Anda di halaman 1dari 7

SEDIAAN STERIL

Prosedur Pembuatan
Larutan (Sterilisasi akhir)
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di
bawah lampu natrium
a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro
injection (p.i).
b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi. Dilakukan hal yang sama bagi
bahan-bahan pembantu.
c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke
dalam gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.
d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu
aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang
telah steril
e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan.
IPC dilakukan dengan mengukur pH sediaan. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan
sedikit demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan
tersebut kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga
volume total seluruh larutan genap ... mL
f. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri
yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 m)
g. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. ml sesuai persyaratan
volume FI IV
i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf
secara terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121C selama 15 menit) atau
metode lain yang sesuai
(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap,
kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas
(121C selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai
k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan
l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2
baru ditambahkan ke dalam larutan stok
Larutan (Metode Aseptik)
Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat
sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah
lampu natrium
a. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode
yang sesuai
b. Prosedur b-f sama dengan yang tercantum pada metode sterilisasi akhir
c. Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter
bakteri yang diletakkan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 m)
d. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
e. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume
FI IV
f. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
g. Dilakukan evaluasi sediaan
i. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

METODE STERILISASI
Metode Karakteristik zat aktif,
eksipien, wadah
Kerugian
Sterilisasi
basah (autoklaf)
Tahan panas (121C selama 15
menit) dan tahan lembab, cairan
bercampur dengan air, wadah
dapat ditembus oleh air
Tidak depirogenasi
Tdk bs bhn sensitif panas atau panas
lembab, keterbatasan panas lembab utk
berpenetrasi melalui wadah, perlu
penghilangan udara krn udara dpt
menghalangi difusi uap air. (diktat
steril,56)
Sterilisasi
panas kering
(oven)
Tahan panas (170 C selama 1
jam) tidak tahan lembab, cairan
tidak bercampur dengan air
Dapat depirogenasi Kerugian:
waktu&suhu lbh lama&lbh tinggi
dibandingkan panas lembab, terbatas pd
bhn tahan panas. (diktat steril, 56)
Filtrasi
menggunakan
membran
Tidak tahan panas berbentuk
cairan Tidak dapat digunakan
untuk wadah
Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi
absorbsi zat pada membran dan
leaching membran
Radiasi
(gamma,
elektron)
Memiliki ikatan molekul stabil
terhadap radiasi. Harus
dipastikan tahan radiasi (tahan
radiasi UV, blm tentu tahan
radiasi )
Tidak depirogenasi, mahal, dapat
merusak ikatan molekul bbrp zat,
ongkos kapital awal tinggi &
keamanannya.
Sterilisasi gas Wadah polimer harus permeabel
terhadap udara,uap air,gas
Kemungkinan residu

SIFAT ZAT AKTIF METODA STERILISASI KETERANGAN
Zat padat tahan
panas dan tidak
mudah menguap
Sterilisasi panas kering Zinc oxide, kalamin, talk, bismuth
subnitrat, bismuth subkarbonat, calomel
(tahan pemanasan 160-180 C selama
1-2 jam) Sulfanilamid, sulfadiazin,
sulfathiazole, sulfamerazin (thn
pemanasan 3 jam 140-150 C)
Larutan tahan
panas, dan
lembab
Sterilisasi autoklaf (121 C
selama 20 menit)

Zat padat sensitif
panas
Sterilisasi gas seperti
formaldehid, atau 10-20%
etilen dioksida dicampur
dengan karbondioksida

Cairan sensitif
panas
Filtrasi menggunakan
membran, secara aseptis

Cairan minyak
(tidak bercampur
dengan air)
Sterilisasi oven (120-130 C
selama 1-2 jam)
Minyak mineral, petrolatum cair,
gliserin. Gliserin tidak dapat dipanaskan
melebihi 150C. Minyak&petrolatum cair
tahan pemanasan sampai 200 C

III. EVALUASI DAN PENYIMPANAN
A. Evaluasi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas.

EVALUASI FISIKA
1 Penetapan pH <1071> (FI IV, 1039-1040)
2 Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, 981-984)
3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah <1131> (FI ed. IV, 1044)
4 Keseragaman Sediaan <911> (FI IV, 999-1001)
5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)
6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201)
7 Uji Kejernihan larutan <881> (FI IV, 998)

EVALUASI BIOLOGI
1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <61> (FI
IV, 854-855)
2 Uji Sterilitas <71> (FI IV, 855-863)
3 Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI IV, 905-907)
4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) <231> (FI IV, 908-909)
5 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <441> (FI ed. IV,
HAL. 939-942)
6 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) <131>
(FI IV, 891-899)

EVALUASI KIMIA
1 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
2. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).
B. Wadah
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik
secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau
kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang
dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan
umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik
secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan
kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari
masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, 82)
Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, 82-99) :
1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan
wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan
atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat
divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121 C pada sterilisasi uap dan 260 C pada
sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan
bobotnya relatif berat.
Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat
aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat)
untuk melindungi sediaan dari cahaya.
Tipe Gelas: (Diktat Steril, 88-91)
1. Gelas tipe I (borosilikat)
Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali, terutama
disebabkan oleh kandungan Al
2
O
3
yang tinggi. Digunakan untuk membuat wadah tiup
dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus
set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali
pakai (disposable one-trip glass syringe) (Diktat Steril, 88)
2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)
Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan dari
alkali untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.
3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)
Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dan uji serbuk gelas.
Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut USP,
penggunaan wadah tipe III untuk wadah sediaan injeksi tidak akan mengalami
kerusakan selama penyimpanan. Hal ini berlaku untuk sediaan volume kecil, dan wadah
disterilkan terlebih dahulu sebelum diisi dengan produk steril secara aseptic.
Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah
kosong dalam otoklaf 121 C 20 menit akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah
gelas, dihasilkan alkali. Bila wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang
dihasilkan akan larut dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat
masuk ke dalam larutan.
4. Gelas tipe NP
Wadah ini digunakan secara meluas untuk sediaan non-parenteral dengan batasan
spesifikasi minimum. Gelas tipe I, II, III juga memenuhi spesifikasi gelas tipe NP.
Seringkali hasil batasan uji tipe NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika
produk obat sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka harus
digunakan gelas tipe I atau tipe II.

No Kriteria Injeksi Infus
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,
elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode
pemberian
Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infus
4 Volume
pemberian
Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1
menit)
Bisa beberapa jam
6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol,
minyak lemak, etil oleat, dll
Air
7 Isohidris Bila memungkinkan baru
dilakukan
diperlukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru
dilakukan
Mutlak perlu
9 Tekanan
osmotik
Tidak penting artinya Penting (terutama untuk
larutan yang mengandung
molekul koloid seperti
dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus
diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika
1 kali suntik lebih dari 10 ml
FI III: berlaku untuk injeksi
dengan pembawa air
Mutlak perlu
12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH
menggunakan dapar

TETES MATA
EVALUASI DAN PENYIMPANAN
4.1 EVALUASI SEDIAAN
4.1.1. Evaluasi Fisik
a. Uji kejernihan (FI IV hal 998)
b. Penentuan bobot jenis (FI IV <981>, hal 1030)
c. Penentuan pH (FI IV <1071>, hal 1039)
d. Penentuan bahan partikulat (FI IV <751>, hal 981)
e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)
g. Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi)
h. Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi)
i. Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi)
j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)
Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!

4.1.2. Evaluasi Kimia
a. Identifikasi
b. Penetapan kadar
c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)

4.1.3. Evaluasi Biologi
a. Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
b. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855).

4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN
(Codex, 166-167)
Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik
feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.
Keuntungan wadah plastik :
Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah
Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.
Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen
oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air
dan oksigen.
Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi
kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.

Persyaratan kompendial :
Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang
tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena
wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator
sampai waktu penggunaan.
Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau
dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP
2002 vol2 1869).

Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)
Tetes mata disimpan dalam wadah tamper-evident. Kompatibilitas dari komponen
plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan
wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.

SUSPENSI
Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)
a. Suspensi Deflokulasi
Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan
sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip
diantara sesamanya pada waktu mengendap.
Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan
sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.
Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak
dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.
b. Suspensi Flokulasi
Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok
partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-
flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-
macam.
Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan
mudah
diredispersi.
Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
Kombinasi ukuran partikel
Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam
suspensi.

EV ALUASI _ _ D AN P ENYI MP ANAN
A. Evaluasi Fisika
a. Distribusi ukuran partikel (Martin, Physical Pharmacy , hal 430-431)
b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127).
c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi (Teori dan Praktek Farmasi
Industri Lachman, 3
rd
ed. Hal 492-493)
d. Bj sediaan dengan piknometer (FI IV <981 >, hal 1030)
e. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi
Fisika, 2002, hal 17-18 )
f. Volume terpindahkan (FI IV <1261 > hal 1089)
g. Penetapan pH (FI IV <1071 >, hal 1039)
h. Kadar air (hanya untuk suspensi kering : Lihat evaluasi granul pada TS Solida)
i. Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi kering : Modul Praktikum
Liquida & Semisolid)
B. Evaluasi Kimia
a. Keseragaman sediaan (FI IV <911 >, hal 999)
b. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)
c. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)
d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi
antasida (FI IV <451 >, hal 942)
C. Evaluasi Biologi
a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV <131 >, hal 891-899)
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV <51 >, hal 847-854)
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61 >, hal 854-855)

Anda mungkin juga menyukai