bermakna. Kata
lihat, tidur, lompat, tinggi, anak, potensial berdiri sendiri dalam tuturan, dan dapat menjadi input
kata turunan.

lihat – melihat, dilihat, terlihat, kelihatan, kelihatan


tidur – tertidur, ketiduran, tidur-tiduran, tempat tidur
lompat— melompat, lompatan, lompat-lompat, lompat jauh
tinggi – meninggikan, ditinggikan, ketinggian, tinggi hati
anak –beranak, memperanakkan, diperanak, anak angkat
Kata turunan (derivative) adalah kata yang telah mengalami proses morfologis atau
proses morfemis. Proses morfologis atau proses morfemis adalah proses pembentukan kata
turunan. Proses morfologis yang terjadi pada bahasa Indonesiaantara lain(1) afiksasiadalah
proses pembubuhan afiks/imbuhan pada kata dasar, misalnya:jual menjadi penjual, penjualan,
menjual, dijual, diperjualbelikan, purnajual, dsb.; (2) reduplikasiadalah proses pengulangan kata
dasar, seperti: buku-buku, turun-temurun, daun-daunan, dedaunan, bolak-balik,dsb.; (3)
komposisiadalah proses pemajemukan, seperti: mata air, olahraga, ruang tunggu, rumah sakit,
dsb.; (4) abreviasiadalah proses penyingkatan sebuah kata atau beberapa kata, seperti: DPR,
pilpres, rudal, BEM, BLM, Undana, dsb.; dan (5)klitikisasiadalah proses pembubuhan klitik pada
kata dasar, seperti:bukunya, keluargaku, kujual, dsb.

Tidak semua proses pembentukan kata turunan dibahas di sini. Yang akan dibahas
hanyalah proses pembentukan kata berafiks karena yang paling banyak masalah adalah kerancuan
penggunaan afiks. Namun, tidak semua afiksasi di bahas di sini. Kami membatasi diri pada
afiksasi yang pemakaiannya rancu saja. Kata turunan lainnya relatif tidak bermasalah dalam
pemakaiannya sehingga tidak dibahas di sini.

Macam-macam afiks di dalam bahasa Indonesia:


1) Prefiks (awalan): meN-, di-, ber-, per-, peN-, ter-, se-;
2) Sufiks (akkhiran): -kan, -an, -i
3) Infiks (sisipan): -el-, -er-, -em-
4) konfiks (awalan dan akhiran muncul secara simultan dan tak terpisahkan): peN-an, ke-an,
per-an, ber-an, meN-i, di-i, meN-kan, dsb.
Selain afiks-afiks di atas, masih banyak afiks dalam bahasa Indonesia yang diserap dari
bahasa lain atau bentukan baru sebagai padananimbuhan asing. Imbuhan-imbuhan itu antara lain:
19
1) Prefiks: maha-, pra-, pasca-, inter-, antar-, sub-, anti-, sapta-, eks-, awa-, non-,
pramu-,dsb.
2) Sufiks:-isme, -isasi, -wan, -man, -tas, -isasi, -wi, -istis, -if, -tik, -si, dsb.
Berikut ini beberapa kasus penggunaan afiks yang rancu dalam bahasa Indonesia.

1. Kerancuan penggunaan imbuhan me- dengan me-kan, di- dengan di-kan


Bagaimana pendapat Anda mengenai kalimat di bawah ini?
1) Pelatih terpaksa menggantikan pemain yang cedera itu dengan pemain cadangan.
2) Kalau ayahnya meninggal, dialah yang mengganti posisi ayahnya di perusahaan itu.
Benarkah penggunaan kata menggantikan atau mengganti dalam kedua kalimat di atas?
Kata mengganti sama artinya dengan menukar. Mengganti sesuatu berarti menukar sesuatu
dengan yang lain. Misalnya: mengganti suku cadang yang lama dengan suku cadang yang
baru, mengganti oli mesin, mengganti kerugian, dsb. Di pihak lain kata menggantikan
berarti melanjutkan atau meneruskan (kedudukan, jabatan, posisi). Jika demikian, maka
pengertian kalimat pertama adalah pelatih terpaksa bermain untuk mengisi posisi pemain
yang cedera. Padahal maksud penulis kalimat itu adalah pelatih menunjuk pemain cadangan
untuk mengambil posisi pemain yang cedera. Jadi, bentuk predikat yang benar untuk
kalimat 1) adalah mengganti.
3) Pelatih terpaksa mengganti pemain yang cedera itu dengan pemain cadangan.
Sebaliknya berdasarkan penjelasan di atas, predikat kalimat 2) seharusnya menggantikan.
4) Kalau ayahnya meninggal, dialah yang menggantikan posisi ayahnya di perusahaan
itu.
Contoh penggunaan kata mengganti dan menggantikan yang benar.
5) Pada suatu saat Pangeran Charles akan menggantikan kedudukan ibunda Ratu
Elisabeth.
6) Kelihatannya banyak calon yang sudah siap menggantikan posisi dekan yang sudah
hampir habis masa jabatannya.
7) Penabrak akan mengganti semua ongkos perbaikan sepeda motor itu.
8) Dalam mutasi gelombang dua ini kelihatannya Walikota akan mengganti semua
pejabat yang dianggap tidak loyal.
Jika kalimat di atas diturunkan menjadi kalimat pasif, predikatnya ditandai dengan imbuhan
di- atau di-i.
9) Kedudukan ibunda Ratu pada suatu saat akan digantikan oleh Pangeran Charles.

20
10) Kelihatannya posisi dekan yang akan habis masa jabatannya siap digantikan oleh
banyak calon.*
11) Semua ongkos perbaikan sepeda motor itu akan diganti oleh penabrak.
12) Dalam mutasi gelombang kedua ini kelihatannya semua pejabat yang dianggap tidak
loyal akan diganti (oleh Walikota).

*Struktur kalimat 10) jarang digunakan walaupun struktur pasif itu berterima.

2. Awalan meN- + kata dasar yang diawali fonem /p/, /k/, /t/, /s/
Berdasarkan kaidah tata bahasa Indonesia, jika prefiks meN- digabungkan dengan kata
dasar yang diawali fonem /p/, /k/, /t/, /s/, maka fonem itu luluh.
Contoh:
Kata Dasar Kata Turunan
pakai memakai
pukul memukul
ketuk mengetuk
korek mengorek
tendang menendang
tolong menolong
susul menyusul
sembah menyembah
Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari masih ditemukan bentuk sebagai berikut.

mempopulerkan menterjemahkan
memporak-porandakan mentertawakan
mempubliksikan mentaati
mengkonsumsi mentabulasi
mengkomunikasikan mensuplai
mengkoordinasikan mensejahterakan

Jika kita taat asas,fonem awal kata dasar seharusnya luluh.

memopulerkan mengoordinasikan
memorakporandakan menerjemahkan*
memublikasikan menertawakan**
mengonsumsi menaati
mengomunikasikan manabulasi
21
menyuplai menyejahterakan
Catatan:
1) Kata terjemah merupakan kata dasar, bukan kata berimbuhan ter- sehingga fonem /t/
harus luluh jika diberi imbuhan meN- atau peN-.
2) Kata tertawamerupakan turunan dari kata dasar tawa. Menurut kaidah, jika awalan
meN- diimbuhkan pada kata yang sudah mendapat awalan seperti perbesar menjadi
memperbesar, fonem /p/ pada awal kata perbesar tidak luluh. Maka seharusnya meN- +
tertawa menjadi mentertawakan. Bentuk ini merupakan bentuk pengecualian karena ada
juga aturan yang mengatakan bahwa bentuk yang sudah lazim yang ada sejak bahasa
Indonesia diikrarkan boleh digunakan. Yang termasuk dalam bentuk pengecualian
karena sudah lazim ini adalah bentuk mempunyai.
3) Jika awalan meN- diimbuhkan pada kata yang sudah mendapat awalan yang diawali /p/,
maka fonem tersebut tidak luluh.
Contoh:
perbaiki memperbaiki
perjuangkan memperjuangkan
pekerja mempekerjakan
peroleh memperoleh
4) Jika awalan meN-diimbuhkan pada kata dasar yang diawali konsonan kluster seperti
/kr/, /pr/, /tr/, /kl/, konsonan itu tidak luluh.
Contoh:
praktik mempraktikkan
proklamasi memproklamawikan
promosi mempromosikan
prakarsa memprakarsai
traktir mentraktir
kristal mengkristal
kritik mengkritik
klasifikasi mengklasifikasikan
klarifikasi mengklarifikasikan

3. Kerancuan Penggunaan Imbuhan meN-i dengan meN- kan dan di-idengandi-kan


Kerancuan sering terjadi dalam menggunakan imbuhan yang memiliki pasangan seperti
imbuhan meN-i berpasangan dengan imbuhan meN-kan atau di-i dengan di-kan sehingga

