Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Visi Pembangunan Nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah tahun 2004 – 2009 adalah: (1) Terwujudnya kehidupan

masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2)

Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan Negara yang menjunjung tinggi hokum,

kesetaraan, dan hak asasi manusia, serta (3) Terwujudnya perekonomian yang

mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta

memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Selanjutnya berdasarkan visi pembangunan nasional tersebut ditetapkan 3

(tiga) Misi Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009, yaitu (1) mewujudkan

Indonesia yang aman dan damai (2) mewujudkan Indonesia yang adil dan

demokretis (3) mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Sejak awal era kehidupan manusia, dijumpai banyak catatan yang

menunjukkan organ gigi adalah penting dalam kehidupan. Dalam Kitab Perjanjian

Lama, penderitaan yang sangat berat digambarkan sebagai gigi-gigi remuk

bagaikan makan kerikil (Ratapan 3:16). Mematahkan gigi musuh juga

melambangkan kemenangan dalam peperangan (Mazmur 3:8). Gigi juga sesuatu

1
yang sangat berharga sehingga tidak dapat digantikan dengan organ lain, seperti

tertulis “mata ganti mata dan gigi ganti gigi” (Keluaran 21:24). Catatan mengenai

gigi juga dapat dilihat pada dunia era primitif, seperti bangsa Maya (sekitar

Guatemala dan Honduras saat ini). Mereka mempunyai keahlian yang tinggi

dalam seni preparasi gigi dan mengisinya dengan berbagai ornamen batu-batuan

indah. Seni ini berhubungan dengan kosmetik maupun religi mereka.

Pada masa Hammurabi (1792-1750 SM) dijalankan hukuman terhadap


1
kesalahan praktik pengobatan pada masa itu, tertulis dalam Law 2000: “If

someone knocks out the tooth of an equal. His own tooth is knocked out.”

Menurut legenda bangsa Sumeria, karies gigi disebabkan ulat yang menghisap

darah pada gigi. Catatan mengenai hal ini ditemukan pada lempengan tanah liat

yang digali dekat Niffer, Ur dan beberapa kota sekitar lembah bagian bawah

Mesopotamia sekitar 5000 tahun sebelum Masehi. Peninggalan dinasti Shang di

Cina pada 1000 tahun sebelum Masehi menggambarkan ulat masuk ke rongga

mulut dan menyebabkan lobang pada gigi. Suku Azctecs yang mendiami daerah

yang sekarang disebut Mexico City, juga meyakini ulat adalah penyebab karies

gigi. Penderita mengatasi rasa sakitnya dengan mengunyah cabe pedas serta

mengoleskan campuran ulat dan terpentin pada pipi bagian gigi yang sakit dan

pada saat bersamaan memasukkan butiran garam ke lobang gigi. Keyakinan

bahwa ulat adalah penyebab karies gigi didapati sampai abad ke-18 Hal ini terlihat

dari tulisan Homer dan cerita-cerita rakyat di Cina, India, Finlandia, dan

Skotlandia. Keyakinan ini masih terus dipertahankan sampai abad ke-18.

2
Pada era modern sekarang ini, penelitian yang dilakukan di berbagai

negara di dunia menunjukkan gambaran kecenderungan meningkatnya jumlah

gigi yang terkena karies. Perubahan kejadian karies pada penduduk menunjukkan

karies gigi adalah penyakit peradaban seperti yang terlihat dari studi yang

dilakukan oleh Waugh pada permukiman penduduk Eskimo yang mengkonsumsi

makanan impor dari Barat yang banyak mengandung gula. Penduduk yang tidak

mengkomsumsi makanan impor ada perbedaan prevalensi karies, yaitu lebih

rendah pada yang tidak mengkomsumsi makanan impor.

Di Indonesia laporan Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI

tahun 2001 menyatakan, di antara penyakit yang dikeluhkan dan yang tidak

dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah tertinggi meliputi 60%

penduduk. Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup.

Peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makan sebelum absorbsi

nutrisi pada saluran pencernaan, di samping fungsi psikis dan sosial.

Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga

mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah

utama kesehatan gigi dan mulut. Penyakit ini terjadi karena demineralisasi

jaringan permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang

mengandung gula. Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya

membutuhkan waktu yang lama, sehingga sebagian besar penderita mempunyai

potensi mengalami gangguan seumur hidup. Namun demikian penyakit ini sering

tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan perencana program kesehatan,

3
karena jarang membahayakan jiwa. Untuk terjadinya kavitas karies pada

permukaan licin gigi yang dapat terlihat secara klinis dibutuhkan waktu kira-kira

18 bulan ± 6 bulan. Karies gigi pada tahap awal tidak menimbulkan rasa sakit

namun pada tahap lanjut dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada gigi yang

terkena maupun daerah sekitar gigi tersebut. Rasa sakit ini pada permulaannya

didahului oleh sakit yang ringan pada saat gigi kontak makanan/minuman dingin

atau panas. Apabila lobang gigi dan invasi bakteri semakin dalam pada enamel

dan dentin gigi, rasa sakit muncul sesekali dan semakin tajam. Apabila invasi

bakteri sudah sampai ke pulpa gigi yang terdiri dari pembuluh darah dan syaraf

gigi, maka terjadi infeksi pada pulpa yang disebut dengan pulpitis yang akan

menyebabkan rasa sakit yang sangat dan berdenyut. Serangan bakteri yang terus-

menerus pada pulpa akan menyebabkan pulpa mati. Apabila syaraf gigi sudah

mati biasanya rasa sakit akan berakhir, namun keadaan ini dapat berlanjut lebih

buruk lagi dengan terjadinya abses sekitar gigi yang menimbulkan rasa sakit yang

sangat. Pada akhirnya gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi dan harus

dicabut.

