Anda di halaman 1dari 7

Peran Partisipasi Swasta Dalam Pengelolaan Angkutan Umum

1. Keikutsertaan Swasta
Melihat kondisi perekonomian Bangsa Indonesia akhir-akhir ini, maka secara finansial tentunya akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mendanai pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia. Hal ini ditambah dengan beberapa usaha milik negara yang dipegang oleh pemerintah bekerja sangat tidak efisien, utamanya yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga perlu adanya pemecahan pengelolaan dana pemerintah sehemat mungkin. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini banyak yang telah diprivatisasi, hal ini merupakan dampak dari adanya globalisasi dunia yang juga berpengaruh di Indonesia. Bank Dunia telah merekomendasikan bahwa banyak sektor di Indonesia yang segera untuk diswastanisasikan, hal ini diharapkan akan tercipta iklim yang sehat yang nantinya akan berdampak pada efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sektor-sektor tersebut. Keikutsertaan pihak swasta dalam pengelolaan infrastrktur di Indonesia diharapkan akan lebih efisien dan efektif serta mudah mereposisi dalam persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif. Hal ini didukung dengan era reformasi dan globalisasi yang didengung-dengungkan beberapa tahun terakhir ini, dimana swastanisasi cocok untuk berkembang di alam yang demikian.

2. Pola Kerjasama dengan Pihak Swasta


Beberapa bentuk pola kerja sama pihak swasta dengan pemerintah adalah sebagai berikut : a) Kontrak Pelayanan (Service Contract)

Perjanjian kerja sama yang melibatkan mitra swasta diberi tanggung jawab melaksanakan pelayanan jasa untuk suatu jenis pelayanan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pengembalian biaya operasi dan pemeliharaan dimaksud dan keuntungan yang wajar bagi mitra swasta didapat dari pemerintah dan atau dengan memungut pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan infrastruktur yang bersangkutan. Pilihan kerjasama ini bermanfaat bila mitra pemerintah ingin mendapatkan alih teknologi kemampuan teknis, meningkatkan efisiensi, menghadapi kendala tarif yang rendah dan jika merubahnya memerlukan kebijakan politis dan penyesuaian peraturan yang tidak mudah.

b)

Kontrak Kelola ( Management Contract )

Perjanjian kerja sama yang melibatkan mitra swasta diberi tanggung jawab menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian dan atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas, serta pemberian Iayanan kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya. Mitra swasta menerima jasa manajemen dari pemerintah atau mendapat wewenang memungut pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan dimaksud. Pilihan kerjasama ini bermanfaat bila mitra pemerintah menginginkan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan, namun menghadapi kendala tarif dan sistem pengaturan lainnya yang sarat dengan pertimbangan sosial dan politik. c) Kontrak Sewa (Lease Contract)

Perjanjian kerja sama yang melibatkan mitra swasta menyewa dari pemerintah suatu fasilitas infrastruktur tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu untuk kemudian dioperasikan dan dipelihara. Mitra swasta rnenyediakan modal kerja untuk pengoperasian dan pemeliharaan dimaksud. Meskipun mitra swasta mendapat wewenang untuk memungut pembayaran (biaya) dan pemakai fasilitas dan layanan dimaksud, namun kepemilikan aset tetap ditangan pemerintah. Mitra swasta wajib menyerahkan kembali aset kepada pemerintah dalam kondisi sebagaimana ditentukan dalam perjanjian kerja sama. Pilihan kerjasama ini bermanfaat bila mitra pemerintah ingin melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan, namun menghadapi kendala tarif dan sistem pengaturan lainnya yang sarat dengan pertimbangan sosial dan politik. Prinsip Kontrak Bangun, Operasikan dan Transfer (Build, Operate and Transfer/BOT Contracf)

d)

Kontrak Bangun, Operasikan dan Transfer (Build, Operate and Transfer) digunakan untuk melibatkan investasi swasta pada pembangunan konstruksi infrastruktur baru. Di bawah prinsip BOT, pendanaan pihak swasta akan digunakan untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan standar-standar performance yang disusun oleh pemerintah. Masa periode yang diberikan memiliki waktu yang cukup panjang untuk perusahaan swasta untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan guna membangun konstruksi beserta keuntungan yang akan didapat yaitu sekitar 10 sampai 20 tahun. Dalam hal ini pemerintah tetap menguasai kepemilikan fasilitas infrastruktur dan pemerintah memiliki dua peran sebagai pengguna dan regulator pelayanan infrastruktur tersebut. BOT merupakan cara yang baik untuk pembangunan infrastruktur baru dengan keterbatasan dana pemerintah.

a.

