Anda di halaman 1dari 60

ANALISIS PENYEMBUHAN TULANG SECARA

RADIOLOGIS PADA KASUS ASEPTIK DIAFISIS


NONUNION SETELAH DIFIKSASI DENGAN PLATE
AND SCREW DIKONVERSI KE REAMING
INTRAMEDULLARY SOLID LOCKING NAIL PADA
FEMUR
RADIOLOGICAL UNION ANALYSIS OF FEMORAL SHAFT
ASEPTIC NONUNION AFTER FAILED PLATE AND SCREW
CONVERT TO REAMING INTRAMEDULLARY SOLID
LOCKING NAIL

Oleh:
Andriessant C! Len"#n"

Pembimbing :
Dr! Henr$ Y%riant& M!P'i(&P'!D&S)!OT *K+
Dr! M! R%#sa( Sa(e'& P'!D&S)!OT *K+
dr! Kar$a Tri# Bia#t S)!OT *K+
Dr!dr! B%r'an%ddin Ba'ar& MS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BIDANG ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASASAR
,-./
ii
ANALISIS PENYEMBUHAN TULANG SECARA
RADIOLOGIS PADA KASUS ASEPTIK DIAFISIS
NONUNION SETELAH DIFIKSASI DENGAN PLATE
AND SCREW DIKONVERSI KE REAMING
INTRAMEDULLARY SOLID LOCKING NAIL PADA
FEMUR
Andriessant Len"#n"
A0stra#
Penda'%(%an
Nonunion fraktur pada diafisis femur setelah dilakukan plating adalah masalah
yang masih sering dijumpai. Penanganan kasus ini masih kontroversi, Terdapat
berbagai metode penanganan nonunion dengan broken implant, dimana salah satu
prosedur adalah konversi ke reaming intramedullary nailing. Bervariasinya hasil
yang pernah dilaporkan sebelumnya sehingga penelitian ini dilakukan.

Metde
Penelitian ini adalah cross sectional retrospektif analisis dengan jumlah pasien 22
orang yang menjalani operasi prosedur pengangkatan implant sebelum dikonversi
ke reaming intramedullary loking nail dengan atau tanpa autogenous iliac bone
graft. Proses penyembuhan tulang kemudian dinilai seara radiologis dengan
serial !"ray menggunakan metode #allus $nde!. %ata yang ada dianalisis statistik
dengan non"parametrik tes
Hasi(
&onversi ke reaming intramedullary solid nail pada kasus hipertrofi dan atrofi
nonunion plate and screw memberikan hasil union rate '() serta minimal
komplikasi. %ari 22 pasien, * pasien didapati nonunion dan 2 didapati delayed
union. Tidak ada perbedaan +aktu healing yang signifikan antara pasien yang di
bone graft dan tidak. ,okasi fraktur pada pro!imal"third mempengaruhi +aktu
penyembuhan tulang. Tidak ada komplikasi yang bermakna.
Dis#%si
-ekonstruksi nonunion dengan reaming solid nail pada hipertrofi dan atrofi
nonunion menghasilkan solid union. %an juga dengan atau tanpa bone graft tetap
menghasilkan solid union dalam +aktu yang sama
Kata K%n1i 2 Nonunion, .raktur .emur, -eamed $ntramedullary ,oking Nail,
Bone /raft
iii
RADIOLOGICAL UNION ANALYSIS OF FEMORAL SHAFT ASEPTIC
NONUNION AFTER FAILED PLATE AND SCREW CONVERT TO
REAMING INTRAMEDULLARY SOLID LOCKING NAIL
Andriessanto C. Lengkong
Abstract
Introdct!on
Nonunited fracture shaft of femur after plate fixation is a common problem.
Management of this problem is still controversial. here are many methods for
treating femoral shaft aseptic nonunions with broken implant which conversion to
reaming intramedullary solid nail is one of the procedure. !owever, the reported
success rate varies. herefore, this study was done
M"t#od
his study is a cross sectional retrospective case analysis presenting "" patients
who underwent operation procedure, managed by removal of the hardware, and
convert to reaming solid intramedullary locking nail with or without autogenous
iliac bone graft. #one healing process were assessed by serial x$ray using the
Callus %ndex method.
R"s$ts
Conversion to reaming intramedullary solid nailing after nonunion with broken
implant gives union rate &'(. Among "" patients, ) patient persisted nonunion
and " patients experience delayed union. here was no significant difference in
time to solid union between patients with or without iliac autogenous bone graft.
*roximal third nonunion affect the time to solid union. No ma+or complications
were noted.
D!scss!on
Nonunion reconstruction using reaming solid nail of both types nonunion gives a
solid union. ,olid union achieve with or without bone graft
K"% Words & Nonunion, -racture -emur, .eamed %ntramedullary Locking Nail,
#one /raft
iv
DAFTAR ISI
%0.T0- $1$ iv
%0.T0- /02B0- v
%0.T0- T0B3, %0N /-0.$& vi
%0.T0- ,02P$-0N vii
B0B $ P3N%045,50N *
B0B $$ &06$0N P51T0&0, &3-0N/&0 P32$&$-0N,
%0N 4$POT31$1 7
B0B $$$ B040N8 15B63&8 OB63&
%0N 23TO%3 P3N3,$T$0N 2*
B0B $9 401$, P3N3,$T$0N %0N P32B04010N 2:
B0B 9 1$2P5,0N %0N 10-0N 7;
%0.T0- P51T0&0 7*
,02P$-0N 7<
v
DAFTAR GAMBAR
/ambar * /ambar skematis anatomi vaskularisasi diafisis
/ambar 2 /ambar solid nail dan locking screw
/ambar = /ambar $nsersi nail pada fossa pirifomis
/ambar 7 /ambar titik masuk solid nail
/ambar ( 2etode mengukur Callus %ndex
vi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel * .rekuensi ,okasi .raktur
Tabel 2 .rekuensi Tipe Nonunion
Tabel = .rekuensi Tipe .raktur
Tabel 7 0nalisis 1tatistik
/rafik * %istribusi 5mur
/rafik 2 Pembentukan Callus %ndex pada pro!imal third
/rafik = Pembentukan Callus %ndex pada middle third
/rafik 7 Pembentukan Callus %ndex pada distal third
/rafik ( Perbandingan &alus $ndeks Terhadap ,okasi .raktur
/rafik > Perbandingan +aktu solid union pada hipertrofi nonunion
dan atrofi nonunion
/rafik < Perbandingan +aktu solid union pada pada penggunaan
Bone graft dan tanpa bone graft
vii
DAFTAR LAMPIRAN
,ampiran * /ambar Pengukuran &allus $nde! 1etiap > minggu
,ampiran 2 Tabulasi %ata Pasien
%ata kallus indeks tiap sampel
,ampiran = 0nalisis 1tatistik
BAB I
PENDAHULUAN
.!. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Nonunion fraktur yang terjadi pada ekstremitas ba+ah setelah difiksasi
dengan plate and screw merupakan masalah yang sering kita jumpai di negara
berkembang
?*@
, seperti kita di $ndonesia.
Pada kasus fraktur diaphyseal yang akut pada ekstremitas ba+ah
kebanyakan literatur kedokteran merekomendasikan penggunaan nail dibanding
plate.
0"$12
-ekomendasi ini karena tingginya presentasi union rate menggunakan
nail. 1edangkan apabila fiksasi menggunakan plate persentasi non union sekitar
:) " *').
?(":@
%i negara kita fiksasi fraktur menggunakan plate lebih murah dan
relative lebih banyak tersedia dibanding menggunakan nail.
Penanganan dari nonunion fraktur setelah fiksasi dengan plate and screw
ada banyak pilihan, dapat dilakukan revisi ulang dengan menggunakan plate,
0&2
fiksasi intramedullary nailing,
0)32
eksternal fiksasi,
?**"*2@
bone graft,
0)4$)12
atau teknik
lainnya tergantung dari keadaan tiap kasus.
Teknik reaming dengan menggunakan solid intramedullary locking nail
menghasilkan sel"sel tulang yang viable 0osteoblast2 yang berguna untuk
membantu penyembuhan nonunion
0)'2
Bagian ortopedi dan traumatologi 5niversitas 4asanuddin telah melakukan
beberapa prosedur reaming intramedullary locking nail pada kasus nonunion
setelah difiksasi dengan plate and screw, namum sampai saat ini belum pernah
*
2
dilakukan analisis, pengumpulan dan pengolahan hasil penyembuhan tulang serta
efektifitas prosedur ini sebagai pilihan untuk menangani nonunion femur dengan
implant failure.
.!, RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka timbul pertanyaan
bagaimanakah hasil penyembuhan tulang seara radiologis pada penggunaan solid
intramedullary locking nail pada penanganan kasus nonunion dengan broken
implant plate and screw yang selama ini telah dilakukan oleh bagian Ortopedi dan
traumatologi 5niversitas 4asanuddin A
.!3! TU4UAN PENELITIAN
*.=.* Tujuan 5mum
2enganalisis penyembuhan tulang pada kasus nonunion setelah difiksasi
dengan plate and screw dikonversi ke reaming intramedullary locking nail
*.=.2 Tujuan khusus
*. 2enganalisis pembentukan kalus seara radiologis pasa rekonstruksi
nonunion menggunakan reaming intramedullary nailing
2. 2enganalisis efektifitas penggunaan bone graft pada kasus pasa
rekonstruksi nonunion dengan menggunakan reaming intramedullary nailing
=
.!/ KEGUNAAN PENELITIAN
*.7.* &egunaan Teoritis
2emberikan informasi ilmiah pada aspek teori tentang kelebihan dan
kekurangan dari sisi penyembuhan tulang pada prosedur reaming interlocking
nail setelah nonunion dengan tindakan plate and screw.