Perkembangan epidemiologi dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat

menemukan, terjadinya karies gigi disebabkan adanya peranan berbagai faktor

yang saling berkaitan yang disebut dengan multifaktorial. Faktor-faktor tersebut

adalah faktor tuan rumah (ludah dan gigi); faktor agen (mikroorganisme),

(substrat atau diet mengandung gula), serta faktor waktu.

4
Penyakit periodontal juga merupakan salah satu penyakit yang sangat

meluas dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap penyakit ini

sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Seperti karies gigi penyakit periodontal juga

lambat perkembangannya dan apabila tidak dirawat dapat menyebabkan

kehilangan gigi. Namun studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini

dapat dicegah dengan pembersihan plak dengan sikat gigi teratur serta

menyingkirkan karang gigi apabila ada. Penyakit yang paling sering mengenai

jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah

peradangan pada gusi dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah

dari normal, gusi membengkak, dan berdarah pada tekanan ringan. Biasanya tidak

menimbulkan rasa sakit hanya keluhan gusi berdarah bila sikat gigi. Periodontitis

biasanya dijumpai pada usia antara 30-40 tahun, dan perkembangan penyakit ini

lambat. Pada periodontitis proses peradangan sudah sampai ke jaringan yang lebih

dalam dan apabila tidak dirawat maka pada waktu yang lama kemudian dapat

menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal merupakan penyebab terbesar

dari kehilangan gigi pada orang dewasa di usia 30 tahun ke atas. Epidemiologi

penyakit periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit

periodontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut, dan

faktor sistemik.

5
Gerakan PKK adalah gerakan pembangunan masyarakat dari bawah, ynag

tujuannya secara umum adalah mengajak masyarakat untuk menolong dirinya

sendiri dalam mencapai kesejahteraanya.

Gerakan PKK memiliki tim yang disebut penggerak PKK yang ada ditingkat

pusat sampai ketingkat desa. Agar lebih dekat mencapai keluarga dibentuk

kelompok dari Dusun ke dusun.

Gerakan PKK dengan pokja IV nya mempunyai garapan yang sangat erat

dengan penyelenggaraan kesehatan, selama lebih dari 30 tahun anggota PKK aktif

memberikan penyuluhan, pelatihan membantu pelayanan di pos pelayanan

terpadu termasuk didalamnya penyuluhan kesehatan.

Berdasarkan hal terurai di atas dan dalam rangka Kuliah Kerja Nyata sebagai

bentuk pengabdian kepada masyarakat, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP-PGRI) Sukabumi, penulis

tertarik untuk menulis laporan dengan tema: “PERANAN PKK TERHADAP

PENCEGAHAN KARIES GIGI DI DESA BOJONGKERTA KECAMATAN

WARUNGKIARA KABUPATEN SUKABUMI “.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, berikut ini

penulis dapat mengidentifikasi masalah yang ada di Desa Bojongkerta Kecamatan

Warungkiara Kabupaten Sukabumi sebagai berikut:

6
A. Bagaimana upaya peningkatan pencegahan karies gigi di Desa

Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ?

B. Bagaimana kondisi kesehatan masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan

Warungkiara Kabupaten Sukabumi ?

C. Bagaimana kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

pencegahan karies gigi Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara

Kabupaten Sukabumi ?

D. Bagaimana peranan PKK terhadap pencegahan karies gigi di Desa

Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ?

7
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Konsep sehat wal afiat menurut Mubarok Institut adalah untuk menyebut

kondisi yang prima, tetapi kalau kita merujuk kepada asal istilah itu acoeas

shihhah wa al afiyahac disitu ada dua dimensi, pengertian sehat merujuk kepada

fungsi sedangkan afiat merujuk kepada kesesuaian dengan maksud penciptaan,

misalnya mata yang sehat adalah mata yang dapat digunakan untuk melihat tanpa

alat bantu, sedangkan mata afiat adalah mata yang tidak dapat digunakan untuk

melihat sesuatu yang dilarang, karena Allah menciptakan mata untuk penunjuka

kepada kebenaran, membedakannya dari yang salah. Dikatakan bahwa konsep

kesehatan bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan

mental dan bahkan ada kesehatan masyarakat.

Menurut Siti Fadilah Supari dengan merujuk kepada UU 23 tahun 1992

mengatakan bahwa kesehatan adalah adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,

dan sosial yang memungkin setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomis, dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu

kesatuan yang utuh terdiri dari unsur pisik, mental, dan sosial dan didalamnya

kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan, hal ini melandasi pemikiran

bahwa sehat adalah investasi.

8
Sedangkan menurut Kepala Dinas KB dan PP Perilaku Hidup bersih dan

sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar kesadaran sebagai

hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong

dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan

kesehatan masyarakat.

Sekumpulan perilaku tersebut dapat dikelompokan kedalam Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bidang Gizi, PHBS bidang kesehatan lingkungan,

PHBS bidang kesehatan Ibu dan Anak serta keluarga berencana(KB), PHBS

pemeliharaan kesehatan, PHBS bidang gaya hidup sehat, dan PHBS bidang obat

dan farmasi.