22
penutur atau penulis menghadapi dua pilihan. Karena kurangnya pemahaman maka terjadi
salah pilih. Misalnya, memilih mempercayaiatau mempercayakan,
menganugerahiataumenganugerahkan, menugasiataumenugaskan, dipercayaiatau
dipercayakan, dianugerahiataudianugerahkan, ditugasiatauditugaskan.
Di bawah ini terdapat delapan kalimat. Predikatnya ditulis dengan huruf tebal. Pilihlah
predikat yang benar sesuai dengan konteks kalimatnya.
Contoh : Anak-anak melempari/melemparkan gajah itu dengan buah apel.
Pilihan yang benar adalah : Anak-anak melempari/melemparkan gajah itu dengan buah
apel atau Anak-anak melempari gajah itu dengan buah apel.
Pilihlah satu predikat yang benar dalam kalimat-kalimat di bawah ini!
(1) Atas prestasinya itu, Gubernur DKI kala itu menganugerahkan/menganugerahiputra
asli Betawi itu gelarPendekar Lingkungan.
(2) Presiden menugaskan/menugasi Menko Kesra dan kementerian terkait agar segera
mengambil langkah strategis untuk menanggulangi masalah gempa di Jawa Barat.
(3) Pada ulang tahunku yang ke-17, ayah menghadiahkanku/menghadiahiku sebuah HP
blackberry.
(4) Pramuniaga yang cantik-cantik menawarkan/menawari berbagai macam produk baru
kepada setiap pengunjung pameran itu.
(5) Paman mengirimi/mengirimkan saya contoh produk garmen yang diproduksi di
pabriknya yang baru.
(6) Ari, Aleks, dan Rita ditugaskan/ditugasi untuk mengibarkan bendera pada peringatan
Sumpah Pemuda 28 Oktober nanti.
(7) Anak itu dihadiahi/dihadiahkan sejumlah uang atas kejujurannya mengembalikan
dompet yang ditemukannya di jalan.
(8) Saya dipercayakan/dipercayai ketua rombongan untuk memimpin regu tiga walaupun
saya yang paling muda dalam regu tiu.
Untuk menuntun Anda memilih bentuk predikat yang tepat, kita kembali ke kalimat contoh
di atas. Mengapa bentuk melempari yang benar? Penjelasannya sebagai berikut.
a) Anak-anak melemparigajah itu dengan buah apel.

Kalimat a) di atas dapat dianalisis sebagai berikut:

Kalimat Anak-anak melempari gajah itu dengan buah apel


Fungsi subjek Predikat objek keterangan
Peran agen/pelaku Tindakan sasaran sekaligus tempat alat/instrumen

23
Tabel di atas menggambarkan bahwa gajah itu dalam kalimat a) berfungsi sebagai objek
dan sekaligus berperan sebagai sasaran dan tempat tindakan. Kalimat tersebut
bermakna gajah itu menjadi sasaran lemparan buah apel oleh anak-anak.Buah apel
merupakan bahan atau alat yang digunakan. Buah apel itu yang bergerak menuju gajah
itu.
Jika Anda memilih bentuk melemparkan, maka pengertiannya akan berbeda dengan
kalimat a).

b) Anak-anak melemparkan gajah itu dengan buah apel


Kalimat b) dapat dianalisis unsur-unsurnya sebagai berikut.
Kalimat Anak-anak melemparkan gajah itu dengan buah apel
Fungsi subjek predikat objek keterangan
Peran agen/pelaku tindakan sasaran alat

Tabel di atas menggambarkan bahwa gajah itu berfungsi sebagai objek dan berperan
sebagai sasaran tindakan. Kalimat tersebut mengandung makna gajah itu dilemparkan
(ke tempat lain) dengan menggunakan buah apel. Atau dengan kata lain buah apel
digunakan untuk memindahkan gajah itu ke tempat lain. Jika pengertiannya demikian,
masuk akalkah kalimat ini. Jadi, kalimat b) tidak berterima atau tidak benar.
Namun, jika Anda memilih bentuk predikat melemparkan, susunan kalimatnya harus
diubah seperti kalimat c) di bawah ini.

c) Anak-anak melemparkan buah apel ke (arah) gajah itu.

Kalimat c) ini memiliki makna yang sama dengan dengan kalimat a). Dengan kata lain
kalimat c) merupakan varian atau variasi kalimat a).
Kalimat a) dan c) tergolong kalimat transitif atau kalimat yang memiliki objek. Secara
teoretis kalimat transitif dapat diderivasi atau diubah menjadi kalimat pasif. Kaidah
perubahan dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif adalah: objek dalam kalimat aktif
menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jadi, kalimat a) dan c) dapat dipasifkan sebagai
berikut:

d) Gajah itu dilempari anak-anak itu dengan buah apel.


e) Buah apel dilemparkan oleh anak-anak ke arah gajah itu

Berdasarkan penjelasan ini Anda bisa mentukan pilihan bentuk predikat yang benar
dalam kalimat (1) sampai (8) di atas.

24
Tugas:
buatlah kalimat dengan menggunakan kata-kata di bawah ini!
mewarisi /mewariskan
diwarisi /diwariskan
meneriaki/meneriakkan
menertawai/menertawakan
ditertawai/ditertawakan

25
BABA IV

PILIHAN KATA ATAU DIKSI

Fungsi utama bahasa adalah menyampaikan informasi kepada pihak lain (fungsi
transaksional) dan menyatakan interaksi sosial dengan orang lain (fungsi interaksional).
Penyampaian gagasan, pikiran, dan perasaan melalui bahasa, baik secara lisan maupun secara
tertulis, membutuhkan pertimbangan yang cermat. Kecermatan memilih kata dalam
berinteraksi, menjadi kunci utama dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam
berkomunikasi. Sukar atau mudahnya orang lain menangkap informasi yang disampaikan,
sangat tergantung pada ketepatan pemilihan kata atau diksi yang digunakan. Ketepan dalam
memilih kata juga menjadi faktor penentu harmonis atau tidaknya situasi berkomunikasi . Jadi,
keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, sangat
tergantung pada kecermatannya dalam memilih kata yang cocok dengan topik dan situasi yang
melatarbelakangi suatu peristiwa tutur. Selain bertujuan menjaga kecermatan pengungkapan
gagasan, pemilihan kata juga dapat menjadikan bahasa yang digunakan lebih hidup, menarik,
dan tidak membosankan.

Pilihan kata juga ditentukan oleh topik pembicaraan, selain faktor pemakai bahasa.
Setiap topik pembahasan memiliki corak bahasa yang berbeda-beda. Pilihan kata dalam karya
sastra berbeda dengan pilihan kata dalam karya ilmiah. Perbedaan pilihan kata dalam karya
sastra dan dalam karya ilmiah dapat diperlihatkan dalam bagan berikut.

Perbedaan diksi dalam Karya Sastra dan Diksi dalam Karya Ilmiah

Diksi dalam Karya Sastra Diksi dalam Karya Ilmiah

1. Bahasa dalam karya sastra 1. mutlak diedit dan bahkan bisa saja
umumnya bersifat sekali jadi dan terjadi perubahan terus-menerus bila
merupakan potret gagasan, dipandang belum bisa mengungkapkan
perasaan, atau persepsi penulisnya. gagasan dengan tepat.
2. Sastrawan selalu mengungkapkan 2. ilmuwan mengungkapkan gagasannya
gagasannya secara subjektif secara objektif
3. Sastrawan umumnya membiarkan 3. tafsiran ganda terhadap makna kata
penafsiran yang beragam atas dalam karya ilmiah cenderung dihindari
karyanya. 4. ilmuwan dapat mengungkapkan secara
4. Sastrawan dapat menggunakan langsung apa yang menjadi kebenatran
perumpamaan, metafora, atau cara objektif
lain yang memungkinkan 5. ilmuwan selalu menggunakan kata
munculnya penafsiran beragam bermakna denotatif, dan cenderung
dari pembacanya menghindari pemakaian kata yang
26
5. Selain makna denotatif, sastrawan bersifat konotatif.
dapat memanfaatkan makna 6. diizinkan menggunakan ungkapan atau
konotatif untuk mencapai keaslian diksi yang tidak lazim, tetapi disertai
pengungkapan dengan penjelasan khusus.
6. Sering menggunakan ungkapan
atau diksi yang tidak lazim untuk
memperoleh kesegaran dan
keaslian pengungkapan

Beberapa contoh pemakaian kata dalam karya sastra dan dalam karya ilmiah:

Karya sastra:

(1) Kaulah kandil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan

Sabar, setia selalu (beragam penafsiran: Tuhan, dsb.)

(2) Pagi itu orang-orang mendekapkan tangannya, berusaha membungkus bagian tubuh yang
dapat dijangkaunya. Badan yang menahan gigilan sesekali berguncang-guncang.
(menggunakan metafora)

(3) Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. (kata taklazim tanpa penjelasan)

Karya Ilmiah:

(1)a. Tahun ini tanaman karet yang berumur enam tahun merupakan 52,46 persen dari
seluruh tanaman yang tumbuh pada perkebunan seluas 32.180,42 hektare itu.
(objektif, didukung bukti statistik)

b. Tahun ini tanaman karet yang masih agak muda jumlahnya hanya sedang-sedang saja di
perkebunan yang sangat luas itu. (subjektif).

(2) Pada pagi hari, antara pukul 4 sampai dengan pukul 8, suhu mencapai 19 derajat
Celcius. (objektif)
(3)a Hal itu akan menimbulkan kemelitan (curiousity) pada pemakai bahasa.

(ada padanan kata baru/taklazim)

b. Persuaan bahasa atau kontak bahasa terjadi karena ada pergaulan antarbangsa. (ada
padanan kata yang ditandai oleh kata atau).

27
Dari contoh-contoh di atas, diperoleh gambaran bahwa konsep kecermatan dan
keefektifan bagi sastrawan dan bagi ilmuwan berbeda. Kecermatan dan keefektifan diksi
bagi sastrawan demi terciptanya kesan keindahan (estetika) karyanya. Sementara bagi
ilmuwan, kecermatan dan keefektifan dalam memilih diksi demi keobjektifan dan
kelugasan pengungkapan gagasan.

Di atas telah dikemukakan bahwa pilihan kata atau diksi membutuhkan pertimbangan
yang cermat. Ada tiga pertimbangan yang dapat dijadikan tolok ukur dalam pilihan kata atau
diksi, yaitu (1) ketepatan, (2) kebenaran, dan (3) kelaziman. Ketiga hal tersebut masing-masing
dibahas seperti berikut.

