Anda di halaman 1dari 20

OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH | FATWA MUI-DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 33/DSNMUI/IX/2002 Bagus Kuncoro OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH Salah

satu bentuk instrumen investasi pada pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang selama ini didefinisikan sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang bersifat utang yang dikeluarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi; Obligasi sebagaimana pengertian tersebut di atas, yang telah diterbitkan selama ini, masih belum sesuai dengan ketentuan syariah sehingga belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat akan obligasi yang sesuai dengan syariah; Hukum Obligai Syariah : Ketentuan-ketentuan dibuat agar obligasi dapat diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah. Ketentuan Umum 1. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/feeserta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 2. Obligasi Syariah Mudharabah adalah Obligasi Syariah yang berdasarkan akad Mudharabah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. 3. Emiten dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah Mudharib sedangkan pemegang Obligasi Syariah Mudharabah adalah Shahibul Mal Ketentuan Khusus 1. Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah akad Mudharabah; 2. Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah; 3. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal; 4. Nisbah keuntungan dalam Obligasi Syariah Mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum emisi(penerbitan) Obligasi Syariah Mudharabah;

5. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan; 6. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisiO bligasi Syariah Mudharabah dimulai; 7. Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, Mudharib berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudharabah, dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang; 8. Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah Mudharabah; 9. Kepemilikan Obligasi Syariah Mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Pertama : Ketentuan Umum 1. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 2. Obligasi Syariah Mudharabah adalah Obligasi Syariah yang berdasarkan akad Mudharabah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. 3. Emiten dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah Mudharib sedangkan pemegang Obligasi Syariah Mudharabah adalah Shahibul Mal Kedua : Ketentuan Khusus 1. Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah akad Mudharabah; 2. Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah; 3. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal; 4. Nisbah keuntungan dalam Obligasi Syariah Mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum emisi (penerbitan) Obligasi Syariah Mudharabah; 5. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan; 6. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi Obligasi Syariah Mudharabah dimulai; 7. Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, Mudharib 33 Obligasi Syariah Mudharabah 5 Dewan Syariah Nasional MUI berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudharabah, dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang; 8. Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah Mudharabah; 9. Kepemilikan Obligasi Syariah Mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad. Ketiga Penyelesaian Perselisihan Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Keempat: Ketentuan Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia Posted on January 1, 2012 Berdasarkan website Bapepam-LK, pasar modal syariah dimulai pertama kali dengan diluncurkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. JII sendiri terdiri dari 30 saham syariah yang likuiditasnya paling tinggi layaknya LQ45. Walaupun pasar modal syariah sudah dimulai pada tahun 1997, 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah, yang terakhir disempurnakan dengan Fatwa Nomor 80/DSNMUI/IV/2011 tentang penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler bursa efek. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah. Jika pada awal diterbitkannya beristilah obligasi syariah, sekarang lebih dikenal dengan istilah sukuk. Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK. Pada tanggal 23 Nopember 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12 September 2007. Perturan ini kemudian disempurnakan lagi pada 30 Juni 2009 dengan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Daftar Efek Syariahyang dikenal dengan istilah ISSI (jika diperbandingkan layaknya IHSG)ini berkembang dari hanya 174 perusahaan pada awal diluncurkan menjadi 250 perusahaan pada November 2011 (diupdate tiap semester mengenai kesesuaiannya dengan criteria efek syariah). Selanjutnya terdapat juga UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.

