Anda di halaman 1dari 23

beragam.

Kedua, mikroorganisme tidak hadir sebagai spesies tunggal, melainkan

mereka selalu hadir dalam komunitas.4

Organisme hadir dalam rongga mulut adalah campuran komensal dan

patogen. Mikroorganisme komensal didefinisikan sebagai mikroorganisme yang

hidup pada host maupun tidak tetapi tidak menyebabkan penyakit. Namun,

terminologi ini mungkin kurang tepat, karena bakteri komensal dalam kondisi

tertentu dapat berhubungan dengan penyakit manusia. Individu dengan sistem

kekebalan tubuh tidak bekerja secara optimal, sangat rentan terhadap infeksi

oleh mikroba yang yang komensal pada orang sehat. Untuk alasan ini, komensal

saat ini sering disebut sebagai patogen oportunistik.4

Banyak bakteri hadir di rongga mulut yang berkontribusi terhadap sebagian

besar penyakit mulut, karena penyakit ini hampir selalu dikaitkan dengan infeksi

polimikrobial (lihat Gambar 2.1).4

Gambar 2.1 Bakteri utama penyebab penyakit dalam rongga mulut dan mekanisme
terjadinya. Sumber : Lamont RJ, Jenkinson HF. Oral Microbiology at A Glance. 1 st ed.
United Kigdom, Wiley-BlackWell. 2010. p. 2.

10
Gambar 2. 2 Penyakit-penyakit rongga mulut, manifestasinya, dan mikroorganisme utama yang
terlibat. Sumber : Lamont RJ, Jenkinson HF. Oral Microbiology at A Glance. United Kigdom:
Wiley-BlackWell; 2010. p. 2.

Monospesies infeksi jarang terjadi, namun localized aggressive

periodontitis (LAP) didominasi dengan Aggregatibacter

actinomycetemcomitans, sementara Actinomyces israelii dapat menyebabkan

kista rongga mulut (Gambar 2.1). Patogen terbuka adalah organisme yang

biasanya mudah menyebabkan penyakit saat ini, kecuali host memiliki

11
kekebalan protektif. Ada sangat sedikit organisme dalam rongga mulut dan

nasofaring yang dapat dianggap patogen terbuka. Streptococcus pyogenes

(Kelompok A Streptokokus), Streptococcus pneumoniae (Pneumococcus),

Neisseria meningitidis (Meningococccus) dan Haemophilus influenzae semua

berada dalam nasofaring dan memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit.

Hal ini penting untuk dicatat, bahwa bahkan dalam kasus seperti ini individu

tidak selalu menampakkan dengan jelas ada tanda-tanda penyakit.4

Hampir setiap anggota populasi manusia di beberapa tahap kehidupan

mereka menderita penyakit mulut (Tabel 2.1). Insiden karies gigi telah menurun

umumnya di negara maju, karena sebagian untuk fluoride dalam pasokan air,

dalam pasta gigi, atau diambil dalam bentuk tablet.

Namun ada banyak kelompok dalam masyarakat yang masih serius menderita

karies. Infeksi polimikrobial daerah gingiva dan sub-gingiva (periodontitis,

implantitis dan pulpitis) adalah kondisi utama yang memerlukan intervensi

klinis. Penyakit ini meyebabkan akibat yang signifikan pada sistem kesehatan.

Halitosis sering disebabkan oleh bakteri pada lidah yang megolah protein

menjadi seyawa sulfur. Pharingitis dan tonsilitis adalah penyakit umum pada

anak-anak dan disebabkan oleh bakteri atau virus (lihat Tabel 2.1).

Osteonekrosis pada rahang dikaitkan dengan penggunaan bifosfonat terutama

pada pasien kanker dengan multiple myeloma. Infeksi jamur, paling sering oleh

jamur Candida albicans, yang berhubungan dengan aliran saliva berkurang, gigi

palsu yang tidak pas, perubahan hormonal, atau fugsi kekebalan yang kurang.