1. Ketepatan

Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan atau
sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Ketepatan dalam memilih kata akan membuat
pekerjaan lebih efisien. Pilihan kata yang tepat mutlak diperlukan dan dilakukan untuk
menghindari penafsiran berbeda dari apa yang dimaksudkan. Contoh pilihan kata yang tidak
tepat adalah seperti tampak pada kalimat berikut.

(1) Karena mengacuhkan petunjuk yang diberikan pada awal tes, banyak peserta yang tidak
dapat mengerjakan soal dengan benar.
(2) Pendidikan dan latihan ini akan berlangsung lima bulan sebelem calon pengawai
diterjunkan ke lapangan.
(3) Burung-burung itu akan segera terbang ke sarang di mana ia meninggalkan anak-
anaknya..
(4) Peminjam akan dikenai denda jika buku yang mana setelah dua minggu dipinjamnya
tidak dikembalikan.
(5) Setelah mempunyai banyak anak, Pak Kristo menjual semua binatang piaraannya
karena tak mampu lagi memberi makan.
(6) Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin di kota-kota besar sangat menyolok.
(7) Di kelasnya dia menduduki rangking kedua.
(8) Saya ingin langganan majalah Hidup.
(9) Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan iman.
(10) Gubernur menugaskan walikota untuk menyelesaikan masalah itu.

Pilihan kata atau diksi yang tepat adalah seperti berikut:

28
(1) Karena mengabaikan petunjuk yang diberikan pada awal tes, banyak peserta yang tidak
dapat mengerjakan soal dengan benar.
(2) Pendidikan dan pelatihan ini akan berlangsung lima bulan sebelemu calon pengawai
diterjunkan ke lapangan.
(3) Burung-burung itu akan segerea terbang ke sarang tempat ia meninggalkan anak-
anaknya..
(4) Peminjam akan dikenai denda jika buku yang setelah dua minggu dipinjamnya tidak
dikembalikan.
(5) a. Setelah mempunyai banyak anak, Pak Kristo menjual semua binatang
peliharaannya karena tak mampu lagi memberi makan anak-anaknya.
b.Setelah mempunyai banyak anak, Pak Kristo menjual semua binatangpeliharaannya
karena tak mampu lagi memberi makan.binatang-binatang itu.

(6) Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin di kota-kota besar sangat mencolok.

(7) Di kelasnya dia menduduki peringkat kedua.

(8) Saya ingin berlangganan majalah Hidup.

(9) Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan iman.

(10) Gubernur menugasi walikota untuk menyelesaikan masalah itu.

2 Kebenaran

Aspek kebenaran dalam diksi berkaitan dengan pelafalan, pengejaan, atau pembentukan
kata. Pembahasan beserta contoh dari masing-masing aspek kebenaran diksi adalah seperti
berikut.

2.1 Pelafalan Kata

Kesalahan pelafalan kata sering ditemukan, baik pelafalan huruf dalam abjad maupun
pelafalan kata. Pelafalan nama huruf yang sering terjadi adalah huruf c (ce), yang sering
dilafal /se/; huruf q (ki) yang sering dilafal /kui/; y (ye), dilafal /ei gret/; dan z (zet) dilafal /set/.
Kesalahan pelafalan juga berkaitan dengan nama bulan, bulan Februari, dilafal /Pebruari/ dan
bulan November, dilafal /Nopember).

Kesalahan-kesalahan pelafalan seperti dikemukakan di atas, disebabkan oleh


ketidaktahuan pemakai bahasa terhadap unsur kebahasaan yang dilafalkan. Selain itu, kesalahan

29
pelafalan juga disebabkan ketidakmampuan pemakai untuk melepaskan pengaruh bahasa
daerahnya sendiri, terutama bahasa-bahasa daerah yang sistem bunyi vokalnya tidak lengkap.
Misalnya, bagi orang Rote, Sabu, Sumba, dan Timor, sangat sulit untuk melafalkan vokal /ә/
pepet, seperti melafalkan prefiks mә-, pә-, sә-, kә- atau kata /bәsar/, /lәmah/, dsb. dilafal me-,
pe-, se-, ke- atau kata /besar/, /lemah/, dsb dengan /e/ taling.

2.2 Pengejaan

Banyak ditemukan kesalahan penulisan kata berkaitan dengan beberapa unsur, yaitu (1)
bentuk-bentuk berpasangan; (2) kata berawalan; dan (3) kata berakhiran. Pembahasan terhadap
ketiga hal tersebut, masing-masing seperti berikut.

2.2.1 Bentuk-bentuk Berpasangan

Pasangan bentuk kata yang bermiripan yang dapat menimbulkan kesalahan penulisan,
dapat dikelompokkan atas tiga kelompok, yaitu (1) pasangan yang seasal, (2) pasangan yang
bersaing, dan (3) pasangan yang terancukan.

Pasangan seasal adalah pasangan kata yang memiliki bentuk asal yang sama dan
maknanya pun berdekatan. Pasangan seasal ini tidak mempersoalkan bentuk mana yang
benar, tetapi bentuk mana yang maknanya cocok untuk mengungkapkan suatu gagasan.
Jadi, kebenaran bentuk yang didukung oleh ketepan makna. Contoh pasangan kata
seasal dimaksud adalah seperti berikut.

(1) lulus – lolos


lulus, digunakan untuk menyatakan keberhasilan melewati ujian atau memenuhi
persyaratan tertentu.

lolos, digunakan untuk menyatakan keberhasilan melewati bahaya, rintangan, atau


upaya penangkapan.

(2) kurban – korban


kurban, digunakan dengan makna ‘persembahan kepada Tuhan’

korban, digunakan dengan makna ‘benda yang direlakan untuk digunakan bagi
kepentingan orang lain atau benda yang rusak, hilang, atau (khusus makhluk
bernyawa) menderita karena kecelakaan atau bencana.

30
Pasangan yang bersaing adalah pasangan yang anggotanya mempunyai makna
yang sama, tetapi ditulis berbeda. Perbedaan itu terjadi karena pembakuan bahasa. Jadi,
di sini terjadi persaingan antara bentuk yang baku (hasil pembakuan) dan bentuk yang
tidak baku. Pasangan kata yang bersaing dimaksud adalah seperti terlihat pada bagan
berikut ini.

Penulisan yang Benar Penulisan yang Salah

1. khawatir 1. kuatir

2. sekadar 2. sekedar

3. sadar 3. sedar

4. kecamatan 4. kecematan

5. jadwal 5. jadual

6. Senin 6. Senen

7. Rabu 7. Rebo

8. persentase 8. prosentase

9. penerapan 9. pengeterapan

10. Februari 10. Pebruari

11. November 11. Nopember

12. kualifikasi 12. kwalifikasi

13. struktural 13. strukturil

14. kualitas 14. kualitas

15. kuitansi 15. kwitansi

16. mengubah/perubahan/diubah 16.merubah/perobahan/dirubah

Pasangan yang terancukan terjadi jika orang tidak mengetahui secara pasti
bentuk kata yang benar lalu terkacaukan oleh bentuk kata yang dianggapnya benar.
Contohnya adalah seperti tampak pada bagan berikut ini.

31
Bentuk yang Benar Bentuk Rancu

1. 1. mengenyampingkan
mengesampingkan/menyampingka
n 2. mensyahkan/mensahkan

2. mengesahkan 3. melola/dilola

3. mengelola/dikelola 4. mentes

4. mengetes 5. membom

5. mengebom 6. mempelajarkan/dipelajarkan.

6. mempelajari/dipelajari

2.2.2 Kata Berawalan

Penulisan kata berawalan dalam bahasa Indonesia sering terjadi penyimpangan dari
kaidah ejaan karena awalan yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah pembentukan kata
berimbuhan. Kesalahan dimaksud dapat diperlihatkan dalam bagan berikut ini.

Penulisan yang Benar Penulisan yang Salah

1. mengait 1. mengkait

2. mengkaji 2. mengaji

3. mencintai 3. menyintai

4. menerjemahkan 4. menterjemahkan

5. menertawakan 5. mentertawakan

2.2.3 Kata Berakhiran

Penulisan kata berakhiran dalam bahasa Indonesia, juga sering terjadi kesalahan, seperti
tampak pada bagan berikut ini.

32
Penulisan yang Benar Penulisan yang Salah

1. memasukkan 1. memasukan

2. menunjukkan 2. menunjukan

3. pemasukan 3. pemasukkan

Selain kesalahan seperti dikemukakan di atas, juga ditemukan kesalahan karena bentuk
yang tidak lengkap, seperti tampak pada bagan berikut ini.

No Bentuk Taklengkap Bentuk Lengkap


.

1. Dilarang jualan di tepi jalan Dilarang berjualan di tepi jalan.

2. Saya keberatan terhadap usul itu Saya berkeberatan terhadap usul itu.

3. Pada hari Minggu mereka pergian Pada hari Minggu mereka bepergian
ke luar kota. ke luar kota.

Mereka pergi duaan saja. Mereka pergi berduaan saja.


4.

3 Kelaziman

Kelaziman menggunakan bentuk bahasa tertentu terjadi karena pemakaian


berulang-ulang. Hal tersebut dapat diperlihatkan melalui beberapa kata berikut ini.

3.1 Selamat pagi atau selamat malam?

Kata siang bermakna ‘saat matahari terbit sampai matahari terbenam’ atau ‘saat
dari pukul 06.00 sampai pukul 18.00’. Kata siang juga dipakai sebagai pasangan kontras
kata malam. Kata malam bermakna ‘saat matahari terbenam sampai matahari terbit’ atau
‘saat pkl.18.00 sampai pkl.06.00’.