Struktur Pembiayaan, di dalam BOT pihak swasta berperan untuk menyediakan modal untuk membangun fasilitas baru. Pemerintah akan menyetujui untuk mengeluarkan tingkat produksi yang minimum untuk memastikan bahwa operator swasta dapat menutupi biayanya selama pengoperasian. Persyaratan ini menyatakan bahwa untuk mengantisipasi permintaan akan diperkirakan meningkat sehingga akan menyebabkan permasalahan bagi rekan pemerintah jika permintaan melewati perkiraan. Keuntungan, BOT merupakan cara yang efektif untuk menarik modal swasta dalam pembangunan fasilitas infrastruktur baru. Perjanjian BOT akan dapat mengurangi pasar dan resikonya kecil untuk pihak swasta karena pemerintah adalah penggunan tunggal, pengurangan resiko disini berhubungan dengan apabila ada permasalahan tidak cukupnya permintaan dan permasalahan kemampuan membayar. Pihak swasta akan menolak mekanisrne BOT apabila pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa investasi swasta akan kembali. Model BOT ini telah digunakan banyak negara berkembang untuk membangun pembangkit listrik baru.

b.

Kerjasama BOT mempunyai banyak variasi model, antara lain : a. Build-operate-transfer (BOT) atau build-operate-own-transfer (BOOT)

Project company membiayai pembangunan fasilitas infrastruktur dan menjalankan pengoperasian untuk suatu jangka waktu tertentu, yang kepemilikan atas aset diserahkan kepada pemerintah. b. Build-operate-own (BOO)

Mirip dengan BOT namun pada waktu berakhirnya kerja sama, aset tetap menjadi milik mitra swasta. c. Build-transfer-operate (BTO)

Pembangunan fasilitas infrastruktur oleh mitra swasta. Kepemilikan aset diserahkan kepada pemerintah setelah proyek selesai dibangun. Mitra swasta menjalankan pengoperasian dan pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian. d. Build-lease-transfer (BLT)

Pembangunan fasilitas infrastruktur oleh mitra swasta berdasarkan perjanjian sewa beli. Kepemilikan aset diberikan kepada pemerintah setelah proyek selesai dibangun. Setelah jangka waktu kerja sama berakhir, aset dan operasional infrastruktur tersebut diserahkan pada pemerintah.

e.

Build-lease-operate (BLO)

Pembangunan fasilitas infrastruktur oleh mitra swasta berdasarkan perjanjian sewa beli. Setelah jangka waktu kerja sama berakhir, aset dan operasiona! infrastruktur tersebut tidak diserahkan pada pemerintah. f. Design-Build-Operate-Maintain (DBOM)

Mirip dengan BOT atau BOO, dengan atau tanpa penyerahan kepemilikan atas aset diakhir kerja sama. Penekanannnya pada tanggung jawab project company untuk mendesain proyek. g. Develop-Operate-Transfer (DOT)

Bentuk kerja sarna yang di sekitar atau dalam kaitan dengan suatu proyek infrastruktur ada potensi-potensi lain yang bisa dikembangkan oleh mitra swasta. Mitra swasta diberikan peluang untuk mengembangkan potensi dimaksud yang pengelolaannya diintegrasikan ke dalam kerja sama induknya, termasuk yang berkaitan dengan kepemilikan pengembalian investasi, dan lain-lain. h. Rehabilitate-Operate-Transfer (ROT)

Mirip dengan BOT, namun ditekankan pada rehabilitasi infrastruktur yang telah ada. i. Rehabilitate-Operate-Own (ROO)

Mirip dengan BOO, namun ditekankan pada rehabilitasi infrastruktur yang telah ada. j. Rehabilitate-Operate-ease (ROl)

Setelah perbaikan/rehabilitasi, project company menjalankan pengoperasian berdasarkan perjanjian sewa. k. Contract-Add-Operate (CAO)

Bentuk kerja sama, mitra swasta melakukan perluasan atau penambahan tertentu atas fasilitas infrastruktur yang sudah ada, termasuk melakukan rehabilitasi yang diperlukan. e) Prinsip Konsesi

Perjanjian antara pemerintah dan swasta, pihak swasta disepakati untuk mengelola dan bertanggung jawab atas keseluruhan operasi dan program