12
Infeksi virus pada mukosa oral termasuk Human Papillomavirus (HPV),

Eipstein-Barr Virus (EBV) dan Herpes Simpleks Virus (HSV). 4

Pada waktu lahir, mulut dalam keadaan steril walaupun mikroorganisme

transit dari vagina dapat mengkontaminasi. Mikroorganisme dari mulut mula-

mula didapat melalui ibu dan lingkungan. Berbagai Streptococcus sp. dan

Staphylococcus sp. bersama Coliform, Lactobacillus, Basillus sp., Neisseria sp.

dan jamur dapat diisolasi. Biasanya, Candida albicans dapat berkembang cepat

pada pH yang rendah.2

Berdasarkan ilmu pengetahuan terkini, plak supragingival didominasi oleh

bakteri gram positif, termasuk Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans,

Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius, and Lactobacillus. Sementara

plak subgingval teutama terdiri dari bakteri anaerobic gram negatif, seperti

Aggregatibacter (Actinobacillus) actinomycetemcomitans, Tannerella forsythia,

Campylobacter spp., Capnocytophoga spp., Eikenella corrodens,

Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,

dan spirochaeta rongga mulut seperti Treponema denticola.21

2.2 TINJAUAN UMUM SIKAT GIGI

Alat untuk membersihkan gigi pertama yang berhasil di identifikasi adalah

ranting yang digigit sampai halus, diperkirakan berasal dari tahun 3000 SM.

Dalam ilmu kedokteran India kuno, ranting dari pohon banyan banyak

digunakan untuk tujuan yang sama yang disebut “Dantashakti” . Daun sirih juga

digunakan untuk membersihkan gigi.7

13
Sedangkan di Arab, mengunyah miswak atau siwak yang berasal dari

pohon arak (Salvadora persica) yang mengandung antiseptik sudah ada dari

dulu. Siwak ini terdiri dari sodium bikarbonat, asam tannic, dan zat-zat lain yang

memberi efek yang bermanfaat bagi gusi.7

Bangsa Cina merupakan orang pertama yang menggunakan “Chewstick”

yang terbuat dari dahan dahan pohon atau akar. Bulu sikat gigi muncul pada

tahun 1600 di Cina dengan pegangan berupa tulang sapi dengan ekor kuda

dimasukkn sebagai bulu.7

Pada 1746, Pierre Fauchard mengemukakan bahwa sikat gigi tersebut

merusak jaringan dan merekomendasikan membersihkan gigi dengan spons

yang direndam dengan air atau alkohol. Pada abad ke 18, bulu sikat gigi dibuat

dari bulu babi. Amerika mempatenkan sikat gigi pda tahun 1857 Pada tahun

1938 sikat gigi dibuat dari nilon dengan berbagai bentuk.7

Gambar 2.3 Sikat gigi. A, Sikat


gigi pada abad ke 19 dan awal abad
ke-20. B, Sikat gigi dengan variasi
kepala sikat dan pegangan. C,
berbagai macam konfigurasi bulu
sikat. Sumber: Newman MG, Takei
HH, Carranza FA. Carranza’s
clinical periodontology. 10th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2006.
p. 730

Secara luas, sikat gigi tersedia dalam berbagai variasi ukuran dan desain

meliputi panjang, kekerasan, dan pengaturan bulu sikat. American Dental

14
Association (ADA) telah menggambarkan dimensi dari sikat gigi yang dapat
5
diterima: permukaan sikat panjangnya 1-1,25 inchi (25,4-31,8 mm), lebarnya 16

