TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Ekor Anjing
Anatomi ekor anjing terdiri dari tulang ekor atau os koksigealis yang beruas-ruas. Tulang
ekor dibungkus oleh otot-otot pembentuknya yang terdiri atas muskulus sakrokaudalis dorsalis,
m. sakrokaudalis lateralis, dan m. Sakrokaudalis ventralis dan m. itertransversalis (Getty, 1975).
Pada bagian dorsal ekor didapatkan tendon berupa tali-tali putih memanjang. Tendon-tendon ini
merupakan perpanjangan dari muskulus sakrokaudalis dorsalis, dan m. sakrokaudalis lateralis
yang memang berada pada sisi dorsolateral tulang ekor (Sisson dan Grossman, 1961).
Vena dan arteri besar didapat di bagian ventral (arteri dan vena kaudalis medialis), dan
lateral kanan dan kiri ekor, yakni arteri dan vena kaudalis lateralis superfisialis (Fossum dkk.,
1997). Di luar otot, ekor dibungkus oleh fascia koksigealis yang kuat. Kulit di bagian ekor anjing
ditumbuhi rambut dengan kelebatan dan panjang rambut bervariatif. Bentuk ekor anjing juga
beraneka ragam, ada yang tegak, melingkar, atau jatuh menggantung, tergantung dari ras anjing
tersebut.
Bentuk Ekor
Bentuk ekor yang melingkar/berkeluk kekiri atau kekanan bersifat herediter dan
cenderung dominan. Anjing-anjing berburu yang baik umumnya hasil silangan lokal dengan ras
seperti Boxer, German Sheepherd, Pittbull atau Terrier. Hasil silangan ini umumnya memiliki
ekor bengkok/tidak lurus. (Wardana, W. 2003)
Hasil pengamatan terhadap kadaver-kadaver anjing yang mati karena kecelakaan yang
ditemukan di jalanan, dan anjing-anjing yang menjalani bedah salon, menunjukkan bahwa
bentuk ekor berkelok ke samping kiri atau ke kanan dipengaruhi oleh ketidaksimetrisan panjang
tendo m. sakrokaudalis lateralis dan dorsalis kiri atau kanan. Sedangkan ekor yang melingkar ke
atas dipengaruhi oleh ukuran panjang tendo m. sakrokaudalis dorsalis yang tidak proporsional
dengan ruas-ruas tulang ekor. Tidak tertutup kemungkinan juga melengkuknya ekor disebabkan
oleh kelainan ruas tulang ekor akibat fraktur atau sebab lainnya, dengan kondisi ini bedah salon
pola ini tidak bisa diterapkan (Wardana, W. 2003).
Premedikasi
Bedah salon meluruskan ekor anjing merupakan operasi bedah minor. Terhadap anjing
yang jinak bisa menggunakan anaestesi epidural dan untuk jenis anjing peburu umumnya kurang
jinak sehingga digunakan anaestesi umum (hall dan clarke, 1983).
Premedikasi atau preanestetik diberikan sebelum dilakukan anestesi umum dengan tujuan
untuk mengurangi ketakutan dan kegelisahan, mengurangi rasa sakit, mengurangi produksi saliva
dan reflek vagus, mempermudah induksi anestesi dan meningkatkan respon anestesi umum
(Sawyer Donald C, 1982).
Preanestesi digolongkan menjadi 3 golongan yaitu; analgesic, tranquilizer dan
antikolonergik. Meperidine (Demerol) 1-2 mg/kg atau Oxymorphone (Numorphan) 0.1-0.2
mg/kg secara IM atau SC adalah beberapa contoh analgesic. Acetylpomazine 0.05-0.1 mg/kg
secara IM atau SC dan Xylazine 1 mg/kg secara IM adalah contoh tranquilizer sedang
antikolinergik yang sering diberikan pada anjing dan kucing adalah antropin 0.04 mg/kg secara
SC, 0.02 mg/kg secara IM atau 0.01 mg/kg bila diberikan secara IV (Sawyer Donald C, 1982).
Atropin sulfat berfungsi mengurangi sekresi saliva, menurunkan peristaltik usus,
mencegah bradikardia dan mencegah efek muskarinik antikolinesterase seperti neostignin.
Atropin tidak dapat diberikan pada hewan yang mengalami gangguan hepar. Kerja obat dapat
dilihat 30-60 detik setelah penyuntikan intra vena dan 10-15 menit setelah penyuntikan secara
intramuskuler
atau
subkutan
(Sardjana
dan
Kusumawati,
2004).
Tujuan pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan
meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi kusus,
membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Beberapa tipe anestesi adalah; 1.Pembiusan total hilangnya kesadaran
total, 2.Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian
kecil daerah tubuh), 3.Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari
tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
(Anonim, 2006).