Adapun uraian pengelompokan PHBS adalah sebagai berikut:

• PHBS bidang Gizi, mengatur :

1. makan dengan gizi seimbang

2. makan tablet besi selama hamil

3. memberi bayi ASI eksklusif

• PHBS bidang KIA dan KB, mengatur;

1. memeriksa keamilan

2. persalinan ditolong nakes

9
3. meninbang balita tiap bulan

• PHBS bidang kesehatan lingkungan, mengatur;

1. pembuangan limbah rumah tangga yang benar

2. BAB pada tempat yang bersih

3. jangan membuang sampah sembarangan

• PHBS bidang pemeliharaan kesehatan, mengatur;

1. punya JPKM

2. Aktif pemeriksaan diri ke puskesmas

• PHBS bidang gaya hidup sehat, mengatur;

1. tidak merokok di dalam rumah

2. melakukan olahraga

• PHBS bidang obat dan farmasi, mengatur;

1. menanam tumbuhan obat

2. gunakan obat-obtan alami

2.2 Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga

10
Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi masyarakat merupakan strategi

dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat. Strategi ini

menyadari betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan

kemandirian dan kekuatan material melalui kesanggupan untuk melakukan

kontrol material atas sumber daya material dan non material yang penting melalui

redistribusi modal / kepemilikan (Korten:1992). Dalam pemahaman tersebut

konsep pemberdayaan rakyat diyakini sebagai ruh dalam meningkatkan kapasitas

masyarakat.

Senada dengan pendapat di atas, gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan

keluarga berdasarkan Rakernas VI adalah:

A. Pengertian Gerakan PKK

• Gerakan pembangunan masyarakt dari bawah yang mempunyai

tujuan secara umum adalah mengajak masyarakat untuk menolong

dirinya sendiri dalam mencapi kesejahteraannya;

• Untuk merencanakan, membimbing keluarga dalam pelaksanaan

program-programnya

• Tim Penggerak PKK adalah mitra kerja pemerintah dan organisasi

kemasyarakatan dengan perempuan sebagai motor pengeraknya

menuju terwujudnya keluarga bahagia, sejahtera, maju, dan

mandiri.

11
B. Tujuan PKK

Gerakan PKK mempunyai tujuan sebagaimana dituangkan dalam visinya,

yaitu “ terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berahlak mulia dan berbudi luhur, sehat, sejahtera, maju,

mandiri, kesetaraan, keadilan gender serta kesadaran hukum dan

lingkungan “ yang selanjutnya dijabarkan di dalam misinya yaitu:

• Meningkatkan mental spiritual

• Meningkatkan pendidikn dan keterampilan

• Meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan keluarga serta

peningkatan pemanfaatan keluarga

• Meningkatkan derajat kesehatan, kelestarian lingkungan hidup

serta membiasakan hidup berencana

• Meningkatkan pengelolaan PKK, baik pengorganisasian maupun

pengelolaan program

C. Sasaran PKK

Sasaran gerakan PKK adalah keluarga, baik dipedesaan mapun di

perkotaan yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan dan

kepribadiannya dalam bidang:

12
• Mental spiritual meliputi sikap dan perilaku sebagai insan hamba

Tuhan, anggota masyarakat dan warga negara yang dinamis serta

bermanfaat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

• Fisik material meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan,

kesempatan kerja yang layak serta lingkungan hidup yang sehat

dan lestari melalui peningkatan pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan.

D. Program PKK

Program PKK terbagi menjadi 10 bagian program pokok PKK

diantaranya:

• Penghayatan dan pengamalan Pancasila

• Gotong Royong

• Pangan

• Sandang

• Perumahan dan tata laksana rumah tangga

• Pendidikan dan keterampilan

• Kesehatan

13
• Pengembangan kehidupan berkoprasi

• Kelestarian lingkungan hidup

• Perencanaan sehat

2.3 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

A. Pengetian

Adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan

masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk

mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.

Adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan

keluarga berencana.

Adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola

dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari

petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia

Sejahtera (NKKBS).

B. Tujuan

1. Mempercapat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka

kelahiran

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR


14
3. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil sehat dan sejahtera.

4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan

kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup

sehat.

5. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

dalam usaha meningkatkan cakupan penduduk dan geografi.

6. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih

teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.

C. Sasaran

1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun

2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun

3. Ibu hamil, Ibu menyusui dan Ibu nifas

4. Wanita usia subur.

D. Kegiatan

1. Terdapat 5(lima) kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) diantaranya:

A. Kesehatan ibu dan anak;

B. Keluarga berencana;

C. Imunisasi;

D. Peningkatan gizi;

E. Penanggulangan diare.

15
2. Terdapat 7(tujuh) kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu)

A. Kesehatan ibu dan anak;

B. Keluarga berencana;

C. Imunisasi;

D. Peningkatan gizi;

E. Penanggulangan diare;

F. Sanitasi dasar;

G. Penyediaan obat esensial.

E. Pembentukan

Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti :

1. Pos penimbangan balita

2. Pos imunisasi

3. Pos keluarga berencana desa

4. Pos kesehatan

5. Pos lain yang dibentuk baru.

F. Persyaratan

1. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 oran balita

2. Terdiri dari 120 kepala keluarga

3. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)

16
4. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau

kelompok tidak terlalu jauh.

G. Alasan Pendirian Posyandu

1. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya

pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB

2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat,

sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam

bidang kesehatan dan keluarga berencana.

H. Penyelenggara

1. Pelaksanaan kegiatan ;Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih

menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas.