3
sampai inchi (7,9-9,5 mm), 2-4 baris bulu sikat, dan 5-12 rumbai perbaris.
8

Sikat gigi harus dapat mencapai dan membersihkan secara efisien seluruh area

gigi.6

Pertanyaan mengenai kekerasan bulu sikat yang paling bagus belum dapat

ditetapkan. Kekerasan bulu sikat adalah perbandingan antara kuadrat dari

diameter dan kuadrat dari panjang bulu sikat. Diameter dari bulu sikat yang

biasa digunakan adalah 0,007 inchi (0,2 mm) untuk bulu sikat halus; 0,012 inchi

(0,3 mm) untuk bulu sikat medium dan 0,014 inchi (0,4 mm) untuk bulu sikat

keras. Bulu sikat halus menurut Bass menambah lebar jangkauan. Bass

merekomendasikan sikat gigi dengan pegangan yang lurus dengan bulu sikat

dari nilon berdiameter 0,007 inchi (0,2 mm), panjang 0,406 inchi (10,3 mm),

berujung bulat, dengan 3 baris rumbai, 6 jarak rumbai perbaris, 80-86 bulu per-

rumbai.6

Unuk mempertahankan efektivitas pembersihan, sikat gigi harus diganti

secara periodik.16 American Dental Association merekomendasikan untuk

mengganti sikat gigi setiap 3-4 bulan.22

15
2.3 KONTAMINASI SIKAT GIGI

Kontaminasi adalah tersisanya organisme infeksius yang bertahan hidup

pada makhluk hidup atau makhluk tak hidup Sikat gigi dapat terkontaminasi dari

rongga mulut, lingkungan, tangan, aerosol, dan tempat penyimpanan.8

Kontaminasi sikat gigi digambarkan pertama kali pada abad ke 20 dan

dicurigai sebagai penyebab infeksi berulang pada rongga mulut setelah

pemakaiannya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian sikat gigi

secara rutin bisa menyebabkan kontaminasi dengan mikroorganisme yang

berada dalam rongga mulut, seperti Streptococcus mutans, Sthapylococcus

aureus, Streptooccus pyogenes dan Candida albicans. Glass (1992)

mengobservasi bahwa luka pada jaringan mulut diperparah dengan

digunakannya sikat gigi yang telah terkontaminasi dibandingkan dengan sikat

gigi steril.5

Penelitian lain menyimpulkan bahwa sikat gigi pada individu yang sehat

dan sakit mengandung sejumlah besar mikroorganisme opurtunis dan patogen,

seperti Staphylococcus aureus, E coli, Pseudomonas, and herpes simplex virus

yang dapat menyebabkan masalah pernapasan, gastrointestinal, kardiovaskular,

dan ginjal.5 Pada individu sehat, kontaminasi sikat gigi terjadi segera setelah

pemakaian dan meningkat saat pemakaian diulang. Bunetel (2000) menemukan

pada individu dengan penyakit pada rongga mulut terkontaminasi dengan cepat.

Bakteri akan melekat, berakumulasi, dan bertahan hidup pada sikat gigi dan

dapat tertransmisi pada individu yang menyebabkan penyakit.8

16
Sogi et.al pada penelitiannya di tahun 2002 meneliti kontaminasi sikat gigi

pada interval waktu yang berbeda dengan berbagai larutan desinfektan. Interval

waktunya yaitu segera setelah menyikat gigi pertama kali, 48 jam, 7 hari, 14

hari, dan 28 hari. Didapatkan kontaminasi sikat gigi segera setelah menyikat gigi

pada grup kontrol yang meningkat seiring dengan lama pemakaian. Pada grup

heksidin dan Dettolin sikat gigi terkontaminasi pada interval waktu 14 hari dan

kontaminasi meningkat hingga hari ke 28. Pada grup hidrogen peroksida tidak

didapatkan kontaminasi sikat gigi.23

Svanberg menemukan bahwa sikat gigi dapat terkontaminasi oleh

Streptococcus mutans 24 jam setelah digunakan . Banyak penelitian lain yang

memperlihatkan bahwa setelah menyikat gigi, sikat gigi terkontaminasi dengan

bakteri yang didominasi oleh Streptococcus mutans.2 Streptococcus mutans

merupakan bakteri yang berperan dalam pembentukan plak dan karies.3

Kondisi lembab seperti di kamar mandi dapat memfasilitasi pertumbuhan

bakteri dan kontaminasi silang terutama ditemui melalui aerosol dari toilet,

flush, jari-jari yang terkontaminasi dan komensal kulit.9 Penelitian oleh

Karibasappa telah mengisolasi Streptococcus mutans, Sthapylococcus aureus,

Streptooccus pyogenes, Candida albicans, Lactobacillus, Klebsiella pada sikat

gigi yang telah dipakai selama sebulan dan tiga bulan kemudian diletakkan tidak

berdekatan dengan toilet. Sedangkan sikat gigi dengan lama pemakaian yang

sama tetapi diletakkan berdekatan dengan toilet diisolasi Escherichia Coli.10

Dayoub et.al (1977) menemukan bahwa sikat gigi yang diletakkan pada

tempat yang tertutup menghasilkan jumlah bakteri yang lebih banyak daripada

17
sikat gigi yang diletakkan pada tempat yang terbuka. Mehta et.al (2007)

menemukan bahwa sikat gigi dengan penutup meningkatkan jumlah bakteri

pada sikat gigi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Glass yang mengatakan

bahwa pada keadaan yang lembap, jumlah bakteri pada sikat gigi meningkat.8

Bunetel et.al (2000) menemukan bahwa pada pegangan sikat gigi yang

terbuat dari bahan solid terdapat bakteri yang lebih sedikit dan semakin luas area

pegangan semakin banyak jumlah bakteri. Efstratiou et.al (2007) menemukan

bahwa semakin rapat dan berrumbai bulu sikat maka semakin besar retensi

bakterinya.8

2.4 DEKONTAMINASI SIKAT GIGI

Pada tahun 1920, seorang dokter gigi bernama Dr. Cobb

merekomendasikan untuk merendam sikat gigi pada alkohol karena alkohol

diketahui bersifat bakterisidal.24 Etanol merupakan desinfektan golongan

alkohol yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk alat-alat kedokteran gigi

karena memiliki daya kerja yang cepat dalam membunuh (efek germisida).

