Disusun oleh : Elisabeth Tiffany Kristanto 11.70.0037 Kelompok C1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2014
1
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap lapisan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kel Tinggi Media Awal (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 C1 3 0 0,75 1,5 0 25 50 C2 1,8 0 0,7 1,1 0 38,89 61,11 C3 1 0 0,7 0,5 0 70 50 C4 2 0 0,5 1,8 0 25 90 C5 1,6 0 0,75 2 0 46,88 125
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi awal media tiap kelompok berbeda-beda. Tinggi media awal kelompok C1 adalah 3 cm, kelompok C2 adalah 1,8 cm, kelompok C3 adalah 1 cm, kelompok C4 adalah 2 cm, kelompok C5 adalah 1,6 cm. Kemudian pada hari ke-0 belum terbentuk lapisan nata. Pada hari ke-7 sudah terbentuk lapisan nata pada tiap kelompok dengan ketebalan yang berbeda-beda. Tinggi ketebalan nata kelompok C1 pada hari ke-7 adalah 0,75, kelompok C2 adalah 0,7 cm, kelompok C3 adalah 0,7 cm, kelompok C4 adalah 0,5 cm, kelompok C5 adalah 0,75 cm sehingga persen lapisan nata yang diperoleh untuk kelompok C1 pada hari ke-7 adalah 25%, kelompok C2 adalah 38,89%, kelompok C3 adalah 70%, kelompok C4 adalah 25%, kelompok C5 adalah 46,88%. Kemudian tinggi ketebalan nata pada hari ke-14 meningkat kecuali pada kelompok C3. Tinggi ketebalan nata kelompok C1 pada hari ke-14 adalah 1,5 cm, kelompok C2 adalah 1,1 cm, kelompok C3 adalah 0,5 cm, kelompok C4 adalah 1,8 cm, kelompok C5 adalah 2 cm sehingga persen lapisan nata yang diperoleh untuk kelompok C1 pada hari ke-14 adalah 50%, kelompok C2 adalah 61,11%, kelompok C3 adalah 50%, kelompok C4 adalah 90%, kelompok C5 adalah 125%. Peningkatan ketebalan nata tertinggi adalah kelompok C5.
Hasil pengamatan terhadap aroma, warna, tekstur, dan rasa nata de coco yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa C1 +++ ++ ++ +++ C2 ++++ ++ ++ +++ C3 ++++ ++ +++ +++ C4 ++++ ++ +++ ++++ C5 ++++ ++ +++ ++++ Keterangan: Aroma Warna Tekstur Rasa ++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : sangat manis +++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : manis ++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : agak manis + : sangat asam + : bening + : tidak kenyal + : tidak manis
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa aroma dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1 yaitu agak asam sedangkan pada kelompok C2, C3, C4, C5 tidak asam. Kemudian warna dari nata de coco yang dihasilkan semua kelompok yaitu putih agak bening. Tekstur dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1 dan C2 agak kenyal sedangkan tekstur dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C3, C4, C5 kenyal. Rasa dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1, C2, C3 manis sedangkan rasa dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C4 dan C5 sangat manis.
3
2. PEMBAHASAN
Nata dapat diartikan dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Jadi, nata de coco merupakan krim yang berasal dari air kelapa. Krim tersebut dibentuk melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme Acetobacter xylinum. Mikroorganisme tersebut membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Mikroorganisme ini dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata de coco karena kandungan air yang tinggi yaitu 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan abu 1,06% di dalam air kelapa. Di dalam air kelapa juga terdapat nutrisi antara lain sukrosa, dektrosa, fruktosa, dan vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat 0,01 ug, asam pantotenat 0,52 ug, biotin 0,02 ug, riboflavin 0,01 ug dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi yang ada pada air kelapa tersebut dapat merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk membentuk nata de coco (Palungkung, 1992).
Nata merupakan polisakarida yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum, bentuknya menyerupai gel yang terapung di permukaan. Pertumbuhan Acetobacter xylinum medium yang cocok dapat menghasilkan massa berupa selaput tebal pada permukaan medium. Selaput tersebut mengandung 35-62% selulosa. Lapisan tebal pada permukaan medium merupakan akumulasi polisakarida ekstraseluler. Nata tersusun oleh jaringan mikrofibril dimana mikrofibril merupakan tipe selulosa yang mempunyai struktur kimia seperti selulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Iguchi et al., 2000).