2. Pengelola posyandu; Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang

berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader

kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

I. Lokasi

1. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat

2. Ditentukan oleh masyarakat iu sendiri

3. Dapat merupakan lokal tersendiri

17
4. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai

rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

J. Pelayanan Kesehatan Yang Dijalankan

1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita. Diantaranya:

A. Penimbangan bulanan

B. Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang

C. Imunisasi bayi 3-14 bulan

D. Pemberian oralit untuk mengurangi diare

E. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.

2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur.

Program yang dijalankan, diantaranya:

A. Pemeliharaan kesehatan umum

B. Pemeriksaan kehamilan dan nifas

C. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil

penambah darah

D. Imunisasi TT untuk ibu hamil

E. Penyuluhan kesehatan dan KB

F. Pemberian alat kontrasepsi KB

G. Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare

H. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama

I. Pertolongan pertama pada kecelakaan

18
K. Sistem Lima Meja

1. Meja I

a. Pendaftaran

b. Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.

2. Meja II

a. Penimbangan balita, Ibu hamil

3. Meja III

a. Pengisian KMS

4. Meja IV

Pemeliharaan kesehatan umum

A. Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko

tinggi, PUS yang belum mengikuti KB

B. Penyuluhan kesehatan

C. Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom

5. Meja V

A. Pemberian imunisasi

19
B. Pemeriksaan kehamilan

C. Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan

D. Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan Untuk meja I sampai IV

dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh

petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru immunisasi

dan sebagainya.

L. Langkah-Langkah Pembentukan Posyandu

1. Persiapan Sosial, diantaranya;

A. Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksanaan posyandu

B. Persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa posyandu

2. Perumusan Masalah

A. Survei Mawas Diri

B. Penyajian hasil survey (loka karya mini)

3. Perencanaan Pemecahan Masalah

A. Kaderisasi sebagai pelaksana posyandu

B. Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu

C. Menyusun rencana kegiatan posyandu

4. Pelaksanaan Kegiatan

A. Kegiatan di posyandu 1 X sebulan atau lebih

B. Pengumpulan dana sehat

20
C. Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu

2.4 Perbaikan Gizi

Masa Balita merupakan masa kritis dalam tumbuh kembang anak, karena

pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini akan mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan pada masa berikutnya. Anak yang kekurangan gizi akan

terpengaruh perkembangan otaknya karena jaringan otak anak yang tumbuh

normal akan mencapai 80% berat otak orang dewasa sebelum berumur 3 tahun,

sehingga apabila pada masa ini terjadi gangguan gizi kurang, dapat menimbulkan

gangguan fisik maupun mental. Anak yang kurang gizi juga akan menurunkan

daya tahan tubuhnya terhadap infeksi sehingga mudah sakit misalnya diare, tifus,

ISPA, Tuberkulosa, dsb.

Penyakit gangguan gizi seperti kurang energi dan protein (KEP) merupakan

penyakit gangguan gizi yang sangat penting bagi negara berkembang di Asia

khususnya Indonesia. Keadaan ini biasanya terjadi pada golongan umur anak-anak

di bawah 7 tahun, karena anak-anak dari golongan sosio-ekonomi rendah jarang

mengunjungi balai pengobatan.

Perbaikan status gizi bergantung dari pemberian makanan sehari-hari pada

anak-anak, yang harus mengandung cukup energi maupun zat-zat gizi esensial.

Asupan bahan makanan yang kurang maupun berlebihan terus-menerus akan

mengganggu perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.


21
2.5 Berbagai penelitian dampak penyakit gigi dan mulut terhadap

kualitas hidup serta pengukuran kualitas hidup

Perhatian terhadap dampak sosial penyakit gigi dan mulut sudah mulai terlihat

dari laporan Spencer dan Lewis (1988), yaitu dampaknya terhadap kehilangan

hari kerja dan hari sekolah. Di Australia, selama tahun 1983 ada 646.000 hari

sekolah hilang dan 1,1 juta hari kerja hilang. Reisine (1985) di Amerika Serikat

menemukan 3,2 juta hari kerja hilang. Pengukuran di atas tidak cukup sensitif

menjelaskan dampak keseluruhan karies gigi. Di Australia Slade GD dan Spencer

AJ (1994) mengembangkan alat ukur kualitas hidup yang berhubungan dengan

kesehatan mulut, yaitu Oral Health Impact Profile (OHIP-49) yang terdiri dari

tujuh dimensi dan tiap dimensi terdiri dari 4 – 9 butir pertanyaan sehingga

keseluruhan pertanyaan terdiri dari 49 butir. Tujuh dimensi tersebut adalah

keterbatasan fungsi, rasa sakit, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik,

disabilitas psikis, disabilitas sosial, dan handikap yang urutannya menurut

hierarki. Alat ukur ini berupa lima skala Likert, yaitu: 1 = sangat sering; 2 =

sering; 3 = kadang-kadang; 4 = sangat jarang; 5 = tidak pernah.

