Anda di halaman 1dari 5

REFERAT ANESTESI (ATRAKURIUM)

Disusun oleh :

Ariyani Buana Nindra (110.2004.035)

Pembimbing : Dr. H.A.B. Lubis, SpAn

KEPANITERAAN ANESTESI RUMAH SAKIT MILITER TK.II RIDWAN MEURAKSA 17 Oktober 2011 18 November 2011

ATRAKURIUM BESILAT (TRACRIUM)


1

Trakrium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltatum. Lama kerjanya 15 hingga 35 menit. Pelepasan histamine dapat terjadi. Obat ini tidak memiliki sifat vagolitik atau simpatolitik. Atrakurium memiliki kelebihan dibandingkan dengan pelemas otot nondepolarisasi lain pada pasien dengan kerusakan ginjal atau hati karena obat didegradasi oleh eliminasi non-enzim Hoffmann dan hidrolisis ester, yang tidak bergantung dari fungsi hati dan ginjal, metabolisme terjadi di dalam darah, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Kerjanya diantagonis oleh neostigmin. Indikasi Dosis : Relaksan otot nondepolarisasi untuk jangka pendek sampai menengah : Intubasi : IV, 0,3 - 0,5 mg/kg

Pemeliharaan : IV, 0,1 0,2 mg/kg (10% - 50% dari dosis tubasi) ; Infus : 2-15 g/kg/menit. Prapengobatan/priming : IV, 10% dari dosis intubasi diberikan 3-5 menit sebelum dosis relaksan depolarisasi/nondepolarisasi. Eliminasi Kemasan Farmakologi Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi. Obat ini berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik. tiga Lama blockade neuromuskuler adalah sepertiga dari pankuroniumpada dosis ekuipoten. Obat ini mengalami metabolism yang cepat via eliminasi Hoffmann dari hidrolisis ester enzimatik nonspesifik. Metabolit primernya adalah laudanosin, suatu stimulant otak yang teutama dieksresikanke dalam urin. Dosis yang berulang atau infus yang berlanjut kurang mempunyai efek kumulatif terhadap angka pemulihan disbanding relaksan otot lain.Kosentrasi laudanosin darah dapat mendekati rentang konvulsan (5,1 g/ml) pada infuse yang lama. Pelepasan histamine dan perubahan hemodinamikdalam rentang dosis yang disarankandan jika diberikan secara lambat adalah minimal. Dosis yang lebih tinggi (0,5 mg/kg) dapat menyebabkan pelepasan histamine yang sedang, penurunan tekanan arteri, dan peningkatan nadi.
2

: Plasma (eliminasi Hoffman, hidrolisis ester), hati, ginjal. : 10 mg/ml

Farmakodinamik Otot rangka : Ach yang dilepaskan dari ujung saraf motorik akan berinteraksi dengan

reseptor nikotinik otot di lempeng akhir saraf (endplate) pada membrane sel otot rangka dan menyebabkan depolarisasi local (endplate potential, EPP) yang bila melewati ambang rangsang akan menghasilkan potensial aksi otot (muscle action potential, MAP). Selanjutnya, MAP akan menimbulkan kontraksi otot. Susunan saraf pusat : Semua pelumpuh otot merupakan senyawa ammonium kuartener maka tidak menimbulkan efek sentral karena tidak dapat menembus sawar darah otak. Atrakurium yang pecah secara spontan menghasilkan metabolit yang kurang aktif, laudanosin, yang dapat menembus sawar darah otak. Konsentrasi laudanosin yang tinggi dalam darah dapat menimbulkan kejang, sehingga atrakurium harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat epilepsy. Pelepasan histamine : Atrakurium mempunyai potensi untuk melepaskan histamine tetapi lebih kecil disbanding dengan d-Tubokurarin. Farmakokinetik Awitan aksi : < 3 menit

Efek puncak : 3 5 menit Lama aksi : 20 35 menit

Interaksi/toksisitas : Blokade neuromuskuler dipotensiasi oleh aminoglikosida, antibiotic, anestetik local, diuretic ansa, magnesium, litium, obat-obatan penyekat ganglion, hipotermia, hipokalemia, dan asidosis pernapasan, dan pemberian suksinilkolon sebelumnya; kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30%-45%) dan lama blockade neuromuskuler diperpanjang (hingga 25%) oleh anestetik volatile; dosis pra pengobatan atrakurium mengurangi fasikulasi tetapi menurunkan intensitas dan memperpendek lamanya neuromuskuler dari suksinilkolin; dosis priming mengurangi waktu hingga awitan dari blockade maksimal sampai sekitar 30-60 detik; peningkatan blockade neuromuskuler akan terjadi pada pasien dengan miastenia gravis atau fungsi adrenokortikal yang tidak adekuat; efeknya diantagonisir inhibitor antikolinesterase, seperti neostigmin,edrofonium, dan piridostigmin; peningkatan resistensi atau reverse efek dengan penggunaan teofilin dan pada pasien dengan luka bakar dan paresis.
3

Pedoman/Peringatan 1. Monitor respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis.
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asma bronkiale dan reaksi

anafilaktoid. 3. Efek reversi dengan antikolinesterase seperti piridostigmin bromida, neostigmin, edrofonium bersamaan dengan penggunaan atropine atau glikopirolat. 4. Dosis pra pengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blockade neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.

Efek Samping Utama Kardiovaskular Pulmoner Muskuloskelet Dermatologik : Hipotensi, vasodilatasi, takikardia sinus, bradikardia sinus : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dipsneu : Blok yang tidak adekuat, blok yang lamakikar : Ruam, urtikaria

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta : CV Sagung Seto, 2000 Gunawan, Sulistia [et al]. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007 Mansjoer, Arif [et al.]. Kapita selekta kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius, 2000. Omoigui, Sota. Buku saku obat-obatan anesthesia. Jakarta : EGC, 1997

Anda mungkin juga menyukai