investasi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana dari pemerintah dan memberikan pelayanan secara Iangsung ke masyarakat. Pemilihan bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta dan Masyarakat (KPSM) didasarkan pada lingkup pekerjaan yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha Swasta. Hal ini berarti bahwa lingkup pekerjaan, akan menentukan pilihan bentuk KPSM (atau variasinya). Tatanan kelembagaan daerah meliputi juga beberapa instansi yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab memberikan izin Badan Usaha Swasta Daerah untuk ikut berperan serta dalam pembangunan khususnya prasarana. Instansi pemerintah dalam kelembagaan daerah perlu mendapat pengaturan yang jelas mengenai pembagian kewenangan serta tanggung jawab terhadap pengaturan pembinaan dan atau pengelolaan pembangunan infrastruktur agar tidak terjadi overlapping. Dalam Konsesi, pemerintah memberikan tanggung jawab dan pengelolaan penuh kepada kontraktor (konsesioner) swasta untuk menyediakan pelayanan-pelayanan infrastruktur dalam sesuatu area tertentu, termasuk dalan hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan dan manajemennya. Konsesioner bertanggung jawab atas sebagian besar investasi yang digunakan untuk membangun, meningkatkan kapasitas, atau memperluas sistem jaringan, dimana konsesioner mendapatkan pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal dari tarif yang dibayar oleh konsumen. Sedangkan peran pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan standar performance dan menjamin kepada konsesioner. lntinya, peran pemerintah telah bergeser dari yang dulunya penyedia pelayanan (provider) menjadi pemberi aturan (regulator) atas harga yang dikenakan dan jumlah yang harus disediakan. Aset-aset infrastruktur yang tetap dipercayakan kepada konsesioner untuk waktu kontrak tertentu, tetapi setelah kontrak habis maka aset infrastruktur akan menjadi milik pemerintah. Periode konsesi diberikan biasanya lebih dari 25 tahun. Lamanya tergantung pada perjanjian kontrak dan waktu yang dibutuhkan oleh konsesioner swasta untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan. Pihak swasta bertanggung jawab atas semua modal dan biaya operasi termasuk pembangunan infrastruktur, energi, material, dan perbaikan-perbaikan selama berlakunya kontrak. Pihak swasta dapat berwenang untuk mengambil langsung tarif dari pengguna. Tarif yang berlaku telah ditetapkan sebelumnya pada penjanjian kontrak konsesi, dimana adapun tarif ini ada kemungkinan untuk berubah pada waktu-waktu tertentu. Pada beberapa kasus, pemerintah dapat membantu pendanaan untuk menutup pengeluaran konsesioner dan hal ini merupakan salah satu bentuk jaminan pemerintah namun hal ini sebaiknya dihindarkan.

f)

Prinsip Joint Venture

Kerja sama Joint venture merupakan kerja sama pemerintah dan swasta dimana tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan infrastruktur. Dalam kerja sama ini masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan. Kerja sama ini bertujuan untuk memadukan keuggulan sektor swasta seperti modal, teknologi, kemampuan manejemen, dengan keunggulan pemenintah yakni kewenangan dan kepercayaan masyarakat. Perlu diperhatikan pemegang saham mayoritas dan minoritas, karena hal ini berkaitan dengan kekuasaan menjalankan perusahaan dan menentukan kebijaksanaan perusahaan karena prinsip kerja sama ini satu saham satu suara. Di bawah joint venture, pemenintah dan swasta dapat membentuk perusahaan baru atau menggunakan perusahaan penyedia infrastruktur yang ada (misal perusahaan pemerintah menjual sebagian modal kepada swasta). Adapun perusahaan yang ada memiliki fungsi yang independen terhadap pemerintah. Joint venture dapat digunakan secara kombinasi dari beberapa tipe kerja sama pemerintah dan swasta yang lain. Misal, pemerintah membuka modal secara bersama, khususnya dalam hal pelayanan, BOT, atau konsesi untuk penyediaan infrastruktur. Kerja sama Joint venture merupakan suatu alternatif yang dapat dikatakan benarbenar bentuk public-private partnership yaitu antara pemerintah, swasta, lembaga bukan pemerintah, dan lembaga lainnya yang dapat menyumbangkan sumber daya mereka yang bisa saling share dalam menyelesaikan masalah infrastruktur lokal. Di bawah joint venture pemerintah selain memililki peran sebagai pemberi aturan, juga berperan sebagai shareholder yang aktif dalam menjalankan suatu perusahaan bersama. Dibawah joint venture, pemerintah dan swasta harus bekerja sama dari tahap awal, pembentukan lembaga, sampai pada pembangunan proyek. Selain itu, dalam model kerja sama joint venture ini, pihak pemerintah dan swasta harus berkontribusi dalam pembiayaan dari sejak awal, mulai dari pembiayaan studi kelayakan proyek sampai mempersiapkan investasi pada perusahaan baru ketika telah terbentuk. Modal bersama ini memerlukan kesepakatan sebelumnya untuk menanggung resiko dan membagi keuntungan secara bersama-sama. Dengan kata lain, masing-masing harus memiliki kontribusi melalui proyek pembangunan dan implementasinya. Secara optimal, perusahaan seharusnya membiayai secara independen. Namun bagaimanapun tidak menutup kemungkinan pemerintah memberikan subsidi pada perusahaan atau pada penggunaanya namun hal ini dilakukan jika sangat mendesak dan diusahakan agar dihindari.

Anda mungkin juga menyukai