33
Kata pagi bermakna ‘saat menjelang matahari terbit’ atau ‘saat matahari terbit
hingga pkl.09.00 atau pkl. 10.00’. Selain itu, juga ada sebutan subuh dan dini hari. Kata
subuh mengacu kepada ‘saat menjelang terbitnya matahari’, sedangkan dini hari
mengacu kepada ‘awalnya hari’ Jadi, subuhadalah bagian akhir dari malam dan bagian
awal dari pagi.

Kata sore bermakna ‘saat sesudah tengah hari sampai saat matahari terbenam’
atau ‘saat dari pkl.16.00 sampai pkl.18.00’. Khusus untuk saat dari pkl.16.00 sampai
pkl.18.00, biasa disebut petang. Jadi,petang adalah bagian akhir dari sore dan sore
adalah bagian akhir dari siang.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa penentuan waktu atau yang mengacu


kepada bagian dari hari, dikaitkan dengan dua hal, yaitu (1) alam: ada tidaknya matahari
atau gelap dan terang, dan (2) jam yang menjadi penunjuk waktu. Hal itu tentu saja
membingungkan pemakai bahasa, sehingga terjadi perbedaan persepsi.

Fakta dalam pemakaian, orang lazim menyapa dengan selamat siangantara pkl.
10.00 sampai pkl.14.00, dan selamat soreantara pkl.14.00 sampai pkl.18.30. Antara
pkl.16.30 sampai pkl.18.30, dalam situasi formal, sering menggunakan sapaan selamat
petang. Selamat malam lazim terjadi antara pkl.18.30 sampai pkl.04.00. Antara pkl.
O4.00 sampai pkl. 10.00 lazim digunakan selamat pagi. Kita tidak lazim
mengucapkan selamat subuh, atau selamat dini hari, meskipun diakui ada kata
subuh dan dini hari.

3.2 Kata Ganti Orang

Kata ganti orang pertama tunggal aku bersinonim dengan saya. Dalam situasi formal,
lazim digunakan bentuk buku saya atau bukuku, tetapi tidak lazim digunakan bentuk buku aku
atau buku daku, kecuali dalam percapan santai kelompok remaja dan dalam karya sastra.

Kata ganti pertama jamak, terdiri atas kata ganti pertama jamak eksklusif kami,
dan kata ganti pertama jamak inklusif kita. Namun dalam pemakaian sehari-hari, sering
kata ganti orang pertama jamak kami dipakai untuk mengacu kepada persona tunggal
saya. Tampak penggunaan demikian bertujuan untuk menghindari penonjolan keakuan
atau keegoan pembicara. Ini tentunya berlebihan. Demikian, juga kita dipakai untuk
mengacu kepada persona tunggal posesif ‘kepunyaan saya’. Misalnya, orang sering
mengatakan Ini anak bungsu kita. Atau Kita tidak punya uang untuk membeli barang

34
mewah seperti itu. Pemakaian seperti ini dalam situasi resmi, tentu saja tidak
dibenarkan. Kedua tuturan itu sebenarnya berasal dari Ini anak bungsu saya atau Saya
tidak punya uang untuk membeli barang mewah seperti itu.

Data lain yang lazim adalah bentuk anda sekalian, sedangkan bentuk sapaan engkau sekalian
dan kamu sekalian, merupakan pemakaian yang tidak lazim. Demikian juga usul kamu sekalian
dan usul anda sekalian, jauh lebih lazim daripada usulmu sekalian

35
BAB V

KALIMAT EFEKTIF

1. Pengertian

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya (Putrayasa,
2007:2). Dengan kata lain, kalimat efektif selalu berterima secara gramatika dan secara
makna. Dalam hal ini, makna yang tepat dan sempurna terungkap melalui gramatika
(struktur kalimat dan bentuk kata) yan g tepat dan sempurna pula.

2. Struktur Kalimat Efektif

2.1 Struktur Umum

Unsur kalimat terdiri atas unsur wajib dan unsur tidak wajib. Unsur wajib adalah
unsur yang wajib hadir atau muncul dalam kalimat. Unsur wajib dalam sebuah kalimat
sempurna adalah unsur subjek dan predikat. Unsur tidak wajib adalah unsur yang
kehadirannya dalam kalimat bersifat manasuka, bisa muncul dan bisa juga tidak muncul
karena ketidakhadiran unsur itu tidak mempengaruhi keutuhan kalimat, baik keutuhan
struktur maupun keutuhan makna. Sebagai contoh: Dia memang sudah harus pergi sore
ini ke kampus. Unsur wajib pada kalimat tersebut adalah dia dan pergi, yang secara
sintaktis masing-masing berfungsi sebagai subjek dan predikat. Selebihnya adalah unsur
tidak wajib yang bersifat manasuka. Sementara dalam kalimat: Kami membeli ikan di
Pasar Oeba tadi pagi, yang menjadi unsur wajibnya adalah kami membeli ikan, yang
secara sintaktis masing-masing unsur itu berfungsi sebagai subjek, predikat, dan objek,
sedangkan selebihnya adalah unsur manasuka.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa secara kanonis, struktur umum kalimat


efektif adalah subjek – predikat (SP) atau subjek – predikat – objek (SPO) yang masing-
masing struktur bisa diikuti unsur keterangan atau adjung.

2.2 Struktur Paralel

Yang dimaksud dengan paralel atau kesejajaran dalam kalimat adalah


penmggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial (lihat
Putrayasa, 2007:48). Jadi, kesejajaran atau paralelisme mempersyaratkan kesamaan
bentuk atau kelas kata (nomina, verba, dsb.) atau frasa yang dipakai untuk menunjukkan
36
kesederajatan bagian-bagian kalimat. Singkatnya, kalau unsur sederajat yang satu
menggunakan bentuk nomina, maka unsur sederajat (paralel) lainnya juga harus
dinyatakan dalam bentuk nomina, tidak boleh dari kelas lain, seperti verba atau
adjektiva. Contohnya, Polisi tengah menangani kasus pencurian dan pembunuhan itu.
Unsur yang paralel (sederajat) dalam kalimat tersebut adalah pencurian dan
pembunuhan Karena keduanya sederajat, maka dinyatakan dalam bentuk kata yang
sama, yakni sama-sama nomina.

Kesejajaran dapat dibedakan atas dua, yaitu kesejajaran bentuk dan kesejajaran
makna. Pembahasan kedua bentuk kesejajaran tersebut, masing-masing seperti berikut.

1) Kesejajaran Bentuk

Kesejajaran bentuk berhubungan dengan bentuk kata yang digunakan yang


dihasilkan melalui proses morfologis, terutama melalui afiksasi. Berikut ini contoh
ketidaksejajaran bentuk yang mengakibatkan ketidakefektifan kalimat.

(1) Kegiatannya meliputi pembelian buku, membuat katalog, dan mengatur peminjaman buku.

Ketidaksejajaran pada kalimat (1) terletak pada perbedaan kelas kata, yakni nomina pembelian
(buku) dengan verba membuat (katalog), dan mengatur (peminjaman buku). Untuk
mengefektifkan kalimat tersebut, ketiga unsur yang sederajat tersebut disejajarkan menjadi
nomina semua (1a) atau menjadi verba semua (1b).

(1a) Kegiatannya meliputi pembelian buku, pembuatan katalog, dan pengaturan peminjaman
buku.

(1b) Kegiatannya ialah membeli buku, membuat katalog, dan mengatur peminjaman buku.

(2) Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadaop profesinya serta memahami tugas
yang diembannya, dokter Hery telah mengakhiri masa jabatannya dengan baik.

Bentuk yang tidak sejajar dalam kalimat (2) adalah bentuk nomina penghayatan dan verba
memahami. Kalimat tersebut bisa diefektifkan dengan menyejajarkan kedua kelas yang berbeda
tersebut menjadi nomina semua (2a) atau menjadi verba semua (2b).

(2a) Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadaop profesinya serta pemahaman


akan tugas yang diembannya, dokter Hery telah mengakhiri masa jabatannya dengan
baik.

37
(2b) Dengan menghayati secara sungguh-sungguh terhadap profesinya serta memahami akan
tugas yang diembannya, dokter Hery telah mengakhiri masa jabatannya dengan baik.

2) Kesejajaran Makna

Bentuk dan makna memiliki keterkaitan yang sangat erat. Setiap bentuk kata
yang digunakan mengandung makna tertentu dan setiap makna terungkap melalui
bentuk tertentu pula. Kesejajaran makna berkaitan dengan makna satuan fungsional
kalimat, yakni subjek, predikat, objek, dan sebagainya. Artinya, kalimat bisa menjadi
tidak efektif apabila makna subjek dan predikat tidak sejajar. Perhatikan contoh (3)
berikut ini.

(3) Dia (S) berpukul-pukulan (P)


Kata ulang berpukul-pukulan pada kalimat (3) mengandung arti ‘saling memukul’. Itu berarti
pelakunya harus lebih dari satu orang, sedangkan dia hanya mengacu pada seorang diri. Karena
itu, subjek kalimat itu diganti dengan pronomina ketiga jamak mereka, seperti pada (3a) atau di
belakang kalimat itu ditambahkan keterangan komitatif (penyerta), seperti pada (3b).

(3a) Mereka berpukul-pukulan

(3b) Dia berpukul-pukulan dengan temannya.

(4) Karolina memetiki setangkai bunga.