Yang menarik dari pasar modal syariah ini adalah tidak adanya undang-undang tersendiri yang memisahkannya dari pasar modal keseluruhan, sangat berbeda dengan perbankan yang memisahkan perbankan konvensional dengan perbankan syariah. Pertumbuhannya pun menarik jika lagi-lagi dibandingkan dengan perbankan syariah. Efek syariah sudah mencapai sekitar 50% dari seluruh efek yang ada dalam pasar modal, sedangkan perbankan syariah kontribusinya terhadap perbankan Indonesia secara keseluruhan hanya sekitar 4% (Majalah Investor). Hal menarik lainnya adalah dari segi perusahaan. Ada keuntungan lebih yang didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Daftar Efek Syariah tersebut, yaitu kepercayaan serta keamanan. Terutama bagi masyarakat yang masih cenderung khawatir bertransaksi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Efek syariah ini pun belum 100% bersih pada dasarnya karena dalam screening saham syariah kriteria rasio keuangan masih memperbolehkan total hutang berbasis bunga dibanding total ekuitas tidak boleh lebih dari 82% dan kontribusi total pendapatan non halal tidak boleh lebih dari 10%. Namun, peraturan ini masih dimungkinkan berubah, disesuaikan dengan keadaan dan kesiapan di Indonesia sendiri. Jika dipaksakan harus 100% bersih, sektor finansial berbasis syariah tidak akan berkembang padahalIndonesia notabene adalah negara dengan mayoritas muslim terbesar

PASAR MODAL SYARIAH Bab I Pendahuluan I. 1. Latar Belakang Wacana penerbitan sukuk atau obligasi negara syariah sudah banyak dibicarakan dalam 2 tahun terakhir, walaupun pembicaraan tentang hal ini telah dimulai dari tahun 2003.Sukuk atau obligasi syariah merupakan instrument keuangan di pasar modal yang saat ini mengalami perkembangannya sangat pesat di dunia. Pesatnya perkembangan sukuk saat ini karena tingginya likuiditas di Timur Tengah yang disebabkan booming minyak bumi dan meningkatnya kesadaran akan investasi yang tidak sekedar mendapatkan return tetapi tetapi juga nilai sosial. Namun Indonesia yang mempunyai potensi pasar sangat besar terhadap perkembangan sukuk di dunia hanya mendapatkan pangsa pasar sangat kecil. Lambatnya perkembangan sukuk di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pendeknya jangka waktu sukuk dan inovasi produk yang rendah, kedua model valuasi sukuk terhadap return yang belum sempurna sehingga masih kalah bersaing dengan obligasi konvensional, ketiga adalah buruknya iklim investasi di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan kerjasama antara pemerintah, Dewan Syariah Nasional dan akademisi. Untuk lebih memahami sukuk, akan dijelaskan dalam makalah ini. I. 2. Tujuan Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah non Bank semester genap. Tujuan lainnya yaitu untuk memperoleh informasi, dan menambah ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ekonomi Islam. . BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Obligasi Syariah / Sukuk Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi syariah. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur

bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan. B. Sejarah Sukuk Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakkinilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer. Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Bahwa kombinasi asset tertentu dapat diwakili dalam bentuk instrument pembiayaan tertulis yang dapat dijual pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok asset yang diwakili oleh sukuk mayoritas terdiri dari asetyang tangiable. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan sukuk salam berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan global corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional. Di Indonesia Penerbitan obligasi syariah pertama di Indonesia dilakukan oleh PT Indosat Tbk berbarengan dengan penerbitan obligasi konvensional II Indosat pada tahun 2002. Nilai kedua obligasi yang akan diterbitkan adalah Rp1 triliun. Perinciannya, obligasi konvensional senilai Rp900 miliar dan obligasi syariah senilai Rp100 miliar dan berjangka waktu lima tahun. Dasar pertimbangan yang digunakan oleh Indosat dalam menerbitkan obligasi syariah senilai Rp100 miliar karena obligasi syariah ini baru pertama kali diterbitkan dan belum pernah ada sebelumnya. Secara umum, jenis obligasi di Indonesia adalah :

Obligasi Rekap yaitu obligasi yang diterbitkan untuk rekapitulasi perbankan. Surat utang Negara ( SUN ) yaitu obligasi yang diterbitkan untuk membiayai defisit APBN. Obligasi Ritel yaitu sama dengan SUN, hanya saja nilai nominalnya diperkecil agar investor menengah kebawah dapat membelinya. Obligasi Sukuk yaitu surat berharga dengan prinsip syariah. Fatwa DSN No.32/DSN-MUI/IX/2002.