*.7.2 &egunaan Praktis
*@ 1ebagai pertimbangan pilihan prosedur operasi dalam menangani kasus
nonunion fraktur femur dengan broken implant
2@ %apat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
sehubungan dengan penyembuhan tulang menggunakan teknik reaming
intramedullary locking nail
BAB II
KA4IAN PUSTAKA& KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
,!.! KA4IAN PUSTAKA
Penanganan kasus nonunion fraktur merupakan salah satu masalah yang
tidak jarang dijumpai oleh seorang orthopaedic surgeon terutama kita yang berada
di $ndonesia. &arena penggunaan fiksasi dengan plate and screw pada long bone
lebih terjangkau dan relative lebih banyak tersedia dibanding fiksasi dengan
intramedullary nailing. %ari literatur, resiko untuk terjadinya nonunion dan
implant failure pada fiksasi dengan plate and sre+ adalah :) " *').
?(":@
1eiring
perkembangan implant ortopedi telah dilakukan prosedur fiksasi dengan
intramedullary locking nail yang memberikan hasil yang lebih baik.
Penyebab nonunion dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya
distraksi dan separasi fragmen fraktur, interposisi jaringan lunak, trauma berat
yang melibatkan kerusakan soft tissue luas, kurangnya aliran darah disekitar
fraktur dan infeksi.
?*=@
1tatus klinis pasien juga sangat berpengaruh terhadap penyembuhan
fraktur. 1tatus klinis yang dimaksud adalah faktor usia, status nutrisi, merokok,
adanya comorbidities ?seperti diabetic patient, penyakit kardiopulmoner, penyakit
vaskular perifer@.
?(@
Prosedur reaming intramedulla dapat membantu penyembuhan nonunion
site dimana pada prosedur reaming menghasilkan sel"sel tulang viable yang berisi
osteoblast yang membantu dalam proses penyembuhan tulang.
?*>@
7
(
Penyembuhan fraktur dipengaruhi oleh faktor lokal maupun sistemik.
.aktor lokal adalah yang berhubungan seara langsung dengan fraktur, yaitu pola
fraktur tersebut, kerusakan soft tissue yang ada. .aktor sistemik adalah yang
berhubungan dengan pasien, yaitu kondisi giBi, usia, dan penyakit penyerta seperti
diabetes. 4asil penyembuhan tulang dapat dinilai seara kuantifikasi dengan
menggunakan skala Maximum Callus %ndex . 1kala ini menilai pembentukan kalus
dan menentukan +aktu maksimal sampai terbentuk kalus.
?*<@
,!, ANATOMI 5 FISIOLOGI 'ONE 'LOOD FLOW
1istim vaskuler pada tulang dapat dibagi dalam pembuluh darah afferent,
pembuluh darah efferent, dan jaringan mikrovaskuler. &omponen ketiga unit ini
adalah :
?*:@
Pembuluh darah afferent
5piphyseal arteries
Metaphyseal arteries
Nutrient Artery
*eriosteal Arteries
6aringan 2ikrovaskuler
Medullary sinusoids
Cortical capillaries
*eriosteal capillaries
/ambar *. /ambar skematis anatomi vaskularisasi tulang diafisis
>
Pembuluh darah efferent
#olleting sinuses
3piphyseal veins
2etaphyseal veins
Nutrient veins
Periosteal veins
Tidak ada komponen dari semua unit diatas yang berdiri sendiri, semuanya
merupakan suatu jaringan dan kesatuan.
?*:@
Tipikal sirkulasi pembuluh darah pada diafisis tulang panjang dapat dilihat
pada ilustrasi /ambar *. Pada korteks tulang, suplai utama pembuluh darah adalah
nutrient artery. Pada medulla tulang, nutrient artery dibagi menjadi ascending dan
descending medullary arteries.
0)62
<
Pada fraktur terjadi kerusakan pada vaskuler tulang. %erajat kerusakan
bergantung pada besar keilnya kerusakan pada tulang. Normalnya terjadi
kerusakan pada nutrient artery, dan ukup banyak kerusakan pembuluh darah pada
tulang jika ada disertai dengan kerusakan luas soft tissue. .iksasi implant pada
fraktur juga dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh darah.
?*'@
2engingat berbagai ara yang tersedia untuk memfiksasi suatu fraktur
seperti penggunaan eksternal fiksasi, plate and screw, dan intramedullary nailing,
jelas bah+a dari susunan anatomi yang kompleks pembuluh darah pada tulang
masing"masing akan memiliki efek yang berbeda pada aliran darah.
%ntramedullary reaming akan membahayakan sirkulasi medulla tulang, sebaliknya
sebuah compression plate yang difiksasi pada permukaan periosteal akan
mengangu sirkulasi darah periosteal
0"32
&emampuan beradaptasi aliran darah tulang telah didemonstrasikan pada
sebuah penelitian eksperimental tentang %ntramedullary reaming. .eaming tidak
mengakibatkan penurunan aliran darah ke korteks seara signifikan. Penggunaan
fiksasi dengan ara reaming intramedullary nailing justru menunjukkan
peningkatan aliran darah pada minggu kedua.
?*'"2*@
,!3 NONUNION
.raktur yang nonunion menjadi tantangan dan masalah penting bagi ahli
ortopedi. Pada normalnya sekuensi penyembuhan tulang melalui undifferentiated
mesenchymal progenitor cells, dengan bantuan B2Ps ?bone morphogenetic
:
proteins2 dan sitokin, berproliferasi, berdiferensiasi ke sel kondrosit dan osteoblas
dan membentuk tulang, dengan demikian terjadi penyembuhan fraktur.
?22@
0kan tetapi, beberapa fraktur gagal untuk sembuh dan menjadi nonunion,
yang mana meningkatkan morbiditas dan memberikan limitasi fungsi pada pasien.
0da empat elemen penting yang menjadi syarat terjadinya penyembuhan tulang :
matriks osteokonduktif, signal osteoinduktif, sel osteogenik yang mempunyai
kemampuan untuk merespon signal tersebut, dan ukupnya aliran darah.
%iagnosis dari nonunion berdasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan
fisik, termasuk nyeri dan masih adanya gerakan pada sisi yang fraktur dengan hasil
!"ray yang jelas mendukung tidak terjadinya penyembuhan tulang.
%i literatur tidak ada definisi yang jelas mengenai nonunion, tapi seara
luas definisi nonunion adalah kegagalan suatu fraktur untuk sembuh dalam jangka
+aktu > bulan tanpa adanya tanda"tanda yang menunjukkan suatu proses
penyembuhan yang masih berlangsung. $nsiden terjadinya nonunion bervariasi
tergantung lokasi fraktur tapi dapat menapai () sampai 2;).
?2="2(@
Penyebab dari nonunion adalah multifaktor dan dapat dikategorikan
melalui jenis fraktur, host dan faktor teknis operasi. $ni meliputi kerusakan
jaringan lunak, kehilangan vaskularisasi, distraksi fragmen fraktur, interposisi
jaringan lunak, malnutrisi, infeksi, instabilitas, periosteal stripping, dan penyakit
sistemik.
?2(@
Nonunion diklasifikasikan sebagai berikut hipertrofi dan atrofi. 4ipertrofi
nonunion akibat tidak adekuatnya stabilisasi fraktur. Terdapat vaskularisasi yang
ukup tetapi tidak ukup stabil sehingga mengakibatkan formasi kalus yang
'
berlebihan tetapi tetap adanya gap pada fraktur. &arena hipertrofik nonunion
terdapat vaskularisasi yang ukup maka hanya dibutuhkan stabilisasi yang adekuat
untuk menapai penyembuhan tulang. Pada atrofi nonunion, terjadi kegagalan oleh
tubuh membentuk allus dan mengisi gap fraktur tersebut.
?27"2(@
,!3 REAMING INTERLOCKING NAIL FI(ATION
Prinsip dasar dari intramedullary nailing adalah dinamik osteosintesis yang
menghasilkan secondary bone healing yaitu penyembuhan tulang dengan formasi
kalus.
?2>@
Pada teknik operasi ini, diba+ah spinal atau general anesthesia, prosedur
pembedahan dilakukan dengan posisi lateral dekubitus. %ilakukan insisi seperti
mengikuti insisi lama, sampai terlihat nonunion site dan dilakukan pengangkatan
plate and screw.
?2<@
$nsisi dilakukan diatas trokanter major ?teknik antegrade@. 1ebelumnya
nonunion site dibersihkan dari fibrous tissue dan dilakukan freshening jaringan
pada ujung"ujung tulang pada nonunion site.
.eaming dilakukan pada proksimal fragmen fraktur dan pada distal
fragmen fraktur sampai diameter terbesar lebih *mm"2mm, lebih besar dari nail
yang akan dipakai. 1etelah dilakukan pengangkatan implant, dapat digunakan
bone graft atau tidak. Prosedur reaming intramedulla sendiri menghasilkan sel"sel
tulang yang viable yang mengandung banyak osteoblast. Prosedur reaming
menghasilkan efek loal dan sistemik.
?2>"2<@
,!3!. Prinsi) !ntra)"d$$ar% na!$
*;
Nailing merupakan ara penanganan standar fraktur shaft femur,
?2:"2'@
dan
dapat digunakan pada fraktur terbuka grade $ " $$$. &rettek dan ka+an"ka+an
melakukan evaluasi meta analisis terhadap =7* pasien fraktur terbuka tibia yang
distabilisasi dengan 5TN ?unreamed tibia nail@, dengan hasil tingkat infeksi
keseluruhan grade yaitu 7) " '), sedangkan pada grade $$$ menapai <) " 27).
?2'"=;@
&Cntsher menerapkan prinsip"prinsip pada proses intramedullay nailing,
yang meliputi:
*. Nailing dilakukan di ba+ah kontrol fluoroskop tanpa melakukan ekspose
langsung dari lokasi fraktur untuk menghindari infeksi,
2. Nail harus ukup kuat untuk menahan tekanan yang disebabkan oleh kontraksi
otot, gerakan sendi, dan berat badan untuk menghindari bengkok atau
patahnya nail,
=. Nail harus memiliki elastisitas yang ukup untuk mengkompres selama proses
insersi, dan kembali meluas dalam tempatnya untuk memfiksasi fragmen
fraktur seara kuat sehingga dapat menegah rotasi dari fraktur.
.eaming harus dilakukan dengan hati"hati, *"2 mm lebih lebar dari diameter nail,
dan ujung reamer harus mempunyai ketajaman yang ukup.
?=*"=2@
%ntramedullary nail merupakan implant dengan prinsip load$sharing serta
minimal stress shielding. Beban atau loading yang diberikan seara progressive
pada kalus di lokasi fraktur akan menstimulasi penyembuhan dan remodelling
fraktur.