Prinsip dasar anestesi umum adalah obat anestetika yang diberikan hendaknya tidak
menimbulkan depresi respirasi dan gangguan sirkulasi, induksi maupun recoverinya cepat, tidak
mahal, tidak menimbulkan iritasi jaringan, stabil dan tidak mudah meledak, penggunaannya tidak
membutuhkan alat-alat kusus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dalam pemberian anestetika
harus diperhatikan faktor-faktor seperti; kondisi hewan, lokasi pembedahan, lama pembedahan,
ukuran tubuh atau jenis hewan, penyakit-penyakit yang diderita, kepekaan hewan terhadap obat
anestetik, serta beberapa penyakit seperti penyakit sirkulasi, respirasi, hepar, gagal ginjal dan
anemia yang hebat (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Anestesi dibagi dalam 4 stadium; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter),
stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran,
pada stadium ini hewan masih sadar dan memberontak. (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan, pada stadium ini dijumpai adanya eksitasi dan gerakan
yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, hipertensi
dan takikardia.
Stadium III (operasi/pembedahan), terbagi dalam 3 tingkat; Plane I, ditandai dengan
pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak, tipe pernafasan torakoabdominal, reflek
pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuntiva dan kornea terdepres. Plane II,
ditandai dengan respirasi torakoabdominal, bola mata ventromedial, semua otot mengalami
relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi abdominal yang regular, bola
mata kembali ketengah dan otot perut relaksasi.
Ketamin HCL
Ketamin hydrochloride adalah suatu obat bius atau obat penghilang rasa sakit yang
biasanya digunakan terutama pada bidang kedokteran hewan; biasa digunakan pada anjing,
kucing,
kelinci,
tikus,
dan
hewan
kecil
lainnya.
Ketamin juga digunakan bersama obat penenang lain untuk menghilangkan rasa sakit pada
hewan besar seperti kuda dan sapi. Ketamin merupakan derifat piperidine, dikenal dengan
sebutan debu malaikat/PCP (phencycline) (Anonimous, 2006). Ketamin HCl termasuk
golongan anestesi disosiatif yang bekerja dengan memutus saraf asosiasi serta korteks otak dan
thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi, obat ini
juga merupakan analgesik yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada saraf pusat tetapi
berperan sebagai kataleptika dan setelah pemberian ketamin, reflek mulut dan menelan tetap ada
dan mata masih terbuka
Ketamin menimbulkan anestesi dissosiatif, secara farmakologi bereaksi cepat ditandai
dengan adanya reflek laring yang normal atau agak ditingkatkan, tonus otot yang ringan atau
agak ditingkatkan, tonus otot rangka yang normal atau agak ditingkatkan, stimulasi pernafasan
dan kadang-kadang depresi pernafasan sementara atau minimal. Efek anestetik dari ketamin
sebagian dapat disebabkan oleh suatu antagonis terhadap reseptor eksitasi N-metil aspartat,
ketamin juga dapat bekerja pada reseptor kolinergik muskarinik, serotonin dan norepineprin
dalam sistem saraf pusat (Omoigui, 1997).
Penggunaan ketamin sebagai anestetika memiliki keuntungan dan kerugian, keuntungan
penggunaan ketamin antara lain; aplikasinya mudah, pendepresan kardiovaskuler dan respirasi
minimal, dapat digunakan untuk situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan karena reflek
faring tetap ada, induksi cepat dan tenang, dan dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi
atau anestesi lain. Kerugian penggunaan ketamin yaitu; menyebabkan relaksasi otot tidak
maksimal bila penggunaannya secara tunggal, responnya bervariasi terhadap beberapa pasien,
menyebabkan hipotermia dan menyebabkan kekejangan ekstremitas, meyebabkan konvulsi pada
beberapa pasien dan recoverinya lama (Slatter, 2005). Ketamin dengan pemberian tunggal bukan
anestetik yang baik (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazin dapat
dipakai untuk ansetesi pada kucing (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis ketamin pada
hewan kecil 10-20 mg/kg secara IM, dengan onset kerja 3-5 menit dan waktu rekoverinya 2-6
jam (Sawyer Donald C, 1982). Penggunaan ketamin pada kucing memerlukan pengalaman dan
skill kusus, rekoveri pada kucing berbeda dari hewan lain, memerlukan perhatian dan observasi
yang lama, dan jika rekoveri tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama maka dapat diberikan
delirium sebanyak 0.05-0.1 mg/kg (Sawyer Donald C, 1982).