Keberadaan sukuk sangat dibutuhkan oleh pemerintah maupun institusi bisnis. Bagi institusi bisnis sukuk dapat digunakan sebagai penyeimbang dari neraca keuangan, sedangkan bagi pemerintah adalah: 1. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara; memperkaya instrumen pembiayaan fiskal. memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN. 2. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri; mengembangkan alternatif instrumen investasi. menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah. 3. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara. C. Prinsip Transaksi, Aplikasi dan Penerbitan Obligasi Syariah Prinsip utama dalam transaksi obligasi syariah pada prinsipnya sama dengan penerbitan obligasi konvensional pada umumnya. Hanya saja dalam obligasi syariah, tentunya harus mengacu kepada AlQuran dan Hadist serta ilmu fiqh. Hal serupa juga terjadi dalam penerbitan saham yang berbasis padaJakarta Islamic Index (JII) dan reksadana syariah serta perbankan syariah. Selain itu juga, untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhu syarat sebagai berikut: 1. Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah. 2. Memiliki fundamental dan citra yang baik. 3. Jika keuntungan perusahaan sudah ada di komponen Jakarta Islamic Index( JII). Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI. 2. Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN. 3. DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan. Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya sebagai berikut : 1. Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepadaunderwriter (wakil dari emiten). 2. Underwriter melakukan penawaran kepada investor. 3. Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter. 4. Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.

Dokumen Penawaran Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DSN. Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan. D. Jenis-Jenis Obligasi Syariah Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah. 1. Obligasi Mudharabah Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/ investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut. Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain bahwa: 1. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo. 2. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. 3. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal). 4. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

5. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad. 6. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang. 7. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad. 2. Obligasi Ijarah Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut : 1. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa. 2. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak. 3. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik. 4. Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa / upah. 5. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga. 6. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak. Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Investor dapat bertindak sebagai penyewa (mustajir). Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan investor, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan (mujir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah). 2. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada suatu perusahaan untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan / mengijarahkan kembali kepada perusahaan itu. Jadi perusahaan harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati. Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih menyukai fixed income. E. Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangannya. Menyinggung soal prospek produk ekonomi berlabel syariah ini, khususnya obligasi syariah. Para pakar meramal akan ada permintaan yang kuat dari masyarakat akan produk-produk berlabel syariah yang lebih variatif di kemudian hari. Namun, tetap harus mengatasi kendala-kendala yang ada terlebih dahulu. Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :

Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakannya. Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional daripada obligasi syariah. obligasi syariah sangat baru keberadaannya.

Sedangkan usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syariah adalah sebagai berikut :

Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akan keberadaan obligasi syariah di tengah-tentah masyarakat. Obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.

BAB Lampiran Wawancara dengan Humas Bank Syariah Mandiri 1. Bagaimana jika saat jatuh tempo, ternyata emiten tidak bisa membayar pokok obligasi atau perusahaannya Colapse ?

DSN telah mengantisipasi dengan membentuk tim (Basyarnas) yang akan menganalisa apabila default (gagal bayar) terjadi dalam proses penerbitan obligasi syariah. Karena dalam penerbitan obligasi, selain ada emiten dan pemegang obligasi, ada pula penjamin emisi atau underwriter-nya. Jika terjadi default, si penjamin belum tentu menjadi berutang. Karena semuanya masih harus dianalisa terlebih dulu, apakah default tersebut disengaja atau tidak. Jika default tersebut disengaja, tentunya harus dibuktikan terlebih dulu. Dan jika sudah terbukti, barulah si penjamin bisa dianggap berutang. Dan wajib membayarnya. Selain itu, tentunya akan ada sanksi yang dijatuhkan oleh Bapepam. Namun, default yang tidak disengaja pun tetap harus dibuktikan terlebih dulu. Baru kemudian, diputuskan oleh tim yang menganalisa, apa langkah selanjutnya yang akan diambil. 2. Lalu apa saja wewenang DSN dalam hal Obligasi syariah ini ? Wewenang DSN yaitu dalam pengawasan aspek syariah terhadap produk-produk syariah adalah memberikan rekomendasi, konsultasi, termasuk di dalamnya pembinaan. Nah, dalam rangka melakukan fungsi pembinaan inilah DSN berwenang meluruskan hal-hal yang terjadi diluar yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Misalnya saja jika dalam keuntungan bagi hasil tercampur antara keuntungan obligasi konvensional dengan obligasi syariah, DSN dapat memberikan teguran sampai sebanyak tiga kali. Apabila setelah teguran ketiga tidak juga diperhatikan, DSN akan melaporkannya kepada Bapepam untuk memberikan sanksi. DSN tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi. Yang bisa memberikan sanksi dalam hal ini tetap Bapepam sebagai otoritas pengawas kegiatan pasar modal di Indonesia. Karena DSN tidak punya executie power.