Kata memetiki pada kalimat (4) mengandung makna frekuentatif ‘berulang-ulang’, yang tentu
saja tidak bisa dilakukan terhadap setangkai bunga. Kalimat itu dapat diefektifkan dengan
menghilangkan sufiks –i pada predikat memetiki (4a) atau dengan menghilangkan kata
setangkai pada objek setanmgkai bunga (4b)

(4a) Karolina memetik setangkai bunga.

(4b) Karolina memetiki bunga.

(5) Setelah menyiapkan semuanya, acara sederhana itupun segera dimulai.


Ketidaksejajaran kalimat (5) terletak pada ketidakteraturan pelesapan subjek pada anak kalimat.
Kalimat itu dapat diefektifkan menjadi (5a) dan (5b) berikut ini.

(5a) Setelah menyiapkan semuanya, mereka (S) segera memulai acara sederhana itu.

(5b) Setelah semuanya disiapkan, acara sederhana itu pun segera dimulai.

38
2.3 Struktur Periodik

Struktur periodik yang dimaksudkan di sini adalah struktur kalimat yang


menempatkan unsur tambahan (bukan inti) mendahului unsur inti (unsur wajib) kalimat.
Sementara pada struktur umum, unsur inti kalimat cenderung ditempatkan pada posisi
awal kalimat, lalu disusul dengan unsur tambahan. Kalimat dengan struktur periodik
dimaksud adalah seperti pada (6) dan (7) berikut ini.

(6) Selama dua minggu berturut-turut di kota Kupang(unsur tambahan), angin bertiup sangat
kencang (unsur inti).

(7) Setiap tanggal 20 Desember (unsur tambahan),masyarakat NTT memperingati hari jadi
Provinsi NTT (unsur inti).

3. Ciri-ciri Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki empat ciri, yaitu (1) kesatuan; (2) kehematan, (3)
penekanan, dan (4) kevariasian. Pembahasan lebih lanjut keempat ciri tersebut adalah
seperti berikut.

3.1 Kesatuan
Setiap kalimat dapat disebut kalimat efektif apabila mengandung hanya sebuah
ide pokok atau kesatuan pikiran. Kesatuan ide itu terbentuk oleh adanya kesejajaran
antara unsur-unsur fungsional yang terkandung dalam kalimat. Unsur-unsur fungsional
kalimat, misalnya subjek, kadang-kadang tidak jelas karena struktur kalimat yang
berbelit-belit. Kalimat (8 – 10) berikut ini merupakan kalimat yang tidak memiliki unsur
kesatuan (unity) karena subjeknya dikaburkan oleh kehadiran preposisi di depanya.

(8) Kepada para mahasiswa diharapkan mendaftarkan diri di sekretariat.

(9) Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat menguntungkan umum.

(10) Pada tahun ini merupakan tahun terakhir masa dinasnya sebagai pegawai negeri sipil.

Kalimat (8 – 10) di atas dapat diefektifkan seperti pada (11 – 13) berikut ini.

(11) Para mahasiswa diharapkan mendaftarkan diri di sekretariat.

(12) Keputusan ini merupakan kebijaksanaan yang dapat menguntungkan umum.

(13) Tahun ini merupakan tahun terakhir masa dinasnya sebagai pegawai negeri sipil.
39
3.2 Kehematan

Kehematan (economy) adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan


dengan luasnya jangkauan makna yang diacu. Sebuah kalimat dikatakan hemat, bukan
karena jumlah katanya sedikit; sebaliknya dikatakan tidak hemat karena jumlah katanya
terlalu banyak. Yang utama adalah seberapa banyakkah kata yang bermanfaat bagi
pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, tidak usah menggunakan belasan kata kalau
maksud yang dituju bisa dicapai dengan beberapa kata saja. Oleh karena itu, kata-kata
yang tidak perlu dihialangkan saja.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bentuk penghematan kata
dalam kalimat:

1) hindari pengulangan subjek kalimat

Pada contoh-contoh di bawah ini terdapat pasangan kalimat tidak ekonomis karena
pengulangan subjek (kalimat a) dan bentuk ekonomis (kalimat b).

(14a) Pemuda itu segera mengubah rencananya setelah dia bertemu dengan pemimpin
perusahaan itu.

(14b) Pemuda itu segera mengubah rencana setelah bertemu dengan pemimpin perusahaan
itu.

(15a) Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui mempelai memasuki ruangan.

(15b) Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui mempelai memasuki ruangan.

2) hindari pemakaian hiponimi

Hiponimi adalah makna kata yang merupakan bagian dari makna kata yang lebih
tinggi (hipernimi). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa hiponimi adalah makna
bagian. Misalnya, putih atau merah merupakan hiponim dari kata warna (sebagai
hipernimi). Artinya, di dalam kata merah, putih, dsb. terkandung kata warna. Demikian
juga dengan Januari, Februari, dsb, merupakan makna bagian dari bulan. Artinya,
Januari, Februari jelas nama bulan.

Sebuah kalimat dapat dipandang efektif bila dalam kalimat tidak terdapat
bentuk-bentuk hiponim seperti dikemukakan di atas. Kalimat (a) pada contoh-contoh di
bawah ini adalah kalimat tidak efektif, dan kalimat (b) merupakan kalimat efektif.
40
(16a) Presiden SBY menghadiri Rapim ABRI hari Senin lalu.

(16b) Presiden SBY menghadiri Rapim ABRI Senin lalu.

(17a) Warna orange dan warna kuning gading adalah warna kesukaan ayah.

(17b) orange dan kuning gading adalah warna kesukaan ayah.

3) hindari pemakaian kata dari dan daripada

Kata dari dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menunjukkan arah (tempat) atau asal (asal-
usul), sedangkan kata daripada digunakan untuk membandingkan sesuatu benda atau hal
dengan benda atau hal lainnya.

Kalimat (a) pada contoh-contoh berikut tidak efektif, dan kalimat (b) efektif.

(18a) Anak dari tetangga saya akhir bulan ini akan ditabiskan menjadi pastor.

(18b) Anak tetangga saya akhir bulan ini akan ditabiskan menjadi pastor

(19a) Tujuan daripada munas ini adalah untuk menentukan strategi pemenangan partai
pada pemilu 9 April 2009.

(19b) Tujuan munas ini adalah untuk menentukan strategi pemenangan partai pada pemilu
9 April 2009.

3.3 Penekanan

Yang dimaksud dengan penekanan/penegasan (emphasis)dalam kalimat adalah


upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah satu
unsur atau bagian kalimat agar unsur atau bagian kalimat yang diberi penegasan itu
lebih mendapat perhatian pendengar atau pembaca. Pemberian penekanan/penegasan
merupakan salah satu bentuk penonjolan ide pokok kalimat, selalin dengan cara
memperlambat ucapan, meninggikan suara, dsb. pada bagian tertentu kalimat.

Ada beberapa cara untuk memberi penekanan pada bagian kalimat yang
ditonjolkan. Cara memberi penekanan dimaksud adalah (1) pemindahan letak frasa; (2)
pengulangan kata-kata yang sama; (3) penggunaan intonasi khusus; (4) penggunaan
partikel; (5) penggunaan kata keterangan; (6) pengontrasan makna; (7) pemindahan
unsur kalimat; dan (8) penggunaan bentuk pasif. Pembahasan kedelapan cara tersebut,
masing-masing seperti berikut.
41
1) pemindahan letak frasa

Frasa tertentu yang diberi penekanan karena merupakan bagian yang terpenting
dalam kalimat, dapat dipindahkan ke posisi awal kalimat. Contohnya adalah seperti
pada (20) berikut ini.

(20) a. Prof.Dr. Herman Yohanes berpendapat, salah satu indikator yang menunjukkan tidak
efisiennya pertamina adalah rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai
pertamina dan poduksi minyaknya.

b. Salah satu indikator yang menunjukkan tidak efisiennya pertamina, menurut pendapat
Prof.Dr. Herman Yohanes adalah rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai
pertamina dan produksi minyaknya.

c. Rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai pertamina dan produksi minyaknya
adalah salah satu indikator yang menunjukkan tidak efisiennya pertamina. Demikian
pendapat Prof.Dr. Herman Yohanes.

Kalimat-kalimat pada (20a, b, c) menunjukkan bahwa ide yang dipentingkan ditempatkan pada
posisi awal kalimat (yang digarisbawahi). Dengan demikian, meskipun makna ketiga kalimat
itu sama, ide pokok berbeda-beda.

2) mengulang kata-kata yang sama

Pengulangan beberapa kali kata yang sama dalam kalimat menunjukkan bahwa kata yang
diulang tersebut merupakan unsur yang diberi penekanan atau penonjolan. Perhatikan contoh
(21) dan (22) berikut ini.

(21) Dalam pembiayaan harus ada keseimbangan antara pemerintah dan swasta,
keseimbangan domestik dan luar negeri, keseimbangan perbankan dan lembaga
keuangan nonbank.

(22) Pembangunan dilihat sebagai proses yang rumit dan mempunyai banyak dimensi,
tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga dimensi politik, dimensi sosial, dan
dimensi budaya.

3) penegasan dengan intonasi khusus

Bagian yang digarisbawahi pada kalimat (23) adalah merupakan unsur yang
diberi penegasan dengan intonasi khusus.
42
(23) a. Karolina membaca “Nova” di kamar.

b. Karolina membaca “Nova” di kamar.

c. Karolina membaca “Nova” di kamar.

d. Karolina membaca “Nova” di kamar.

4) penegasan dengan partikel.

Partikel penegas dalam bahasa Indonesia meliputi partikel yang, -lah, -lah +
yang, dan –pun + -lah. Penggunaan partikel dimaksud adalah sepert berikut.

a. Partikel ditempatkan di antara subjek dan predikat dalam kalimat verbal, seperti contoh
berikut.

