Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Kerapu Pada kegiatan budidaya perairan, laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh pakan, khususnya dari jumlah dan kualitas. Jika jumlah dan kualitas pakan sesuai dengan kebutuhan ikan, maka akan diperoleh pertumbuhan yang optimal. Oleh karena itu perlu diketahui kebutuhan nutrisi ikan yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2001). Protein merupakan elemen penting penyusun dasar jaringan tubuh dan struktur nitrogen lain seperti enzim, asam nukleat, hormon, dan vitamin (Watanabe, 1988). Menurut Giri (1998) kebutuhan protein stadia juvenil untuk beberapa jenis ikan kerapu yang bersifat karnivor lebih tinggi daripada ikan omnivora atau herbivora yaitu sekitar 47,8% - 60% dalam pakan. Pada penelitian Usman et al. (2005) disimpulkan bahwa kadar protein 53% dalam pakan ikan kerapu menghasilkan laju pertumbuhan harian 0,31%. Sedangkan pada perlakuan kadar protein 41% dan 47% menghasilkan laju pertumbuhan harian masingmasing sebesar 0,24% dan 0,28%. Kandungan protein yang optimal dalam pakan dipengaruhi oleh keseimbangan protein itu sendiri dengan energi, komposisi asam amino, kecernaan protein dan sumber energi pakan (Halver, 1989). Kebutuhan ikan akan lemak terbagi manjadi 2 fungsi utama yaitu sebagai sumber energi dan sumber asam lemak. Pada ikan karnivor lemak lebih berperan penting karena ketersediaan karbohidrat dalam pakannya rendah. Lemak juga digunakan untuk bahan penyusun sel dan untuk pemeliharaan membran-membran sel (Watanabe, 1988). Selain itu lemak juga diperlukan sebagai pemeliharaan dari bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu absorpsi vitamin yang larut dalam lemak, dan mempertahankan daya apung (NRC, 1993). Suwirya et al. (2004) menyatakan bahwa lemak yang dibutuhkan ikan kerapu adalah asam lemak linolenat (omega3) terutama dengan ikatan ganda tinggi. Kebutuhan asam lemak esensial ikan laut sekitar 9-16 % dalam pakan dengan 2,5 % omega-3 HUFA. Menurut Garling dan Wilson (1976) dalam Lovell (1989), kelebihan energi yang ada dapat disimpan dalam bentuk protein atau lemak. Ketika terjadi keterbatasan nutrisi esensial maka sintesis protein akan terhenti dan kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

lemak. Penyimpanan lemak dapat dijaga pada tingkat minimum dengan menjaga keseimbangan nutrisi terhadap energi (energi:protein rasio). Karbohidrat pada ikan karnivor hanya dibutuhkan sekitar 10-20 %, lebih sedikit dibanding ikan omnivor atau herbivor (Watanabe, 1988). Pada pakan, karbohidrat tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber energi, tetapi juga dimanfaatkan sebagai binder (Webster dan Lim, 2002). Menurut Lovell (1989), vitamin merupakan senyawa organik yang kompleks dan berperan penting untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi, dan pemeliharaan. Penggunaan vitamin dalam pakan hanya dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 0,2 0,5 %. Mineral merupakan nutrien esensial yang berfungsi sebagai struktur komponen dari sistem rangka seperti kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), sebagai aktivator osmotik (Na, K, Cl) serta merupakan elemen penting dalam hemoglobin dan pertukaran oksigen seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu) (Webster dan Lim, 2002). Menurut Watanabe (1988), defisiensi mineral dapat menyebabkan beberapa disfungsi, diantaranya berupa struktur tubuh yang menyimpang, laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang rendah, anemia dan menghambat fungsi beberapa vitamin dalam tubuh. Pada pakan ikan kerapu, mineral diberikan dalam bentuk mineral premix sebanyak 0,2 %. 2.2 Tepung Darah (Blood Meal) Tepung darah merupakan satu dari beberapa alternatif bahan baku pengganti tepung ikan. Tepung darah merupakan salah satu sumber bahan baku protein yang sudah sering dimanfaatkan dalam pakan ternak dengan kadar protein berkisar antara 89-92 % (DeRouchey, 2002). Selain protein, tepung darah juga mengandung Fe yang sangat tinggi sampai pada level 2769 mg/kg, dibanding dengan tepung ikan yang hanya berkisar antara 114-544 mg/kg (herring 114 mg/kg, menhaden 544 mg/kg dan white fish 181 mg/kg) dan tepung kedelai 140 mg/kg (NRC, 1993). Jumlah Fe yang sangat tinggi memungkinkan tepung darah digunakan sebagai sumber Fe organik (Setiawati, 2006).

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

Pada penelitian Sarah (2008) diketahui bahwa tepung darah pada pakan dapat digunakan sampai pada level 12% dalam pakan dengan penambahan atraktan berupa tepung cumi sebesar 3% dan taurin sebesar 1% dan didapat hasil yang baik terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu dan efisiensi pakan sebesar 74,38% selama 40 hari pemeliharaan. Tepung darah secara komersial diproduksi spray-dried yang disebut SBC (Spray-Dried Blood Cell). Pada bentuk ini tepung darah memiliki kandungan protein 92 % bobot kering dan kandungan lysine 9 % dari total protein. Akan tetapi hanya mengandung sedikit mineral P 0,33% (Johnson et al., 2000 dalam Sarah, 2008). Daya cerna ikan terhadap pakan tergantung pada kuantitas dan kualitas pakan, jenis bahan baku pakan, kandungan, jenis serta aktivitas enzimenzim pencernaan pada sistem pencernaan ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat fisik dan kimia perairan (kualitas air) (NRC,1993). Berikut komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai (NRC, 1993) Bahan Herring Menhaden White fish Tepung darah Tepung kedelai Ca (%) 2.20 5.19 7.31 0.41 0.30 P (%) 1.67 2.88 3.18 0.30 0.65 Mg (%) 0.14 0.15 0.18 0.15 0.29 Mineral Cu Mn Zn Fe (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) 5.60 4.80 125 114 10.30 37.00 144 544 5.90 12.40 90 181 8.20 6.40 306 2769 23.10 30.60 52 140

Fe berfungsi sebagai mikromineral penting yang berpengaruh pada fungsi imunitas dan peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Selain itu juga Fe berkaitan erat dalam pengaruhnya dengan metabolisme energi, baik itu lemak, protein, dan karbohidrat (Webster dan Lim, 2002). Pemakaian tepung darah akan mengurangi palatabilitas pakan sebagai sumber Fe sehingga akan berpengaruh terhadap asupan pakan yang dikonsumsi. Tepung darah sendiri merupakan bahan pakan yang baru digunakan dalam pakan ikan sehingga akan mempengaruhi palatabilitas pakan yang dikonsumsi ikan (Halver, 1989). Profil asam amino tepung darah dapat dilihat pada Tabel 2.

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

Tabel 2. Profil asam amino tepung darah (Johnson et al., 2000 dalam Sarah, 2008) Profil Asam Amino Arginin Histidin Isoleucin Leucin Lysin Methionin Phenylalanin Threonin Tryptofan Valine 2.3 Status Kesehatan Ikan Sistem peredaran darah pada semua organisme merupakan proses fisiologis yang sangat penting. Untuk melakukan aktivitas, sel, jaringan, maupun organ membutuhkan nutrisi dan oksigen. Bahan-bahan ini dapat disuplai hanya bila peredaran darah berjalan normal. Oleh karena itu, semua fungsi dari tiap organ dalam tubuh kadang-kadang dapat dilihat pada darah. Darah memawa substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga agar tubuh dapat melakukan fungsinya dengan baik (Fujaya, 2002). Sel-sel tubuh tersebut terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Amlacher (1970) menyatakan bahwa darah mengalami perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Kelebihan dan kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level protein total, kadar hemoglobin dan total eritrosit). Dalam tubuh ikan, darah berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, menyuplai oksigen yang membutuhkannya (Lagler et al., 1977). Bagian terbanyak pada darah adalah eritrosit yang memiliki bentuk dan ukuran bervariasi antar spesies dan berfungsi untuk mengikat oksigen dan sitoplasma merah muda (Lagler et al., 1977). Chinabut et al. (1991) dalam Tasik (2009) menyatakan bahwa inti sel darah merah terletak sentral dengan sitoplasma dan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa. Jumlah eritrosit pada ikan umumnya berada pada kisaran 3,0 x 106 sel/mm3. Jika terjadi penurunan pada Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010 Komposisi (%) 4,12 7,32 0,63 13,61 8,75 0,76 6,28 3,12 1,54 9,12

jumlah eritrosit maka ikan akan mengalami anemia dan kerusakan ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stres (Nabib dan Pasaribu, 1989). Hemoglobin merupakan karakteristik dari eritrosit, warna merah dalam darah segar disebabkan adanya Hb dalam sel darah merah. Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang sangat erat dengan adanya daya ikat oksigen oleh darah. Fungsi utama hemoglobin adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah, hemoglobin juga berperan dalam osmolaritas eritrosit (Lagler et al., 1977). Kandungan hemoglobin dalam darah dipengaruhi oleh hematokrit dan aktivitas organisme. Hematokrit berkorelasi kuat dengan jumlah hemoglobin darah. Semakin rendah jumlah sel darah merah, maka semakin rendah pula kandungan hemoglobin dalam darah. Pada penelitian mengenai parameter darah dan metabolit ikan terpapar sulfit dan hipoksia, menyatakan bahwa terjadi hypoxemia pada ikan tambakan akibat stress dan konsentrasi hemoglobin, hematokrit serta sel darah merah menurun sampai paparan 96 jam. Stress juga dapat menyebabkan anemia akibat rendahnya sintesis hemoglobin, kelainan bentuk eritrosit, gangguan dan pembentukan methemoglobin (Affonso et al., 2002 dalam Setiawati, 2006). Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume total darah. Nilai hematokrit menyatakan persen volume eritrosit dalam darah. Hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Ada hubungan antara jumlah hemoglobin dalam darah dengan hematokrit. Walaupun nilai hematokrit tidak selalu tetap, akan tetapi jika kadar hematokrit di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit (Nabib dan Pasaribu, 1989). Sedangkan Gallaugher et al. (1995) dalam Indriastuti (2008) menyatakan bahwa nilai kadar hematokrit yang lebih kecil dari 22% dianggap mengalami anemia. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi. Sedangkan

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

meningkatnya kadar hemoglobin menunjukkan bahwa ikan berada dalam kondisi stres (Anderson dan Siwicky, 1993). Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik. Leukosit pada ikan berbentuk lonjong sampai bulat, tidak berwarna dan jumlahnya berkisar antara 20.000 150.000 butir per mm3 (Lagler et al., 1977). Pada ikan sehat, jumlah dan proporsi masing-masing komponen darah relatif konstan. Dikemukakan oleh Randall (1970) bahwa volume darah pada ikan teleostei, holostei, dan chondrostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh. Leukosit akan meningkat jika mengalami tubuhnya mengalami stres (Dellman dan Brown, 1989). Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Leukosit mampu keluar dari pembuluh darah dan menuju jaringan dalam melaksanakan fungsinya, sedangkan eritrosit bersifat pasif dan hanya melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah (Dellman dan Brown, 1989). Berdasarkan ada tidaknya granula atau butir-butir dalam sel, sel darah putih dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu granulosit, merupakan sel darah putih yang memiliki granula dan sel agranulosit, merupakan sel darah putih yang tidak memiliki granula dalam selnya. Granulosit terdiri dari limfosit, monosit dan trombosit. Sedangkan agranulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil (Shobodova, 1991 dalam Kuswardani, 2006). Monosit berukuran 8-15 mikron. Intinya terletak di tepi sel dan kadang hanya terlihat sebagian. Monosit bersama makrofag jaringan setempat akan memfagositosis sisa-sisa jaringan dan agen penyebab penyakit (Nabib dan Pasaribu, 1989). Menurut Fujaya (2002), monosit dapat memfagositosis partikel lebih besar (makrofag) dan akan diproduksi lebih banyak jika ada sel asing atau tanda-tanda adanya agen penyakit masuk ke dalam tubuh ikan. Limfosit merupakan bagian terbanyak dari granulosit yang berjumlah antara 71,12 82,88%. Bentuk bundar dan berukuran 4-8 mikron. Inti besar dan hampir memenuhi sel dengan warna terang. Secara umum limfosit menunjukkan heterogenesis yang tinggi dalam morfologi dan fungsinya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mobile dan memiliki kemampuan merubah bentuk dan ukuran

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

sehingga mampu menerobos jaringan atau organ tubuh yang lunak dan menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh (Dellman dan Brown, 1989). Trombosit berukuran kecil sekitar 8 mikron. Trombosit pada ikan berbentuk panjang dan bulat dengan inti sel hampir memenuhi seluruh sel dengan warna hampir sama dengan eritrosit. Trombosit berperan utama dalam proses pembekuan darah jika terjadi luka pada tubuh serta mengaktifkan protrombin menjadi trombin. Bila terjadi hal yang mengejutkan, maka trombosit akan meningkat (Fujaya, 2002). Neutrofil memiliki inti sel yang kecil memanjang dengan bentuk oval berwarna violet dan berukuran 12-15 mikron. Jumlah neutrofil dari total leukosit dalam darah ikan adalah 6-8% yang berfungsi melawan penyakit bersama eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus. Sifat melawan ini disebut sifat fagositik yaitu memakan dan menghancurkan sel penyebab penyakit (Lagler et al., 1977). Menurut Guyton dan Hall (1987), aktivitas makrofag dan neutrofil dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan zat besi. Banyaknya bahan kimia dalam jaringan dapat menyebabkan neutrofil dan makrofag bergerak menuju sumber bahan kimia dan dikenal dengan fenomena kemotaksis. Tingginya kandungan Fe dalam tepung darah yang disuplementasi ke dalam pakan dan dikonsumsi ikan diduga akan menyebabkan cadangan Fe dalam tubuh ikan akan menjadi lebih banyak. Guyton dan Hall (1987) menyatakan bahwa zat besi yang diserap akan diangkut ke dalam darah oleh transferin menuju plasma dan dilepaskan ke sel atau jaringan pada setiap tempat di dalam tubuh. Di dalam sitoplasma sel besi bergabung dengan suatu protein yaitu apoferitin untuk membentuk feritin. Besi yang disimpan di dalam feritin merupakan besi cadangan. Bila tubuh ikan membutuhkan zat besi tambahan, maka zat besi dari feritin tersebut akan dilepaskan dan diangkut dalam bentuk transferin menuju bagian tubuh yang memerlukan zat besi. Selanjutnya zat besi ini berperan sebagai bahan pembentuk sel darah merah dan hemoglobin.

Bayu Prasetya Wibowo. C14051356. Blood Meal. 2010

Anda mungkin juga menyukai