3. Obligasi Syariah di Bank syariah Mandiri itu sendiri seperti apa?

Obligasi Bank Syariah Mandiri Surat berharga jangka panjang berdasar prinsip syariah yang mewajibkan Emiten (Bank Syariah Mandiri) untuk membayar Pendapatan Bagi Hasil/Kupon dan membayar kembali Dana Obligasi Syariah pada saat jatuh tempo. Manfaat :

Memperoleh nisbah yang lebih tinggi dibandingkan dengan simpanan dana pihak ketiga lainnya Dapat diperjualbelikan.

Fasilitas:

Jangka waktu 5 tahun dengan pemberian nisbah setiap 3 bulan Pendapatan yang dibagihasilkan hanya berdasarkan pendapatan dari pembiayaan murabahahyang dihitung secara proposional dengan nisbah 77,5% untuk pemegang obligasi Jumlah minimal yang dapat diperjualbelikan sebesar Rp10 juta Bukti kepemilikan Obligasi Syariah.

Peruntukkan: 1. Perorangan 2. Perusahaan/Yayasan/DAPEN. Syarat: 1. Tanda pengenal 2. Diharapkan memiliki rekening di Bank Syariah Mandiri 3. Mengisi formulir pemesanan pembelian obligesi (untuk pembelian perdana). Bab III Penutup Kesimpulan : Kerjasama antara akademisi untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang paham akan produk dan hukum Islam dan kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional dalam memperkaya produk berbasis syariah dengan pemerintah sangat penting bagi perkembangan pasar modal syariah di Indonesia umumnya dan perkembangan sukuk pada khususnya. Pada akhirnya pengembangan pasar modal syariah di Indonesia memang perlu proses.

Perkembangan sukuk akan sangat ditentukan oleh keberadaan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Karena instrumen ini sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan perbankan sayriah di Indonesia. Sesuai dengan salah satu program kerja akselerasi perkembangan bank syariah, maka keberadaan sukuk ini akan sangat significant impactnya terhadap pertumbuhan investasi dan pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan Bank Syariah.

Sukuk dalam negeri Posted on 6 Juni 2009 by hildakaffah. Categories: Tak Berkategori. Sukuk Negara Ritel Seri SR-001