Air kelapa merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan nata (Herman, 1979). Air kelapa merupakan merupakan bahan dasar dalam fermentasi asam- asam organik karena air kelapa mengandung protein, asam amino, gula, vitamin, dan mineral (Rahman, 1992). Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang dibutuhkan namun masih perlu ditambah substrat makro seperti sumber karbon dan nitrogen supaya nata yang dihasilkan optimal. Sumber karbon yang dapat ditambahkan yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa, dan tepung (Iguchi et al., 2000). Harga air kelapa relatif murah dan karena air kelapa termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa proses produksi, tingkat kontaminasinya kecil, terjamin ketersediaannya, dan produk samping yang dihasilkan minimum. Kelebihan penggunaan air kelapa sebagai substrat 4
yaitu air kelapa tidak membutuhkan banyak tempat, pemakaian lebih efisien, dan kondisi yang optimum (Rahman, 1992).
Acetobacter xylinum termasuk genus Acetobacter. Bakteri Acetobacter sp. bersifat gram negatif, aerob obligat, tidak membentuk endospora, tidak melakukan fermentasi alkohol, berbentuk bulat lonjung sampai batang pendek. Acetobacter sp. tumbuh baik pada pada pH 3,5-4,3 dan pada suhu 25-30 o C. Acetobacter sp. dapat mengoksidasi etanol dan menghasilkan asam asetat. Acetobacter sp. mampu mengoksidasi glukosa menjadi poliskarida atau selulosa. Selulosa tersebut berupa serat-serat putih yang terbentuk secara bertahap dari lapisan tipis pada awal fermentasi hingga mencapai ketebalan + 12 mm pada akhir fermentasi. Selulosa yang telah mencapai ketebalan + 12 mm disebut nata. Terbentuknya nata merupakan hasil metabolisme Acetobacter sp. yang prosesnya dikendalikan oleh plasmidnya (Rezaee et al., 2005).
Menurut Hartati (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Umur Biakan Acetobacter Xylinum terhadap Rendemen Nata Aren, rendemen nata yang terbentuk tergantung pada aktivitas Acetobacter xylinum pada proses inkubasi. Aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh umur bakteri. Biasanya yang digunakan adalah starter Acetobacter xylinum yang telah disimpan selama 3 4 hari sejak inokulasi karena pada masa penyimpanan itu akan mencapai maksimal sehingga Acetobacter xylinum dapat mengeluarkan enzim ekstraseluler yang mampu menyusun glukosa menjadi selulosa hingga membentuk matriks menyerupai gel yang disebut nata. Menurut Halib (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose, Acetobacter merupakan salah satu bakteri yang dapat memproduksi selulosa. Selulosa yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, seragam, dan kuat. Selulosa dapat dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum dalam kultur statis, misalnya air kelapa.
Pada praktikum fermentasi nata de coco ini, tahap pertama yang dilakukan yaitu pembuatan media. Pada pembuatan media, air kelapa yang akan digunakan disaring terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran. Kemudian air kelapa yang telah disaring, 5
direbus hingga mendidih. Perebusan ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang bersifat kontaminan yang dapat menggagalkan pembentukan nata. Selanjutnya ditambahkan gula pasir sebanyak 10% ammonium sulfat 0,5%, dan asam cuka glasial hingga pH mencapai 4-5. Penambahan gula berperan sebagai sumber karbon selama proses fermentasi (Pambayun, 2002). Selain itu, gula yang ditambahkan digunakan untuk pertumbuhan bakteri nata (Sunarso, 1982). Acetobacter xylinum mengubah glukosa dalam air kelapa menjadi ekstraseluler selulosa sebagai metabolit (Halib et al., 2012). Gula akan digabungkan dengan asam lemak sehingga terbentuk prekursor pada membran sel oleh Acetobacter xylinum yang kemudian diakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk folikel yang liat selama fermentasi (Rahman, 1992). Selanjutnya air kelapa yang telah ditambahkan gula, ammonium sulfat, dan asam cuka disaring.
Gambar 1. Pembuatan Media
Gambar 2. Penambahan Gula, Ammonium Sulfat, dan Asam Cuka
Gambar 3. Penyaringan 6
Menurut Wijayanti et al (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glasial Terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa, sukrosa merupakan sumber karbon paling potensial untuk produksi selulosa dari bakteri secara fermentasi karena energi dapat dikonservasi dalam pembentukan glukosa dengan sukrosa sintase. Penambahan gula yang terlalu banyak dapat menghambat aktivitas Acetobacter xylinum dalam memproduksi selulosa. Menurut Iskandar (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina, pH optimum nata de coco yaitu 5 dan nata tidak bisa terbentuk ada pH yang terlalu asam. Pada pH netral, nata tidak bisa terbentuk lagi karena metabolisme bakteri menurun. Konsentrasi gula 10% dan pH 5 merupakan kondisi optimum. Jumlah gula yang ditambahkan menjadi sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengubah glukosa menjadi selulosa sehingga lapisan selulosa yang berupa selaput lendir hasil metabolisme akan semakin tebal. Menurut Rizal et al (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata de Corn, sel sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula dan menggabungkan glukosa dengan asam lemak, membentuk suatu prekursor pada jaringan sel bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa. Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3.5 7,5. Kualitas nata terbaik dan terbanyak diperoleh pada pH 5,0 dan 5,5 pada suhu kamar dengan menggunakan media air kelapa.
