Anda di halaman 1dari 23

AKUNTANSI PERPAJAKAN

REKONSILIASI FISKAL

MODUL 13
Mutiah

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008

Rekonsiliasi Fiskal

Laporan keuangan yang dihasilkan dari proses akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dinamakan dengan laporan keuangan komersial.

Dalam rangka penyusunan laporan keuangan fiskal; yaitu laporan keuangan yang menggunakan dasar undang-undang pajak; dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan rekonsiliasi fiskal. Secara ideal, seharusnya proses penyusunan laporan keuangan dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat dimanfaatkan langsung untuk pelaporan pajak. Dari nilai ideal tersebut, tercetus ide untuk menyamakan prinsip akuntansi kornersial dengan prinsip akuntansi fiskal. Sehingga data-data dapat terintegrasi dalam laporan keuangan, tidak terpisah dalam catatan tersendiri yang menyebabkan penelusuran terhadap data tersebut menemui kesulitan.

Contoh kasus: Dalam hal terjadi sewa guna usaha dengan hak opsi. Berapa harga perolehan Aktiva sewa guna usaha secara akuntansi dan fiskal. Secara akuntansi data tersebut dapat tersimpan dengan rapi dalam bentuk daftar aktiva yang terintegrasi ke dalam jurnal. Sedangkan secara fiskal catatan tersebut harus disediakan tersendiri tidak terintegrasi ke dalamjurnal.

Dalam kenyataan saat ini gagasan tersebut belum dapat diwujudkan karena belum adanya kesepakatan antara pihak IAI dengan Otoritas Pajak mengingat adanya perbedaan orientasi akuntansi dan pembukuan fiskal. Sehingga pendekatan yang dilakukan mcnggunakan rekonsiliasi fiskal.

Masalah pokok dalam akuntansi sama dengan PPh yaitu

menentukan penghasilan

(pendapatan) dan biaya (beban) Beda pada satu periode tertentu (tahun buku). Didalam Waktu menentukan penghasilan dan biaya tersebut terdapat persamaan dan perbedaan mengenai

prinsip dan metode, perbedaan terdiri dan beda tetap (permanent different) dan beda waktu (temporary different).

Rekonsiliasi Fiskal dilakukan yang menghilangkan perbedaan antara Laporan Keuangan Komersial yang berdasarkan standar akuntansi keuangan dengan peraturan pajak, sehingga dihasilkan laporan keuangan fiskal. Perbedaan perlakuan dalam Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua perbedaan, yaitu BEDA TETAP (Permanent Djfference) dan BEDA WAKTU (Time Difference).

Dinamakan beda tetap, karena akumulasi perbedaan tersebut akan tetap ada sarnpai waktu yang tidak terhingga.

Contoh : Pada Tahun 1999 s.d. 2002 terdapat biaya sumbangan sebesar Rp 60.000.000,- setahun. Berdasarkari Pasal 9 UU No.17 tahun 2002. biaya sumbangan bukan merupakan pengurang penghasilan bruto, maka pengakuan hiaya pada masing-masing akuntansi adalah:

Akuntansi Komersial 1999 2000 2001 2002 Total 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 240.000.000

Auntansi Pajak 0 0 0 0 0 Perbedaan 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 240.000.000

Sedangkan dalam beda waktu, akan terjadi saling eliminasi antar tahun-tahun fiscal, sehingga tidak ada perbedaan lagi.

Contoh: HP Aktiva tctap tahun 1999 = Rp 240.000.000. Disusutkan menurut akuntansi 3 tahun dan menurut Pajak 4 tahun (metode garis lurus). Berdasarkan data tersebut maka penyusutan akutansi komersial Rp 60.000.000/tahun sedangkan akutansi pajak Rp 60.000.000/tahun

Akuntansi Komersial 1999 2000 2001 2002 Total 80.000.000 80.000.000 80.000.000 0 240.000.000

Auntansi Pajak 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 240.000.000 Perbedaan 20.000.000 20.000.000 20.000.000 (60.000.000) 0

Untuk menghilangkan perbedaan tersebut dilakukan koreksi fiskal, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalal penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya, misalnya: Penyesuaian atas pemupukan cadangan. Sedangkan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto yang bersifat mengurangi penghasilan atau menarnbah biaya kemersial, misalnya pembayaran sewa guna usaha.

Laporan Keuangan Fiskal yang dihasilkan dan proses rekonsiliasi fiskal tesebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Terutang menurut ketentuan pasal 17 UU No.7 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.17 tahun 2000.