(24) Aku yang meminjam buku itu.

(makna yang lebih tegas adalah “Aku meminjam buku itu”)

(25) Perempuan itu yang dicuirigai

(Makna yang lebih tegas “Perempuan itu dicurigai”)

b. Partikel lah-yang ditempatkan di antara subjek dan predikat pada kalimat verbal atau kalimat
adjektival. Contohnya seperti pada (26) dan (27).

(26) Akulah yang meminjam buku itu.

(27) Perempuan itulah yang dicurigai.

c. Partikel pun-lah: partikel pun ditempatkan di antara subjek dan predikat, sedangkan partikel
–lah dilekatkan pada predikat verba intransitif. Perhatikan contoh-contoh berikut.

(28) Penjahat itupun keluarlah dari persembunyiannya.

(29) Merekapun berangkatlah dengan segera.

(30) Magaretpun tenanglah mendengar kata-kata ibunya.

43
BAB VI

PARAGRAF

1.Pengertian Paragraf
Suatu tulisan biasanya terdiri atas tiga bagian utama yakni pembuka, penghubung,
penutup. Tiap-tiap bagian ini disusun lagi atas subbagian-subbagian, begitu seterusnya
hingga dirinci menjadi satuan-satuan yang disebut paragraf. Dengan uraian ini timbul
pertanyaan, “yang disebut paragraf itu yang mana?” Secara teknis suatu tulisan dapat
diskemakan sebagai berikut

Tulisan

Pararaf Bab I BAB II Bab III

Paragraf Subbab

Paragraf Paragraf

Paragraf adalah bentuk satuan tulisan yang terkecil yang merupakan bagian
satuan tulisan yang lebih besar. Bab dan subbab dari suatu tulisan juga disebut
paragraf. Subbab-subbab dirinci lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sebagai
satuan tulisan yang yang lebih besar. Paragraf (atau alinea) bisa saja hanya terdiri
atas sebuah kalimat, namun pada umumnya paragraf merupakan gabungan beberapa
kalimat. Keraf (1997:62) memberikan batasan, bahwa alinea [= paragraf] bukanlah
suatu pembagian secara konvensional dari suatu bab yang terdiri atas kalimat-kalimat,
tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan kalimat saja. Alinea (baca: paragraf) tidak
lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari

44
kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu
rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea, gagasan itu menjadi jelas
oleh uraian-uraian tambahan, yang maksudnya tidak lain untuk menampilkan pokok
pikiran penulis secara lebih jelas

2. Syarat Pembentukan sebuah Paragraf

Suatu paragraf yang efektif, hendaknya memiliki kesatuan, kepaduan, dan pengembangan yang
tepat.

2.1 Kesatuan

Yang dimaksudkan kesatuan di sini ialah kalimat-kalimat yang membangun


paragraf secara bersama-sama menyatakan suatu hal atau suatu tema tertentu.
Kesatuan di sini bukan berarti bahwa setiap paragraf hanya menyampaikan satu ide
atau sutu hal saja. Sebuah paragraf bisa saja menyampaikan beberapa hal sebagai
rincian dari suatu hal tertentu. Yang perlu diingat di sini, bahwa unsur-unsur
pembangun suatu paragraf hendaknya menunjang maksud tunggal (Keraf, 1997:67;
Syafi’ie, 1990:136—137). Kalimat yang mengandung ide pokok atau yang menjadi inti
dari keseluruhan paragraf itu disebut kalimat topik atau kalimat utama. Untuk lebih
jelasnya kita perhatikan contoh berikut.

Tapi sedihnya, apabila masyarakat dari suatu negara yang belum mempunyai
bahasa persatuannya, maka sudah pasti hal yang sedemikian, pasti tidak terdapat
pada masyarakat tersebut. Maka yang lebih sedih lagi, nasib rakyat yang jauh dari
kota, di mana kebutuhan dari-pada mereka tidak dapat diperhatikan dengan saksa-
ma. Mereka seperti terisolir, yang mana mereka tidak leluasa memperkenalkan
ke-adaan daripada tempat serta aspek-aspek kehidupan mereka. Dalam hal ini,
yang menjadi pionir terhadap daerah itu, sudah pasti dari kaum cerdik pandai.
Karena mereka ingin mengetahui serta mempelajari dan di samping membantu
mereka.

Paragraf di atas sulit dipahami maksudnya karena tidak memiliki kesatuan. Kalimat
yang satu dengan kalimat yang lainnya tidak saling menunjang dalam rangka membentuk
sebuah ide atau gagasan yang tunggal. Jika dianalisis, tulisan tersebut mengandung tiga
gagasan – yang satu dengan yang lainnya dimaknai secara sendiri-sendiri, seperti ditulis
berikut.
a) keadaan negara yang memiliki bahasa kesatuan, tidak terdapat dalam negara yang
tidak memiliki bahasa kesatuan
b) nasib rakyat yang jauh dari kota menyedihkan;
45
c) pionir terhadap daerah itu kaum cerdikiawan
Jika ketiga gagasan tetap dipertahankan, hendaknya disusun dalam tiga paragraf yang berbeda.
Jika penulis ingin membicarakan ide pertama, berarti ide yang kedua dan ketiga perlu diubah
sebagai unsur penjelas gagasan pertama. Misalnya menjadi:
di negara yang tidak memiliki bahasa persatuan antara daerah yang satu dengan yang lain
terisolir kehidupan masyarakat yang jauh dari perkotaan sangat menyedihkan karena
tidak bisa berkomunikasi baik untuk menerima in-formasi, mapupun menginformasikan
tentang daerahnya ( dan seterunya).

Berikut ini dikutip sebuah paragraf yang agak panjang, namun memiliki kesatuan yang jelas.
Setiap negara pada dasarnya harus mampu menghidupi dirinya sendiri dari kondisi,
posisi, dan potensi wilayahnya masing-masing. Akan tetapi tidak setiap wi-layah
kondisinya memungkinkan, posisinya menguntungkan, atau mempunyai po-tensi yang
cukup untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat yang bermukim di wilayah itu,
sehingga harus mencukupi-nya dari tempat lain yang hampir selalu me-nyangkut
kpentingan negara lain. Untuk itu dibina hubungan internasional yang memungkinkan
terbukanya peluang bagi setiap negara untuk mencukupi kebutuh-annya dari negara lain
mmelalui jalan damai. Namun, untuk mencukupi kebutuhan itu tidak jarang pula
ditempuh jalan kekerasan. Oleh karena itu, masalah utama setiap negara selain
meningkatkan kesejahteraan negaranya, juga mempertahankan eksistensinya yang
meliputi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan bangsa, dan keu-tuhan wilayah.
Paragraf di atas walaupun agak panjang, namun tetap mendukung satu kesatuan ide. Gagasan
lain yang dikandung dalam kalimat-kalimat berikutnya merupakan penjelas atau penjabar dari
gagasan utama itu.
Sebuah paragraf dapat juga merupakan penggabungan gagasan-gagasan, tetapi
tetap membentuk suatu kesatuan yang tunggal, seperti kutipan berikut.
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 19008, suatu benda cerah tidak
dikenal menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman
dengan disaksikan oleh sedikit-dikitnya seribu orang di pelbagai dusun Siberia Tengah.
Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Verovana melihat benda itu
menjadi bola api menyilaukan di atas hutan cemara sekitar sungai Tunguska. Korbaran
api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang
menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya
( Intisari - Februari, 1969).
Paragraf di atas tetap menunjang satu kesatuan gagasan, walaupun sulit untuk ditentukan
dimana letak kalimat utamanya. Kalimat-kalimat dalam paragraf itu boleh dikatakan memiliki
kekuatan yang sama. Demikian, bila dianalisis, maka ditemukan beberapa hal yang
diungkapkan dalam paragraf tersebut.
1) Benda cerah menyusur lengkungan lagit.
2) Penduduk melihat benda itu.

46
3) Benda itu menjadi bola api.
4) Ledakan mengelegar.

2.2 Kepaduan atau Koherensi


Kepaduan atau koherensi yaitu kekompakan hubungan timbal balik antara unsur
yang satu dengan yang lain. Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan teknik
di antaranya: pengulangan kata kunci, penggunaan deiksis, penggunaan pemarkah
hubungan, penggunaan paralelisme, dan implikasi makna.

Contoh:
Dalam mengajarkan sesuatu, langkah pertama yang perlu kita lakukan ialah menentukan
tujuan untuk mengajarkan sesuatu itu. Tanpa tujuan yang jelas, materi yang kita
berikan, metode yang kita gunakan, dan evaluasi yang kita susun tidak banyak
memberikan manfaat kepada anak didik. Dengan mengetahui tujuan pengajaran, kita
dapat menentukan materi yang akan kita ajarkan, metode yang kita gunakan, serta bentuk
evaluasinya secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

Kepaduan pada paragraf di atas dibangun dengan menggunakan pengulangan


kata kunci tujuan, yaitu kata yang menjadi topik pembicaraan dalam sebuah paragraf
itu.
Kepaduan paragraf dapat dibangun dengan transisi sebagai pemarkah hubungan
antar unsur pembentuknya seperti terlihat dalam contoh berikut.
Perkuliahan bahasa Indonesia seringkali sangat membosankan, sehingga tidak mendapat
perhatian sama sekali dari pemakai buku ini. Hal ini disebabkan, bahan kuliah yang
disajikan dosen sebenarnya merupakan masalah yang tidak diperlukan pemakai buku
ini. Di samping itu, pemakai buku ini yang sudah mempelajari bahasa Indonesia sejak
duduk di bangku Sekolah Dasar atau sudah mempelajari bahasa Indonesia belasan
tahun, merasa mampu menggunakan bahasa Indonesia. Dengan sikap ini, dosen pun
sangat sulit menciptakan kond-si,belajar mengjar yang baik.
Cara lain untuk membangun paragraf yang padu dapat digunakan paralelisme,
yaitu suatu cara untuk menuangkan gagasan-gagasan dalam pola kalimat yang paralel
atau berpola sama, seperti terlihat dalam contoh berikut.
Udara yang dihirupnya terasa nyaman. Kilauan atap seng perumahan pegawai proyek
yang dipimpinannya terasa indah. Dan deruman buldoser yang menguruk tanah terasa
empuk di telinga. Segalanya indah. Segalanya kemilau.