Penambahan ammonium sulfat sesuai dengan teori Iguchi et al (2000) bahwa salah satu sumber nitrogen yang dapat ditumbuhkan pada air kelapa yaitu ammonium sulfat. Substrat masih perlu ditambahkan sumber nitrogen supaya nata yang dihasilkan optimal. Menurut Hamad (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata de Coco, semakin banyak sumber nitrogen yang ditambahkan pada fermentasi nata de coco, produktivitas Acetobacter xylinum dalam memproduksi selulosa. Nitrogen merupakan komponen penting yang dibutuhkan dalam biosintesis nata de coco. Kebutuhan ini akan mencapai maksimum pada jumlah tertentu sampai akhirnya keberadaan sisa nitrogen ini memberikan efek menurunkan produk nata yang dihasilkan. Air kelapa ditambahkan asam cuka glasial hingga pH 4-5 karena bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana 7
asam (pH 4,3) (Pambayun, 2002) sehingga substrat perlu ditambahkan asam cuka glasial hingga pH 4-5 supaya Acetobacter xylinum dapat tumbuh. Selanjutnya dipanaskan dan disaring lagi.
Tahap yang kedua dalam praktikum ini yaitu fermentasi. Pada tahap fermentasi, 100 ml media steril dimasukan pada wadah dan ditutup rapat. Selanjutnya ditambahkan biang nata (Acetobacter xylinum) sebanyak 10% dari media ke dalam wadah secara aseptis. Kemudian digojog perlahan hingga seluruh starter tercampur rata. Penambahan biang sebanyak 10% seusai dengan teori Pato & Dwiloka (1994) bahwa starter yang ditambahkan pada pembuatan nata sekitar 4-10%. Jika jumlah starter yang ditambahkan terlalu banyak atau terlalu sedikit menyebabkan karakteristik dari nata de coco yang dihasilkan tidak baik, bahkan tidak dapat membentuk lapisan nata. Selanjutnya ditutup dengan kertas coklat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Gambar 4. Tahap Fermentasi
Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu dan selama inkubasi wadah jangan sampai goyang agar lapisan terbentuk tidak terpisah-pisah. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang, karena Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Jika suhu inkubasi di atas atau di bawah suhu ruang, maka pertumbuhan bakteri akan terhambat. Namun pada suhu 40 o C, bakteri akan mati (Pambayun, 2002). Selanjutnya ketebalan lapisan nata de coco diukur pada hari ke-3, ke-7, ke-10, dan ke-14. Pada hari ke-14 terbentuk lapisan yang cukup tebal dan timbul, lapisan inilah yang disebut nata. Selanjutnya nata dicuci dengan air mengalir. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan asam yang masih menempel pada nata. Kemudian nata dipotong dadu- dadu kecil lalu dimasukan ke dalam panci yang telah berisi air dan dimasak hingga air mendidih. Selanjutnya gula pasir ditambahkan dan diaduk hingga larut. Penambahan 8
gula ini bertujuan untuk memberikan rasa manis pada nata. Setelah nata dimasak, kemudian dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna.