NO DIMENSI KUALITAS HIDUP

1 Keterbatasan fungsi

2. Rasa sakit fisik

3. Ketidaknyaman psikis

4. Disabilitas fisik

5. Disabilitas psikis

22
6. Disabilitas sosial

7. Handikap

BUTIR PERTANYAAN

1. Sulit mengunyah

2. Sulit mengucapkan kata-kata

3. Menyadari ada yang salah pada gigi dan mulut

4. Merasa wajah kurang menarik

5. Nafas bau

6. Makanan sangkut

7. Tidak dapat mengecap dengan baik

8. Pencernaan terganggu

9. Gigi palsu tidak pas

10. Sakit yang sangat di mulut

11. Sakit di rahang

12. Sakit kepala

13. Gigi ngilu

14. Gigi sakit

15. Gusi sakit

16. Tidak nyaman mengunyah

17. Khawatir

18. Merasa rendah diri


23
19. Tegang

20. Merasa sangat menderita

21. Bicara tidak jelas

22. Tidak dapat merasakan enaknya makanan

23. Tidak bisa menyikat gigi dengan baik

24. Menghindari makanan tertentu

25. Diet kurang memuaskan

26. Menghindari tersenyum

27. Terhenti makan karena gigi sakit

28. Tidur terganggu

29. Merasa kesal

30. Sulit merasa relaks

31. Depresi

32. Sulit berkonsentrasi

33. Merasa malu

34. Menghindari keluar rumah

35. Cepat marah

36. Sulit bersama orang lain

37. Mudah tersinggung

38. Sulit mengerjakan pekerjaan sehari-hari

39. Kesehatan memburuk

40. Keuangan memburuk

24
41. Tidak mampu beramah-tamah

42. Hidup terasa kurang memuaskan

43. Sama sekali tidak dapat berfungsi

2.6 Status kesehatan gigi dan mulut serta dampaknya pada

kualitas hidup

Gambaran dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup

dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan pada penduduk di dua Kecamatan

Kota Medan (2004). Hasil penelitian menunjukkan buruknya status kesehatan gigi

dan mulut penduduk. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi karies gigi dan

DMF-T rata-rata. Pertambahan umur diikuti dengan kenaikan prevalensi dan

DMF-T rata-rata; 80,83% responden mempunyai gigi dengan lesi karies; 50,83%

gigi dicabut; dan hanya 21,11% gigi ditambal (Tabel 2 dan 3).

2.7 Gambaran perilaku kesehatan gigi


Buruknya gambaran perilaku kesehatan gigi penduduk dapat dilihat dari tingginya

persentase penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi

(79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut (73,61%), karies gigi sembuh tanpa

perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi tidak berbahaya (59%), dan perawatan

gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%). Keyakinan ini akan berpengaruh buruk

pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi. Demikian juga dalam hal

kebiasaan menyikat gigi persentase penduduk yang menyikat gigi pada waktu

yang tepat yaitu sesudah makan sangat rendah (27,50%). Keyakinan gigi sembuh

25
sendiri mungkin menyebabkan hanya sedikit penduduk (10%) yang pernah

berobat ke sarana pelayanan kesehatan gigi. Perilaku penggunaan pelayanan

kesehatan gigi juga dapat dilihat dari penelitian di dua kecamatan Kota Medan

(2005), di mana tujuan utama berobat ke Puskesmas adalah untuk pencabutan

gigi, dengan alasan antara lain untuk menghilangkan rasa sakit yang sangat

(62%). Apakah tingginya angka pencabutan ini disebabkan oleh perawatan

pencabutan yang dapat diberikan di Puskesmas? Hal ini digambarkan oleh laporan

penelitian kepuasan pasien pada pelayanan Poliklinik Gigi Puskesmas Teladan

(2005), di mana pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat hanyalah

pencabutan, oleh karena ketiadaan peralatan penambalan dan pembersihan karang

gigi.

Persentase gangguan kualitas hidup tertinggi adalah pada dimensi

keterbatasan fungsi diikuti dengan gangguan dimensi disabilitas fisik, rasa sakit,

ketidaknyamanan psikis, dan disabilitas psikis. Dari penelitian ini dapat

dibuktikan bahwa pada kelompok dengan jumlah pengalaman karies gigi lebih

tinggi (DMF-T>3) mempunyai risiko 5,29 kali lebih sering mengalami gangguan

kualitas hidup. Demikian juga dijumpai kelompok dengan lama pendidikan < 12

tahun mempunyai risiko 3,40 kali lebih sering mengalami gangguan kualitas

hidup. Dari Penelitian ini belum terbukti dampak penyakit periodontal terhadap

kualitas hidup.

2.8 Pencegahan karies gigi dan penyakit periodontal dalam


26
meningkatkan kualitas hidup dan perubahan sikap

Konsep pencegahan karies gigi dan penyakit periodontal lebih mudah diterima

masyarakat apabila ada perubahan sikap terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Tujuan pencegahan karies gigi dan penyakit periodontal pada hakikatnya adalah

mempertahankan gigi geligi asli seumur hidup agar kesehatan gigi dengan fungsi

optimal dapat dinikmati. Pencabutan gigi menunjukkan kegagalan dalam

mempertahankan gigi geligi. Melihat kondisi ini timbul pertanyaan mengapa

angka kehilangan gigi yang tinggi dapat diterima atau seakan-akan tidak menjadi

masalah baik oleh masyarakat maupun profesi kedokteran gigi. Gigi dan gusi

sehat yang berfungsi dengan baik merupakan sesuatu yang indah, menarik,

seharusnya lebih dihargai dibandingkan dengan gigi berlobang, pipi bengkak, gusi

bengkak dan berdarah, serta bau mulut. Di pihak lain pasien tidak pernah mau

menerima kerusakan bagian tubuh lainnya sehingga harus mempunyai hidung

palsu, buah dada palsu, atau bagian tubuh lainnya yang biasanya ditutupi oleh

pakaian. Sebaliknya kebanyakan pasien bersedia memakai gigi palsu akibat

kehilangan gigi. Mengapa masyarakat tidak dapat menerima apabila setiap lima

tahun satu jari di amputasi dan di ganti dengan jari palsu, namun kehilangan gigi

setiap tahun dianggap sebagai sesuatu yang tidak serius?