?=*@
**
3fek dari proses reaming adalah peningkatan konsumsi faktor"faktor
koagulasi dan risiko infeksi pada fraktur terbuka,
?=2@
serta peningkatan jumlah
fragmen dan elemen sumsum tulang yang terlepas yang memiliki sifat
osteoinductive. Proses ini akan meningkatkan pembentukan tulang baru, seperti
yang terlihat pada pemeriksaan histologist potongan fracture site dan seara
radiografi.
?=2"==@
1alek 4 tahun 2;;< melaporkan efek reaming terhadap
penyembuhan fraktur lebih epat.
?=7@
.asilitas radiografi sangat diperlukan pada intramedullary nailing seara
tertutup, namun tidak selalu dibutuhkan pada nailing seara terbuka.
?=*@
1aat insersi interlocking nail yang berbentuk lurus, dapat terjadi
ketegangan dalam kanalis femoralis oleh karena adanya perbedaan kelengkungan
antara nail dan femur. Nilai rata"rata antecurvature ?radius kelengkungan@ dari
diafisis femur orang de+asa yaitu sekitar '
;
,
?=2, =(@
sehingga dibutuhkan reamer
dengan diameter yang lebih besar untuk menghilangkan ketegangan. Titik insersi
nail bentuk lurus harus ditempatkan sesuai dengan sumbu longitudianal kanalis
femoralis. $nsersi pada bagian anterior dari fosa piriformis akan mengakibatkan
distorsi dari nail dan akan menyebabkan ketegangan dalam kanalis femoralis.
?=2@
,!3!,! Te#ni# !ntra)"d$$ar% na!$
%ntramedullary nail pada fraktur diafisis femur, dapat dilakukan dengan
posisi pasien terlentang atau lateral diatas meja fraktur, dengan traksi melalui pin
yang dipasang pada tibia proksimal atau distal femur, serta posisi lutut ditekuk >;D
dan rotasi internal *;D"*(D. Posisi terlentang dilakukan pada pasien dengan
*2
multiple trauma, terutama bila disertai trauma paru, fraktur tulang belakang atau
pelvis yang tidak stabil, atau dimana terdapat fraktur femur pada sisi kontra
lateral.
?=2, =(@
&elemahan metode ini yaitu keterbatasan titik insersi di fosa
trokanterika, serta kemungkinan terjadinya angulasi varus pada pasien dengan
fraktur sepertiga proksimal shaft femur, dan diperlukan insisi yang panjang pada
pasien obesitas. 1edangkan untuk posisi lateral, memungkinkan kita lebih mudah
melakukan insersi pada titik masuknya, tetapi dapat terjadi malalignment karena
rotasi.
?=2@
.iksasi seara bersamaan fraktur neck femur dapat dilakukan dengan
prosedur antegrade pada fraktur shaft femur yang dikombinasikan dengan
multiple pin atau screw pada fraktur neck femur, atau pada generasi kedua
interlocking nail.
?=2, =(@
Locking screw diindikasikan pada fraktur shaft femur dengan klasifikasi
EinFuist"4ansen /rade $$$ dan $9 yang kominutifG segmental obliF dan
kominutif spiral panjangG fraktur proksimal atau distal yang obliF atau kominutif.
?=2, =("=>@
Pada fraktur transversal sepertiga tengah shaft femur tidak digunakan
static locking screw. 0gar tidak terjadi malrotasi pada dinamic locking nail maka
dibutuhkan penempatan locking screw yang tepat pada fragmen yang tidak di
locking, sampai tonus dan kekuatan otot pasien kembali normal. Prosedur bone
graft tidak diperlukan meskipun terdapat fragmen keil yang hilang saat trauma
atau saat debridement.
?<@
*=
5ntuk kasus dengan floating knee, metode yang paling nyaman untuk
menstabilkan kedua fraktur melalui satu insisi yaitu dengan metode retrograde
dari shaft femur.
?<@
,!3!3! Anat6i S(id Inter(1#in" Nai(
,olid interlocking nail berbentuk curve dengan kelengkungan '
;
pada
bagian proksimal nail. %iameter nail yang direkomendasikan untuk pemasangan
antegrade fraktur shaft femur adalah berukuran ' mm sampai *2 mm, dengan
panjang nail sekitar 2:; mm sampai 72; mm.
?27"2(@

,ubang loking sre+ pada solid nail terdapat 7 buah, 2 buah lubang pada
bagian proksimal dan 2 buah lubang pada bagian distal. ,ubang proximal locking
screw yang berbentuk bulat berfungsi sebagai stati loking sre+, sedangkan *
lubang lagi yang letaknya lebih distal berbentuk oval berfungsi sebagai dynamic
locking screw atau lubang kompresi. ,ubang distal locking screw, dua"duanya
berbentu oval yang berfungsi sebagai dynamic locking screw atau lubang
kompresi.
?2(,2>@
6arak lubang pro!imal loking sre+ yang berbentuk oval dari
dasar nail adalah sejauh =( mm, dan jarak antara kedua lubang proximal locking
screw adalah *( mm, sedangkan jarak distal locking screw yang letaknya lebih
proksimal adalah sejauh == mm dengan perbedaan jarak antara kedua lubang
distal locking screw adalah *< mm. 1olid nail ini menganjurkan untuk
menggunakan lubang proximal locking screw bentuk oval pada kasus fraktur shaft
femur ?gambar 2@.
?2(@
*7
Locking screw 1olid nail merupakan screw khusus self taping dengan
diameter >,( mm dan panjang 2( mm sampai <( mm. 0rah pemasangan sre+
dari lateral ke medial mengikuti slot pada target arm alat pemasangan nail. Pada
ujung proksimal nail terdapat dasar nail dimana bagian dalamnya berulir yang
berfungsi untuk menguhubungkan L$handle, target arm dan nail melalui locking
bolt.
?2(@

,!3!/! Ante"rade a**roac# 7e6%r
Gambar 2. Gambar skematis Solid nail dan
locking screw
Base nail
Static hole of proximal locking
screw
Dynamic hole of proximal locking screw
Anatomical 9
0
angle
Dynamic hole of distal locking screw
End of distal nail
== mm
(( mm
=( mm
*( mm
*(
Pasien ditempatkan pada posisi lateral, lebih mudah untuk mengakses
trokhanter mayor dan lokasi fraktur jika diperlukan reduksi terbuka.
?=<"=:@
,!3!/!.! Red%#si
1etelah insisi pada kulit dan tensor fasia lata, elevator periosteum
digunakan untuk memisahkan serat otot seara longitudinal sampai ke tulang.
Bersihkan seluruh jaringan lunak dan kalus diantara fragmen fraktur. 1etelah itu
lakukan reduksi dengan menggunakan metode:
*. fragmen fraktur dipegang dengan redution klem,
2. /unakan elevator periosteum untuk menyibak jaringan lunak,
=. %istraksi fraktur dengan posisi fragmen fraktur fleksi ';
;
kemudian
bengkokkan korteks posterior dari setiap fragmen diikuti dengan ekstensi
untuk mereduksi.
Pertahankan posisi reduksi fraktur selama proses reaming, insersi nail, dan
penempatan interlocking screw.
?=<"=:@
Penggunaan image intensifier memungkinkan kita melakukan approach
seara minimal dan reduksi tertutup fracture site, namun prosedur ini memberikan
risiko terpaparnya radiasi pada pasien dan tim operasi, serta akan menambah
biaya operasi.
?='"7*@

,!3!/!, Insersi Nai(
Terdapat perbedaan pendapat tempat insersi nail antara fosa piriformis dan
trokanter mayor.
?=2, 72@
Pertimbangan fossa piriformis sebagai titik insersi yaitu:
*>
*.
Posisi fosa piriformis segaris dengan kanalis femoralis sehingga sesuai
untuk nail yang lurus.
2.
0rah fossa piriformis terhadap kanalis femoralis yang membentuk garis
lurus dapat menyebabkan terjadinya translasi ke anterior atau posterior
dari lokasi masuknya sehingga akan meningkatkan ketegangan antara
implant dan tulang.
?=2, =(@
=.
Approach melalui fossa piriformis diperlukan incisi jaringan lunak yang
lebih dalam.
7.
.eaming yang berlebihan pada fossa piriformis untuk mengakomodasi
lengkungan pada bagian proksimal nail yang lurus dapat merusak
vasularisasi ke head femur.?gambar =@.
?=2"==@
Pertimbangan trokhanter mayor sebagai titik insersi yaitu:
*. ,okasi yang lebih superfisial sehingga approach$nya lebih mudah.
2. Trokanter mayor memiliki lebih banyak tulang anellous sehingga lebih
mentolerir jika nail ditempatkan di anterior atau posterior.
1olid nail memiliki kelengkungan sekitar '
;
pada bagian proksimal
sehingga reaming dengan ukuran 7 mm harus dilakukan pada daerah metafisis
untuk menyesuaikan lengkungan ini. Tindakan ini dapat merusak vaskularisasi ke
head femur jika fossa piriformis digunakan sebagai titik insersinya.
?=7, 72"7=@
1ebuah
awl lengkung digunakan untuk membuat pintu masuk ke tulang pada daerah
pertemuan antara sepertiga bagian posterior dan sepertiga tengah dari punak
trokhanter mayor ?gambar =@.
?=<"=:, 72@
*<
%iameter nail yang digunakan ditentukan oleh ukuran reamer ketika suara
HkerihI terdengar saat reamer masuk dalam kanal. Tambahkan reamer ukuran
lebih 2 mm untuk diameter nail. Panjang nail yang digunakan tergantung pada
letak fraktur. 5jung nail minimal harus berada > m di ba+ah dari daerah fraktur.
,!3!/!3! Dista( !nt"r$oc+!n, scr"-
7istal interlocking screw ?fragmen yang paling dekat dengan lutut@
dipasang terlebih dahulu. 4al ini memungkinkan seorang ahli bedah untuk
memutar nail sehingga slot nail dengan lubang screw berada dekat korteks femur.
0rah screw dari lateral ke medial.