Xylazin HCL
Xylazin hydrochloride (Rompun) adalah suatu obat yang digunakan untuk penenang,
anestesi, relaksan otot dan analgesik pada kedokteran hewan. Obat ini adalah suatu alpha2agonis dengan penenang dan penghilang rasa sakit (Anonimous, 2006). Relaksasi otot
disebabkan hambatan transmisi intra neural kedalam sistem saraf pusat (Anonimos, 2006).
Dalam pembedahan, xylazin dapat dikombinasikan dengan obat anestesi yang lain seperti
ketamin untuk mempengaruhi lama anestesi dan untuk memperoleh relaksasi otot juga
meminimalisir rasa sakit.
Kombinasi dengan ketamin menyebabkan efek bius tidak terjadi secara mendadak
(Anonimous, 2006). Penggunaan xylazin HCL pada hewan kecil menimbulkan efek samping
seperti bradikardia dan penurunan kardiak output, muntah, tremor, penurunan motilitas intestinal
dan peningkatan kontraksi uterus, selain itu juga mempengaruhi keseimbangan hormonal antara
lain menghambat produksi insulin dan ADH (Sardjana dan kusumawati, 2004). Untuk
menghidari efek negatif xylazin tersebut maka penting sekali diberikan atropine sulfat sebagai
premedikasi (Sawyer Donald C, 1982).
Pada anjing dan kucing, xylazin dapat diberikan 1-2 mg/kg secara IM akan menimbulkan
efek analgesic selama 15-30 menit dan efek seperti tidur selama 1-2 jam (Sawyer Donald C,
1982).
Bahan dan obat yang digunakan adalah alkohol 70 %, iodium tincture 3%, nacl fisiologis,
sutera, benang nilon, kain kasa, tampon dan sarung tangan. Antibiotik (penicillin oil, penstrep
1%) vitamin b kompleks, asam manafenat, obat premedikasi (atropin sulfat), obat anastesi
(lidokain).
Persiapan Operator dan Co-Operator
Sebelum melakukan operasi, operator dan co-operator terlebih dahulu mencuci tangan
dari ujung jari sampai kesiku dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air bersih, tangan
dikeringakan dengan handuk steril dan didesinfektan dengan alkohol 70% kemudian operator
dan co-operator menggunakan sarung tangan dan pakaian khusus, keadaan asepsis.
TEKNIK OPERASI
Setelah teranetesi anjing ditengkurapkan (strenal recumbency) di atas meja operasi, bisa
juga dimiringkan sehingga membentuk sudut 150 agar memudahkan pembedahan (Rehmel,
1979). Prinsip operasi ini adalah memotong tendo dan atau otot yang menyebabkan tendo kiri
dan kanan tidak simetris. Membuat ukuran panjang tendo dengan ruas tulang ekor yang tidak
proporsional menjadi proporsional, sehingga ekor akan menjadi lurus.
Sayatan kulit dilakukan dibagian dorsal ekor di beberapa tempat terutama di tempat
terjadi lekukan. Sayatan biasanya dilakukan di dua sampai lima tempat (rata-rata tiga tempat)
tergantung bentuk ekor yang dihadapi dan bentuk yang diinginkan. Sisihkan arteri koksigealis
(kaudalis) lateralis superfisialis yang ada pada sisi ekor. Ikatlah arteri ini bila dipandang perlu
dengan benang yang mudah diserap pada bagian paling kranial sayatan. Guna mencapai dan
mengenali arteri ini bisa dilakukan dengan mendorong kulit ke depan dan ke bawah dan dengan
hati-hati sisihkan jaringan yang ada diatasnya (Rehmel, 1979). Arteri koksigealis lateral
superfisialis ini biasanya tepat berada pada sisi lateral ekor (Hickman dan Walker, 1980), namun
kadang-kadang sedikit agak di bawah (Fossum et al., 1997).
Sayatan pertama di pangkal ekor, setelah sayatan di bawah kulit ditemukan tendon yang
berwarna putih mengkilap, tendon yang terlihat dipotong menggunakan skalpel, bila diinginkan
ekornya jatuh lurus ke bawah juga dilakukan muskulutomi di bawah tendo tersebut. Kemudian
ke arah kaudal dilakukan lagi sayatan kulit dan dilakukan penarikan tendon menggunakan
gunting kecil atau pinset, akan didapatkan seperti benang putih. Seterusnya dilakukan lagi
sayatan di bagian kaudal ekor sesuai bentuk ekor yang diinginkan. Dengan dibuangnya tendo
dorsal ekor maka akan didapatkan ekor yang tidak lagi tegak dan lemas/tidak kaku. Selesai
tendotomi/muskulotomi pastikan bahwa bentuk ekor telah lurus/tidak berkelok ke kiri atau
kanan. Bila masih berkelok berarti masih ada tendo yang belum terputus, bila perlu pada posisi
ekor berkelok dilakukan muskulotomi.