Agar terjadi perubahan sikap terhadap kesehatan gigi dan mulut, maka tenaga

kesehatan gigi harus menyadarkan dan memotivasi masyarakat, petugas

kesehatan, dan bahkan politisi untuk lebih menghargai gigi dan gusi yang sehat

sebagai mana mereka menghargai hidung, mata, dan telinga yang sehat. Ini

27
membutuhkan perubahan sikap dan prioritas. Masyarakat mau mengorbankan

uang untuk pengeluaran ekstra, tetapi tidak untuk gigi.

2.9 Kesadaran akan tanggung jawab individu


Masyarakat hendaknya meyakini bahwa dirinya sendiri lebih bertanggung jawab

terhadap kesehatan gigi dan mulutnya daripada dokter gigi atau perawat gigi,

karena gigi dan mulut itu adalah miliknya. Namun sikap yang ada di masyarakat

adalah petugas kesehatan lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan gigi dan

mulutnya. Telah terbukti pasien yang mempunyai motivasi memelihara diri (self-

diagnosis and self-care) dapat mencegah dan mengontrol kedua penyakit ini.

Untuk itu strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment) yang tujuannya agar

masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka haruslah

dijalankan.

2.10 Tanggung jawab praktisi


Prinsip lege artis mengharuskan dokter mengerjakan profesi sesuai dengan ilmu

kedokteran gigi modern dan metode-metode yang sudah diuji coba. Dari studi-

studi eksperimental terkontrol pada manusia diperoleh beberapa kesimpulan

sehubungan dengan metode yang efisien mencegah karies gigi.9

1. Karies gigi dan penyakit periodontal dapat dicegah dengan sukses dengan

pemeliharaan oleh individu dan tambahan tindakan preventif oleh tenaga

kesehatan.

2. Lesi karies pada enamel, akar gigi, dan dentin dapat dihentikan dengan

sukses.

28
3. Regenerasi jaringan periodontal dapat terjadi.

Sesuai dengan prinsip lege artis, tenaga kesehatan gigi wajib berkonsentrasi pada

pencegahan dan menghentikan karies gigi dan penyakit periodontal. Prioritas yang

harus dilakukan oleh para dokter gigi adalah pencegahan sebelum karies meluas.

Dengan demikian penggunaan bor, tumpatan, pencabutan, skeling yang agresif,

dan bedah flap pada penyakit periodontal dapat dikurangi.

International Collaborative Studies (ICSs) dalam studi sistem pelayanan

kesehatan (1988-1993) menemukan bahwa menambah akses pada pelayanan

kesehatan dan menambah jumlah dokter gigi bukanlah jawaban yang tepat pada

pemecahan masalah kesehatan gigi. Pada perencanaan program kesehatan gigi,

prioritas adalah pada tindakan promotif dan preventif seberapa pun sumber-

sumber yang ada.

ICSs melaporkan bahwa:

1. Kesehatan gigi tidak tergantung pada jenis petugas kesehatan atau akses

pada pelayanan kesehatan.

2. Faktor yang paling menentukan keberhasilan kesehatan gigi tergantung

pada kemampuan tenaga kesehatan dan pemerintah meningkatkan

kegiatan promotif dan pencegahan.

Kegiatan promotif adalah kegiatan pada kelompok orang sehat, kurang mendapat

perhatian dalam upaya kesehatan masyarakat, padahal jumlah kelompok ini cukup

tinggi pada populasi. Apabila tidak dilakukan kegiatan promotif maka jumlah ini

akan terus menurun.

29
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 ANALISIS PERMASALAHAN

3.1.1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita

Berdasarkan data yang ada, berikut penulis sajikan tabel data penduduk

berdasarkan jenis kelamin di desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara kabupaten

Sukabumi.

Tabel 3.1
Data penduduk Desa Bojongkerta
kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Jumlah %

30
1 Laki-laki 3952 50.39
2 Perempuan 3891 49.61
Total 7843 100
Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa perbandingan penduduk laki-laki

berikutdan perempuan desa Bojongkerta adalah 1 : 1

Selanjutnya untuk menganalisis kesehatan masyarakat Desa Bojongkerta

kabupaten Sukabumi, maka penulis sajikan data-data yang berkaitan dengan kesehatan

sebagai berikut :

Tabel. 3.2

Data penduduk Desa Bojongkerta


kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Status Gizi Balita
No Data Balita Jumlah Keterangan

1 Jumlah Balita 980 orang

2 Jumlah Balita Bergizi Buruk 3 orang

3 Jumlah Balita Bergizi baik 973 orang

4 Jumlah Balita Bergizi kurang 4 orang orang

5 Jumlah Balita Bergizi lebih - orang

Sumber : Profil Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Data pada tabel 3.2 di peroleh Informasi bahwa 99 % balita yang

ada memiliki gizi yang baik dan 1 % lainnya memiliki gizi yang buruk.