Etanol dengan konsentrasi 60% sampai dengan 90% dapat membunuh

Escherichia coli dalam waktu kurang dari 5 menit. Efektif pula bagi jamur dan

bakteri antara lain Mycobacteria, Hepatitis B Virus (HBV) dan Human

Immunodeficiency Virus (HIV).25

Tetapi pemakaian etanol memiliki beberapa kerugian, di antaranya:

menguap dengan cepat sehingga tidak dapat dipakai dalam waktu lama bila

dibiarkan dalam ruang terbuka, mudah terbakar, tidak menembus bahan organic,

18
dapat melunakkan karet keras dan plastik bila dipakai secara berulang-ulang,

bersifat toksik dan meruak jaringan, dan tidak dapat dipakai untuk membran

mukosa.25

Pada tahun 1929, Kauffmann mecoba metode untuk sanitasi sikat gigi, yaitu

dengan cara mengeringkan sikat gigi dengan bantuan sinar matahari agar tidak

lembab dan menyimpan sikat gigi pada wadah tertutup yang berisi formaldehid

sebagai desinfeksinya.13

Metode lain temasuk menggunakan sinar ultraviolet, perendaman dengan

larutan desinfektan, penyemprotan pada bulu sikat gigi dengan larutan

antimikrobial, penggunaan microwave, dan mencuci sikat gigi dengan

dishwasher.2

Glass dan Jensen (1994) menyelidiki sinar UV digunakan sebagai metode

dekontaminasi sikat gigi dan mendapatkan hasil bahwa metode itu merupakan

metode yang efektif dalam mengurangi jumlah kontaminasi bakteri pada sikat

gigi.8 Pada tahun 2001, Devine et.al mengadakan percobaan dengan cara

mengisi gelas kimia dengan asap/uap merkuri yang diletakkan dalam

microwave. Asap/uap merkuri tersebut merubah energi panas microwave

menjadi gelombang UV. Mereka menemukan bahwa efektivitasnya bergantung

pada kuantitas sinar UV yang dihasilkan oleh microwave. Jumlah bakteri

berkurang drastis pada sikat gigi yang terpapar gelombang UV dari berbagai

arah, dibandingkan hanya dari arah atas dan samping.24

Gujjari et.al (2011) juga melakukan percobaan untuk membandingkan

efektivitas sinar UV dengan microwave sebagai teknik dekontaminasi sikat gigi.

19
30 orang diberikan sikat gigi. Setiap orang diinstruksikan untuk menyikat gigi

dengan teknik Bass selama satu minggu. Sikat gigi kemudian dikumpulkan dan

dikultur kemudian dianalisis jumlah koloni bakterinya. Kemudian pada tahap

berikutnya diberikan kembali sikat gigi baru dengan instruksi yang sama.

Seminggu kemudian sikat gigi kembali dikumpulkan dan disanitasi dengan

penyinaran microwave dan penyinaran UV. Setelah prosedur penyinaran, sikat

gigi kembali dikultur dan dihitung jumlah koloni bakterinya. Data kemudian

dianalisis dengan one way ANOVA dan uji lanjut Tukey’s post hoc. Didapatkan

hasil bahwa terdapat pengurangan yang bermakna (P<0,001) antara jumlah

koloni bakteri pada grup sikat gigi yang telah disanitasi dan grup kontrol. Sikat

gigi yang disanitasi dengan penyinaran microwave menunjukkan jumlah bakteri

yang lebih sedikit dan pengurangan yang bermakna (P<0,001) dibandingkan

dengan grup penyinaran UV.26

Zurawski melakukan percobaan sendiri untuk dekontaminasi sikat gigi

dengan menggunakan 4 metode, yaitu perendaman sikat gigi dengan larutan

hidrogen peroksida 3%, Listerine® 10 mL, sikat gigi yang dicuci dengan

dishwasher, dan sikat gigi dengan penyinaran UV. Hasilnya, keempat perlakuan

menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (F=7.91, DF=4, P=0.0001)

dalam mengeliminasi bakteri dibandingkan grup kontrol. Berdasarkan Tukey’s

test, tidak terdapat perbedaan signifikan di antara keempat macam perlakuan

sterilisasi (Confidence of interval: 99.30%; P-value = 0.0001). Tukey’s test

menunjukkan bahwa metode dengan dishwasher lebih efektif pada KI 98,91%

20
dibandingkan hidrogen peroksida dan penyinaran UV. Metode dengan Listrine®

menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dengan metode dishwasher.24