?=<"=:@
Gambar 3. Fossa piriformis berada segaris dengan kanalis femoralis dan menjadi
tempat insersi yang baik untuk nail yang lurus.
Gambar 4. Titik masuk solid nail berada di pertemuan antara
sepertiga bagian posterior dan sepertiga tenga dari ujung
trokanter mayor.
*:
,!3!/!/! Pro.!)a$ !nt"r$oc+!n, scr"-
0rah interlocking screw dari lateral ke medial. 0rah ini akan memberikan
kekuatan yang sama.
?=<"=:@

,!3!8! Pas1a)erasi
Pasa operasi, pasien dianjurkan untuk melakukan latihan penguatan otot"
otot Fuadrieps dan mobilisasi weight bearing seara progresif. 8eight bearing
dapat segera dilakukan pada hari berikutnya jika fraktur stabil dan pasien tidak
nyeri. 4al ini yang membuat interlocking nail lebih unggul dibandingkan plate
and screw atau traction, sesuai dengan penelitian dari /osselin -0 dan ka+an"
ka+an tahun 2;;: di &amboja dimana dari =: kasus yang dilakukan pemasangan
nail, (<) pulang dengan full wight bearing, 7*) dengan partial weight bearing
dan hanya * kasus ?2)@ yang non weight bearing.
?7*@
7elayed weight bearing
hanya dilakukan jika fraktur sangat proksimal atau distal yang beresiko
menyebabkan implant failure, dan pada pasien dengan edera ekstremitas
ipsilateral.
?77"7(@
Pemeriksaan radiografi dilakukan tiap >"*; minggu setelah nailing sampai
diapainya kesembuhan dan remodeling dari fraktur. 6arang diindikasikan
dynami9ation dari static locking nail dengan menabut screw terjauh dari fraktur,
keuali kasus delayed union.
?7>@
/ambar (. 2etode
mengukur Callus %ndex.
Callus %ndex : #;A
*'
,!/! EVALUASI RADIOLOGIC HEALING DENGAN CALLUS INDE(
Callus %ndex didefinisikan sebagai rasio yang teripta antara diameter
maksimal kallus dan diameter korteks tulang normal ?/ambar (.@
?*<@
1emakin bertumbuh kallus, callus index akan semakin bertambah
rasionya, menandakan proses healing yang sedang berlangsung, dimana tidak
akan terjadi remodelling sebelum kallus tersebut menapai terbentuknya rasio
maksimal callus index, yaitu saat kallus berada pada diameter terbesar maka
sudah terapai solid union dan mulai akan terjadi remodelling yaitu penurunan
Callus %ndex rasio
?*<@
2;
Pengukuran Callus %ndex dapat dilakukan melalui standard radiografi
projeksi 0P dan ,ateral dilakukan pada plain film dengan mistar biasa atau
goniometer
1aat terjadi peak pada Callus %ndex .atio menandakan proses healing
sudah maksimal dan proses remodelling dimulai
?*<@
,!8! KERANGKA PEMIKIRAN
,!8! HIPOTHESIS
Penggunaan reaming intramedullary locking nail pada kasus nonunion setelah
difiksasi dengan plate and screw memberikan hasil yang baik terhadap
penyembuhan tulang
Nonunion frature femur +ith
failure plate and sre+
fi!ation
2*
BAB III
BAHAN 9 OB4EK DAN METODE PENELITIAN
3!.! BAHAN9OB4EK PENELITIAN
3!.!.! TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Bagian Ortopedi dan Traumatologi -umah sakit
pendidikan .akultas &edokteran 5niversitas 4asanuddin, 2akassar. -enana
Penelitian dilakukan di bulan 6anuari 2;*=
3!.!, POPULASI
Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
mengalami nonunion pada tulang panjang anggota gerak ba+ah dengan fiksasi
plate and screw di beberapa rumah sakit pendidikan .akultas &edokteran
5niversitas 4asanuddin, 2akasar.
3!.!3! SAMPEL PENELITIAN DAN CARA PENGAMBILAN SAMPEL
Penelitian ini menggunakan semua pasien yang telah dioperasi konversi ke
intramedullary nailing dan diseleksi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
#ara pengambilan sampel yaitu dengan melakukan pengumpulan data
medik pasien sebagai data sekunder dan melakukan +a+anara dan pemeriksaan
klinis dan radiologis sebagai data primer.
2*
22
3!.!/! BESARAN SAMPEL
Besaran sampel yang digunakan adalah semua pasien yang telah menjalani
operasi konversi ke intramedullary nail pada kasus nonunion dengan fiksasi plate
and screw
3!.!8 KRITERIA INKLUSI& EKSLUSI DAN WITHDRAWAL
a. &riteria inklusi
). Pasien hipertrofi nonunion dan atrofi nonunion pada diafisis femur
proximal third, middle third dan distal third setelah difiksasi dengan plate
and screw
". Pasien telah dioperasi konversi ke reaming intramedullary nail minimal >
bulan pasa operasi
b. &riteria 3kslusi
*. Pasien yang disertai dengan fraktur tibia pada sisi yang sama
. &riteria 8ithdrawal ; 7rop <ut
*. Pasien kriteria $nklusi menolak seluruh tindakan penelitian terhadap
dirinya
untuk dijadikan subyek penelitian dimulai sesaat setelah tindakan operasi
sampai sembuh.
2. Pasien kriteria $nklusi hilang kontak ?tidak datang untuk kontrol kesehatan@
lebih dari * ?satu@ tahun.
2=
3!.!: ALAT DAN BAHAN
)2 Medical .ecord dan ,urgical 7atabase
"2 #amera Panasoni ,umi! .J"*2
42 ,olid %ntramedullary Locking Nail set
12 =$.ay machine 0,iemens Model No.343>33)4 Made in /erman$,iemens
<pitop )'3;13;63;!C$)334 *! Model No.3441'"3& ,erial No.
13)443&11 Made in China2
'2 Computer and 7ata analysis software
a. Microsoft <ffice 5xcel "3)3
b. ,*,, )>
?2 ,aptop 0151 N7>9
>2 2istar /oniometer merk ,ynthes
3!, METODE PENELITIAN
=.2.* %310$N P3N3,$T$0N
Penelitian ini menggunakan desain penelitian berupa retrospective case analysis
=.2.2 #0-0 &3-60 P3N3,$T$0N
). 2engidentifikasi pasien nonunion sesuai kriteria inklusi dari rekam medis
dan register pasien di beberapa rumah sakit pendidikan 5niversitas
4asanuddin2akassar sebagai data sekunder, kemudian di bagi ke dalam
27
grup lokasi fraktur proximal third, middle third, distal third. %an juga grup
tipe nonunion @ hipertrofi nonunion dan atrofi nonunion
". Pasien yang memenuhi kriteria penelitian menjalani prosedur +a+anara
sesuai format penelitian, pemeriksaan fisik dan radiologis sebagai data
primer untuk memperoleh data hasil klinis.
4. 2elakukan evaluasi penyembuhan tulang pada foto !"ray pada pasien yang
telah menjalani operasi konversi ke reaming intramedullary naiing.
Penilaian dilakukan menggunakan skoring Callus %ndex, dengan periode
kontrol pasien setiap >"*; minggu. %imana pada skor ini dapat ditentukan
seara kuantitatif fraktur sudah sembuh atau belum.
1. 2elakukan analisa statistik dengan uji non parametric test
'. 2enilai proses penyembuhan pada kedua grup, dan menilai variabel yang
memberikan pengaruh terhadap proses penyembuhan tulang pada kedua
grup
?. 4asil dikumpulkan, diatat dan dianalisa, kemudian akan dilakukan diskusi
dan pengambilan keputusan dari prosedur tersebut.
2(
3!,!3 ALUR PENELITIAN
=.2.7 0,O&01$ 15BK3&
*@ &riteria 1ubyek
&elompok nonunion setelah difiksasi plate and screw pada ekstremitas
ba+ah dikonversi ke intramedullary nailing yang telah dioperasi di -1
Eahidin 1udirohusodo dan jejaringnya, 2akassar, kurun +aktu tahun 2;;:"
2;*=
1eleksi 2edial -eord dan
-egistrasi Pasien Tahun 2;;:"2;*=
$dentifikasi %ata :
$dentitas Pasien
0namnesis
Pemeriksaan .isik
%iagnosis dan Penatalaksanaan
,aporan Operasi
1tatus &ontrol Poliklinik
Pemeriksaan J"-0K
Proksimal .raktur %istal .raktur
Penilaian hasil operasi
0nalisis .adiological !ealing
0nalisis dan Pengolahan %ata
1eleksi pasien yang
sesuai kriteria inklusi
2iddle .raktur
2>
2@ &riteria Obyektif
1kala hasil penyembuhan tulang berdasarkan nilai dari Callus %ndex
3!,!8 DEFINISI OPERASIONAL
*. Atrofi Nonunion disini didefinisikan bah+a seara radiologis fraktur yang
belum sembuh dengan garis fraktur yang masih jelas, tidak terjadi bridging kalus
antara fraktur maupun tidak ada formasi kalus disekitarnya, disertai dengan
adanya tanda resorbsi pada ujung fragmen fraktur dalam +aktu minimal > bulan
setelah dilakukan operasi plate and screw
2. !ipertrofi Nonunion didefinisikan sebagai fraktur yang seara radiologis
terdapat formasi kalus yang pada ujung"ujung fraktur fragmen lebih besar dari
korteks sehat, namun masih terlihat jelas garis fraktur dan belum terbentuk
bridging kalus dalam +aktu minimal > bulan setelah dilakukan operasi plate and
screw
4. .adiological union adalah sembuhnya fraktur seara radiologis dinilai yaitu
tidak tampaknya garis fraktur disertai dengan terbentuknya bridging kalus yang
solid setelah serial evaluasi dengan kalus indeks
7. ,haft femur adalah bagian diafisis tulang femur yang disini ditentukan yaitu
batas proksimal femur (m diba+ah lesser trohanter dan batas distal diatas
daerah metafisis distal femur. Batas metafisis distal femur yaitu ukuran yang sama
dengan ukuran dari distal femur menggunakan diameter tranversal terbesar
kondilus femur distal. &emudian dari batas yang didapat di proksimal dan distal,
2<
jaraknya dibagi tiga untuk mendapatkan bagian femur proksimal, middle dan
distal
3!,!: KLASIFIKASI VARIABEL
*@ 9ariabel bebas
Prosedur %ntramedullary Locking Nail
2@ 9ariabel kontrol
5mur, 6enis &elamin, bone graft, jumlah perdarahan, merokok
=@ 9ariabel tergantung
Penyembuhan tulang seara radiologi
3!,!;! ANALISIS STATISTIK
%ata yang diperoleh, diolah dengan bantuan piranti lunak dengan metode
statistik dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik. 5ji statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah 5ji Non$parametric test dengan
menggunakan program omputer ,*,, for 8indows version )>
Ta0e( .! Fre#%ensi (#asi nonn!on 7ra#t%r
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
/!. HASIL PENELITIAN
7.*.* -eaming $ntramedullary 1olid Nailing
%idapati lima puluh sembilan pasien dengan kasus aseptik nonunion pada
diafisis femur setelah difiksasi dengan plate and screw yang teratat selama kurun
+aktu bulan November 2;;< hingga 2ei 2;*= yang dilakukan operasi konversi
ke reaming intramedullary locking nail di -15P %r. Eahidin 1udirohusodo,
2akassar 1ula+esi 1elatan, namun hanya 22 diantaranya yang memenuhi kriteria
inklusi penelitian ini ?Tabel *@.
No Lokasi Fraktur
Frekuensi
(%) n = 22
1 Proximal 6 (27,3)
2 Middle 11 (5)
3 !istal 5 (22,7)
"et # n= $umla% sam&el
%ari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
sejumlah > kasus ?2<,=)@ dengan nonunion fraktur femur pro!imal third, ** kasus
?(;)@ dengan nonunion fraktur femur middle third dan ( kasus ?22,<)@ nonunion
fraktur distal third.
2:
Ta0e( ,! Fre#%ensi ti)e nonn!on 7ra#t%r
2'
Gra7i#!. Distri0%si U6%r
Pada
grafik
diatas
diperlihatkan bah+a distribusi umur pasien yang bervariasi dengan umur termuda
dilakukannya prosedur konversi ke reaming intramedullary nailing adalah *(
tahun dan tertua adalah >< tahun dengan mean usia rata"rata =2,= tahun
No 'i&e Fraktur
Frekuensi
(%) n = 22
1 (tro) 15 (6*,2%)
2 +i&ertro) 7 (31,*%)
"et # n= $umla% sam&el
%ari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
sejumlah *( kasus ?>:,2)@ dengan atrofi nonunion, < kasus ?=*,:)@ dengan
hipertrofi nonunion. &emudian dari data sekunder yang ada masing"masing di
analisis hasil penyembuhan tulang seara radiologis dan dilakukan perbandingan
hasil antara fraktur pro!imal, medial, dan distal.
=;
Ta0e(!3 Fre#%ensi K(asi7i#asi Fra#t%r
No 'i&e Fraktur Frekuensi (%) n = 22
1 ,-+ 'i&e 1 7(31,*%)
2 ,-+ 'i&e 2 .(/,.%)
3 ,-+ 'i&e 3 5(22,7%)
/ ,-+ 'i&e / 1(/,5%)
,-+ # ,in0uist +ansen 1lassi)2ation
%ari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
sejumlah < kasus tipe *, ' kasus tipe 2 , ( kasus tipe = dan * kasus tipe * sesuai
dengan klasifikasi fraktur femur +inFuist"hansen
7.*.2 *roximal$third femur Nonunion
4asil yang telah didapatkan dari data sekunder dan data primer pada
pasien kelompok nonunion fraktur pro!imal"third femur yang telah dilakukan
konversi ke reaming intramedullary nailing adalah sebagai berikut :
=*
Pembentukan kalus indeks maksimal pada kelompok pro!imal third terjadi
pada mean 2:,: L*7,2 minggu
7.*.= Middle$hird femur Nonunion
4asil yang telah didapatkan dari data sekunder dan data primer pada pasien
kelompok nonunion fraktur middle third femur yang telah dilakukan konversi ke
reaming intramedullary nailing adalah sebagai berikut :
Pada kelompok middle third pembentukan kalus indeks maksimal, terjadi
pada mean 2>,< L(,7 minggu
7.*.7 7istal$hird femur Nonunion
4asil yang telah didapatkan dari data sekunder dan data primer pada
pasien kelompok nonunion fraktur distal third femur yang telah dilakukan
konversi ke reaming intramedullary nailing adalah sebagai berikut :
=2
Pada kelompok middle third pembentukan kalus indeks maksimal, terjadi
pada mean 2=,: L*,< minggu
Pada grafik diatas menunjukkan pembentukan kalus indeks maksimal
paling lama terapai pada fraktur bagian proximal$third dimana rata"rata +aktu
terapai solid union pada pro!imal adalah 2:,: minggu, pada middle solid union
2>,> minggu dan pada distal menapai solid union pada 2=,: minggu. 1eara
==
analisis statistik didapatkan signifikan bermakna pada perbedaan lokasi
mempengaruhi +aktu healing.
Pada grafik diatas menunjukkan pada atrofi nonunion +aktu solid union
sekitar 2(,( minggu, sedangkan pada hipertrofi nonunion sekitar 2=,( minggu.
4ipertrofi menapai solid union lebih epat 2 minggu, tapi seara analisis statistik
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara +aktu penyembuhan tulang
pada hipertrofi dan atrofi nonunion.
Pada kasus dengan menggunakan bone graft +aktu menapai solid union
sekitar 2> minggu dan tanpa bone graft 2=,= minggu. 1eara statistik tidak
terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok.
7.*.*. 0nalisis 1tatistik
=7
Nilai uji statistik dilakukan terhadap korelasi terapainya kalus indeks
maksimal terhadap hubungannya dengan lokasi fraktur, klasifikasi fraktur, tipe
nonunion dan bone graft
'a3el / 4'es statistik ter%ada& kallus indeks maksimal
No 5aria3el nilai P
1 "alus 6ndeks - Lokasi Fraktur ,/37
2 "alus 6ndeks - "lasi)kasi Fraktur ,365
3
/
"alus indeks - 'i&e Nonunion
"alus 6ndeks - 8one 9ra:t
,3.*
,51
7 ;i<ni)kan 3ila P =,5
/!,! PEMBAHASAN
Nonunion fraktur pada shaft femur dengan broken implant masih sering kita
jumpai dan merupakan tantangan bagi ahli bedah ortopedi. 2engetahui kelebihan
dan kekurangan suatu prosedur penanganan nonunion tersebut sangat membantu
dalam pengambilan keputusan dalam menentukan prosedur apa yang akan
dilakukan.
%ari hasil penelitian ini diperoleh bah+a proses healing pada nonunion
dengan broken implant pada diafisis femur setelah dioperasi menggunakan
reaming intramedullary nail rata"rata healing terbentuk solid union seara
radiologis pada 2>,7 minggu. %ari analisis statistik terdapat perbedaan yang
signifikan antara proses healing pada pro!imal, middle dan distal. %imana pada
fraktur lokasi proksimal didapati * pasien persisted nonunion dan 2 pasien
delayed union serta yang lainnya +aktu healing yang rata"rata lebih lama range
2:"=> minggu, hal ini bertolak belakang dengan data a+al dimana didapati
frek+ensi nonunion setelah dilakukan plating lebih banyak pada daerah middle
third. 4al ini mungkin dikarenakan seara umum sebaran demografi dari fraktur
=(
femur di -1 +ahidin sudirohusodo paling banyak didapati fraktur pada middle
third, jadi paling banyak frek+ensi fraktur didaerah middle third. Pada fraktur
middle third dan distal third rata"rata terdapat +aktu healing yang hampir sama
sekitar 2="2( minggu. Pada penelitian aro et al
01>2
. didapati lokasi fraktur tidak
mempengaruhi +aktu healing dimana mean +aktu terapai healing pada ketiga
lokasi tersebut hampir sama yaitu 27 minggu. .aktor lokasi fraktur memang bisa
berpengaruh terhadap penyembuhan tulang sebab seara anatomi deforming fore
otot"otot pada proksimal femur lebih besar.
?7:@
%isamping itu pada = pasien yang
mengalami non union ?*@ dan delayed union ?2@ pada +aktu trauma akut
mengalami fraktur komunitif dengan kerusakan soft tissue disekitarnya, hal ini
yang menjadi penyebab nonunion tersebut selain dari faktor host sendiri yaitu
terdapat ri+ayat merokok 5ntuk pasien yang tidak union dan delayed union,
dilakukan dynami9ation yaitu melepas loking sre+ pro!imal dari fraktur.
Berdasarkan studi dari aro et al
01>2
, pola fraktur mempengaruhi bone
healing dimana pada fraktur dengan pola stabil transverse lebih epat ?solid union
27 minggu@ terbentuk kalus dibanding dengan yang obliAue unstable ?solid union
=; minggu@. Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan signifikan pada
penyembuhan tulang seara radiologis berdasarkan klasifikasi pola fraktur
+inFuist"hansen. 1olid union terapai pada rata"rata 27,< minggu pada keempat
jenis klasifikasi fraktur. Pada studi aro et al diatas dilakukan pada kelompok
fraktur femur yang akut, jadi pada rekonstruksi pasa nonunion fraktur didapatkan
klasifikasi jenis pola fraktur tidak berpengaruh terhadap +aktu menapai solid
union.
=>
Berdasarkan vaskularisasi dan potensi osteogenik nonunion dibagi atas
hipertrofi dan atrofi. 4ipertrofi nonunion mempunyai potensi healing yang baik
namun terjadinya nonunion karena fiksasi yang tidak baik atau kehilangan
stabilitas seiring dengan +aktu, sedangkan atrofi nonunion terjadi disamping
karena fiksasi yang tidak baik tapi juga karena kurangnya potensi osteogenik pada
daerah fraktur tersebut.
?7'@
1eara literatur demikian, namun pada penelitian ini
didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara bone healing pada
hipertrofi nonunion dan atrofi nonunion, keduanya menapai mean rata"rata solid
union pada 2>,: minggu. 1esuai penelitian yang ada oleh Naeem$ur$.a9aA et
al0162 mendapatkan hasil yang sama dengan literatur yaitu hipertrofi lebih baik
namun mereka menggunakan prosedur unreaming nail. Pada penelitian ini
didapatkan tidak ada perbedaannya healing antara hipertrofi dan atrofi
kemungkinan karena adanya faktor reaming intramedulla, dimana kondisi tersebut
dapat membantu penyembuhan nonunion.
Penggunaan solid intramedullary nailing memberikan hasil yang lebih baik
dibanding menggunakan flexible nail. Pada penelitian #ered+iklian et
al
0'32
didapatkan persentasi union 7;) pada penggunaan fle!ible intramedullary
nailing sedangkan menggunakan solid nailing didapatkan presentasi union :;).
4al ini sesuai dengan penelitian ini dapatkan healing rate '().
Pada rekonstruksi pasa nonunion plating hasil penelitian ini mendapatkan
hasil yang sama antara rekonstruksi menggunakan bone graft atau tanpa bone
graft yaitu solid union pada rata"rata minggu ke 27, sehingga bone graft tidak
diperlukan pada konversi menggunakan reaming intramedullary nail. 4al ini
=<
sesuai dengan penelitian emara et al
?(*@
didapati tidak diperlukan penggunaan
bone graft pada rekonstruksi nonunion baik itu hipertrofi maupun atrofi nonunion.
4asil penelitian menunjukkan bah+a konversi ke reamed solid interlocking
nail efektif dalam menapai union baik pada kasus hipertrofi maupun atrofi
nonunion. 4asil penelitian ini juga mendukung bukti literatur revie+ sebelumnya
oleh Brinker et al
?(2@
bah+a penggunaan nailing dapat menstimulasi healing
response karena adanya internal bone graft dari reamed medulla,serta konstruksi
mechanical stability yang lebih baik dari plate and screw.
-ata"rata keberhasilan penanganan nonunion dengan konversi ke reamed
interlocking nail adalah sekitar (="*;;) dengan mean solid union pada minggu
ke 27.
?(="(7@
1esuai dengan penelitian ini diperoleh healing rate '() dengan mean
rata"rata terapai solid union pada minggu ke 27,'
Pada nonunion dengan adanya broken implant vaskularisasi periosteal
dianggap terganggu dikarenakan kompresi plate and screw yang difiksasi diatas
periosteal. &ontroversi yang ada adalah dengan melakukan reaming akan
menganggu vaskularisasi intramedulla. Namun dari literatur yang ada, dengan
melakukan reaming medulla canal tidak terjadi penurunan aliran darah akut pada
medulla yang signifikan, dengan melakukan reaming terjadi peningkatan aliran
darah extraosseus yang merupakan ara untuk revaskularisasi kallus yang
dominan pada fiksasi reaming interlocking nail hal ini merupakan keuntungan
biologik bagi nonunion fraktur disamping reaming menghasil internal bone graft
juga menghasilkan kondisi biologik yang mendukung untuk teriptanya bone
healing.
0''2
Penelitian ini memberikan gambaran tentang hasil penyembuhan tulang
seara radiologis pada kasus nonunion dengan broken implant dikonversi ke
=:
reaming intramedullary nail yang telah dilakukan oleh bagian ortopedi dan
traumatologi universitas 4asanuddin. %imana memperlihatkan hasil union rate
yang tinggi. &ekurangan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang sedikit.
5ntuk hasil yang lebih bermakna mungkin perlu follo+ up yang lebih lama dan
melakukan evaluasi tentang teknik yang ada.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
8!. KESIMPULAN
). &onversi ke reamed interlocking nail dari kasus nonunion plate and screw
fixation merupakan suatu pilihan prosedur yang memberikan hasil yang
baik. %engan union rate yang tinggi sehingga prosedur ini dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan pada penanganan kasus nonunion dengan
broken implant pada femur
". Tidak diperlukan penggunaan iliac bone graft dalam menangani kasus
nonunion pada femur dengan broken implant jika akan dikonversi ke
reaming intramedullary nailing
8!, SARAN
*. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel
yang jauh lebih besar sehingga didapatkan hasil yang lebih baik
2. Perlu dilakukan analisa lanjut dengan follow up yang lebih lama
dengan menganalisa korelasi clinical healing dan radiological healing
serta functional outcome untuk hasil yang lebih bermakna
7;
7*
DAFTAR PUSTAKA
14 Museru LM, M2+aro 1N4 '%e dilemma o: :ra2ture treatment in
de>elo&in< 2ountries4 6nt ?rt%o&4 22@26(6)#32/-74
24 8rum3a2k A$, BCa<ie-Dro ;, Lakatos AP, Poka (, 8at%on 9+,
8ur<ess (A4 6ntramedullarE nailin< o: :emoral s%a:t :ra2tures4 Part 66#
Fra2ture-%ealin< Cit% stati2 interlo2kin< )xation4 $ 8one $oint ;ur< (m4
1.** !e2@7(1)#1/53-624
34 "em&: 6, 9rosse (, 8e2k 94 1losed lo2ked intramedullarE nailin<4
6ts a&&li2ation to 2omminuted :ra2tures o: t%e :emur4 $ 8one $oint ;ur<
(m4 1.*5 $un@67(5)#7.-24
/4 ,iss !(, Flemin< 1+, Matta $M, 1lark !4 1omminuted and
rotationallE unsta3le :ra2tures o: t%e :emur treated Cit% an interlo2kin<
nail4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 1.*6 No>(212)#35-/74
54 '%om&son F, ?F8eirne $, 9alla<%er $, ;%ee%an $, Guinlan ,4
Fra2tures o: t%e :emoral s%a:t treated 3E &latin<4 6nHurE4 1.*5
;e&@16(*)#535-*4
64 8ostman ?, 5arHonen L, 5ainion&aa ;, MaHola (, Aokkanen P4
6n2iden2e o: lo2al 2om&li2ations a:ter intramedullarE nailin< and a:ter
&late )xation o: :emoral s%a:t :ra2tures4 $ 'rauma4 1.*. MaE@2.(5)#63.-
/54
74 1%en< $1, 'se PI, 1%oC II4 '%e &la2e o: t%e dEnami2
2om&ression &late in :emoral s%a:t :ra2tures4 6nHurE4 1.*5
;e&@16(*)#52.-3/4
*4 Aiemer 8L, 8utter)eld ;L, 8urke 1$, 3rd, Mat%eCs !4 6mmediate
&late )xation o: %i<%lE 2omminuted :emoral dia&%Eseal :ra2tures in
3lunt &olEtrauma &atients4 ?rt%o&edi2s4 1..2 (u<@15(*)#.7-164
.4 Ain< !, $u&iter $8, ;anders A(, Guintero $, ;antoro 5M, 9anJ A, et
al4 1om&lex nonunion o: :ra2tures o: t%e :emoral s%a:t treated 3E Ca>e-
&late osteosEnt%esis4 $ 8one $oint ;ur< 8r4 1..7 Mar@7.(2)#2*.-./4
14 "lemm ",4 'reatment o: in:e2ted &seudart%rosis o: t%e :emur
and ti3ia Cit% an interlo2kin< nail4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 1.*6
No>(212)#17/-*14
114 8rinker MA, ?F1onnor !P4 6liJaro> 2om&ression o>er a nail :or
ase&ti2 :emoral nonunions t%at %a>e :ailed ex2%an<e nailin<# a re&ort
o: )>e 2ases4 $ ?rt%o& 'rauma4 23 No>-!e2@17(1)#66*-764
124 ;latis P, Paa>olainen P4 Dxternal )xation o: in:e2ted non-union o:
t%e :emur4 6nHurE4 1.*5 No>@16(.)#5..-6/4
134 ,an< $,, ,en< L+4 'reatment o: distal :emoral nonunion Cit%
internal )xation, 2orti2al allo<ra:t struts, and auto<enous 3one-
<ra:tin<4 $ 8one $oint ;ur< (m4 23 Mar@*5-((3)#/36-/4
1/4 ,u 11, 1%en ,$4 'reatment o: :emoral s%a:t ase&ti2 nonunions#
2om&arison 3etCeen 2losed and o&en 3one-<ra:tin< te2%ni0ues4 $
'rauma4 1..7 $ul@/3(1)#112-64
154 !an2kCardt-Lilliestrom 94 Aeamin< o: t%e medullarE 2a>itE and
its eKe2t on dia&%Eseal 3one4 ( Luoro2%romi2, mi2roan<io<ra&%i2 and
%istolo<i2 studE on t%e ra33it ti3ia and do< :emur4 (2ta ?rt%o& ;2and
;u&&l4 1.6.@12*#1-1534