47
Kalimat-kalimat dalam paragraf di atas menyampaikan ide yang sejajar, dan ditampilkan pula
dengan struktur kalimat yang sepola. Kalimat 1, 2, dan 3 tersusun sebagai kalimat statif,
sedangkan kalimat 4 dan 5 merupakan penyejajaran struktur.

Kepaduan atau koherensi paragraf juga bisa dibangun melalui penggunaan kata ganti
atau pronomina. Bandingkan contoh (a) dan (b) berikut ini,

(a) Tanpa Kata Ganti

“Adi dan Boy merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari Adi dan Boy selalu
kelihatan bersama-sama. Adilah yang selalu menjemput Boy ke sekolah, karena rumah
Adi lebih jauh letaknya dari kompleks sekolah. Adi dan Boy selalu siap sedia menolong
kawan-kawan Adi dan Boy bila kawan-kawan Adi dan Boy mengalami kesulitan atau
kesukaran. Guru Adi dan Boy sangat senang dan bangga melihat kelakuan Adi dan Boy
yang sedemikian itu. Watak dan kelakuan Adi dan Boy selalu dijadikan suri tauladan
bagi murid-murid lainnya. Walaupun demikian, Adi dan Boy tidak pernah menjadi
sombong atau angkuh karena pujian yang sering Adi dan Boy terima”.

(b) Dengan Kata Ganti

“Adi dan Boy merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari keduanya selalu
kelihatan bersama-sama. Adilah yang selalu menjemput Boy ke sekolah, karena rumah
Adi lebih jauh letaknya dari kompleks sekolah. Mereka selalu siap sedia menolong
kawan-kawan mereka bila mereka mengalami kesulitan atau kesukaran. Guru mereka
sangat senang dan bangga melihat kelakuan kedua sahabat yang sedemikian itu. Watak
dan kelakuan mereka selalu dijadikan suri tauladan bagi murid-murid lainnya.
Walaupun demikian, kedua anak itu tidak pernah menjadi sombong atau angkuh
karena pujian yang sering mereka terima”.

Selain koheren (padu), paragraf (b) di atas, jauh lebih hidup dibandingkan dengan paragraf (a)
karena penggunaan kata ganti pada (b) bervariasi sesuai dengan hubungan kesinambungan
makna antarkalimat yang membentuk paragraf tersebut. Dengan demikian, kesan monoton
pilihan kata pada (a), tidak terjadi pada paragraf (b).

4.Pengembangan Paragraf
4.1 Letak Kalimat Utama
Dalam pengembangan sebuah paragraf hendaknya seorang penulis memperhatikan empat
hal pokok berikut, yakni (1) kalimat utama, (2) kalimat penjelas, (3) gagasan utama, dan (4)
gagasan penjelas. Logisnya, dalam sebuah kalimat utama terdapat gagasan utama,
sedangkan dalam kalimat-kalimat penjelas terdapat gagasan penjelas atau penegas. Tata
letak gagasan utama dapat diurutkan pada posisi awal paragraf, dapat juga diposisikan pada

48
akhir paragraf, dapat juga diposisikan pada awal dan pada akhir paragraf, dan dapat juga
tersurat pada seluruh paragraf. Artinya, setiap gagasan utama yang dimaksudkan itu
dipastikan dibentuk dari kalimat-kalimat utama, dan sebaliknya gagasan penjelas atau
gagasan penegas dibentuk dari kalimat-kalimat penjelas atau kalimat-kalimat penegas.

KALIMAT-KALIMAT UTAMA YANG BERISI GAGASAN UTAMA

(PARAGRAF DEDUKTIF)

SKEMA 01
Skema 01 MENAMPILKAN model paragraf dengan kalimat utama diposisikan pada awal
paragraf. Dalam sebuah karya tulis ilmiah, model paragraf yang dikembangkan demikian
dinamakan paragraf deduktif. Ikutilah contoh kutipan berikut!
Mulai usia sangat dini, bahkan sebelum seorang anak mulai mempelajari ‘bahasa ibu’,
anak telah dapat melibatkan diri dalam faal-faal makna. Ia dapat memahami
lmbang-lambang yang ditujukan kepdanya, dan dapat menyusun lambang-lambang yang
dapat dipahami orang-orang sekitarnya. Ketika anak berusia satu tahun, ia sudah
menguasai asas faal-faal makna semacam itu: bahwa faal makna mempunyai dua fungsi
dasar untuk bertindak, dan untuk mengetahui. Seperti halnya surat dinas, bahasa
befungsi ‘untuk suatu tindakan’ atau ‘untuk suatu imformasi’. (Halliday, 1992:60)

KALIMAT-KALIMAT PENJELAS YANG BERISI GAGASAN PENJELAS

KALIMAT-KALIMAT UTAMA YANG BERISI GAGASAN UTAMA

(PARAGRAF INDUKSI)

SKEMA 02
Skema 02 MENAMPILKAN model paragraf dengan kalimat utama diposisikan pada akhir
paragraf. Dalam sebuah karya tulis ilmiah, model paragraf yang dikembangkan dengan
teknik demikian dinamakan paragraf induktif. Ikutilah contoh kutipan berikut!
49
Ambillah daun yang kering karena terik matahari. Letakkan di telapak tangan
dan. remaslah daun itu! Apa yang terjadi? Daun itu pasti hancur. Ambil daun lain
yang kering juga karena terik matahari! Letakkan di telapak tangan Anda, kemudian
oleskan Ollan Oil! Tunggu sekitar dua atau tiga menit, kemudian remaslah daun itu!
Apa yang terjadi? Daun itu tetap utuh. Jadi, Ollan Oil dapat melembabkan daun yang
kering, apalagi dengan kulit Anda.

KALIMAT-KALIMAT UTAMA YANG BERISI GAGASAN UTAMA

KALIMAT-KALIMAT UTAMA YANG BERISI GAGASAN UTAMA

SKEMA 03
Skema 03 MENAMPILKAN model paragraf dengan kalimat utama diposisikan pada
AWAL, dan pada posisi akhir dari paragraf. Dalam sebuah karya tulis ilmiah, model
paragraf yang dikembangkan dengan teknik demikian dinamakan paragraf deduktif-induktif
atau biasa disebut paragraf model campuran. Ikutilah contoh kutipan berikut!
Akhir-akhir ini ramai sekali dibicarakan orang tentang pemuda. Perihal
pemuda yang gelisah yang frustsi dan apatis. Yang statis dan mlempem. Santer
dipermasalahkan tentang patriotisme dan idealisme. Partisipasi dan aktivis.
Penyimpangan nilai, kenakalan dan amoral. Penanggulangan ini dan itu. Problem
begini dan begitu. Sebelah sini ada penataran, sebelah sana ada pengarahan.
Sebentar kemudian lokakarya, disusul up-grading. Berbagai pertemuan diadakan,
isinya diskusi dan penerangan. Yang baru saja usai adalah seminar. Dan sebagainya.
Semuanya tentang pembinaan generasi muda dan selalu dikaitkan dengan
pembangunan dan ketahanan nasional.

KALIMAT-KALIMAT UTAMA YANG BERISI GAGASAN UTAMA , ATAU

KALIMAT-KALIMAT PENJELAS BERISI GAGASAN


PENJELAS/PENEGAS

(DESKTRIPTIF)

50
SKEMA 04
Skema 04 MENAMPILKAN model paragraf dengan kalimat utama diposisikan pada
seluruh bagian paragraf. Dapat juga terjadi, bahwa paragraf dengan model ini, seluruh
kalimat yang memenuhi bagian tersebut adalah kalimat-kalimat penjelas atau penegas.
Dalam sebuah karya tulis ilmiah, model paragraf yang dikembangkan dengan teknik
demikian dinamakan paragraf deskriptif atau paragraf pemerian. Paragraf jenis ini
selalu dikembangkan dalam karya-karya non-ilmiah atau karya fiksi. Ikutilah contoh
kutipan berikut!

Setelah periode seribu tahun itu berakhir, setan akan dilepaskan kembali. Maka

terjadi-lah perang habis-habisan di lembah Armagedon antara yang baik dan

yang jahat. Perang akan diakhiri dengan kilat sambung-menyambung, suara

guntur guruh-gemuruh, serta gempa bumi yang dahsyat. Hancurlah saat itu juga

kota-kota semua negara di dunia. Hilanglah pulau-pulau. Musnahlah gunung-

gunung. Jatuhlah dari langit hujan es raksasa, masing-masing bongkah lima

puluh kilogram, menimpa setiap orang. Maka binasalah seluruh bumi dan segala

isinya (Basis, Nov—Desember, 1999).

4.2 Metode Pengembangan


Berikut ini disajikan beberapa metode pengembangan yang biasa digunakan para
penulis (Keraf,1997:87-96).