Total volume pemesanan pembelian Sukuk Negara Ritel seri SR-001 yang disampaikan oleh masyarakat melalui 13 Agen Penjual yang telah ditunjuk oleh Pemerintah adalah sebesar Rp.5.556.290.000.000,00 (lima triliun lima ratus lima puluh enam miliar dua ratus sembilan puluh juta rupiah), atau mencapai 313,91% dari target penjualan awal yang disampaikan Agen Penjual, yaitu Rp.1,770 triliun. Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan dengan memperhatikan kebutuhan pembiayaan APBN Tahun 2009 serta minat beli masyarakat terhadap SR-001 yang demikian besar, Menteri Keuangan menetapkan pemesanan pembelian SR-001 yang mendapatkan penjatahan adalah sebesar Rp.5.556.290.000.000,00 (lima triliun lima ratus lima puluh enam miliar dua ratus sembilan puluh juta rupiah). Pokok-pokok Ketentuan dan Persyaratan Sukuk Negara Ritel seri SR-001 yang diterbitkan oleh Pemerintah adalah sebagai berikut: No. Keterangan Jumlah a. Nominal penerbitan Rp.5.556.290.000.000,00 b. Tingkat kupon (fixed rate) 12,00 % c. Tanggal penerbitan 25 Februari 2009 d. Tanggal jatuh tempo 25 Februari 2009 e. Pembayaran Imbalan Tanggal 25 setiap bulan, dimulai pada tanggal 25 Maret 2009 Pembeli SR-001 mencapai 14.295 orang, dengan sebaran pemesanan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut: No. Wilayah Pemesanan Investor Miliar Rp Persentase Orang Persentase a. DKI Jakarta 2.975,085 53,54 5937 41,53 b. Indonesia Bagian Barat kecuali DKI Jakarta 2.378,700 42,81 7384 51,65 c. Indonesia Bagian Tengah 141,010 2,54 630 4,41 d. Indonesia Bagian Timur 61,495 1,11 344 2,41 Total 5.556,290 100,00 14,295 100,00.

Sukuk ijarah terbitan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY).

Sukuk Ijarah I Bakrieland Development Tahun 2009 senilai Rp 150 miliar pada Juli 2009. Dananya akan digunakan untuk pengembangan proyek-proyek terkini perseroan. Kami akan menerbitkan sukuk ijarah sebesar Rp 150 miliar pada Juli 2009, ujar Corporate Secretary ELTY, Nuzirman Nurdin saat dihubungi detikFinance, Senin (25/5/2009). Sukuk Ijarah ini akan diterbitkan dalam dua seri, terdiri atas Seri A dengan jangka waktu 2 tahun dan Seri B dengan jangka waktu 3 tahun. Sukuk tersebut telah mendapat peringkat idBBB+ (sy) dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Untuk keperluan tersebut, perseroan menunjuk PT Bahana Securities dan PT Madani Securities sebagai Joint Lead Underwriter penerbitan sukuk. Dana yang diperoleh dari Penawaran Umum Sukuk Ijarah ini akan digunakan untuk pengembangan proyek residensial anak perusahaan (GAP dan Anak Perusahaannya) sekitar 80% atau Rp 120 miliar, pengembangan fasilitas sentra UMKM sekitar 13,33% atau Rp 20 miliar dan modal kerja dan pengembangan usaha perseroan sekitar 6,67% atau Rp 10 miliar. Jadwal masa book building dijadwalkan pada periode 25 Mei 12 Juni 2009, masa penawaran dijadwalkan pada 1-2 Juli 2009 dan dilanjutkan pencatatan di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 8 Juli 2009. Mengenai besaran cicilan imbalan sukuk belum ditentukan. Pembayaran cicilan imbalan akan dilakukan secara triwulanan. Sukuk ini dijamin oleh jaminan senilai 100% dari nilai sukuk yang diterbitkan yaitu berupa sebidang tanah yang dimiliki oleh anak perusahaan.

Obligasi Syariah 1. Pengertian Obligasi Syariah Obligasi adalah surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada investor dengan janji membayar bunga selama satu periode tertentu serta membayar nilai nominalnya pada saat jatuh tempo. Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.31/DSN-MUI/IX/2002. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 1. Macam macam Obligasi syariah Dua jenis obligasi syariah yang beredar adalah Obligai Syariah Mudharabah dan Obligasi Ijarah. Masingmasing disahkan oleh fatwa DSN-MUI no.32/DSN-MUI/XI/2002 dan fatwa DSN-MUI no.41/DSNMUI/III/2004. Adapun kaidah syariah untuk obligasi syariah ini antara lain :

Bersifat muqharadah karena tidak harus menanggung rugi Dapat menerima pembagian dari pendapatan, dimana emitten mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha Dapat dijual di bawah nilai paru(modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah utang.

1. aplikasi obligasi berbasis syariah adapun transaksi obligasi syariah yang berlaku di Indonesia adalah sebgai berikut : 1. Obligasi Mudharabah

Dalam fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah dinyatakan bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi yang berdasarkan mudharabah dengan memperhatikan substansi fatwa no. 07/DSNMUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah. Obligasi mudharabah memakai akad bagi hasil pada saat emiten telah diketahui dengan jelas. Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib (pengelola dana) dan investor bertindak selaku shohibul mal. Keuntungan yang diperolah investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana dari investor. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan struktur obligasi mudharabah, diantaranya : 1. Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka waktu yang relative panjang. 2. obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk pendaan umum, seperti pendanaan modal kerja 3. kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan baI bitsamanil ajil menjadi mudharabah dan ijarah. Contoh: Perusahaan berlian laju tanker menerbitkan obligasi mudharabah senilai Rp. 100 milyar. Dnaanya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicetakkan di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan kapal tanker MT. gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani pertamina, sehingga returnnya setiap tahu sesuai pendapatan. 1. Obligasi Ijarah Fatwa no. 41/DSN-MUI/III/2004, obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah dengan memperhatikan substansi fatwa no. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya pemindahaan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Contoh : Penerapan akad ijarah secara praktis dapat kita lihat pada Matahari Department store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan obligasi ijarah senilai Rp. 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah, dimana matahari bertindak sebgai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah cilandak town square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan matahari sesuai dengan akad wakalah,

dimana atas manfaat tersebut matahari melakukan pembayaran sewa,dan dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama 5 tahun.

OBLIGASI SYARIAH IJARAH | FATWA MUI-DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 41/DSN-MUI/III/2004 http://undang-undang-jilbab.blogspot.com Bagus Kuncoro OBLIGASI SYARIAH IJARAH Obligasi Syariah yang telah diterbitkan melalui fatwa DSN-MUI adalah Obligasi Syariah Mudharabah, sehingga belum dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap Obligasi Syariah yang lainnya; Dewasa ini dibutuhkan instrumen obligasi berdasarkan prinsip Syariah untuk membiayai transaksi sewamenyewa, sehingga Obligasi Syariah Ijarah dapat diterbitkan Ketentuan Umum 1. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 2. Obligasi Syariah Ijarah adalah Obligasi Syariah berdasarkan akad Ijarah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. 3. Pemegang Obligasi Syariah Ijarah (OSI) dapat bertindak sebagai Mustajir (penyewa) dan dapat pula bertindak sebagai Mujir (pemberi sewa). 4. Emiten dalam kedudukannya sebagai wakil Pemegang OSI dapat menyewa ataupun menyewakan kepada pihak lain dan dapat pula bertindak sebagai penyewa. Ketentuan Khusus 1. Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Ijarah adalah Ijarah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah,terutama mengenai rukun dan syarat akad.

2. Obyek Ijarah harus berupa manfaat yang dibolehkan. 3. Jenis usaha yang dilakukan Emiten tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI nomor 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. 4. Emiten dalam kedudukannya sebagai penerbit obligasi dapat mengeluarkan OSI baik untuk asset yang telah ada maupun asset yang akan diadakan untuk disewakan. 5. Pemegang OSI sebagai pemilik aset (ayan) atau manfaat (manafi) dalam menyewakan (ijarah) asset atau manfaat yang menjadi haknya kepada pihak lain dilakukan melalui Emiten sebagai wakil. 6. Emiten yang bertindak sebagai wakil dari Pemegang OSI dapat menyewa untuk dirinya sendiri atau menyewakan kepada pihak lain. 7. Dalam hal Emiten bertindak sebagai penyewa untuk dirinya sendiri, maka Emiten wajib membayar sewa dalam jumlah dan waktu yang disepakati sebagai imbalan (iwadh malum) sebagaimana jika penyewaan dilakukan kepada pihak lain. 8. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi Obligasi Syariah Ijarah dimulai. 9. Kepemilikan Obligasi Syariah Ijarah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang OBLIGASI SYARIAH IJARAH http://undang-undang-jilbab.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai