Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Kucing memiliki indra yang lebih unggul dibanding dengan hewan yang
lainnya, memiliki pandangan, bau dan rasa yang luar biasa, kucing memiliki
kemampuan mengendap dan menangkap mangsanya dengan baik.
Meskipun kucing merupakan predator yang hebat di malam hari, tetapi
penglihatan kucing di siang hari sebenarnya tidak terlalu berbeda dari manusia.
Karena itu, kucing disebut sebagai pemburu nocturnal.
Kucing domestik rata-rata tidur selama sekitar 18 jam sehari dan cenderung
menghabiskan waktu mereka bangun hanya untuk berburu makanan. Meskipun
kucing liar menjadi hewan soliter, kucing domestik diketahui menikmati perhatian
dari manusia dan hewan lain dan bahkan akan sering mendapatkan perlakuan yang
baik dengan beberapa anjing.
Kucing domestik adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada
dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain
mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau
(Lariviere, 2013).
Pada kucing penentuan umur relatif sama dengan pola pada anjing yaitu gigi
susu muncul pada 3-4 minggu setelah lahir. Pergantian gigi berakhir sekitar umur
8-9 bulan. Pada usia 1 tahun terlihat gigi putih dan bersih. Sedangkan pada usia 1
- 2 tahun terlihat gigi mulai aus dan muncul karang gigi (kuning) pada beberapa
gigi di belakang gigi. Kemudian pada usia 3 - 5 tahun terlihat adanya karang gigi
(kuning) yang lebih banyak (semua gigi) (Sajuthi D et al, 2011; Muyle S, 2012).
Menurut perhimpunan penyayang kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras
kucing yang sudah diakui [CFI 2003a dalam Triastuty 2006]. Kucing lokal atau
kucing kampung (Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni
secara genetik karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga
keturunan yang dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas
(Endrawati 2005). Klasifikasi kucing kampung (Felis domestica) menurut Fowler
(1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub
phylum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Sub ordo : Conoidea,
Famili : Felidae, Sub famili : Felinae, Genus : Felis, Spesies : Felis domestica.
Kucing dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, lebih dari 50 %
atau sekitar 20 spesies tergolong kucing kecil (small cat), 30 % atau sekitar 11
spesies termasuk kucing berukuran sedang dan sisanya sekitar 7 spesies termasuk
kucing besar (big cats) (Anonim 2005 dalam Endrawati 2005).


Domestic Cat
Sumber : GeoChemBio.com/biology/organisms/cat - taxonomy (2013)
Sebagian besar kucing jantan yang dibiarkan bebas berkeliaran di luar
rumah cenderung akan berburu dan makan berbagai macam makanan selain cat
food yang sudah diberikan di rumah. Mereka akan memakan tikus, katak, mamalia
kecil lainnya atau bahkan anak ayam (Kartha D, 2012).
Kekuatan kontraksi jantung, kecepatan denyut jantung serta aliran darah
dipengaruhi dan dikontrol oleh syaraf otonom yang berpusat pada medulla
oblongata. Stimulasi syaraf-sayaraf vagus cenderung untuk menghambat kerja
jantung dengan menurunkan gaya kontraksi dari otot jantung, kecepatan kontraksi
dan kecepatan konduksi impuls dalam jantung sehingga arus darah melalui arteri
koroner akan berkurang. Rangsangan syaraf simpatis akan berkerja sebaliknya,
yaitu meningkatkan aktivitas jantung dan naiknya gaya/tenaga kontraksi,
kecepatan kontraksi, kecepatan konduksi impuls dan arus darah koroner
(Frandson 1992 dalam Gusrini 2005). Frekuensi denyut jantung normal pada
kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) dalam Gusrini (2005) diperlihatkan pada
tabel berikut;
Tabel 1 Frekuansi Denyut Jantung Normal Pada Kucing Dari Berbagai Sumber
Frekuensi denyut Jantung/menit sumber
110-130 Armour coy (USA)
110-130 Malkmus opperman (1949)
110-130 Marek mocsy (1951)

Sementara itu, sistem respirasi memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai
penyedia oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah.
Fungsi-fungsi yang bersifat sekunder, meliputi membantu dalam regulasi
keasaman cairan ekstraselular dalam tubuh, membantu pengendalian suhu,
eliminasi air dan fonasi (pembentukan suara). Sistem respirasi terdiri dari paru-
paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara dapat mencapai atau
meninggalkan paru-paru (Frandson 1992 dalam Gusrini 2005). Salah satu proses
respirasi adalah ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya udara antara
atmosfer dan alveoli. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu gerakan
turun dan naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada
dan depresi atau elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada (Guyton 1994).
Ifianti (2001) menyebutkan besarnya frekuensi respirasi normal pada
kucing, seperti yang diperlihatkan pada tebel berikut:
Tabel 3 Frekuensi Respirasi Normal Pada Kucing Dari Berbagai Sumber
Frekuensi Nafas/menit Sumber
20-30 Armour coy (USA)
20-30 Malkmus opperman (1949)
20-40 Marek mocsy (1951)

Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan
yang merupakan suhu kulit atau jaringan bawah kulit. Suhu inti relatif konstan
kecuali bila terjadi demam, sedangkan suhu permukaan lebih dipengaruhi
lingkungan (Guyton and Hall 1997).
Pada kedokteran hewan pengukuran suhu ragawi hewan khususnya kucing
dengan menggunakan termometer yang diletakkan di rektum. Ketika melakukan
pengukuran suhu melalu rektum lakukan saat tidak ada feses di dalam, agar suhu
yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari suhu tubuh keseluruhan.
Suhu normal pada kucing yaitu 38,0
0
C 39,3
0
C. Pada semua hewan, suhu ragawi
berubah-ubah sepanjang hari, pada pagi hari suhu ragawi lebih rendah, tengah hari
agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari jam 18.00 (rentang suhu dalam
sehari adalah 0,8
0
C) (Sajuthi D et al, 2012).
Sistem termostat menggunakan tiga mekanisme penting untuk
menurunkan panas tubuh ketika suhu menjadi sangat tinggi, yaitu vasodilatasi
pembuluh darah yang akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit,
pengeluaran keringat, penurunan pembentukan panas dengan menghambat
mekanisme penyebab pembentukan panas seperti menggigil dan termogenesis
kimia. Sedangkan ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu
mengadakan prosedur yang sangat berlawanan, yaitu : Vasokonstriksi kulit di
seluruh tubuh oleh rangsangan pusat simpatis hipothalamus posterior, piloereksi
untuk membentuk lapisan tebal isolator udara di dekat kulit sehingga
pemindahan panas ke lingkungan lebih ditekan, peningkatan pembentukan panas
oleh sistem metabolisme dengan cara menggigil, rangsangan simpatis
pembentukan panas dan sekreksi tiroksin. Rangsangan simpatis dengan pelepasan
norepinephrine dan epinephrine akan meingkatkan kecepatan metabolisme
jaringan dan meningkatkan aktivitas selular terutama pada jenis jaringan lemak
coklat yang meningkatkan pembentukan panas (Guyton 1994).
Saat hewan sakit, suhu kulit dapat tidak terbagi rata dan dapat lebih rendah
atau lebih tinggi secara lokal atau secara umum. Pembagian panas yang tidak
merata dapat terjadi pada demam tinggi, sakit umum, kedinginan, kelemahan
jantung, dan lain sebagainya. Suhu kulit pada seluruh ragawi akan menurun
menjelang kematian dan juga pada waktu kehilangan darah dalam jumlah besar
(Sajuthi D et al, 2012).
Pemeriksaan fisik dari hewan penderita yang akan menjalani tindak
pembedahan adalah langkah awal dalam penentuan potensi resiko dalam
pelaksanaan pemberian anestesi. Evaluasi yang menyangk cardiopulmonary,
fungsi ginjal dan hepar merupakan hal khusus yang penting diketahui kondisinya.
Bilaman ditemukan hal-hal yang tidak normal dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menetukan diagnosis penyakit dan kondisi hewan penderita (Sardjana
IKW dan Kusumawati D, 2011).
Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada
pasien dengan kondisi khusus, seperti: pada pasien tua, bayi atau penderita
penyakit komplikasi selain itu tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak
terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana IKW dan
Kusumawati D, 2004).
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan
secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika
umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal
misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena,
subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau
rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al,
2007).
Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam
menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan
tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis
anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu:
preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey D dan
Hollingshead KW, 2003).
Selanjutnya hewan akan memasuki tahap pemeliharaan status teranestesi.
Pada tahap pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga selama masa tertentu
dan pada tahap inilah pembedahan atau prosedur medis dapat dilakukan. Tahap
pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-tanda hilangnya rasa sakit atau analgesia,
relaksasi otot rangka, berhenti bergerak, dilanjutkan dengan hilangnya refleks
palpebral, spingter ani longgar, serta respirasi dan kardiovaskuler tertekan secara
ringan. Begitu mulai memasuki tahap pemeliharaan, respirasi kembali teratur dan
gerakan tanpa sengaja anggota tubuh berhenti. Bola mata akan bergerak menuju
ventral, pupil mengalami konstriksi, dan respon pupil sangat ringan. Refleks
menelan sangat tertekan sehingga endotracheal tube sangat mudah dimasukkan,
refleks palpebral mulai hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi semakin
dalam sehingga sangat nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Pada anjing dan
kucing, kecepatan respirasi kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin
dangkal. Denyut jantung sangan rendah dan pulsus sangat menurun karena terjadi
penurunan seluruh tekanan darah. Nilai CRT akan meningkat menjadi 2 atau 3
detik. Semua refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi otot secara
sempurna serta refleks rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan
lebih dalam, pasien akan menunjukkan respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan
dan pada keadaan dosis anestetikum berlebih akan menyebabkan respirasi dan
jantung berhenti. Dengan demikian, pada tahap pemeliharaan sangat diperlukan
pemantauan dan pengawasan status teranestesi terhadap sistim kardiovaskuler dan
respirasi (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Tranquilli et al, 2007).
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007)
menyatakan bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap
anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis
sebagai tanda kedalaman anestesi. Berikut ini adalah tahapan dan indikasi status
teranestesi oleh anestetika umum:
1. Fase/ tahapan I : Tingkah laku tidak terkontrol, respirasi normal cepat 20-
30x/menit, fungsi kardiovaskuler tetap, respon bedah atau insisi kuat,
kedalaman anestesi tidak teranestesi, posisi bola mata berada di tengah,
ukuran pupil normal, respon pupil (+), kekejangan otot baik, dan refleks ada.
2. Fase/tahapan II : Tingkah laku terjadi eksitasi: kuat, bersuara, anggora gerak,
mengunyah ternganga, respirasi tidak teratur, tertahan atau hiper-ventilasi,
fungsi kardiovaskuler denyut jantung meningkat, respon bedah atau insisi
kuat, kedalaman anestesi tidak teranestesi, posisi bola mata berada di tengah
dapat pula tidak tetap, ukuran pupil dapat berdilatasi, respon pupil (+),
kekejangan otot baik, dan refleks ada tetapi tidak berlebihan.
3. Fase/tahapan III plane 1 : Tingkah laku teranestesi, respirasi teratur: 12-
20x/mnt, tertahan atau hiper-ventilasi, fungsi kardiovaskuler pulse kuat,
denyut jantung >90x/mnt, respon bedah atau insisi ada respon dengan
gerakan, kedalaman anestesi dangkal, posisi bola mata tidak tetap, ukuran
pupil normal, respon pupil (+), kekejangan otot baik, dan refleks ringan dan
hilang.
4. Fase/tingkatan III plane 2 : Tingkah laku teranestesi, respirasi teratur: 12-
20x/mnt, tertahan atau hiper-ventilasi, fungsi kardiovaskuler denyut jantung
>90x/mnt, respon bedah atau insisi ada respon dengan gerakan, kedalaman
anestesi sedang, posisi bola sering rotasi di ventral, ukuran pupil dilatasi
ringan, respon pupil lambat, kekejangan otot relaksasi, dan refleks ada
(patella, telinga, palpebral, kornea), yang lain hilang.
5. Fase/tingkatan III plane 3 : Tingkah laku teranestesi, respirasi dangkal:
<12x/mnt, fungsi kardiovaskuler denyut jantung 60-90/mnt lalu CRT
meningkat dan pulse lemah, respon bedah atau insisi tidak ada, kedalaman
anestesi dalam, posisi bola sering rotasi di ventral, ukuran pupil dilatasi
sedang, respon pupil sangat lambat (-), kekejangan otot sangat menurun, dan
refleks semua hilang.
6. Fase/tingkatan III plane 4 : Tingkah laku teranestesi, respirasi terputus-putus,
fungsi kardiovaskuler denyut jantung <60x/mnt lalu CRT lama, dan membran
pucat, respon bedah atau insisi tidak ada, kedalaman anestesi overdosis,
posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon pupil (-),
kekejangan otot lembek, dan refleks tidak ada.
7. Fase/tingkatan IV : Tingkah laku hampir mati, respirasi apnea (berhenti),
fungsi kardiovaskuler kolap, respon bedah atau insisi tidak ada, kedalaman
anestesi mati, posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon
pupil (-), kekejangan otot lembek, dan refleks tidak ada.
Atropin [A troh peen], alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat
terhadap reseptor muskarinik, obat ini terikat secara kompetitif, sehingga
mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Kerja obat
ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata,
maka kerjanya bahkan sampai berhari-hari. Kerja Atropine pada beberapa
fisiologis tubuh seperti menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga
menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi terhadap
cahay dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat. Pada
pasien glaukoma, tekanan intraokuler akan meninggi yang akan membahayakan
(Mycek et al. 2001).
Pada gastrointestinal, Atropine digunakan sebagai obat anti spasmodik
untuk mengurangi aktivitas saluran cerna. Atropine adalah salah satu obat terkuat
sebagai penghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan
mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat menyekat
kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut
(serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap Atropin, bahkan kelenjar
keringat dan air mata juga dapat terganggu (Mycek et al. 2001).
Atropin ini juga dapat menghambat bradikardia yang dapat ditimbulkan
oleh obat kolinergik. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun
tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh
asetilkolin atau ester kolin yang lain. Pada dosis yang kecil memperlihatkan efek
merangsang di susunan saraf pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan depresi
setelah melampaui fase eksitasi yang berlebihan ( Syarif A et al, 2011).
Farmakokinetik dari Atropin yaitu Atropin mudah diserap, sebagian
dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni.
Adapun efek samping dari Atropin tergantung dari dosis, Atropin dapat
menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, dan konstipasi.
Efeknya terhadap SSP termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang
dapat berlanjut menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan
kematian (Mycek et al. 2001).
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic
termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-
chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai
efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan)
yang disertai anestesi disosiasi. Ketamin merupakan zat anestesi dengan efek satu
arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah
didetoksikasi/diekskresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan.
Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa (Staf
Pengajar Bagian Anesteiologi dan Terapi Intensif FK UI Jakarta, 1989;
Drajat,M.T, 1986)
Pemberian ketamine dapat diberikan dengan mudah pada penderita
secara intramuskuler, obat ini menimbulkan efek analgesia yang sangat baik dan
dapat dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superficial. Hal ini
dapat dilihat pada penderita yang diberikan ketamine sering menunjukkan gerakan
spontan dari ekstrimitasnya walaupun pelaksanaan operasi telah dilakukan.
Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada daerah kortek dari otak
dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik tangkap kerjanya adalah
Reticular Actifiting System dari otak (Dodman dkk., 1984). Ketamine juga
diklasifikasikan sebagai anestesi dissosiatif disebabkan karena pasien tidak sadar
dengan cepat namun mata tetap terbuka tapi tidak memberikan respon rangsangan
dari luar (Hilbery dkk., 1992). Selain itu ketamin juga memiliki efek anestetikum
yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur
tubuh (Plumb, 2005).
Sifat-sifat Ketamin larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar,
suasana asam (pH 3,5 5,5). ( 2, 6 ). Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah
sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati, kemudian
dieksresi terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh.
Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus, karena obat ini
tidak merelaksasi muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit meningkat. Efek
puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit dan anestesi
berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk recovery dibutuhkan 5-8 jam.
(Gan S 1987;Kusumawati dan Sardjana, 2004)
Overdosis ketamin merangsang kardiovaskular, namun bagaimanapun
obat ini relatif aman bila diberikan intramuskular karena batas keamanan yang
luas. Dosis untuk kucing 10-30 mg/KgBB. Ketamin merangsang pencurahan
simpatetik pusat yang pada saatnya menyebabkan perangsangan jantung dan
peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan meningkatkan aliran darah.
Karena itu ketamin digunakan bila depresi sirkulasi tidak dikehendaki.
Sebaliknya, efek-efek ini meringankan penggunaan ketamin pada penderita
hipertensi atau stroke (Kusumawati D dan Sardjana IKW, 2004;Mycek MJ, dkk
2001).
Kelemahan dari anastetika ini menyebabkan terjadinya depresi pernafasan
dan tidak memberikan pengaruh relaksasi pada muskulus, yang karenanya sering
dikombinasikan dengan obat yang mempunyai pengaruh terhadap relaksasi
muskulus (Hellebrekers et al, 1998).
Untuk kucing yang agresif dapat dikendalikan dengan injeksi, ketamin
dapat disemprotkan ke dalam mulut atau mata. Ketamin mudah diserap dari
permukaan ini dan menghasilkan cukup sedasi untuk memungkinkan penanganan
kucing. Metode ini tidak merusak mulut atau mata. Ketamine telah disetujui untuk
digunakan pada manusia, kucing dan hewan primata. Karena potensi untuk
penyalahgunaan obat-obatan ini dapat terjadi, maka ketamin dianggap sebagai zat
yang pemakaiannya dikontrol di beberapa negara. Ketamine adalah obat resep dan
hanya dapat diperoleh dari dokter hewan atau dengan resep dari dokter hewan
(Ruben D, [tanpa tahun]).
Zoletil adalah obat bius injeksi terbaru yang berisi suatu anesthetikum
Tiletamin yang dikombinasi dengan tranquilizer dan muscle relaxant Zolazepam.
Merupakan anesthesi umum yang memiliki waktu induksi pendek, dengan sedikit
sekali efek samping namun mempunyai keamanan yang tinggi (maximum safety)
(Tejolaksono MN, [tanpa tahun]).
Kombinasi Tiletamine dan Zolazepam dalam penyusunan Zoletil
menginduksi efek sedatif pada kucing dengan dosis 10 mg/kgB. Onset anestesi
akan terlihat dengan ditandai hilangnya refleks 3,4 menit setelah persiapan
administrasi. Durasi anestesi yang ditimbulkan dengan adanya efek analgesik dan
myorelaxation pada proses pembedahan adalah rata-rata 50,4 menit (Hluchy M et
al, [tanpa tahun]).
Tiletamine adalah anestesi disosiatif yang berkaitan dengan ketamin yang
merupakan sebuah turunan dari phencyclidine. Sehingga tiletamin memiliki efek
farmakologis serupa dengan ketamin, namun efek yang ditimbulkan tiletamin
sangat spesifik pada setiap spesies (Lumb dan Jones, 2007). Berikut ini adalah
struktur kimia dari tiletamine: 2-(Ethylamino)-2-(2-thienyl)cyclohexanone
Zolazepam adalah obat penenang derivatif non-fenotiazin dari jenis dizepinone,
dengan efek depresan sistem saraf pusat dengan aktivitas antikonvulsan tanpa
berpengaruh pada jantung secara signifikan dan anti ansietas berikut ini adalah
struktur kimia dari zolazepam: 4 - (o-fluorophenyl) -6,8-dihydo-1,3,8-
trimethylpyrazolo [3,4-e] [1,4] diazepin-7 (1H)-satu, monohydrochloride (Bourne
D, [tanpa tahun]).
Pemberian zoletil juga memberikan waktu penderita tertidur cukup lama,
lama tidur rata-rata mencapai lebih dari 1 jam,sehingga pelaksanaan operasi yang
membutuhkan waktu tidak terlalu lama dapat dilakukan dengan baik tanpa
memerlukan pemberian anastetika berulang, dan pemulihan kembali kesadaran
penderita sepenuhnya dicapai lebih dari 6 jam (Hilbery et al,1992).
Zoletil digunakan pada kucing: dengan rata-rata dosis: 7-10 mg / kg
dengan dosis Lethal: 220 mg / kg. Adapun efek yang dapat ditimbulkan adalah
tidak ada depresi kardiorespirasi, tidak ada efek epilepsi, penurunan sementara
suhu tubuh, tidak ada toksisitas hati atau ginjal, terjadi refleks laring, palpebral,
dan faring. Bisa digunakan pada anjing bunting. Efektivitas Zoletil bereaksi 1
menit dengan rute IV , 3-5 menit dengan rute IM. Efek yang ditimbulkan yaitu :
efek anestesi, relaksasi otot seketika, adanya efek analgesi yang rendah, tersadar
pada durasi sekitar 30 menit sampai 2 jam.
Zoletil dapat digunakan dalam beberapa prosedur operasi. Dalam
penggunaan zoletil perlu memperhatikan pedoman indikatif yang menggambarkan
bagaimana Zoletil dapat digunakan dalam berbagai prosedur pada kucing dan
anjing, mulai dari pengendalian operasi ortopedi. Beberapa pedoman penggunaan
zoletil adalah dianjurkan untuk berpuasa selama 12 jam sebelum injeksi zoletil,
suhu tubuh hewan harus dipantau agar terhindar dari kondisi kehilangan panas
tubuh, Mata biasanya tetap terbuka dengan pupil melebar, karena itu penggunaan
salep mata disarankan untuk melindungi kornea dari pengeringan, jangan melebihi
dosis aman maksimum 72 mg / kg berat badan pada kucing. Durasi recovery
tergantung pada dosis, rute injeksi, status umum pasien. Untuk pemulihan yang
optimal, pasien harus dijauhkan dari suara keras dan lampu terang. Zoletil dapat
disimpan 8 hari pada suhu 4 C (efikasi lebih dari 90% dipertahankan).
Zoletil dapat diberikan dengan mudah secara intramuskuler dan akan
menghilangkan refleks penderita serta kesadaran penderita hilang dalam waktu
5 menit sedangkan pada pemberian melalui intravena, hilangnya refleks dan
kesadaran penderita akan dicapai dalam waktu 1 menit (Hilbery et al, 1992;
Dana et al, 1998; Sophia A Yin et al, 1998). Zoletil (Tiletamin-zolazepam)
merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al, 2009). Bahan kimia larut
lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus
melewati pori-pori sehingga dapat merembes ke semua area membran kapiler.
Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat dari pada zat yang tidak larut
lemak (Guyton dan John, 2007).
Dalam praktek zoletil sebagai kontra indikasi pada kelinci karena efek
tiletamin yang menyebabkan nephrotoxis dan juga dapat menyebabkan depresi
pada susunan syaraf pusat serta memberikan efek anaestesi yang kurang baik
(Dana et al, 1998) selain itu penggunaan zoletil tidak dianjurkan dengan
kombinasi pemberian premedikasi derivat phenothiazine mengingat efek negatif
yang terjadi pada cardiovascular dan depresi pernafasan serta terjadinya
hypotermia (Sardjana et al, 1989).
Propofol merupakan obat anestetik dengan masa kerja yang singkat setelah
pemberian intravena, karena metabolismenya cepat sehingga mampu mengurangi
nausea post-anestesi, kecepatan metabolismenya 10 kali lebih cepat dibandingkan
thiopental. Kesadaran hilang 20-40 detik setelah pemberian intravena. Propofol
banyak digunakan dalam praktek kedokteran hewan (Kusumawati dan Sardjana,
2004).
Mekanisme aksi dari propofol yaitu bekerja dengan mengikat reseptor
GABA (neurotransmitter). Pada CNS, propofol dapat menyebabkan tekanan pada
SSP sehingga menghilangkan kesadaran. Propofol disebut sebagai "cerebral-
friendly" karena dapat mengurangi konsumsi oksigen pada otak, menurunkan
aliran darah otak (CBF), menurunkan tekanan intra-kranial dan menenangkan
dengan electroencephalogram (EEG). Selain itu, sebuah referensi menyatakan
bahwa propofol dapat meningkatkan autoregulasi otak, oleh karena itu propofol
menjadi salah satu obat pilihan anestesi untuk pasien dengan penyakit SSP
(Posner, [tanpa tahun]).
Pada kardiovaskular propofol dapat menyebabkan vasodilatasi sama
seperti barbiturat. Namun terdapat perbedaan pada barbiturat, pada propofol tidak
ada peningkatan denyut jantung. Pada respirasi, propofol menyebabkan depresi
pernafasan yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai