Nevil Ghodasara, MD Paul H.Yi, MD; Karen Clark, MD; Elliot K. Fishman, MD; Mazda Farshad, MD, MPH Jan Fritz, MD
Selama 2 dekade terakhir, jumlah tindakan bedah tulang belakang yang dilakukan
setiap tahunnya diketahui terus meningkat, dan prosedur-prosedur ini disertai dengan
diketahui merupakan satu modalitas yang akurat untuk mengidentifikasi lokasi dan
secara substansial mengurangi tingkat keparahan artefak logam dan juga untuk
meningkatkan kualitas gambar. Implan dan prostesis tulang belakang yang tersedia
dan umum digunakan baru-baru ini mencakup sekrup dan kawat, batang/ rod statis
dan batang mulur, material-material biologis dan tandur tulang, cage/ sangkar antar-
yang dapat berpotensi terjadi setelah pembedahan tulang belakang dan artroplasti
intervertebral diantaranya mencakup semua yang terkait dengan posisi dan integritas
Pemahaman tentang berbagai teknik dan peralatan bedah tulang belakang diketahui
dapat membantu di dalam membedakan temuan-temuan pasca operasi dari
tulang belakang dan implan tulang belakang yang umum digunakan pun akan kami
tinjau/ bahas. Para peneliti juga akan menjelaskan dan mengilustrasikan temuan-
temuan spina pasca-operasi yang normal, tanda-tanda akan keberhasilan operasi, dan
spektrum komplikasi pasca operasi yang luas yang dapat membantu para dokter ahli
masalah yang perlu diketahui oleh dokter ahli bedah, sehingga penanganan pasien
Setelah melakukan SA-CME yang berbasis jurnal ini, para peserta akan dapat:
yang terkait, di dalam pelaksanaan CT spina pasca-operasi pada para pasien yang
Lihat rsna.org/learning-center-rg.
Pendahuluan
tingkat frekuensi prosedur operasi tulang belakang diketahui telah meningkat secara
stabil selama beberapa dekade terakhir ini. Antara tahun 2004 dan 2015, jumlah
operasi tulang belakang elektif yang dilakukan untuk mencapai fusi lumbal diketahui
telah meningkat dari 122.679 menjadi 199.140. Hal ini pun berkontribusi terhadap
peningkatan 177% dalam total biaya rumah sakit (dari $10 miliar biaya rumah sakit
pada tahun 2015). Hal serupa, jumlah total tindakan operasi tulang belakang leher
yang dilakukan pun meningkat dari 27.061 menjadi 34.882 antara tahun 2001 dan
2013, dengan peningkatan biaya yang mencapai 64%. Peningkatan tertinggi di dalam
volume prosedur bedah tulang belakang diketahui terjadi pada individu yang berusia
≥65 tahun. Dengan prevalensi yang mencapai 23%, nyeri leher dan nyeri tulang
belakang bagian bawah merupakan dua kondisi paling umum yang membutuhkan
tindakan bedah tulang belakang, dan tingkat prevalensi ini diketahui cenderung
jarak antara penanda radiopak margin tandur posterior dengan margin badan
dengan kantung tekal, elemen saraf, ataupun struktur paraspina, dan dapat
dikehendaki. Walaupun kasus sekrup yang menusuk dapat terjadi pada 5,1%
mana kondisi yang disebabkan oleh infeksi dengan kondisi yang disebabkan
osteolisis dapat lebih menonjol disepanjang ujung distal karena titik pivot di
yang tidak dimobilisasi. Ruas-ruas ini beraksi seperti lengan tuas dan
mengerahkan kekuatan torsi pada tingkat ruas gerak asli damping di atas dan
belakang pra operasi, tipe operasi yang dilakukan, dan lamanya waktu sejak
operasi. Pemahaman dan pengetahuan ini juga bermanfaat untuk penanganan pasien
CT merupakan satu modalitas yang akurat untuk pendeteksian lokasi dan integritas
implan, selain itu, modalitas ini juga dapat membantu di dalam penilaian tingkat
radiografi, CT dapat menjadi alat yang hebat untuk secara radiografis mendeteksi
diduga terjadi.
Pada artikel ini, kami akan me-reviu berbagai tipe prosedur bedah tulang belakang,
dan kami juga akan menjelaskan implan-implan tulang belakang yang umum
digunakan. Kemudian, kami juga akan menjelaskan dan mengilustrasikan tentang
komplikasi pasca-operasi yang jarang terjadi, yang dimana hal ini akan dapat
membahas tentang masalah-masalah yang perlu diketahui oleh para ahli bedah,
kekurangan, namun hal tersebut seringkali dapat digunakan untuk mengetahui posisi
implan dan perkembangan fusi tulang, dan juga untuk mendiagnosis secara pasti
akan berbagai komplikasi, seperti contohnya fraktur dan degenerasi ruas damping.
radiografi baseline adalah hal yang penting untuk mendeteksi perubahan posisi alat/
perangkat dan penurunan fiksasi implan. USG dapatlah digunakan untuk mendeteksi
tingkat sensitivitas yang tinggi yang dimiliki oleh modalitas ini seringkali
mengganggu proses pengidentifikasian kelainan-kelainan tertentu. Sintigrafi Gallium
pemindaian tulang tiga fase. Dengan demikian, kedua pemeriksaan ini seringkali
Pada situasi pasca operasi, MRI dapat digunakan terutama untuk memvisualisasikan
patensi atau bukaan kanal tulang belakang dan kompresi akar saraf, dan juga, MRI
peri-implan, fraktur yang sama secara radiografis, dan koleksi jaringan lunak. CT
dapatlah menggambarkan struktur tulang dengan tingkat detail yang cukup tinggi,
reformasi multiplanar, yang dimana hal ini dapat meningkatkan tingkat evaluasi
posisi implan, kesejajaran implan, dan fusi tulang. Dengan demikian, kemampuan
berperan sebagai pengganti MRI untuk mengevaluasi kanal tulang belakang dan
akar-akar syaraf ketika tulang belakang pasien diduga mengalami infeksi, fibrosis,
dan himpitan. Selain itu, mielografi CT dapat juga digunakan untuk mengetahui
Gambar 1. Reduksi artifak logam pada hasli pemeriksaan CT seorang wanita usia 62
tingkat/ level badan vertebral L3-S1 dengan sekrup pedikel, batang vertikal,
aksial pada tingkat badan vertebral L3 pada 100 keV (a) dan 140 keV (b)
kontras pada 100 keV, dengan penurunan keparahan artefak logam dan resolusi
oleh adanya artifak implan. Ketika sinar x melintasi implan dengan atenuasi tinggi,
starvasi foton, pengerasan sinar, dan hamburan sinar dapatlah terjadi, dan dapat
bermanifestasi sebagai artefak terang dan gelap yang mirip pita dan gelap atau juga
sebagai artifak yang seperti goresan pada gambar hasil pemeriksaan CT. Artefak-
artefak ini diketahui dapat membatasi visibilitas struktur implan dan area di
tetap dan variabel yang sulit dimodifikasi. Variabel yang tidak dapat dirubah akan
tergantung pada sifat implan itu sendiri, yang diantaranya mencakup komposisi dan
fitur geometris logam. Semakin tinggi densitas logam, maka semakin banyak artefak
yang akan terlihat. Dengan demikian, titanium (yang diketahui lebih tidak padat
dibandingkan dengan stainless steel) tidak terlalu menyebabkan atenuasi sinar-x dan
material yang umum digunakan untuk tandur antar-badan, dan selain itu, material ini
juga memiliki banyak sifat yang berguna, yang diantaranya mencakup fitur yang
tidak terlalu menghasilkan artifak pada pemeriksaan CT. Semakin tebal implan maka
dirubah, yang dimana hal ini memiliki hubungan dengan teknik CT, parameter, dan
implan di tulang belakang mereka, Dengan melakukan pencitraan yang tegak lurus
terhadap implan dan juga dengan sinar x yang sayat lintangnya terkecil, diketahui
Beberapa faktor akuisisi gambar/ citra yang dapat mengurangi tingkat keparahan
artefak diantaranya mencakup voltase puncak yang tinggi, arus tabung yang tinggi,
kolimasi yang sempit, dan sayatan yang tipis. Tegangan/ voltase puncak (Gambar 1)
dapatlah mempengaruhi kemampuan sinar x untuk menembus struktur dan arus
tabung yang berhubungan dengan jumlah foton yang mencapai detektor untuk
menghasilkan gambar CT. Penggunaan tegangan puncak dan arus tabung yang lebih
yang lebih tinggi diketahui dapat menyebabkan penurunan resolusi kontras pada
gambar CT, yang dimana hal ini dapat menurunkan tingkat kemampuan pendeteksian
tambahan, namun hal ini dapat diminimalisir dengan akuisisi/ pengambilan data yang
cepat melalui pemindai CT multidetektor yang tersedia saat ini. Pengambilan data
dapatlah memfasilitasi penurunan tingkat noise/ derau. Dataset resolusi spasial tinggi
dengan ukuran voxel isotropik ≤0,75 X 0,75 X 0,75 mm3 dapatlah menghasilkan
detail gambar yang tinggi dan juga dapat memungkinkan pasca-pemrosesan tiga
dimensi.
mencakup algoritma rekonstruksi reduksi artefak logam dan akuisisi data energi-
banyak vendor yang memiliki software reduksi artifak logam dan algoritma
rekonstruksi yang dianggap tepat oleh mereka, namun tidak sedikit dari mereka yang
yang tidak akurat (atau yang hilang) dapat digantikan dengan interpolasi, dari
Dari dataset CT yang diperoleh dengan energi tabung yang berbeda-beda, beberapa
diferensial dari material dasar yang digunakan. Ketika densitas masa diferensial
energi yang lebih tinggi diketahui dapatlah mengurangi tingkat keparahan artefak
yang dapat mengeraskan sinar atenuasi tinggi (Gambar 1), namun demikian, hal
tersebut tidaklah memiliki pengaruh terhadap hal-hal lain yang dapat menyebabkan
dua tabung sinar x dan dua detektor (paling kiri), single source dual energy CT (CT
energi ganda sumber tunggal) dengan pengalihan energi tabung cepat (kedua dari
kiri), CT spektral berbasis detektor sumber tunggal (ketiga dari kiri), dan CT energi
ganda sumber tunggal dengan teknologi split x ray beam (paling kanan).
untuk mengurangi artefak logam yang dipicu karena implan dan prostesis tulang
belakang, selain itu, beberapa teknik ini diketahui dapat meningkatkan visibilitas
dimensi dengan reformasi lengkung dan multiplanar, dan juga teknik perenderan
sinematik dan volume, dapatlah menurunkan tingkat keparahan artifak garis melalui
perata-rataan data aksial pada bidang reformasi dimana artifak acak dan sinyal nyata
dapat diseimbangkan.
Pemahaman akan indikasi-indikasi untuk bedah tulang belakang, jenis prosedur yang
dilakukan, dan tujuan dari tindakan intervensi bedah, diketahui dapat membantu
stabilisasi dan fusi, pembetulan deformitas (kondisi kecacatan), dan eksisi lesi, dan
pengangkatan material diska terherniasi atau juga untuk meredakan stenosis spinal
sequestrektomi, atau nukleotomi (opsional) jika cacat anulus dapat diakses melalui
bertahap pada kasus diska yang terherniasi. Liniotomi garis-tengah, yang mencakup
pengangkatan bagian kaudal lamina atas dan bagian kranial lamina bawah, diketahui
Laminektomi melibatkan pengangkatan lamina secara, dan hal ini dapat dilakukan
secara unilateral melalui pengangkatan satu lamina, atau juga secara bilateral melalui
pengangkatan kedua lamina dan proses spina. Terkadang, prosedur ini digunakan
tulang belakang.
Fasetektomi parsial diperuntukkan ketika adanya akar saraf keluar yang terkompresi.
Tujuan metode ini adalah untuk hanya mengangkat sendi faset untuk mendekompresi
akar syaraf tanpa menyebabkan ketidakstabilan segmental, yang dimana kondisi ini
Stabilisasi dilakukan untuk mencapai fusi tulang spina ketika terdapat ketidakstabilan
trauma, infeksi, dan/ atau karena kanker. Pada kondisi ini, tujuan dari implan tulang
belakang adalah untuk (a) mendiamkan ruas gerak untuk memungkinkan fusi tulang,
belakang.
Banyak dari pendekatan bedah (yang diterbitkan maupun yang belum diterbitkan)
yang didasarkan pada skenario klinis, keahlian lokal, preferensi praktik, dan kelainan
saat ini. Pada reviu kali ini, kami pun menjelaskan tentang konsep-konsep yang
operasi.
Diketahui, terdapat beberapa pendekatan bedah anterior dan posterior pada tulang
spina leher, yang dimana hal ini tergantung pada kelainan penyebab dan tingkat ruas
tulang yang terlibat. Satu pendekatan klasik untuk tulang spina leher adalah
tulang spina leher C2-T1 pada beberapa prosedur, yang diantaranya mencakup
diskektomi dan fusi leher anterior (ACDF/ anterior cervical discectomy and fusion),
korpektomi dan fusi serviks anterior, serta penggantian diska leher. Satu pendekatan
transoral pun dibutuhkan untuk mengakses klivus dan badan vertebral C1 dan C2.
Pendekatan posterior, yang memang lebih jarang dipilih, dapatlah digunakan untuk
(tulang belakang leher) posterior melibatkan upaya penempatan sekrup masa lateral
di dalam badan vertebra C3-C7 dan sekrup transpedikular di dalam badan vertebra
C2 dengan batang/ rod vertikal secara bilateral. Pada beberapa skenario klinis
C6.
Gambar 3. ACDF – pada seorang wanita yang berusia 62 tahun yang pernah
menjalani instrumentasi tulang belakang leher – yang membentang dari ruas gerak
C3 ke C5, yang mencakup diskektomi C3-C4 dan C4-C5 dengan penempatan tandur
berhasil, sebagaimana yang ditunjukkan oleh penyambungan tulang padat melalui (*)
Gambar 4. Fistula – pada seorang wanita yang berusia 66 tahun yang pernah
T1 dengan penempatan tandur antar-badan, fiksasi sekrup dan plat anterior C4-T2,
dan fiksasi batang serta sekrup pedikel dan sekrup batang C2-T5 posterior. Gambar
CT sagital tulang belakang leher diperjelas dengan material kontras yang berbasis
yodium oral (a) dan gambar mielografi CT aksial dari tulang belakang leher (b) yang
menunjukkan fistula (ditunjukkan dengan tanda anak panah) antara esofagus dan
tandur interbody (antar-badan). Terlihat terjadi penyambungan oseus dewasa di
lokasi tandur tulang posterolateral (tanda ujung anak panah di gambar a).
ACDF merupakan satu teknik bedah yang paling umum yang digunakan untuk
penanganan stenosis sentral dan foraminal (Gambar 3). Teknik ini melibatkan
menjaga lordosis tulang leher, dan meningkatkan artrodesis intervertebral. Satu pelat
anterior dengan sekrup unikortikal atau bikortikal dapat ditambahkan pada ACDF
multilevel, pada kasus lesi traumatis, dan hanya ketika tandur tulang trikortikal,
meningkatkan proses fusi tulang. Pada fusi dan korpektomi leher anterior, satu (atau
lebih) badan vertebral pun direseksi (Gambar 4). Cage interbody dengan material
tandur tulang merupakan metode yang paling umum untuk digunakan untuk
menggantikan badan-badan vertebral yang direseksi. Tindakan reseksi lebih dari dua
Penggantian diska dapat dilakukan untuk menjaga gerakan segmental fisiologis pada
para pasien yang berusia masih relatif muda (yang belum mengalami gangguan
degeneratif ataupun artrosis terbuka) (Gambar 5 dan 6). Hampir dari seluruh implan
memiliki desain ball-and-socket (bola dan soket), dengan pelat dasar superior dan
inferior yang dipasangkan dengan badan vertebral atas dan bawah dengan rangka,
paku, atau sekrup. Namun demikian, jumlah desain yang berbeda-beda pun
meningkat.
Terdapat beberapa pendekatan dan teknik dasar yang dapat diaplikasikan untuk
operasi tulang belakang lumbar (Gambar 7). Namun demikian, terdapat banyak
contohnya otot psoas dan pembuluh darah perut) sangatlah membantu untuk memilih
pendekatan bedah.
Gambar 5. Penggantian diska intervertebral lumbal pada pria usia 48 tahun yang
penempatan dan penjangkaran prostesis diska yang akurat di dalam endplate dan
permukaan implan (tanda anak panah) tanpa pengidapan sklerosis ataupun osteolisis.
logam gelap (putih *) dan artifak logam terang (hitam *) pun dapat terlihat pada
gambar diatas.
Gambar 6. Penggantian diska intervertebral leher pada pria yang berusia 51 tahun
yang pernah menjalani prosedur bedah karena sakit punggung akibat degenerasi
diska pada ruas gerak C4-C5. Gambar CT sagital menunjukkan penempatan prostesis
diska, dengan margin implan (tanda ujung anak panah) yang diposisikan secara
dengan angulasi posterior ringan poros implan superoinferior, bukaan anterior yang
tidak proporsional, dan lordosis segmental ringan (tanda garis). Area osteolisis
subkortikal yang kecil (tanda anak panah) juga terlihat pada gambar diatas.
Pendekatan posterior merupakan pendekatan yang paling umum digunakan, dan hal
bersama dengan sekrup pedikel dan fiksasi batang/ rod, dapatlah dilakukan sesuai
dengan indikasi dan tujuan tindakan operasi. Pendekatan anterior utamanya akan
posterior.
Instrumentasi Tulang Belakang dan Nomenklatur Implan
Fiksasi spina/ tulang belakang dapatlah dicapai melalui penggunaan berbagai implan.
Terdapat banyak sistem instrumentasi, alat, implan, dan konstruksi khusus yang
berbeda-beda. Kami pun akan mengulas tentang implan-implan tulang belakang yang
Sekrup digunakan untuk berbagai tujuan pada tindakan operasi tulang belakang, dari
mulai fiksasi fraktur sampai tindakan pembedahan untuk fusi/ penyatuan tulang
belakang (Gambar 3). Sekrup tunggal diketahui dapat memberikan stabilitas dan
sebagai jangkar untuk batang penghubung posterior pada konstruksi fiksasi spina
stabilitas bagi fusi atau penyatuan tulang belakang, seperti yang dilakukan pada
prosedur ACDF. Walaupun kawat/ wire yang ditempatkan pada posisi sublaminar
stabilitas dan memicu kompresi pada konstruksi spina pada kasus penanganan
(Gambar 3, 4). Pelat biasanya ditempatkan pada posisi anterior, anterolateral, atau
lateral dan mencakupi dua tingkat vertebral atau lebih. Modalitas ini umumnya
memiliki rancangan yang sederhana untuk tetap sama rata dengan korteks tubuh
vertebral dan juga untuk meminimalisir kondisi cedera ataupun iritasi terhadap
Batang/ Rod
tulang belakang melalui distraksi, seperti halnya yang diaplikasikan pada tindakan
modalitas tersebut sebenarnya merupakan batang/ rod khusus yang dirancang pada
awal tahun 1960-an dan diperuntukkan untuk tindakan perbaikan skoliosis hingga
akhir 1990-an. Hal serupa, batang Luque (Luque rod) mulai diperkenalkan di awal
tahun 1980-an sebagai alternatif untuk fiksasi posterior dan gangguan yang
baik Harrington rod maupun Luque rod sudah tidak digunakan lagi dalam tindakan
akses fusi antar-badan lumbar anterior (ALIF), oblik (OLIF), lateral (XLIF),
anatomi yang mencakup otot psoas dan pembuluh darah abdomen, dapat memandu
pendektan bedah di berbagai tingkat lumbar. Akses fusi antar-badan lumbar posterior
fasetektomi inferior.
Batang tumbuh atau growing rods (batang yang dapat memanjang) dapat digunakan
untuk konstruksi fiksasi yang dapat disesuaikan pada tindakan bedah pembetulan
skoliosis (Gambar 9, 10). Pada konstruksi growing rods, satu atau dua rod/ batang
difiksasikan ke sekrup atau kait diatas dan di bawah lengkung skoliotik. Batang atau
jauh eksternal).
Komponen inti pada konstruksi growing rod adalah aktuator, yang dimana lebih
lebar dari komponen batang proksimal dan distal. Aktuator berperan sebagai tempat
untuk magnet internal dan mekanisme distraksi batang/ rod. Aktuator memiliki
ukuran yang berbeda-beda, yang dapat memfasilitasi kapasitas untuk distraksi pasca-
mm.
Gambar 8. Terlepasnya batang/ rod pada seorang pria usia 62 tahun yang pernah
ketidaksejajaran angular dan migrasi superior batang (tanda ujung anak panah) relatif
terhadap penghubung/ konektor (**). Fenomena celah vakum kecil (tanda anak
panah) di ruang diska dan tidak sempurnanya penyambungan tulang dapat
Diketahui, terdapat dua polaritas batang: yaitu batang standar dan batang offset. Pada
batang standar, magnet ditempatkan di dalam bagian distal atau inferior dari aktuator,
dan pemanjangan terjadi pada arah sefalik. Sebaliknya, pada batang offset, magnet
terjadi pada arah kaudal (Gambar 9, 10). Pada konstruksi dengan dua batang standar,
standar dan offset dapat memungkinkan pemanjangan bebas ketika remote control
eksternal digunakan.
dari satu komponen aktuator (tanda anak panah warna putih), yang menjadi tempat
magnet dan mekanisme pemanjangan, dan batang (tanda anak panah warna hitam),
yang diadaptasikan oleh dokter ahli bedah ke lengkungan tulang belakang kifotik dan
lordotik. (b) Pada satu batang standar, pemanjangan pada aktuator terjadi dengan
arah sefalik. Aktuator terdiri dari komponen sorong yang lebih sempit (tanda anak
panah warna hitam) dan komponen magnet yang lebih lebar (tanda anak panah warna
putih). Batang dapat dibedakan sebagai batang teleskopik yang-dapat-dipanjangkan
(tanda ujung anak panah warna hitam) dan batang statis (tanda ujung anak panah
putih). (c) Konstruksi batang standar (tanda anak panah putih) dan batang offset
dikendalikan secara magnetis pada seorang gadis usia 7 tahun yang menderita
sindrom Marfan. (a) Gambar CT sagital growing rod standar unilateral yang
pada arah sefalik, dan batang. Osteolisis (tanda anak panah hitam) di sekitar sekrup
penahan proksimal yang menunjukkan fiksasi tulang yang tidak berhasil. (b)
Radiograf frontal tulang belakang pasca operasi revisi yang menunjukkan satu
konstruksi yang terdiri dari satu batang standar (tanda anak panah hitam) dan batang
sebagai upaya biologis untuk memicu penyatuan tulang. Tandur tulang autologus
adalah tandur tulang yang jaringannya berasal dari si pasien sendiri, dan tandur
tulang alogenik adalah tandur tulang yang jaringannya berasal dari jaringan tulang
orang lain/ mayat. Material-material biologis lainnya yang digunakan untuk memicu
Tandur dan cage interbody, yang juga dikenal dengan istilah spacer intervertebralis
dapat memiliki desain yang beragam dan umum digunakan untuk mengembalikan
ketinggian diska setelah dilakukannya diskektomi, dan hal ini diketahui dapat
memicu penyambungan tulang pada ruang diska (Gambar 3). Cage antar-badan yang
biologis lainnya. Tandur antar-badan dapat terdiri dari logam paduan seperti
Beberapa kandang/ cage dirancang untuk tidak hanya mengembalikan tinggi diska
saja, namun juga untuk mengganti seluruh badan vertebral atau ruas badan vertebral
pada tindakan korpektomi untuk pelaksanaan bedah tumor ataupun pada kasus
trauma.
Gambar 11. Dua desain prostesis disk serviks/ tulang leher. (a, b) Foto diatas
menampilkan lunas (tanda ujung anak panah) dan permukaan datar yang memiliki
tingkat porositas tinggi (tanda anak panah putih). (c, d) Foto-foto ini menunjukkan
rancangan yang tidak dibatasi yang terdiri dari artikulasi bola dan soket (tanda anak
panah) dan antarmuka tulang-ke-prostesis yang menampilkan paku (tanda ujung anak
panah) dan permukaan yang melengkung dengan tingkat porositas tinggi. Permukaan
lengkung dengan tingkat porositas tinggi ini tersembunyikan oleh model paku semi
transparan.
Gambar 12. Prostesis diskus lumbar. Foto-foto diatas menunjukkan desain prostesis
lumbar disk yang-tidak-dibatasi yang terdiri dari artikulasi bola dan soket (tanda
anak panah hitam) dan antarmuka tulang-ke-prostesis yang menampilkan keel/ lunas
(tanda ujung anak panah putih), paku (tanda ujung anak panah hitam), dan
permukaan datar yang memiliki porositas tinggi (tanda anak panah putih pada
gambar b).
artikulasi dan dua komponen endplate logam, dengan dasar dan permukaan yang
berpori yang digunakan untuk menjangkar ke badan vertebral inang superior dan
artikulasi (Gambar 11, 12). Prostesis diska intervertebral dengan desain terbatas
terdiri dari bantalan yang memiliki mekanisme henti pada rentang gerak fisiologis
normal, sedangkan prostesis dengan desain yang tidak terbatas tidak memiliki
mekanisme pembatasan gerak. Hampir dari seluruh prostesis terbuat dari logam
keel, paku, jaring kawat, permukaan dengan tingkat porositas tinggi, sekrup fiksasi,
lapisan permukaan yang terbuat dari titanium yang berlapis plasma, aluminium
individual) dan artikulasi pelana, yang memungkinkan lebih dari satu pusat rotasi.
dan lumbar, namun demikian hal ini belum secara luas diaplikasikan.
assessment atau pemeriksaan tipe/ jenis, integritas, dan posisi implan tulang
dan efek dari tindakan bedah dekompresi pada kanal tulang belakang dan foramina
saraf, selain itu, hal ini juga dapat diaplikasikan untuk mengetahui tingkat
ditemukan diantaranya mencakup edema jaringan lunak, gas, dan cairan pada lokasi
akses bedah, disekitar implan, dan pada ruas tulang belakang yang ditangani melalui
instrumentasi. Seroma, yang merupakan satu temuan normal pasca operasi lainnya,
ini dapat terlokasi secara superfisial, seringkali kumpulan-kumpulan ini akan hilang
dengan sendirinya.
BMP-2 manusia rekombinan pada tandur tulang dan tandur antar-badan seringkali
memicu respons inflamasi akut, yang dimana hal ini dapat meyebabkan osteolisis
fokal, resorpsi endplate terbatas pada lokasi tandur, dan pembengkakan jaringan
lunak di sekitarnya.
Sekrup transpedikular haruslah melintasi bagian tengah pedikel dan memasuki badan
vertebral pada posisi sejajar dengan endplate tanpa menembus korteks badan
vertebral atau tanpa berhubungan dengan elemen saraf dan struktur vaskulatur
anterior dan sedikit berorientasi medial tanpa menusuk korteks pedikula. Sekrup
masa lateral pada badan vertebra C3-C7 haruslah memiliki orientasi superior dan
sedikit lateral. Pasca ACDF, pelat leher anterior harus memiliki kontur lordotik dan
sejajar dengan badan vertebral. Harus ada jarak minimal 5 mm antara margin pelat
superior dan inferior dengan endplate damping untuk mencegah osifikasi peri-pelat.
Sekrup harus dikencangkan sedemikian rupa sehingga kepala sekrup berada sejajar
dengan pelat.
Pada konstruksi instrumentasi tulang belakang posterior dengan sekrup dan batang,
sambungan sekrup dan batang haruslah dievaluasi secara cermat untuk memastikan
bahwa tutup konektor benar-benar terpasang pada soket konektor, selain itu batang
harus sejajar dengan tepat. Batang yang tidak sejajar secara angular pada konektor
Tandur antar-badan harus secara akurat diposisikan ketika jarak antara penanda
radiopak margin tandur posterior dengan margin badan vertebral posterior mencapai
ke margin posterior endplate, maka akan terjadi peningkatan risiko migrasi posterior
ke kanal tulang belakang, dengan efek massa pada kantung tekal ventral. Tandur
penyambungan tulang/ oseus disepanjang lokasi tandur tulang dapatlah terjadi. Pada
6 bulan pasca diskektomi dengan penempatan tandur antar-badan (interbody),
CT, baik di sekitar atau pada tandur antarbadan (Gambar 3). Demikian pula, setelah
penempatan tandur tulang posterolateral dengan sekrup pedikel dan fiksasi batang,
tulang yang menyambung harus terlihat antara proses lintang dan sendi-sendi faset.
Pada satu tahun setelah operasi, trabekulasi matang dan penyambungan kortikal solid
haruslah terjadi disepanjang ruang diska (Gambar 14) dan pada lokasi penempatan
sepanjang saluran bedah dan ruang peridural diketahui merupakan adalah bagian dari
atenuasi sekitar 50-75 HU, dan secara parsial akan hilang/ pulih dengan sendirinya.
Atrofi otot paraspinal yang berubah menjadi jaringan lemak merupakan satu temuan
Gambar 13. Migrasi tandur antar-badan posterior pada seorang pria yang berusia 69
tahun yang pernah menjalani instrumentasi tulang belakang lumbar posterior yang
pedikel serta fiksasi batang (tidak ditampilkan). (a) Gambar CT sagital yang
margin tandur posterior dengan margin badan vertebral posterior (tanda anak panah).
migrasi posterior tandur antar-badan (tanda anak panah) kedalam kanal spina pusat,
Gambar 14. Temuan-temuan hasil pemeriksaan CT pada pria yang berusia 29 tahun
antar-badan, pemasangan pelat anterior, dan fiksasi sekrup. (a) Gambar CT sagital
yang diperoleh 39 minggu setelah operasi dapat menunjukkan area lusensi tak-teratur
(tanda anak panah) di sepanjang ruang sambungan endplate-tandur, yang dimana hal
ini merepresentasikan integrasi tulang dan artrodesis yang tidak lengkap. (b) Gambar
CT sagital didapat 2 tahun setelah operasi yang menunjukkan integrasi oseus lengkap
berhasil.
Beberapa Tampilan CT Yang Mengindikasikan Komplikasi-Komplikasi Tulang
Belakang Pasca-operasi
Pemasangan Implan
Data tentang posisi implan merupakan satu informasi penting yang dapat diperoleh
deviasi dari posisi yang diharapkan haruslah diketahui secara jelas (Gambar 15).
Namun demikian, manfaat klinis yang pasti dari pemposisian implan yang sedikit
korteks oseus dan bahkan dapat bersentuhan dengan kantung tekal, elemen saraf,
ataupun struktur paraspinal, yang dimana hal ini dapat memunculkan gejala atau
outcome-outcome klinis yang buruk. Walaupun tingkat resiko yang buruk dari
neurologis yang muncul hanya terjadi pada 0,2% kasus. Kasus yang paling umum
dari pemposisian implan yang sedikit terdeviasi adalah yang melibatkan salah-
Dengan demikian, jika kondisi cedera tidak terlihat pada struktur atau organ di
untuk mengkarakterisasi pemposisian implan. Hal ini mencakup upaya untuk tidak
menggunakan kata-kata seperti buruk, salah posisi, atau salah pengarahan posisi.
Sebagai contoh, deskripsi posisi implan yang sedikit terdeviasi dapat dibaca
sebagaimana berikut ini: "Ujung sekrup pedikel L1 kiri berbatasan dengan margin/
batas posterior vena cava inferior, dengan pemeliharaan bidang lemak di dekatnya.”
Contoh ini diketahui dapat secara akurat mendeskripsikan posisi alat, pengaruh ujung
sekrup pada vena cava, dan temuan-temuan tambahan terkait seperti contohnya
pemeliharaan bidang lemak di dekatnya, yang dimana hal ini akan menyiratkan
bahwa tidak terdapat temuan radiologis akan kondisi cedera. Dalam hal ini, temuan-
temuan akan cedera langsung (contohnya: laserasi organ atau pembuluh darah) atau
dijelaskan dan disampaikan di dalam komunikasi antara dokter ahli bedah dengan
Gambar 15. Penempatan sekrup yang sedikit terdeviasi. (a) Gambar CT aksial pada
level badan vertebral L5 pada seorang pria usia 71 tahun yang pernah menjalani
instrumentasi tulang belakang lumbar ruas gerak L3-S1, yang didalamnya mencakup
dekompresi garis tengah dan instrumentasi posterior dengan sekrup pedikel dan
batang vertikal, dan menunjukkan bahwa sekrup pedikel kanan (tanda anak panah)
melintasi ceruk lateral kanan kanal tulang belakang. (b) Gambar CT aksial pada
level/ tingkat badan vertebral T1 pada wanita usia 60 tahun yang pernah menjalani
instrumentasi tulang belakang toraks ruas gerak T1-T6, yang mencakup dekompresi
garis tengah dan instrumentasi posterior dengan sekrup pedikel dan batang vertikal,
dan menunjukkan sekrup pedikel kiri yang melintasi proses artikular kiri (tanda anak
memanjang dari oksiput ke badan vertebra T8 setelah reseksi massa pada leher.
Gambar CT aksial menunjukkan bahwa ujung sekrup pedikel T7 kiri (tanda anak
panah) menembus korteks badan vertebral anterolateral dan masuk ke dalam aorta
toraks (*). Selanjutnya, tandur stent jaring endovaskular pun ditempatkan untuk
Angulasi medial sekrup pedikel, yang menyentuh korteks medial, diketahui dapat
menyebabkan kontak dan iritasi pada akar saraf, dan kasus ini merupakan komplikasi
yang umum akibat pemasangan sekrup. Pada instrumentasi tulang belakang leher
merusak arteri vertebralis (15). Pada instrumentasi posterior tulang belakang toraks
dan lumbar, sekrup dapat melintasi korteks anterior dan bersentuhan dengan struktur
retroperitoneal, yang dimana hal ini dapat menyebabkan cedera langsung atau cedera
tertunda (Gambar 16). Hal serupa, tandur antar-badan dapat meluas keluar batas
migrasi (Gambar 13, 18). Posisi tandur antar-badan yang di-lateral-kan dapat
menyebabkan pembebanan aksial dan juga kesejajaran tulang belakang yang tidak
Osteolisis Peri-implan
struktur-struktur bagian tulang lain, seperti contohnya pada tulang pinggul ataupun
mungkin dapat disebabkan karena gerak-mikro, infeksi, atau reaksi benda asing
terhadap polietilen dan produk-produk logam lainnya (Gambar 19-21). Selain itu,
Sklerosis di sekitar sekrup dapat dijadikan penanda akan respon adaptif terhadap
Gambar 17. Osteolisis periprostetik dan migrasi tandur pada seorang pria usia 47
tahun yang pernah menjalani instrumentasi tulang belakang lumbar posterior yang
antarbadan, dekompresi garis tengah posterior, dan sekrup pedikel serta fiksasi
batang. Gambar CT aksial (a) dan sagital (b) diatas dapat menunjukkan perluasan
anterior tandur semen antarbadan (tanda anak panah), yang bersentuhan dengan vena
iliak komunis kanan (* pada gambar a), serta osteolisis di sepanjang antarmuka
Gambar 18. Migrasi tandur antar-badan pada pria usia 52 tahun yang pernah
CT aksial (a) dan sagital (b) diatas menunjukkan pergeseran anterior tandur antar-
badan L4-L5 (tanda anak panah), yang berposisi pas dibawah percabangan/ bifurkasi
Gambar 19. Temuan-temuan pada pemeriksaan CT pada seorang pria usia 70 tahun
belakang lumbar yang memanjang dari ruas gerak L1 ke S1, yang didalamnya
mencakup dekompresi garis tengah posterior, diskektomi L2-L3 dan L3-L4 dengan
penempatan tandur antar-badan, dan fiksasi sekrup dan batang pedikel yang
dilakukan 8 tahun sebelumnya. Gambar CT sagital (a) dan koronal (b) diatas
menunjukkan osteolisis di sekitar sekrup pedikel L1 dan S1 (tanda ujung anak panah)
dan fenomena celah vakum L1-L2, L4-L5, dan L5-S1 (tanda anak panah putih), yang
ketidakberhasilan artrodesis. Arthrodesis L2-L3 dan L3-L4 (tanda anak panah hitam)
padat disepanjang rongga/ ruang diska. Penyakit ruas damping dengan degenerasi
yang pernah menjalani instrumentasi tulang belakang posterior yang memanjang dari
badan vertebral C2 ke T2, dengan dekompresi garis tengah dan fiksasi batang dan
sekrup pedikel. (a) Gambar CT Sagital diatas menunjukkan osteolisis (tanda anak
(B) Gambar Sagital CT diatas diperolah pada periode follow up selama 16 bulan dan
menunjukkan terjadinya osteolisis progresif (tanda anak panah) dan migrasi angular
sekrup C2 kanan, dengan perluasan kedalam sendi faset C1-C2 kanan (tanda ujung
anak panah).