Gambar 5. Pemasakan Nata de Coco
Pada hasil pengamatan tinggi ketebalan nata dapat diketahui bahwa tinggi awal media tiap kelompok berbeda-beda. Tinggi media awal kelompok C1 adalah 3 cm, kelompok C2 adalah 1,8 cm, kelompok C3 adalah 1 cm, kelompok C4 adalah 2 cm, kelompok C5 adalah 1,6 cm. Kemudian pada hari ke-0 belum terbentuk lapisan nata. Pada hari ke-7 sudah terbentuk lapisan nata pada tiap kelompok dengan ketebalan yang berbeda-beda. Tinggi ketebalan nata kelompok C1 pada hari ke-7 adalah 0,75, kelompok C2 adalah 0,7 cm, kelompok C3 adalah 0,7 cm, kelompok C4 adalah 0,5 cm, kelompok C5 adalah 0,75 cm sehingga persen lapisan nata yang diperoleh untuk kelompok C1 pada hari ke-7 adalah 25%, kelompok C2 adalah 38,89%, kelompok C3 adalah 70%, kelompok C4 adalah 25%, kelompok C5 adalah 46,88%. Kemudian tinggi ketebalan nata pada hari ke-14 meningkat kecuali pada kelompok C3. Tinggi ketebalan nata kelompok C1 pada hari ke-14 adalah 1,5 cm, kelompok C2 adalah 1,1 cm, kelompok C3 adalah 0,5 cm, kelompok C4 adalah 1,8 cm, kelompok C5 adalah 2 cm sehingga persen lapisan nata yang diperoleh untuk kelompok C1 pada hari ke-14 adalah 50%, kelompok C2 adalah 61,11%, kelompok C3 adalah 50%, kelompok C4 adalah 90%, kelompok C5 adalah 125%. Peningkatan ketebalan nata tertinggi adalah kelompok C5. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa tinggi ketebalan nata tiap kelompok berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena ada kelompok yang kurang aseptis karena tingkat keaseptisan berpengaruh pada nata de coco yang dihasilkan. Jika proses membuat dilakukan secara aseptis, aktivitas bakteri Acetobacter xylinum menjadi lebih optimum. Namun jika tidak aseptis, dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme perusak. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan konsentrasi glukosa berkurang sehingga 9
nata yang dihasilkan kurang maksimal (Tranggono & Sutardi, 1990). Tiap kelompok memiliki tingkat keaseptisan yang berbeda-beda sehingga nata yang dihasilkan memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Selain itu jika ada goncangan selama proses fermentasi dapat menyebabkan nata yang terbentuk di permukaan cairan akan turun ke bawah (Rahayu et al., 1993)
Nata yang dihasilkan kelompok C3 mengalami penurunan tinggi ketebalan nata. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi Acetobacter xylinum bersimbiosis dengan Acetobacter lain yang muncul selama proses fermentasi baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Keberadaan isolat inokulum harus stabil selama proses fermentasi karena jika terjadi fluktuasi dapat mempengaruhi banyaknya serat selulosa yang dihasilkan (Seumahu et al., 2007). Pada kelompok C3, populasi inokulum Acetobacter xylinum tidak stabil dan mengalami fluktuasi sehingga pada hari ke 14 terjadi penurunan tinggi ketebalan nata.
Pada hasil pengamatan uji sensoris nata de coco dapat diketahui bahwa aroma dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1 yaitu agak asam sedangkan pada kelompok C2, C3, C4, C5 tidak asam. Adanya aroma asam pada nata yang dihasilkan kelompok C1 disebabkan proses pencucian nata yang kurang bersih sehingga asam masih menempel pada lapisan nata. Kemudian warna dari nata de coco yang dihasilkan semua kelompok yaitu putih agak bening. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahman (1992) bahwa seharusnya nata yang dihasilkan berwarna putih transparan. Tekstur dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1 dan C2 agak kenyal sedangkan tekstur dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C3, C4, C5 kenyal. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kekenyalan nata de coco tidak berbanding lurus dengan tinggi ketebalan nata. Seharusnya semakin tinggi ketebalan nata, semakin kenyal nata tersebut. Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyaknya selulosa yang terkandung didalam nata Jika nata memiliki tebal yang tinggi berarti banyak selulosa yang terkandung di dalamnya sehingga semakin tebal nata yang dihasilkan maka semakin kenyal nata tersebut (Herman, 1979).
10
Rasa dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C1, C2, C3 manis sedangkan rasa dari nata de coco yang dihasilkan kelompok C4 dan C5 sangat manis. Nata yang dihasilkan memiliki rasa manis karena pada proses pemasakannya ditambahkan gula. Namun, tingkat kemanisan nata yang dihasilkan antara kelompok C1, C2, C3 dengan kelompok C4, C5 berbeda. Hal ini disebabkan karena maaih terdapat rasa asam pada nata yang dihasilkan, khususnya pada kelompok C1 karena pada kelompok C1 masih terdapat rasa asam sehingga rasa nata tidak manis sekali. Seharusnya, nata yang dihasilkan kelompok C2 dan C3 memilik rasa yang sangat manis karena nata yang dihasilkan kelompok C2 dan C3 sudah tidak ada aroma asam sehingga rasa asam tidak terasa dan rasa manis akan sangat terasa. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena tidak ada parameter yang pas mengenai rasa manis sehingga praktikan bingung mengelompokan rasa manis atau sangat manis. Untuk kelompok C4 dan C5 sudah sesuai karena sudah tidak ada aroma asam sehingga rasa nata yang dihasilkan sangat manis.
Gambar 6. Nata de Coco (C1 C5)
11
3. KESIMPULAN
Nata merupakan polisakarida yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum, bentuknya menyerupai gel yang terapung di permukaan. Lapisan tebal pada permukaan medium merupakan akumulasi polisakarida ekstraseluler. Air kelapa merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan nata. Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang dibutuhkan namun masih perlu ditambah substrat makro seperti sumber karbon dan nitrogen supaya nata yang dihasilkan optimal. Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan kotoran sedangkan perebusan air kelapa bertujuan untuk mematikan mikroorganisme kontaminan. Penambahan gula pada air kelapa berperan sebagai sumber karbon selama proses fermentasi. Penambahan ammonium bertujuan untuk menambahkan sumber nitrogen supaya nata yang dihasilkan optimal. Air kelapa ditambahkan asam cuka glasial hingga pH 4-5 karena bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam. Starter yang ditambahkan pada pembuatan nata sekitar 4-10%. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang, karena Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan asam yang masih menempel pada nata. Penambahan gula pada proses pemasakan bertujuan untuk memberikan rasa manis pada nata. Populasi inokulum Acetobacter xylinum yang tidak stabil menyebabkan penurunan tinggi ketebalan nata. Adanya aroma asam pada nata disebabkan proses pencucian nata yang kurang bersih sehingga asam masih menempel pada lapisan nata. Nata yang dihasilkan berwarna putih transparan. Semakin tinggi ketebalan nata, semakin kenyal nata tersebut. Adanya aroma asam pada nata yang dihasilkan menyebabkan rasa manis tidak terasa kuat. 12
Semarang, 20 Juni 2014 Praktikan, Asisten Dosen Andriani Cintya S. Chrysentia Archinitta L. M. Katharina Nerissa A. A. Meilisa Lelyana D. Stella Mariss H. Elisabeth Tiffany Kristanto 11.70.0037
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Halib, N.; M. C. I. Moh. Amin; I. Ahmad. (2012). Properties and Characterization of Nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.
Hamad, A & Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata de Coco. Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal. 62-65.
Hartati & Palennari, M. (2010). Pengaruh Umur Biakan Acetobacter Cylinum terhadap Rendemen Nata Aren. Jurnal Chemica Vo/. 11 Nomor 1 Juni 2010, 65 -70.
Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 17.
Iskandar et al. (2010). Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7, No. 3, hal. 105-111, 2010.
Iguchi, M., Yamanaka, S. &Budhiono, A. 2000. Review Bacterial Cellulose - a masterpiece of natures arts. Journal of Materials Science 35: 261-270.
Palungkung, R. (1992). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.
Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.
Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta. 14
Rezaee, A., S. Solimani and M. Forozandemogadam. 2005. Role of Plasmid in Production of Acetobacter xylinum Biofilms. Am. J. Biochem. Biotechnol. 1(3): 121- 124.
Rizal, H. M. et al. (2013). Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata de Corn. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013.
Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68. Volume 1, Number 2. ISSN 1978-3477. Diakses pada tanggal 2 Juli 2013.
Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.
Wijayanti, F et al. (2012). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glasial Terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria Vol 1 No. 2 Hal 86 93.
15
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan Rumus: Persentase Lapisan Nata = 100% x Awal Media Tinggi Nata Ketebalan Tinggi
Kelompok C1 H 0 Persentase Lapisan Nata = 100% x 3 0 = 0 % H 7 Persentase Lapisan Nata = 100% x 3 0,75 = 25 % H 14 Persentase Lapisan Nata = 100% x 3 1,5
= 50 % Kelompok C2 H 0 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1 0 = 0 % H 7 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1,8 0,7 = 38,89 % H 14 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1,8 1,1
= 61,11 %
Kelompok C3 H 0 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1 0 = 0 % H 7 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1 0,7 = 70 % H 14 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1 0,5
= 50 % Kelompok C4 H 0 Persentase Lapisan Nata = 100% x 2 0 = 0 % H 7 Persentase Lapisan Nata = 100% x 2 0,5 = 25 % 16
H 14 Persentase Lapisan Nata = 100% x 2 1,8
= 90 % Kelompok C5 H 0 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1,6 0 = 0 % H 7 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1,6 0,75 = 44,88% H 14 Persentase Lapisan Nata = 100% x 1,6 2