Metode lain untuk dekontaminasi atau desinfeksi sikat gigi adalah dengan

larutan desinfektan. Berbagai penelelitian telah dilakukan untuk

membandingkan setiap larutan desinfektan.2,5

Nascimento, Watanabe, dan Yoko Ito mengadakan percobaan dengan

menyemprotkan obat kumur pada sikat gigi sebagai upaya dekontaminasi oleh

Candida spp. Obat kumur yang digunakan adalah Periogard® (klorheksidin

0,12%) dan Neem Sattiva® (neem 1,0%). Lima puluh sembilan orang

diinstruksikan menyikat gigi tanpa pasta gigi dengan durasi 2 menit. Setelah

menyikat gigi, sikat gigi dibilas dengan air keran. Obat kumur kemudian

disemprotkan pada bulu sikat sebanyak enam kali dengan jarak 7 cm antara bulu

sikat dengan borol semprot. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga minggu dan

terdiri dari 3 tahap (1 tahap= satu macam perlakuan, termasuk dengan grup

kontrol). Sikat gigi dikumpulkan dan diletakkan pada wadah selama 4 jam

setelah menyikat gigi, kemudian dikultur dan dihitung koloni jamur serta

diidentifikasi jenis jamurnya. Hasilnya adalah Periogard® lebih ampuh dalam

mengeliminasi pertumbuhan Candida spp. Dibandingkan grup kontrol (air

suling) dan Neem Sattiva® (p<0,01). Tidak ada perbedaan signifikan antara

grup kontrol dan Neem Sattiva® (p<0,05).12

Sogi et.al membandingkan tiga larutan desinfektan yaitu obat kumur

heksidin, hidrogen peroksida 3%, dan Dettolin. 32 anak berumur 12-14 tahun

dibagi menjadi 4 grup termasuk grup kontrol. Mereka diinstruksikan untuk

21
membilas sikat gigi dengan air keran selama 20 detik, kemudian merendam sikat

gigi mereka pada larutan desinfektan yang telah ditetapkan unuk masing-masing

kelompok selama 20 menit. Untuk grup kontrol, tidak direndam dengan larutan

disenfektan. Setelah itu, sikat gigi diletakan diletakkan pada wadah yang terbuka

dengan kepala sikat gigi menghadap ke luar. Pada interval waktu tertentu yaitu

segera setelah menyikat gigi pertama, 48 jam, 7 hari, 1 hari, dan 28 hari, sikat

gigi dikumpulkan untuk melihat jumlah kontaminasi koloni bakterinya.23

Hasilnya tidak terdapat perbedaan signifikan segera setelah menyikat gigi

pertama kali pada keempat grup (p=0,10 NS). Perbedaan signifikan terlihat

setelah 24 jam dan 48 jam di antara ketiga eksperimental grup dan grup kontrol

(p=0,04 sig dan p=0,01 sig) berturut-turut. Setelah 7 hari dan 14 hari, perbedaan

signifikan antara ketiga grup eksperimental dengan grup kontrol (p<0,001 HS).

Setelah 28 hari, perbedaan signifikan terlihat antara ketiga grup eksperimental

dengan grup kontrol (p<0,01 sig). Tidak ada perbedaan signifikan di antara

ketiga grup eksperimental, perbedaan signifkan hanya ditemukan antara ketiga

grup eksperimental dengan grup kontrol. Jelas bahwa grup kontrol memiliki

persentase kontaminasi yang paling banyak dengan tipe organisme yang lebih

banyak.23

Al-Talib et.al membandingkan efektifitas dua larutan yaitu sodium

hipoklorit 1% dan klorheksidin 0,2%. Hasilnya adalah terdapat perbedaan

signifikan antara kedua grup ekperimental dengan grup kontrol (tidak direndam)

(p≤0,05). Walaupun pada sikat gigi yang direndam dengan klorheksidin 0,12%

didapatkan lebih sedikit bakteri anaerob, tidak terdapat perbedaan yang

22
signifikan di antara klorheksidin 0,2% dan sodium hipoklorit 1% dalam

mengurangi kontaminasi bakteri pada sikat gigi.13

Alternatif desinfektan untuk dekontaminasi sikat gigi adalah larutan cuka

50%, larutan pasta gigi yang mengandung Triklosan, dan larutan sodium

perborat. Ada 5 grup perlakuan, termasuk klorheksidin 0,12% dan kontrol grup

(air steril). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan di antara

keempat desinfektan terhadap pengurangan semua mikroorganisme yang

diujikan. Setelah perendaman selama 10 menit klorheksidin merupakan larutan

yang paling efektif. Larutan pasta gigi dengan Triklosan menghasilkan

pengurangan yang signifikan pada semua mikroorganisme dibandingkan dengan

grup kontrol. Larutan cuka tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan

grup kontrol dalam pengurangan jumlah C. albicans. Tetapi pada

mikroorganisme lain yang diujikan, terdapat pengurangan yang signifikan

dibandingkan dengan grup kontrol. Larutan sodium perborat merupakan larutan

yang kurang efektif, jumlah mikroorganisme setelah perendaman dengan larutan

ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan grup kontrol.5

Pada penelitian oleh Swamy et.al yang membandingkan efektivitas

klorheksidin 0,12%, sodium hipoklorit 1%, dan hidrogen peroksida 3% terhadap

kontaminasi Streptococcus mutans pada sikat gigi, didapatkan kesimpulan

bahwa ketiga larutan disinfektan tersebut merupakan metode yang efektif dan

efisien untuk desinfeksi sikat gigi.2

Ayşegül et.al membandingkan efektivitas larutan desinfektan dalam bentuk

semprot (klorheksidin 0,12% dan benzidamin 0,15%) dan dalam bentuk obat

23
kumur (klorheksidin 0,12% dan benzidamin 0,15%) terhadap kontaminasi

bakteri bada sikat gigi. Hasilnya adalah tidak ada perbedaan signifikan antara

jumlah kontaminasi bakteri pada kelompok sikat gigi yang disemprot maupun

sikat gigi yang direndam dengan larutan desinfektan (p>0,05). Tetapi terdapat

perbedaan yang signifikan pada kedua grup eksperimental dengan kontrol

(larutan saline steril) (p<0,05).15

2.5 KLORHEKSIDIN

2.5.1 Tinjauan umum klorheksidin.

Klorheksidin adalah antiseptik bisbiguanid dengan molekul simetris yang

terdiri dari empat cincin klorofenil dan dua kelompok biguanide berhubungan

dengan pusat jembatan heksametilen. Senyawa ini adalah basa kuat dan

dikationik pada pH di atas 3,5 dengan dua muatan positif di kedua sisi pada

jembatan heksametilena. Sesungguhnya, sifat dikationik adalah sifat alami dari

klorheksidin, sehingga sangat interaktif dengan anion yang relevan dengan

efikasi, keamanan, efek samping lokal dan kesulitan formulasi dalam produk.16

24
Gambar 2.4 Senyawa kimia klorheksidin. Avaible from:
http://www.edoctor.co.in/dentistry/periodoxics/chlorhexidine-a-gold-standard-in-chemical-
plaque-control. Accessed 23 Desember 2011.

Klorheksidin adalah larutan desinfektan khemis yang bersifat bakteriostatik

dan bakterisidal terhadap mikroba gram positif maupun gram negatif.

Penghambatan plak dengan klorheksidin pertama kali diivestigasi oleh Schroeder

(1969), tetapi penelitian definitif dilakukan oleh Loe dan Schiott (1970). Studi ini

menunjukkan bahwa berkumur dengan 1,6-di-4Chlorophenyldiguanidohexane

(klorheksidin) tanpa prosedur normal pembersihan gigi, dapat menghambat

pembentukan plak dan perkembangan gingivitis.16

Selain memiliki aktivitas antibakterial yang tinggi, klorheksidin glukonat

juga menghambat virus termasuk Hepatitis B Virus (HBV) dan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dan aktif melawan jamur, termasuk Candida.