PENGHASILAN KENA PAJAK

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU.No.10 Tahun 1994 tidak berubah pada UU.No.17 Tahun 2000,Penghasilan Kena Pajak (PhKP) bagi WP Badan DN yang penghasilannya merupakan objek PPh Yang tidak dikenakan Pph Final, adalah penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) Dikurangi:

Biaya yang diperkenankan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, d, e.

Kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) Berdasarkan SPt Tahunan Pph WP Badan ( Formulir 1771), PhKP adalah Penghasilan

Neto Fiskal dikurangi kompensasi kerugian. Apabila tidak ada kompensasi kerugian, PhKP = Ph. Neto Fiskal

PENGHASILAN NETO FISKAL Formulir 1771-I (lampiran-I) Contoh: Penghasilan Neto Komersial Dikurangi,Penghasilan yang dikenakan PPh-Final dan yang tidak termasuk objek pajak (Rp. 1.500.000.000) Rp.43.481.400.000

Ditambah, penyesuaian fiskal positif Dikurangi, penyesuaian fiskal negative Dikurangi, Fasilitas Penanaman Modal berupa Pengurangan penghasilan neto Penghasilan Neto Fiskal

Rp. 1.765.397.000 (Rp. 50.000.000)

0 Rp.43.696.797.000

Apabila bersaldo negatif merupakan Rugi Fiskal, berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2000 dapat dikompensasi dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutanya sampai dengan 5 (lima) tahun.

REKONSILIASI RUGI LABA FISKAL Rekonsiliasi Rugi Laba Fiskal adalah cara melakukan penyesuaian fiskal atas Rugi Laba Komersial menjadi Rugi Laba Fiskal. Penghasilan Lampiran I SPT PPh. yang dkenakan PPh-Final dan yang bukan merupakan objek

PPh.dimasukan ke Lampiran IV SPT PPH. Penyesuaian Fiskal Positif dan negatif dimasukan ke

STUDI KASUS SPT.PPH.BADAN TAHUN 2006

II. REKONSILIASI FISKAL HP PENJUALAN (DALAM RIBUAN Rp)

KOREKSI NO KOMERSIAL (1) FISKAL POS (Neg) 1771.1 (2) 1. BAHAN BAKU a. Persediaan Awal b. Pembelian c. Retur Pembelian d. Siap dipakai e. Persediaan Akhir f. Digunakan 2. UPAH LANGSUNG a. Upah Pokok b. JKK & JKM c. JHT d. THR e. Lembur f. Pengobatan Pengganti 900.000 11.000 33.000 76.000 300.000 100.000 1.420.000 3. BIAYA PRODUKSI 5.000.000 24.860.000 (160.000) 29.700.000 (5.200.000) 24.500.000 -

PPH FISKAL (1-2) KETERANGAN

5.000.000 24.860.000 (160.000) 29.700.000 (5.200.000) 24.500.000

900.000 11.000 33.000 76.000 300.000 100.000 1.420.000

Ps. 21 Ps. 21

Ps. 21 Ps. 21 Ps. 21

TAK LANGSUNG a. Gaji Teknisi b. Tunj. PPh 21 SUBTOTAL GAJI c. Bahan Pembantu d. PBB-Pabrik BIAYA 500.000 50.000 550.000 690.000 50.000 1.290.000 500.000 50.000 550.000 690.000 50.000 1.290.000 Ps. 21 Ps. 21

4.

PENYUSUTAN a. Bangunan b. Mesin Pabrik 100.000 1.200.000 4a (50.000) 3i 150.000 676.480

523.520 1.300.000 BIAYA PRODUKSI (1 s.d. 4) BRG DLM PROSES a. Persediaan Awal b. Persediaan Akhir 7. 8. HP PRODUKSI BARANG JADI a. Persediaaan Awal b. Persediaan Akhir 9. HP PENJUALAN 1.500.000 (1.200.000) 29.610.000 473.520 1.500.000 (1.200.000) 29.136.480 2.900.000 (2.100.000) 29.310.000 473.520 2.900.000 (2.100.000) 28.836.480 826.480

473.520

5. 6.

28.510.000

473.520

28.036.480

IV. REKONSILIASI BIAYA USAHA (DALAM RIBUAN Rp)

NO

JENIS BIAYA

KOMERSIAL (1)

KOREKSI FISKAL POS (Neg)

FISKAL (1-2)

KETERANGAN

1771.1 (2) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gaji Pokok JKK & JKM JHT Iuran Pensiun-MK Tunj. Aktivitas Pengobatan a. Tunjangan b. Penggantian c. Cuma-cuma 300.000 120.000 50.000 3c 50.000 300.000 Ps. 21 120.000 Ps. 21 Ps. 9 (1) e 4.500.000 50.000 150.000 250.000 550.000 4.500.000 Objek Ps. 21 50.000 Objek Ps. 21 150.000 Bukan PPh 21 250.000 Bukan PPh 21 550.000 Ps. 21

7. 8.