Tabel 3.3
Data penduduk Desa Bojongkerta
kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Sarana Kesehatan dan Prasarana Kesehatan Masyarakat
No Data Posyandu Jumlah Keterangan
31
1 Jumlah Posyandu 11 Unit

2 Jumlah Kader posyandu aktif 55 Orang

3 Jumlah Pembina Posyandu 1 Orang

4 Jumlah kader bina keluarga balita aktif 10 Orang

5 Jumlah posyandu 5 Jenis

Sumber : Profil Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Tabel 3.4

Data penduduk Desa Bojongkerta


kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Fasilitas Kesehatan Masyarakat
No Fasilitas Jumlah Keterangan

1 Rumah Sakit - -

2 Puskesmas Pembantu 1 unit

3 Posyandu 11 unit

4 Tempat Praktek Dokter - -

5 Bidan Desa 1 orang

Sumber : Profil Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan data pada tabel maka diperoleh informasi bahwa

perbandingan antara penduduk dengan puskesmas pembantu yang ada adalah 1:

7843, perbandingan posyandu dengan balita 11: 980 balita

Tabel 3.5

Data penduduk Desa Bojongkerta


kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Cakupan Imunisasi

32
No Data Bayi Keterangan
1 Jumlah Bayi usia 2 bulan -
2 Jumlah 2 bulan imunisasi DPT 1, BCG dan Polio1 30 orang
3 Jumlah Usia 3 bulan 45 orang
4 Jumlah 3 bulan yang imunisasi DPT2, dan polio2 -
5 Jumlah Usia 4 bulan 60 orang
6 Jumlah 4 bulan yang imunisasi DPT3 dan polio 3 -
7 Jumlah 9 bulan 135 orang
8 Jumlah 9 bulan yang imunisasi campak -
9 Jumlah Yang sudah imunisasi cacar 165 orang
Sumber : Profil desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Data pada tabel 3.5 maka diperoleh Informasi bahwa cakupan

Imunisasi Balita yang ada mencapai 100 % untuk imunisasi Polio, 83,7 % DPT, dan 75,9

% dari balita yang ada telah diimunisasi cacar.

Tabel 3.6
Angka kematian penduduk Desa Bojongkerta
kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi

No Data Jumlah Keterangan


1 Ibu melahirkan 35 orang
2 Ibu melahirkan meninggal 0 orang
3 Bayi lahir 35 orang
4 Bayi lahir meninggal 0 orang
Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan data pada tabel 3.6 diperoleh informasi bahwa tidak ada bayi yang

meninggal dari setiap kelahiran .

Berdasarkan data pada tabel analisis yang telah disajikan sebelumnya,

maka untuk memperjelas hasil analisis, penulis sajikan informasi berupa grafik

sebagai berikut:

Grafik 3.1
33
Data Penduduk Desa BojongKerta Kecamatan Warungkiara
Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Jenis Kelamin

3960

3940

3920
Sex
3900

3880

3860
Laki-Laki Perempuan

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Grafik 3.2
Data Penduduk Desa BojongKerta Kecamatan Warungkiara
Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Status Gizi Balita
1200
1000
800
600 Balita
400
200
0
Buruk Baik Kurang

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Grafik 3.3
Sarana dan Prasarana Kesehatan Desa BojongKerta
Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

34
60
50
40
30 PosPelayananterpadu
20
10
0
Jumlah Kader Aktif Pembina Keluarga
Aktif

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Grafik 3.4
Fasilitas Kesehatan Desa BojongKerta
Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

12
10
8
6 SaranaKesehatan
4
2
0
Rumah Puskesmas Posyandu Prakterk Bidan
Sakit Dokter

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Grafik 3.5
Data Penduduk Desa BojongKerta
Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Cakupan Imunisasi

35
200

150

100 DataBayi

50

0
2 bln 3 bln 4 bln 9 bln Lainnya

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

Grafik 3.6
Data Penduduk Desa BojongKerta
Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan Angka Kematian

40
35
30
25
20 Persalinan
15
10
5
0
Melahirkan Meninggal Bayi lahir Bayi mati

Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

3.2 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan hasil analisis maka untuk menjawab masalah yang

teridentifikasi, maka ditetapkan alternatif sasaran pembangunan peningkatan gizi

balita sebagai berikut:

A. Upaya pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya masyarakat

Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah

baik;
36
B. Kondisi pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya masyarakat

Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah

baik;

C. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan peningkatan

pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya Desa Bojongkerta

Kecamatan Warungiara Kabupaten Sukabumi ;

D. Dukungan pembangunan bidang peningkatan pencegahan karies gigi di

kalangan ibu dan anaknya terhadap Program Perilaku hidup bersih dan

sehat di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi

sudah baik.

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan untuk mencapai

sasaran tersebut adalah sebagai berikut:

A. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas peningkatan pencegahan karies


gigi di kalangan ibu dan anaknya ;

B. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan;

C. Pengembangan sistem jaminan kesehatan teruma bagi rakyat miskin;

D. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat;

E. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; dan

F. Pemeratan dan peningkatan kualitas kesehatan dasar.

3.3 PEMILIHAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

37
Sebagai langkah alternatif dalam pemecahan masalah pembangunan di

bidang peningkatan pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya di Desa

Bojingkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi, penulis sajikan

beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

A. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT.

Program ini ditujukan untuk membentuk lingkungan sehat disekitar ibu dan

anak, seperti di rumah atau di pekarangan rumah. Kegiatan pokok yang

dilakukan yaitu :

1) Penyediaan air bersih;

2) Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan;

3) Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan;

4) Pengembangan wilayah sehat.

5) Pemilihan teknologi pembuangan air limbah

B. PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas

pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya. Kegiatan pokok

yang dilakukan yaitu :

1) Pelayanan penduduk miskin

38
2) Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana

puskesmas.

3) Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat-

obatan generik

4) Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-

kurangnya promosi kesehatan, sanitasi air bersih, kesehatan ibu

dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan

lingkunagn, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan

dasar.

C. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

Program ini di tujukan untuk menekan kematian akibat kurangnya cakupan

gizi. Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu:

1) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko

2) Peningkatan imunisasi

3) Penemuan dan tatalaksana prnderita

4) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi.

D. PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

39
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran ibu rumah tangga

tentang sanitasi air bersih. Kegitan pokok yang dilakukan yaitu:

1) Peningkatan pendidikan gizi

2) Penanggulangan kurang energi energi protein

3) Penanggulangan gizi lebih

4) Peningkatan surveilens gizi

5) Pemberdayaan masyarakat untuk sadar gizi.

E. PROGRAM SUMBER DAYA KESEHATAN

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu penyebaran

tenaga medis untuk peningkatan gizi balita. Kegiatan pokok yang dilakukan

yaitu:

1) Perencanaan tenaga medis untuk peningkatan pencegahan karies

gigi di kalangan ibu dan anaknya;

2) Peningkatan keterampilan;

3) Pemenuhan kebutuhan tenaga medis;

4) Pembinaan tenaga medis;

5) Penyusunan standar kompetensi tenaga medis;

40
F. PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

Program ini ditujukan untuk menjamin terpenuhinya obat dan makanan untuk

penanggulangan pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya.

Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu:

1) Peningkatan pengawasan obat dan makanan

2) Peningkatan pengawasan minuman dan makanan siap saji;

3) Peningkatan dan pengawasan mutu obat dan makanan;

4) Penguatan kapasitas laboratorium pengawasan obat dan makanan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


41
4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan bahasan analisis dan bahasan masalah yang telah penulis

lakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis maka untuk menjawab masalah yang teridentifikasi,

maka ditetapkan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan untuk

mencapai sasaran tersebut sebagai berikut:

A. Upaya peningkatan pencegahan karies gigi di kalangan ibu dan anaknya

masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten

Sukabumi sudah baik;

B. Kondisi kesehatan masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara

Kabupaten Sukabumi sudah baik;

C. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan Desa

Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik;

D. Dukungan pembangunan bidang pencegahan karies gigi di kalangan ibu

dan anaknya terhadap Program Perilaku hidup bersih dan sehat di Desa

Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik.

4.2. Saran

42
Dari hasil evaluasi pelaksanaan program Kuliah Kerja Mahasiswa di Desa

Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi , kami dari kelompok

II mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut :

Saran Kepada Pemerintah Setempat

o Melakukan pendekatan partisipatif dan pembinaan sebagai tindak lanjut

dari hasil program KKN STKIP - PGRI 2008

o Melakukan perencanaan strategis pembangunan wilayah di tiap-tiap

kelurahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi yang dimiliki.

o Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja aparatur desa

dalam melayani masyarakat.

o Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai,

untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bewrkualitas.

o Meningkatkan sarana dan prasarana kelurahan untuk mendukung kinerja

para aparatur desa.

Saran Kepada Pihak LPPM STKIP PGRI

o LPPM Untirta dalam hal ini sebagai panitia dari kegiatan KKN,

hendaknya menyiapkan konsep KKN secara matang, dimana bukan hanya

konsep saat akan pelaksanaan KKN saja namun harus ada onsepan untuk

follow up atau tindak lanjut dari hasil kegiatan KKN, hal ini bisa

dilakukan dengan menjalin koordinasi dengan pemda setempat.

43
o Dalam hal pembekalan KKN sebaiknya dilakukan dengan serius, dimana

pembekalan yang akan diberikan lebih berisi program KKN secara

konseptual dan teknis serta informasi terkini tentang gambaran lokasi

KKN, sehingga ketika peserta KKN diterjunkan ke lapangan sudah

mempersiapkan segala sesuatunya.

o Pembagian kelompok, sebaiknya sudah diumumkan jauh-jauh hari,

sehingga sebelum terjun ke lokasi peserta KKN sudah saling mengenal

dan bisa saling beradaptasi antara yang satu dengan yang lainnya. Selain

itu, kesiapan kelompok lebih matang.

o Pengontrolan ke lokasi KKN harus lebih diintensifkan lagi, pungsi dari

POKJA Kecamatan harus dimaksimalkan, sehingga tidak ada kesan

terlantarkan. Serta koordinasi antara POKJA Kecamatan dengan setiap

kelompok KKN juga harus diintensifkan, sehingga akan mempermudah

mandapat informasi tentang perkembangan KKN.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Sekretaris Desa Bojong Kerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten

Sukabumi, 2008, Profil Desa 2008, Bojong kerta

2. Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003.Undang-undang RI No. 20

Tahun 2003 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.. Jakarta

: Sinar Grafika

3. ................., 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Bab 27

Tentang Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang

berkualitas. Jakarta

4. W.J.S Poerwadarminta. 1982.Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan

RI. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001: Studi

Morbiditas dan Disabilitas. Dalam SURKESNAS. Jakarta. 2002:

6. Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.2003:24-28.

7. Perawatan Kesehatan Masyarakat, Drs. Nasrul Effendy.

8. Kebidanan Komunitas, Dr. J. H. Syahlan, SKM

9. Materi Ajar tentang Mutu Pelayanan Kebidanan, Hj. Ulvi Mariatai, SKP.

M.Kes

45
LAMPIRAN

46
-

LAMPIRAN

47

Anda mungkin juga menyukai