(1) Klimaks – Anti klimaks


(2) Perbandingan dan pertentangan
(3) Analogi
(4) Contoh
(5) Proses
(6) Umum – khusus
(7) Khusus – umum
(8) Klasifikasi
4.3 Pola Pemgembangan (Karangan)
Ada dua pola susunan yang dikenal oleh para penulis. Kedua pola susunan itu diuraikan
sebagai berikut.

51
4.3.1 Pola Alamiah

Pola ini disusun berdasarkan urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan
yang nyata di alam. Sebab itu pola ini dikembangkan berdasarkan dimensi atas - bawah,
melintang – menyeberang, sekarang – nanti, dulu – sekarang, timur – barat, selatan –
utara, dan sebagainya (Keraf, 1997:136). Pola susunan alamiah dibedakan atas (1) urutan
waktu (kronologis), (2) urutan ruang (spasial), (3) urutan berdasarkan topik yang sudah
ada.

1) Urutan Waktu / Kronologis


Pengembangan paragraf ini disebut pengembangan paragraf kronologi atau proses urutan
waktu karena rangkaian kalimat dalam paragraf itu merupakan suatu peristiwa atau proses
yang sambung menyambung. Peristiwa yang satu sebagai kelanjutan peristi wa yang lain,
seperti dibaca dalam contoh berikut:

Setelah periode seribu tahun itu berakhir, setan akan dilepaskan kembali. Maka

terjadi-lah perang habis-habisan di lembah Armagedon antara yang baik dan yang

jahat. Perang akan diakhiri dengan kilat sambung-menyambung, suara guntur guruh-

gemuruh, serta gempa bumi yang dahsyat. Hancurlah saat itu juga kota-kota semua

negara di dunia. Hilanglah pulau-pulau. Musnahlah gunung-gunung. Jatuhlah dari

langit hujan es raksasa, masing-masing bongkah lima puluh kilogram, menimpa setiap

orang. Maka binasalah seluruh bumi dan segala isinya (Basis, Nov—Desemb., 1999).

2) Urutan Ruang
Sesuai dengan istilahnya urutan ruang, paragraf ini dikembangkan dengan menunjukkan
batas-batas ruang, misalnya barat, timur, utara, selatan, atas, bawah, tengah sekeliling, dan
sebagainya.

Setiap kota memiliki pasar, selain alun-alun, tempat ibadah, dan penjara. Pola

semacam itu terutama tampak di Jawa. Di pusat kota berdiri gedung kabupaten, di

52
depannya ada alun-alun. Di sebelah kiri alun-alun terdapat menara, di sebelah kanan

masjid, dan di seberang alun-alun sebuah pasar.

3) Topik yang sudah Ada


Suatu barang, hal, atau peristiwa yang sudah dikenal dengan bagian-bagian tertentu. Untuk
menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian-bagian dari sesuatu hal,
barang atau peristiwa harus dijelaskan berturut-turut dalam karangan itu, tanpa
mempersoalkan bagian mana yang lebih penting dan bagian yang mana yang kurang
penting (Keraf, 1997:138).

4.3.2 Pola Logis

Keraf (1997:138-142) memerincikan pola logis atas beberapa pola, yang


diurutkan sebagai berikut.

(1) Urutan klimaks – anti klimaks


(2) Urutan kausal
(3) Urutan pemecahan masalah
(4) Urutan umum – khusus
(5) Urutan familiaritas
(6) Urtan akseptabilitas.
Sumber lain, seperti Syafi’ie (1990) memerincikan beberapa pola logis, yang
secara singkat diurutkan sebagai berikut.

1) Urutan Logis-Rincian
Sesuai dengan istilahnya, paragraf jenis ini fungsi kalimat penjelasnya memberikan rincian,
contoh, atau gambaran umum terhadap ide utama yang diungkapkan pada kalimat utama.

Dalam kemajuan teknologi komputer dewasa ini banyak kemudahan yang dapat kita

nikmati. Jika kita menginginkan sumber informasi dari luar negeri yang jauh

sekalipun dengan mudah dapat dilakukan lewat komputer dan internet. Dengan tek-

nologi itu tidak lagi kita menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan informasi itu,

hanya beberapa menit saja kita bisa mendapat informasi yang kita perlukan,

misalnya rujukan buku ilmiah. Dalam dunia perbankan juga banyak kemudahan

53
yang kita peroleh dengan teknologi komputer. Kita dapat mengirim uang ke keluarga

kita yang jauh hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Kita dapat meng-

ambil uang dengan ATM, sehingga merasa aman dan cepat.Komputer tidak hanya

berfungsi sebagai mesin ketik atau pengolah data tetapi juga sangat membantu

dalam berbagai hal.

2) Perbandingan dan Pertentangan


Paragraf dengan jenis ini fungsi kalimat-kalimat, baik utama maupun penjelasnya
menyajikan perbandingan dan pertentngan pada hal-hal yang dibahas. Dalam Perbandingan
dikemukakan persamaan dan perbedaan antara dua hal atau lebih.
Satuan tulisan perian faktawi berbeda dengan satuan tulisan perian khayali. Wacabna

faktawi merupakan satuan tulisan yang besifat memberi tahu atau memberikan

informasi sebagaimana adanya. Satuan tulisan perian khayali bertujuan untuk

membawa daya khayal pembaca sehingga mereka akan terlibat secara emosional,

seolah-olah menyaksikan, mendengar, merasakan. Pembaca didorong untuk hanyut di

dalamnya. Namun, perlu diingat baik satuan tulisan perian faktawi maupun khayali

kedua-duanya harus mampu memberikan gambaran tentang sesuatu kepada

pembacanya

3) Analogi
Teknik ini biasanya untuk membandingkan sesuatu sudah dikenal dengan hal yang akan
dibicarakan. Tujuannya, agar hal yang dibahas dipahami secara lebih konkret, lebih
menarik, sebagaimana ditulis dalam contoh berikut.

Filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk

pendarat-an pasukan infantri. Pasukan infantri ini diibaratkan sebagai ilmu

pengetahuan yang dian-taranya terdapat ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat

berpijak bagi kegiatan keilmu-an. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan

merambah hutan, menyempurnakan keme-nangan ini menjadi pengetahuan yang

54
dapat diandalkan. Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkan itu kepada

pengetahuan-pengetahuan lainnya. Setelah penyerahan dilakukan, filsafat pun pergi

kembali menjelajahi laut lepas, berspekulasi dan meneratas

4) Sebab-Akibat
Dalam tulisan ilmiah pengembangan paragraf sebab-akibat paling banyak ditemukan.
Paragraf ini dikembangkan dengan kalimat utama sebagai sebab dan kalimat penjelasnya
sebagai akibat, seperti dalam contoh berikut ini.
Dulu, sebelum krisis ekonomi, pada setiap awal bulan Desember Jalan Siliwangi
Kupang macet. Orang-orang kampung berduyun-duyun berbelanja. Begitu juga
orang-orang kota Kupang sendiri tidak mau kalah dalam mempersiapkan perayaan
Natalnya. Tentu saja, selain manusia yang memenuhi jalan itu, juga bertambahnya
jumlah kendaraan terutama kendaraan pribadi orang-orang yang berbelanja
itu.Berbeda halnya sekarang ini, kemacetan di jalan-jalan bukan karena kesibukan
orang berbelanja untuk merayakan Natal, tetapi karena kerusuhan atas bentrokan
masal antar pemuda yang sering timbul dengan tiba-tiba.

5) Definisi
Kalimat utama dalam suatu paragraf dapat pula dikembangkan dengan cara
mendefinisikan topiknya. Definisi biasanya disusun dalam sebuah kalimat. Namun,
kadang-kadang definisi disusun dalam paragraf yang merupakan penggabungan beberapa
kalimat. Kalimat-kalimat penjelas merupakan jabaran lanjut dari definisi topik tertentu
tersebut.
Humanisme adalah pandangan atau sikap hidup yang mengakui bahwa manusia itu
memiliki struktur tersendiri, mempunyai tedensi-tedensi sendiri. Sikapnya dan
hubungan-nya terhadap dunia dan sesamanya adalah tersendiri pula. Cara hidup,
caranya berbahagia, caranya kerja sama mempunyai ciri-ciri khas yang tidak terdapat
di luar lingkungan manusia. Inilah kira-kira konsep umum mengenai manusia, yang
kurang lebih diakui dalam macam-macam humanisme. Selanjutnya konsep yang
umum itu masih ditambah dengan macam-macam perkhususan, menurut pandangan
hidup masing-masing cabang humanisme.

55
REFERENSI

Hadi, Farid. (Peny.). 1992. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan 1992. Bahasa Konteks, dan Teks: Aspek-aspek dalam
Pandangan Semiotik Sosial, Terjemahan: Asruddin Barori Tou. Yogyakarta: Gajah Mada
Univerity Press.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi:Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.
Keraf, Gorys.1996. Komposisi. Jakarta: Grasindo (Gramedia Widiasarana Indonesia)
Keraf, Gorys. 1994. Argumentasidan Narasi: Jakarta: PT Gramedia.
Keraf, Gorys.1981. Eksposisi dan Deskripsi. Ende: Nusa Indah
Parera, Jos Daniel dan Aning Retnaningsih. 1969. Belajar Mengutarakan Pendapat. Jakarta:
Erlangga.
Parera, Jos Daniel dan Aning Retnaningsih. 1969. Belajar Mengutarakan Pendapat.
Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Kalimat Efektif: Diksi, Struktur dan Logika. Bandung: Rafika
Aditama.
Razak, Abdul. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: PT Gramedia.
56
Sugono, Dendy. 1995. Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugono Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Syafi’ie, Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: FPBS IKIP Malang.

57

Anda mungkin juga menyukai