164 ;mrkolH 54 P%Esiolo<i2al &rin2i&les o: intramedullarE nailin<274
72
174 Dastau<%-,arin< ;$, $oslin 11, +ardE $A, 1unnin<%am $L4
Guanti)2ation o: :ra2ture %ealin< :rom radio<ra&%s usin< t%e maximum
2allus index4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 2. (u<@/67(*)#1.*6-.14
1*4 1ro2k +54 (tlas o: >as2ular anatomE o: t%e skeleton and s&inal
2ord4 London# Martin !unitJ@ 1..64
1.4 Aei2%ert 6L, M21art%E 6!, +u<%es ;P4 '%e a2ute >as2ular
res&onse to intramedullarE reamin<4 Mi2ros&%ere estimation o: 3lood
LoC in t%e inta2t o>ine ti3ia4 $ 8one $oint ;ur< 8r4 1..5 MaE@77(3)#/.-
34
24 ,alla2e (L, !ra&er DA, ;tra2%an A", M21art%E 6!, +u<%es ;P4
'%e >as2ular res&onse to :ra2ture mi2romo>ement4 1lin ?rt%o& Aelat
Aes4 1../ (&r(31)#2*1-.4
214 M21art%E 64 '%e &%Esiolo<E o: 3one 3lood LoC# a re>ieC4 $ 8one
$oint ;ur< (m4 26 No>@** ;u&&l 3#/-.4
224 'sen< ;;, Lee M(, Aeddi (+4 Nonunions and t%e &otential o:
stem 2ells in :ra2ture-%ealin<4 $ 8one $oint ;ur< (m4 2* Fe3@. ;u&&l
1#.2-*4
234 Din%orn '(4 Dn%an2ement o: :ra2ture-%ealin<4 $ 8one $oint ;ur<
(m4 1..5 $un@77(6)#./-564
2/4 +aEda A(, 8ri<%ton 1', Dster%ai $L, $r4 Pat%o&%Esiolo<E o:
delaEed %ealin<4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 1..* ?2t(355 ;u&&l)#;31-/4
254 Mars% !4 1on2e&ts o: :ra2ture union, delaEed union, and
nonunion4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 1..* ?2t(355 ;u&&l)#;22-34
264 Ni2%ols '4 M(nual o: internal )xation4 (r2%i>es o: ;ur<erE4 Mdoi#
1411Nar2%sur<41.*413*111372.O4 1.*@115(11)#1/5-4
274 APedi 'PM,M4 (? &rin2i&les o: :ra2ture mana<ement4 ;tutt<art@
NeC Iork@ !a>os PlatJ, M;CitJerlandO# '%ieme @ (? Pu34@ 274
2*4 9, ,64 6ntramedullarE nailin< o: :emoral and ti3ial s%a:t
:ra2tures4 $ournal ?rt%o&edi2 ;2ien2e4 26@11#657-6.4
2.4 Neu3aueri '% 89, ,a<ner M4 ?&en Fra2tures and 6n:e2tion#
1urrent 1on2e&ts Ae>ieC4 (2ta 1%irur<iae ?rt%o&aedi2ae et
'raumatolo<iae Qe2%osl4 26@73#31-124
34 Aamseier LD $$, ,eir ;, NaraEanan B94 Femoral Fra2tures in
(doles2ents# ( 1om&arison o: Four Met%ods o: Fixation4 $ournal 8one
and $oint ;ur<erE4 21@.2#1122-.4
314 8rinker MA ?1!4 1urrent 1on2e&ts Ae>ieC Dx2%an<e Nailin< o:
Bnunited Fra2tures4 $ournal 8one and $oint ;ur<erE4 27@*.#177-**4
324 ;alminen ;4 Femoral ;%a:t Fra2tures in (dults# D&idemiolo<E,
Fra2ture Patterns, Nonunions, and Fati0ue Fra2tures M(2ademi2
dissertationO4 +elsinki Bni>ersitE o: +elsinki@ 254
334 ,olinskE P 'N, Ai2%mond $+, "o>al "$, D<ol ", ;te&%en !$94
1ontro>ersies in 6ntramedullarE Nailin< o: Femoral ;%a:t Fra2tures4
$ournal 8one and $oint ;ur<erE4 21@*3#1//-154
3/4 ;elek + (+, "RnRk +, Ia>uJ ?I, Mer<en D4 (nte<rade Lo2ked
Nailin< ?: (dult Femoral ;%a:t Fra2tures (nd Non-Bnion# (
Aetros&e2ti>e Ae>ieC o: /* 1ase4 (nkara Sni>ersitesi 'R& FakPltesi
Me2muasR4 27@6(3)#123-.4
354 ;mit% AM 9P4 Femoral ;%a:t Fra2tures4 6n# 8roCner 8! $$, Le>ine
(M, 'ra:ton P9, "rettek 1, editor4 ;keletal 'rauma# 8asi2 ;2ien2e,
7=
Mana<ement and Ae2onstru2tion4 /t% ed4 P%iladel&%ia# ,8 ;aunders@
2*4 &4 1*7.-.2/4
364 8u2%olJ A, $(4 Fra2tures o: t%e s%a:t o: t%e :emur4 $ournal 8one
and $oint ;ur<erE4 1..1@73#1561-64
374 Tirkle $r L9 ;!4 ;69N 'e2%ni0ue :or Aetro<rade and (nte<rade
(&&roa2%es to Femur# Ae>ieC (rti2le4 'e2%ni0ues in ?rt%o&aedi2s4
2.@2/(/)#2/7-524
3*4 L9 T$4 'e2%ni0ue Manual o: ;69N 6M Nail U 6nterlo2kin< ;2reC
;Estem 6nsertion U Dxtra2tion 9uide 274
3.4 6k&eme 6 NN, Bdosen (, ?nu3a ?, Dnem32e ?, 8ello ;4 Dxternal
$i<-(id 6M 6nterlo2kin< Nailin< o: !ia&%Eseal Fra2tures# Dx&erien2e :rom
a 'ro&i2al !e>elo&in< 1entre4 6nternational ?rt%o&aedi2s (;l1?')4
2.@35(1)#17-114
/4 6kem 61 ?$, 6ne +A4 (2%ie>in< 6nterlo2kin< Nails Cit%out Bsin< an
6ma<e 6ntensi)er4 6nternational ?rt%o&aedi2s (;61?')4 27@31#/*7-.4
/14 9osselin A( +M, Tirkle L4 1ost-DKe2ti>eness o: Ae&la2in<
;keletal 'ra2tion 3E 6nterlo2ked 6ntramedullarE Nailin< :or Femoral
;%a:t Fra2tures in a Pro>in2ial 'rauma +os&ital in 1am3odia4
6nternational ?rt%o&aedi2s (;61?')4 2.@33#1//5V*4
/24 ?strum AF M(, Mar3ur<er A4 ( 1riti2al (nalEsis o: t%e D22entri2
;tartin< Point :or 'ro2%anteri2 6ntramedullarE Femoral Nailin<4 $ournal
?rt%o&edi2 'rauma4 25@1.#6*1-64
/34 (Jar M; ;M, Nasa3 M+", "%alilian (A4 ;ur<i2al 'reatment and
Aesults o: t%e Fra2tures Cit% MedullarE Nailin<4 ;audi Medi2al $ournal4
26@27(2)#27.-*24
//4 8rum3a2k A$ '', M4 Mur&%E-Tane M;, No>ak 5P, 8elkoK ;M4
6mmediate ,ei<%t-8earin< (:ter 'reatment o: a 1omminuted Fra2ture
o: t%e :emoral s%a:t Cit% a ;tati2allE Lo2ked 6ntramedullarE nail4 $ournal
8one and $oint ;ur<erE4 1...@*1#153*-//4
/54 6lEas M 6M, 'areen ;4 6nterlo2ked 6ntramedullarE Nailin< o: Lon<
8ones4 Pro:essional Medi2al $ournal4 2*@15(/)#//.-5/4
/64 !e3rauCer ; +", 5erdonk A4 (ntero<rade Femoral Nailin< ,it%
Aeamed 6nterlo2kin< 'itanium (lloE Nail4 (2ta ?rt%o&aedi2a 8el<i2a4
2@66(5)#/*/-.4
/74 (ro +', 1%ao DI4 8one-%ealin< &atterns aKe2ted 3E loadin<,
:ra2ture :ra<ment sta3ilitE, :ra2ture tE&e, and :ra2ture site
2om&ression4 1lin ?rt%o& Aelat Aes4 1..3 (u<(2.3)#*-174
/*4 Naeem-ur-AaJa0 M, Gasim M, ;ultan ;4 Dx2%an<e nailin< :or non-
union o: :emoral s%a:t :ra2tures4 $ (Eu3 Med 1oll (33otta3ad4 21 $ul-
;e&@22(3)#16-.4
/.4 Iu 1,, ,u 11, 1%en ,$4 (se&ti2 nonunion o: a :emoral s%a:t
treated usin< ex2%an<e nailin<4 1%an< 9un< Med $4 22
;e&@25(.)#5.1-*4
54 P4 "4 8DAD!$6"L6(N M!, A4 $4 N(A(N$(, M4!4, A4 84 +DPPDN;'(LL,
M4!4, 14 '4 8A69+'?N, M4!4, P+4!4, (N!, $4 L4 D;'DA+(6 M!4 Aesults o:
'reatment o: 111 Patients ,it% Nonunion o:
Femoral ;%a:t Fra2tures4 '%e Bni>ersitE o: PennsEl>ania ?rt%o&aedi2
$ournal4 1...@12#52-64
77
514 Dmara "M, (llam MF4 6ntramedullarE )xation o: :ailed &lated
:emoral dia&%Eseal :ra2tures# are 3one <ra:ts ne2essarEW $ 'rauma4
2* ;e&@65(3)#6.2-74
524 8rinker MA, ?F1onnor !P4 Dx2%an<e nailin< o: ununited :ra2tures4
$ 8one $oint ;ur< (m4 27 $an@*.(1)#177-**4
534 ,eres% M$, +akanson A, ;to>er M!, ;ims ;+, "ellam $F, 8osse
M$4 Failure o: ex2%an<e reamed intramedullarE nails :or ununited
:emoral s%a:t :ra2tures4 $ ?rt%o& 'rauma4 2 $un-$ul@1/(5)#335-*4
5/4 ,u 11, ;%i% 1+, 1%en ,$, 'ai 1L4 'reatment o: ununited :emoral
s%a:t :ra2tures asso2iated Cit% lo2ked nail 3reaka<e# 2om&arison
3etCeen 2losed and o&en re>ision te2%ni0ues4 $ ?rt%o& 'rauma4 1...
;e&-?2t@13(7)#/./-54
554 ,olinskE P, 'eHCani N, Ai2%mond $+, "o>al "$, D<ol ", ;te&%en !$4
1ontro>ersies in intramedullarE nailin< o: :emoral s%a:t :ra2tures4 6nstr
1ourse Le2t4 22@51#2.1-334
La6)iran .! Cnt' Pen"%#%ran Ka((%s Inde< Rati
Ga60ar Pen"%#%ran Seria( Ca$$s Ind". Rat!o
0trofi Nonunion dengan fiksasi plate and sre+
Pengukuran #allus $nde! -atio > minggu post op
77
7(
Pengukuran allus inde! ratio *2
minggu post op 0P dan ,ateral 9ie+
Pengukuran #allus inde! ratio minggu *: post op
7>
Pengukuran #allus $nde! -atio minggu 27 post op . Peak allus -atio
#allus $nde! di minggu 2: post op, mulai mengalami remodelling
7<
,ampiran 2 M %ata pasien nonunion yang telah dilakukan prosedur fiksasi dengan
.eaming ,olid %ntramedullary Locking Nail
!" S#$ %G#
Fra&ture
'e(el
)*+
,lass
Type "f
!onunion
!onunion
time -mo.
89
Fro
m
6lia2
1st
1allus
Formatio
n (Ck)
Max
1allus
6ndex
(Ck)
?&
'ime
(min)
8lood
Loss
(ml)
;moki
n<
+istor
E
/ 0 /1 023 / %trofi 3 (X) 6 2/ 12 2 (X)
2 0 12 423 2 %trofi 5 (X) 12 36 11 / (-)
3 0 34 '23 / %trofi 3 (X) 1 2/ 1/ 3 (X)
4 0 46 '23 2 %trofi 6 (X) * 3 17 25 (X)
1 F 11 423 3 %trofi /3 (-) *5 3 (X)
6 0 /3 023 / %trofi 3 (-) * 3 . / (-)
5 0 49 023 / %trofi 3 (X) 12 36 165 / (-)
3 0 26 023 3 %trofi 9 (X) 1 2/ 1/ 2 (X)
9 0 /9 023 / %trofi 5 (-) 6 2/ . 2 (-)
/0 0 2/ 423 / %trofi 5 (-) * 2/ *5 /5 (X)
// F /5 '23 3 %trofi 6 (-) 6 2/ . 6 (-)
/2 F /3 423 / %trofi 3 (-) * 2/ . 3 (-)
/3 0 32 423 2 %trofi 9 (X) 1 26 1/ 3 (-)
/4 0 2/ 023 3 %trofi 3 (X) 6 2/ 15 25 (-)
/1 F 41 423 2 %trofi 3 (X) 6 3 1/ 25 (-)
/6 0 /9 023 3 +ipertrofi 9 (X) 1 2/ 13 25 (-)
/5 0 23 023 2 +ipertrofi 3 (-) * 3 * 55 (-)
/3 F /5 023 2 +ipertrofi 5 (X) * 2/ 15 7 (-)
/9 0 45 023 2 +ipertrofi 5 (X) * 3 1/ 65 (-)
20 F 65 023 3 +ipertrofi 3 (-) 12 36 . 6 (-)
2/ F 20 023 2 +ipertrofi 3 (X) 6 22 12 55 (-)
22 0 41 '23 2 +ipertrofi 6 (-) 6 2* * 7 (-)
)*+7 )in8uist*+ansen ,lassifi&ation9 BG7 Bone Graft9 4237 4pper Tird9 0237 0iddle Tird9 '237
'o:er Tird
7:
%ata pengukuran allus inde! pasien nonunion dengan broken implant yang telah
dilakukan .eamed %nterlocking Nail
N(M(
'i&e
NonBnion
BMB
A
"elam
in
YA(
I
6
Ck
12
Ck
1*
Ck
2/
Ck
3
Ck
36
Ck
/2
Ck
(mri
Aa%man
(tro) 15 L
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
Musliadi +i&ertro) 1. L
(P
1,1
*
1,2
.
1,3
3
1,/6 1,/3 1,33 1,21
L('
1,2
1
1,3
.
1,/ 1,/2 1,/2 1,3/ 1,21
(ndarias (tro) 52 L
(P 1,1
1,1
3
1,1
7
1,2 1,2 1,33 1,31
L('
1,
/
1,1 1,1 1,15 1,21 1,3 1,3
A6? 86B +i&ertro) 2* L
(P
1,2
3
1,3
1,3
/
1,35 1,37 1,2/ 1,2
L('
1,1
7
1,2
1
1,/
2
1,/5 1,3. 1,23 1,21
L( ?!D (tro) 3/ L
(P
1,1
*
1,2
.
1,3
3
1,/6 1,/3 1,33 1,21
L('
1,2
1
1,3
.
1,/ 1,/2 1,/2 1,3/ 1,21
(LDY(N!DA (tro) /6 L
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
NBA'(N9 +i&ertro) 25 L
(P
1,1
*
1,2
.
1,3
3
1,/6 1,/3 1,33 1,21
L('
1,2
1
1,3
.
1,/ 1,/2 1,/2 1,3/ 1,21
A(?!(+ (tro) 55 P
(P
1,
*
1,1
3
1,2
.
1,37 1,32 1,22 1,1.
L('
1,1
1
1,2
1
1,3
1
1,/3 1,37 1,2. 1,1
F(!L6
;I(A(F
(tro) 1* L
(P
1,1
*
1,2
.
1,3
3
1,/6 1,/3 1,33 1,21
L('
1,2
1
1,3
.
1,/ 1,/2 1,/2 1,3/ 1,21
'?LLD (tro) /. L
(P 1,1
1,1
3
1,1
7
1,2 1,2 1,33 1,31
L('
1,
/
1,1 1,1 1,15 1,21 1,3 1,3
A(ML6
(tro) 26 L
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
;BPA6(,(N (tro) 1. L
(P
1,
*
1,1
2
1,2
/
1,37 1,2* 1,26 1,22
L('
1,2
2
1,3
.
1,/
1
1,/2 1,/2 1,/1 1,36
A6;M(N (tro) 21 L
(P
1,1
*
1,2
.
1,3
3
1,/6 1,/3 1,33 1,21
L('
1,2
1
1,3
.
1,/ 1,/2 1,/2 1,3/ 1,21
6N'(N
M(A6(N6
(tro) 17 P
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L(' 1,2 1,3 1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
7'
2 7
NBAF(!6LL(
+
(tro) 17 P
(P
1,1
3
1,1
7
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
!6N(
9DA+(N6
(tro) 1* P
(P
1,
*
1,1
2
1,2
/
1,37 1,2* 1,26 1,22
L('
1,2
2
1,3
.
1,/
1
1,/2 1,/2 1,/1 1,36
;(AM6N (tro) 32 L
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
F('BAA(+M(
N
(tro) 21 L
(P 1
1,
5
1,
5
1,5 1,5 1,6 1,6
L(' 1 1
1,
3
1,3 1,3 1,3 1,3
MB+1;DN +i&ertro) 5. L
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
NI?M(N +i&ertro) /7 L
(P
1,
*
1,1
2
1,2
/
1,37 1,2* 1,26 1,22
L('
1,2
2
1,3
.
1,/
1
1,/2 1,/2 1,/1 1,36
;B'A( +i&ertro) 67 P
(P 1,1
1,1
2
1,3
1
1,57 1,/1 1,36 1,25
L('
1,2
2
1,3
7
1,/ 1,/2 1,/2 1,/1 1,36
NBA"(;'(M6
N(
+i&ertro) 2
P
(P
1,
*
1,1
2
1,2
/
1,37 1,2* 1,26 1,22
L('
1,2
2
1,3
.
1,/
1
1,/2 1,/2 1,/1 1,36
(;
La6)iran 3! Ana(isis Statisti#
0nalisis statistik lokasi fraktur" terhadap +aktu terapainya solid union
lokasi * kalusmax Crosstabulation
,ount
kalusma;
Total <00 20<00 2/<00 22<00 24<00 21<00 26<00 32<00 34<00 31<00 36<00
lokasi pro;imal
/ 0 0 0 0 0 0 / / / 2 6
middle 0 / 0 3 1 2 0 0 0 0 0 //
distal 0 0 / 0 3 0 / 0 0 0 0 1
Total / / / 3 3 2 / / / / 2 22
Chi-Square Tests
=alue df
%symp. Sig. -2*
sided.
>earson ,i*S8uare 32<000
a
20 <043
'ikeliood ?atio 31<052 20 <020
'inear*by*'inear %sso&iation /<332 / <240
! of =alid ,ases 22
a. 33 &ells -/00<0@. a(e e;pe&ted &ount less tan 1. Te minimum
e;pe&ted &ount is <23.
(*
Correlations
tipenonunion bonegraft kalusma; Alasifikasi
SpearmanBs
ro
tipenonunio
n
,orrelation
,oeffi&ient
/<000 <025 *</39 <231
Sig. -2*tailed. . <901 <393 </93
! 22 22 22 22
bonegraft ,orrelation
,oeffi&ient
<025 /<000 *<041 *<014
Sig. -2*tailed. <901 . <343 <3//
! 22 22 22 22
kalusma; ,orrelation
,oeffi&ient
*</39 *<041 /<000 *<203
Sig. -2*tailed. <393 <343 . <361
! 22 22 22 22
Alasifikasi ,orrelation
,oeffi&ient
<231 *<014 *<203 /<000
Sig. -2*tailed. </93 <3// <361 .
! 22 22 22 22
0nalisis statistik korelasi antara +aktu terapai solid union terhadap penggunaan
bone graft dan terhadap tipe nonunion
(2
0nalisis statistik bone graft"solid union ?ma!. allus inde!@
Chi-Square Tests
bonegraft =alue df
%symp. Sig. -2*
sided.
#;a&t Sig. -2*
sided.
#;a&t Sig. -/*
sided.
positif >earson ,i*S8uare /<533
&
/ </33
,ontinuity ,orre&tion
b
<364 / <146
'ikeliood ?atio 2<133 / </03
FiserBs #;a&t Test <495 <294
'inear*by*'inear
%sso&iation
/<600 / <206
! of =alid ,ases /3
negatif >earson ,i*S8uare 3<600
d
/ <013
,ontinuity ,orre&tion
b
/<406 / <236
'ikeliood ?atio 4<525 / <030
FiserBs #;a&t Test </65 <//9
'inear*by*'inear
%sso&iation
3<200 / <054
! of =alid ,ases 9
Total >earson ,i*S8uare </35
a
/ <661
,ontinuity ,orre&tion
b
<000 / /<000
'ikeliood ?atio </31 / <665
FiserBs #;a&t Test /<000 <1/0
'inear*by*'inear
%sso&iation
</59 / <653
! of =alid ,ases 22
a. 2 &ells -10<0@. a(e e;pe&ted &ount less tan 1. Te minimum e;pe&ted &ount is 2<11.
b. ,omputed only for a 2;2 table
&. 3 &ells -51<0@. a(e e;pe&ted &ount less tan 1. Te minimum e;pe&ted &ount is <92.
d. 4 &ells -/00<0@. a(e e;pe&ted &ount less tan 1. Te minimum e;pe&ted &ount is /<33.

Anda mungkin juga menyukai