THR Bonus a. Prestasi Kerja b. Pembagian Laba

350.000

50.000

Ps. 21

250.000 100.000

3l 100.000 -

250.000 Ps. 21 Ps. 21-SE-

16/PL.44/92

9.

PPH-Ps. 21 a. Tunjangan b. Perush. Ditanggung 300.000 20.000 60.000 3c 20.000 300.000 Ps. 21 Ps. 9 (1) e

10. 11.

Pembagian Beras Sumbangan b. Keagamaan

3c

60.000

Ps. 9 (1) e

20.000 6.000.000 30.000

3e 3c

20.000

Ps. 9 (1) g

12. 13. 14.

Promosi Pulsa HP Pegawai Kerugian Piutang a. Penyisihan b. Nyata Tdk Dpt Ditagih (Sesuai

6.000.000 Ps. 6 (1) a 15.000 15.000 KEP.220/PJ/02

300.000

3b 300.000 -

Ps. 9 (1) c 180.000 Ps. 6 (1) h

180.000

KEP.238/PJ/201) c. Tdk Sesuai 15. PM-TDDK Dgn PK: a. FPSdh-BKP Ps. 6 b. FPSdh-BKP Ps. 9 c. FP. Std-Catat 16. Sanksi KUP a. Denda Ps. 7 b. Bunga Ps. 13 (2) 17. 18. PPH Final Beban Bunga a. Investasi Saham 100.000 3l 100.000 Penj. Ps. 6 (1) a 2.000 30.000 61.600 3h 3h 3f 2.000 30.000 61.600 Ps. 9 (1) k Ps. 9 (1) k Ps. 9 (1) h Adm.Pjk20.000 20.000 Ps. 3 (1) 50.000 3l 50.000 Ps. 6 (1) h

PP.138/00 3l 10.000 s.d.a

10.000 5.000

3l

5.000

s.d.a

19.

Rugi Kurs SUBTOTAL

200.000 14.358.600

200.000 Ps. 6 (1) e 823.600 13.535.000

20.

Penyusutan a. Sedan 150.000 14.208.600 3i 118.277 31.723 3i-1771,I

TOTAL BIAYA USAHA

941.877 13.266.723

PT. CIPTA KARSA UTAMA REKONSILIASI RUGI LABA FISKAL TAHUN 2006

KOMERSIAL

KOREKSI FISKAL

PPH TIDAK KETERANGAN POS FINAL

(Neg) 1771.1) Penjualan Bruto Potongan Penjualan Retur Penjualan Penjualan Neto (I) Harga Penjualan (II) Laba Bruto Usaha (III) Biaya Usaha (IV) Penghasilan Usaha (V) Penghasilan Diluar (sebelum Bruto Usaha potong 1771.IV Neto Pokok 90.000.000 (3.000.000) (1.000.000) 86.000.000 (29.610.000) 56.390.000 (14.208.600) 42.181.400 3b 300.000 300.000 473.520 773.520 941.877 1.715.397 90.000.000 (2.700.000) (1.000.000) 86.300.000 (29.136.480) 57.163.520 (13.266.723) 43.896.797

PPh)

a.Jasa Giro e. Sewa Ruangan f. Dividen PT. KLM i. Laba Penjualan

200.000 200.000 500.000 600.000 100.000 1.600.000

(200.000) (200.000) (500.000) (600.000) (1.500.000)

100.000 100.000

Final 20% Final 10% Bukan Obyek Final 0,1%

Saham j. Laba Kurs Total Penghasilan

Diluar Usaha (VI) Laba bersih sebelum PPh

43.781.400

215.397

43.996.797

PT CIPTA KARSA UTAMA TAHUN 2006

1. Tahun Buku dari 1 Januari 2006 s.d. 31 Desember 2006 sama dengan tahun takwim.
Tahun pajak 2006 dan SPT PPh Badan Tahun 2006.

2. Biaya Pegawai. Ps. 6 (1) a No. 17 tahun 2000

Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; dapat dikurangkan (deductible). Bagi perusahaan yang ikut program JAMSOSTEK:

a. Pembayaran iuran premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan


Kematian (JKM) dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh ps. 21; apabila pegawai menerima santunan atau penggantian bukan objek PPh ps. 21.

b. Pembayaran premi Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dikurangkan dan bukan objek
PPh ps. 21; apabila pegawai PHK menerima dikenakan PPh ps. 21.

3. Bangunan Pabrik (Permanen).


Harga perolehan pada awal tahun 1997 Rp 3.000.000.000. Akuntansi, taksiran umur 30 tahun, tidak ada nilai residu, metode penyusutan garis lurus. Penyusutan komersial per tahun Rp 100.000.000 Penyusutan fiskal dengan metode garis lurus pertahun (umur 20 tahun) = 5%= Rp 150.000.000

4. Mesin Pabrik (Kelompok 3)


Harga perolehan pada awal tahun 1997 Rp 18.000.000.000 Akuntansi, taksiran umur 15 tahun, tidak ada nilai residu, metode penyusutan garis lurus. Penyusutan komersial per tahun Rp 1.200.000.000. Penyusutan fiskal, umur 16 tahun, Metode saldo menurun, tarif 12,5%. Untuk aktiva tetap yang diperoleh sebelum tahun 2001, penyusutan fiskal dilakukan setahun penuh, NSBF pada akhir tahun ke-9 dapat digunakan rumus = HP (1-0,125)9 = 18.000.000.000 X 0,30065780132 = 5.411.840.424 Penyusutan fiskal tahun ke-10 (2006) = 12,5% 5.411.840.424

= 676.480.053

5. Biaya pengobatan pegawai yang dibayar langsung ke rumah sakit, dokter dan apotik,
merupakan pemberian kenikmatan kepada pegawai, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek PPh ps. 21. Penggantian pengobatan, pemberian uang pengobatan atau pemberian tunjangan pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari pengahasilan bruto dan merupakan objek PPh ps. 21.

6. SE-16/PJ.44/1992.
Pembayaran bonus, gratifikasi, jasa produksi, tantiem dan sebagainya kepada karyawan yang merupakan bagian keuntungan (pembagian laba) atau dibebankan ke laba yang ditahan (Retained Earning), tidak dapat dikurangkan (non deductible), tapi bagi pegawai merupakan objek PPh ps. 21. Pasal 9 (1) e UU No.17 tahun 2000 Penggantian atau imbalan sehibngan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak dapat dikurangkan (non deductible); kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (No. 466/ KMK.04/ 2000, KEP. 213/ PJ/ 2001, KEP-220/ PJ/ 2002) dapat dikurangkan (deductible)

7. Sumbangan yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan atau kepemilikan,
bagi yang menerima bukan objek PPh dan bagi yang memberi bukan biaya.

8. Pasal 6 (1) h UU No. 17 tahun 2000.


KEP-238/PJ/2001: Kerugian piutang tak tertagih dapat dikurangkan, dengan syarat kumulatif:

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial,

b. Telah diserahkan perkara pengaihannya ke Pengadilan Negeri bagi perusahaan


swasta, atau ke BUPLN bagi BUMD/ BUMN, atau ada perjanjian tertulis ( Akta Notaris) mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utan (perjanjian restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.

c. Telah diumumkan dalam penerbitan umum: (koran, majalah, media massa cetak,
yang lazim lainnya berskala nasional), atau penerbitan khusus (PERBANAS, HIMBARA) dan penerbitan atau pengumuman khusus oleh Bank Indonesia.

d. WP harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ke


DJP (KPP), dengan cara dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Penyisihan Kerugian Piutang Tak Tertagih yang dibentuk pada akhir tahun buku, menurut akuntansi diakui sebagai kerugian sedangkan menurut PPh tidak dapat dibiayakan; kecuali untuk Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi bagi Lessor.

9. Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan dengan Pajak Keluaran.


Ps. 3 PP.138/2000 Bagi perusahaan yang bukan pengusaha kena pajak, misalnya: Hotel, Bank, Asuransi, Rumah Sakit dan sebagainya, PPN yang dibayar pada waktu perolehan atau pembelian BKP/JKP, tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran, perlakuaannya: Dapat dikurangkan dari penghasilan sesuai pasal 6 UU PPh-1984, dan apabila masa manfaatnya lebih dari satu tahun pembebanannya melalui penyusutan atau amortisasi, atau dikapitalisasi pada harga perolehan aktiva yang diperoleh atau dibeli. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, apabila pengeluaran tersebut termasuk Ps 9 UU PPh-1984, misalnya PPN atas pembelian bahan-bahan yang disumbangkan. Bagi perusahaan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, PPN atas perolehan atau pembelian BKP/ JKP dibedakan antara PM yang dapat dikreditkan dengan PK dan PM yang tidak dapat dikreditkan dengan PK, perlakuannya seperti pada pengusaha yang bukan PKP, ditambah untuk Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat atau kurang lengkap dalam pengisiannya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

10. Sanksi Administrasi Perpajakan


Pasal 9 (1) k UU No. 17 tahun 2000 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang perpajakan di bidang perpajakan, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

11. Biaya Bunga


Pasal 6 (1) a UU No.17 tahun 2000, biaya bunga merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible). Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang deviden yang diterima bukan merupakan objek pajak, biaya bunga tersebut dapat dikapitalisasikan pada harga perolehan saham.

12. Rugi Kurs


Pasal 4 (1) e UU No. 17 tahun 2000. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

13. Penyusutan Sedan


Pada tanggal 1 Juli 2001 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur, dan Manager seharga Rp 900.000.000. Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus tanpa taksiran nilai residu. Penyusutan Komersial per tahun Rp 150.000.000. Penyusutan Fiskal, Saldo Menurun, tarif 25%: KEP-220/PJ/2002 m.b. 18 April 2002, SE-09/ PJ.42/ 2002. Kendaraan termasuk sedan yang digunakan pegawai (dibawa pulang) karena jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk harta Kelompok II dan 50% dari biaya rutin/ pemeliharaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Yang dimiliki sebelum 18 April 2002, dihitung NSBF per 30 April 2002 dan 50% dapat disusutkan (S-174/PJ.42/2003, 27 Maret 2003) 1 Juli 2001 HP 4 unit sedan Penyusutan Fiskal-Nondeductible: 2001 = 6/12 X 25% X 900.000.000 = 112.500.000 2002 = 4/12 X 25% X 787.500.000 = 65.625.000 NSBF per 30 April 2002 (178.125.000) 721.875.000 Rp 900.000.000

NSBF dapat disusutkan = 50% 2002 = 8/12 X 25% X 360.937.500 2003 = 2004 = 2005 = 2006 = 25% X 300.781.250 25% X 225.585.937 25% X 169.184.453 25% X 126.842.090

= 360.937.500 = 60.156.250 = 75.195.313 = 56.394.484 = 42.297.363 = 31.723.023

14. Potongan Penjualan


Pada akhir tahun 2006 dibentuk penyisihan potongan penjualan sebesar Rp 300.000.000. Akuntansi menggunakan prinsip konservatis yaitu mengakui rugi yang

dapat diperkirakan dengan membentuk Penyisihan Potongan Penjualan, sedangkan PPh berdasarkan Pasal 9 (1) c UU No. 17 tahun 2000, tidak boleh membentuk dana cadangan.

15. Jasa Giro


PP No. 131 tahun 2000 Penghasilan Jasa Giro termasuk pengertian bunga tabungan dipotong PPh pasal 4 (2) Final sebesar 20% oleh Bank yang bersangkutan. PPh pasal 4 (2) Final = 20% X Rp 200.000.000 = Rp 40.000.000.

16. Sewa Ruangan


PP No. 29/1996 junto PP No. 5 /2002. Atas penghasilan sewa ruangan yang diterima oleh WPOP, WP Badan atau BUT dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebesar 10% = 10% X Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000.

17. Penyertaan pada PT KLM sebesar 30% dari modal yang disetor PT KLM.
Pada tahun 2006 menerima deviden kas dari PT KLM sebesar Rp 500.000.000 bukan objek PPh berdasarkan Pasal 4 (3) f UU No. 17 tahun 2000.

18. Pada bulan Maret 2006 membeli saham PT IDF.Tbk seharga Rp 1.000.000.000 dan
pada bulan Agustus 2006 dijual tunai seharga Rp 1.600.000.000. PP No. 41/1994 junto PP No.14/ 1997. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPDN maupun WPLN dari transaksi penjualan saham di bursa efek di Indonesia dipungut PPh yang bersifat final oleh penyelenggara bursa efek.

Atas semua transaksi penjualan saham baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri dikenakan PPh. Pasal 4 (2) Final sebesar 0,1% dari jumlah bruto transaksi penjualan.

PPh pasal 4 (2) Final = 0,1% X Rp 1.600.000.000 = Rp 1.600.000.

19. Laba Kurs


Pasal 4 (1) UU No. 17 tahun 2000. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek PPh-Tidak Final.

Anda mungkin juga menyukai