Klorheksidin glukonat merupakan bahan yang efektif, bekerja cepat, dan

toksisitasnya rendah.16

Klorheksidin tersedia dalam tiga bentuk, glukonat, asetat, dan garam

hidroklorida. Kebanyakan yang diteliti dan sebagai produk formula untuk

25
pemakaian oral adalah dengan menggunakan glukonat, yang diproduksi dengan

konsentrasi 20% V/V. Glukonat dan garam asetat dapat larut bersama air dan

hidroklorida sangat lambat larut dalam air. Klorheksidin dikembangkan tahun

1940-an oleh Imperial Chemical Industries, Inggris, dan dipasarkan pada tahun

1954 sebagai antiseptik untuk luka kulit. Selain itu, antiseptik ini lebih banyak

digunakan dalam pengobatan dan operasi termasuk kebidanan, ginekologi,

urologi, dan persiapan kulit sebelum dilakukan bedah untuk pasien dan ahli

bedah atau keduanya. Klorheksidin digunakan dalam kedokteran gigi pada

awalnya untuk desinfeksi mulut sebelum tindakan bedah dan pada perawatan

saluran akar.16

Penghambatan pembentukan plak oleh klorheksidin pertama kali diselidiki

pada tahun 1969, tetapi penelitian yang defintif dilakukan oleh Loe dan Schiott

(1970). Penelitian ini menunjukkan berkumur selama 60 detik dua kali per hari

dengan 10 mL dari 0,2% (dosis 20 mg) klorheksidin glukonat dalam keadaan

gigi normal yang belum dibersihkan, menghambat pertumbuhan kembali plak

dan perkembangan gingivitis. Sejumlah penelitian lain, klorheksidin adalah

salah satu senyawa yang paling banyak dalam kedokteran gigi.16

2.5.2 Mekanisme kerja klorheksidin.

Klorheksidin adalah zat antibakteri potensial tetapi hal ini saja tidak dapat

menjelaskan mengenai tindakan antiplaknya. Antiseptik ini mengikat kuat

membran sel bakteri. Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan peningkatan

permeabilitas dengan kebocoran dari komponen intraseluler termasuk kalium.

26
Pada konsentrasi tinggi, klorheksidin menyebabkan pengendapan dari

sitoplasma bakteri dan terjadinya kematian sel. Di dalam mulut, klorheksidin

mudah diabsorbsi termasuk pada permukaan gigi dengan pelikel berlapis.

Setelah terserap, tidak seperti antiseptik lain, klorheksidin menunjukkan

aktivitas bakteriostatik tinggi yang berlangsung lebih dari 12 jam.16 Selain itu

dalam penelitian yang baru dilakukan, klorheksidin dapat bekerja maksimal

selama 72 jam lamanya, dan selama itu tidak ada perbedaan yang berarti dalam

indeks plak dibandingkan dengan triklosan.27

Sebuah studi menjelaskan bahwa pelepasan antiseptik klorheksidin dari

permukaan lambat sehingga menghasilkan lingkungan antibakterial yang lebih

panjang dalam mulut.16

Klorheksidin dengan konsentrasi 0.2% dianggap sebagai standar larutan

kumur yang paling efektif.16 Klorheksidin tidak memiliki efek samping sistemik

karena tidak diabsobsi ke sirkulasi darah. Tetapi terdapat efek samping lokal

dari pemakaian klorheksidin, yaitu pewarnaan pada gigi, dorsum lidah,3 dan

bahan restorasi, mati rasa, desquamasi mukosa, dan pembesaran parotid pada

penggunaan klorheksidin dengan konsentrasi 0,2%.1

Gambar 2.5 Periogard. Obat kumur dengan kandungan 0,12% klorheksidin glukonat. Available from:
http://www.mcguffmedical.com/products.aspx?product=3925. Accessed 23 Desember 2011.

27
2.6 DAUN SIRIH

2.6.1 Gambaran umum.

Piper Betle Linn adalah anggota famili Piperaceae yang merupakan

tanaman yang dapat dimakan dengan daun yang telah banyak digunakan secara

tradisional di negara India, Cina, dan Thailand.28 Nama-nama umumnya adalah

sirih (dalam bahasa Inggris), paan (di India), phlu (di Thailand) dan sirih (dalam

Bahasa Indonesia). Sirih adalah tanaman yang perlu kondisi pertumbuhan yang

hangat dan basah untuk pertumbuhannya.29 Genus piper (piperaceae) telah

terdistribusi luas di wilayah tropis dan subtropis di dunia. Sirih dibudidayakan di

India, Srilanka, Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Afrika Timur. Bagian dari

sirih yang dimanfaatkan adalah daun, akar, batang, tangkai, dan buah. Sirih

mempunyai minyak esensial aromatik berwarna kuning, dengan bau yang pedas

dan tajam. 28

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari sirih (Familia Piperaceae) adalah

sebagai berikut:28

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle

28
Nama binomial : Piper betle Linn

Tanaman sirih berwarna hijau, tumbuh memanjat atau bersandar pada

batang pohon lain, tinggi 5-15 meter, batang lemah, permukaan kulit kasar dan

berkerut-kerut, beruas dan bernodul besar tempat akar keluar. Helaian daun

berbentuk jantung, berujung runcing, bertepi rata, tumbuh berselang-seling,

tulang daun melengkung, lebar 2,5-10 cm, panjang 5-18 cm, berbau aromatik

jika diremas. Buahnya berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan.30

Gambar 2.6 Daun sirih jawa. Sumber: Vikash C. Piper betle: phytochemistry, traditional use &
pharmacological activity – a review. IJPRD 2011;4(04):218

2.6.2 Kandungan dan kegunaan daun sirih (Familia Piperaceae) .

Daun sirih (Piper betle L.) secara umum telah dikenal masyarakat

sebagai bahan obat tradisional. Seperti halnya dengan antibiotika, daun sirih juga

mempunyai daya anti bakteri. Kemampuan tersebut karena adanya berbagai zat

yang terkandung di dalamnya. Daun sirih mengandung 4,2% minyak atsiri yang

sebagian besar terdiri dari Chavicol paraallyphenol turunan dari Chavica betel.

Isomer Euganol allyprocathechine, Cineol methyl euganol dan Caryophyllen,

29
kavikol, kavibekol, estragol, terpinen.19 Selain itu, minyak atsiri daun sirih

mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tamin,

glukosa, pati, dan asam amino.30

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang

(essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman.

Bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau

wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya.31 Minyak atsiri terdiri dari

hidroksi kavikol, kavibetol, estargiol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen,

seskuiterpen, fenilpropan dan tannin.18 Minyak atsiri larut dalam pelarut organik

dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai

bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis minyak

atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu

jenis penyakit. Fungsi minyak atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan

adanya bahan aktif, sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik,

anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri.31

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap yang akhir-

akhir ini menarik perhatian dunia, hal ini disebabkan minyak atsiri dari

beberapa tanaman bersifat aktif biologis sebagai antibakteri dan antijamur,

tetapi tidak mampu mematikan spora (sporosoid).20,32 Beberapa hasil penelitian

menemukan bahwa minyak atsiri dari daun sirih, rimpang temu kunci, dan

kunyit memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri. Minyak atsiri pada

umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu golongan hidrokarbon dan

30
golongan hidrokarbon teroksigenasi. Menurut Heyne (1987), senyawa-senyawa

turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya antibakteri yang kuat.20

Karvakol bersifat sebagai desinfektan dan antijamur sehingga bisa

digunakan sebagai antiseptik, euganol dan methyl-euganol dapat digunakan untuk

mengurangi sakit gigi. Selain itu di dalam daun sirih juga terdapat flavanoid,

saponin, dan tannin. Menurut Mursito (2002), saponin dan tannin bersifat sebagai

antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya

digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa, dan melawan infeksi pada luka.19

Flavanoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai

antiinflamasi. Kartasapoetra (1992) menyatakan daun sirih antara lain

mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari dari fenol yang

mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap

Staphylococcus aureus.19

Piper betle Linn atau sirih merupakan salah satu tanaman yang diketahui

berkhasiat sebagai antiseptik. Penggunaan secara tradisional biasanya dengan

merebus daun sirih kemudian air rebusan digunakan untuk kumur atau

membersihkan bagian tubuh lain, atau daun sirih dilumatkan kemudian

ditempelkan pada luka.18 Air rebusan daun sirih dapat digunakan untuk mengobati

batuk, maupun berfungsi sebagai bakteriosid terutama terhadap Haemophylus

influenzae, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus.19

Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan

misal pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan perasan,

infus, ekstrak air-alkohol, ekstrak heksan, ekstrak kloroform maupun ekstrak

31
etanol dari daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap gingivitis, plak

dan karies.18

Cara kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara

mendenaturasi protein sel. Dengan terdenaturasinya protein sel, maka semua

aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein. 19

Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung

gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan

sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada

kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan

segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan

menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol

menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. 20

32

Anda mungkin juga menyukai