Gambar 21. Penempatan sekrup yang sedikit terdeviasi pada seorang pria usia 71
yang dimulai dari badan vertebra C3. Gambar CT sagital diatas menunjukkan kurang
mengenanya sekrup lateral C3 kanan pada tulang (tanda anak panah), dengan ujung
sekrup yang mencapai sendi faset C2-C3 kanan, dan retraksi konstruksi instrumentasi
bagi kita untuk membedakan antara infeksi dengan pelonggaran mekanis; Namun
demikian, hal ini tidaklah mudah. Pola osteolisis peri-implan diketahui dapat
sekrup, osteolisis akan lebih tampak jelas disepanjang ujung distal karena titik putar
disekitar sekrup bergerak, sedangkan osteolisis yang disebabkan karena infeksi akan
lebih terdifusi (Gambar 23). Namun demikian, karena osteolisis yang diakibatkan
karena faktor mekanis dan osteolisis yang diakibatkan karena infeksi tampilannya
memunculkan untaian inflamasi pada jaringan lunak dan penajaman abnormal, dan
hal ini akan membuat dokter pemeriksa sulit membedakannya dari tampilan kondisi
pseudoarthrosis, dan sulit menyatunya tulang, yang dimana hal ini dapat diketahui
dari hasil pemeriksaan CT, karena jika kondisi ini terjadi, penyambungan tulang
lebih dari 2 mm atau perubahan ukuran sudut Cobb ≥2° dapat dijadikan dasar untuk
bermanifestasi sebagai satu garis lusen yang melalui material tandur tulang
sklerosis damping (Gambar 14, 24, 25). Setelah penempatan tandur antar-badan,
kista-kista subkorteks, fenomena celah vakum (Gambar 14, 24), dan kurangnya
trabulasi matang di sepanjang ruang diska 24 bulan pasca operasi dapatlah menjadi
oleh pasien. Subsidensi, resorpsi, migrasi tandur antar-badan, dan fraktur setelah
mikro-gerak dan pseudoartrosis (Gambar 24, 25). Selain itu, kegagalan penyatuan
fragmen oseus dan tidak adanya penyambungan pada lokasi penempatan tandur
tulang posterolateral dan pada elemen posterior 24 bulan pasca instrumen tulang
Gambar 22. Osteolisis periprostetik dan migrasi implan pada seorang wanita usia 33
tahun yang pernah menjalani instrumentasi tulang belakang leher posterior dari
badan vertebral C3 ke C7, yang mencakup dekompresi garis tengah dan fiksasi
batang dan sekrup. (a) Gambar Sagital CT diatas menunjukkan osteolisis (tanda anak
panah) di sekitar sekrup massa lateral kiri badan vertebral C3, dengan retraksi sekrup
(tanda ujung anak panah) yang mengindikasikan ketidakberhasilan fiksasi tulang. (b)
Gambar sagital CT diatas didapat 3 bulan pasca tindakan operasi dan menunjukkan
adanya pemburukan osteolisis (tanda anak panah), peningkatan retraksi sekrup, dan
seorang pria usia 31 tahun yang pernah menjalani instrumentasi tulang belakang
leher anterior, yang mencakup diskektomi C6-C7 dengan pelat anterior dan fiksasi
sekrup, dekompresi garis tengah C5-T1, serta sekrup posterior dan fiksasi batang. (a)
C6 kanan anterior (tanda anak panah) yang diakibatkan oleh infeksi. (b) Gambar
oblik yang volume nya dirender menunjukkan pergeseran sekrup C6 kiri (tanda
ujung anak panah), dimana lapisan yang tidak terosifikasi tetap ada antara kolom
yang terosifikasi yang berlawanan (*). Keberadaan fenomena celah vakum (tanda
anak panah) pada lapisan yang tidak terosifikasi dan antar-muka tandur-endplate
anak panah), dimana lapisan yang tidak terosifikasi (tanda anak panah) tetap ada
antara kolom yang terosifikasi yang (*). Tidak adanya fenomena celah vakum pada
lapisan yang-tidak-terosifikasi dan antar-muka tandur-endplate diketahui dapat
Gambar 26. Fraktur sekrup pada dua pasien. (a) Gambar Sagital CT pada seorang
wanita 66 tahun yang menunjukkan fraktur (tanda anak panah) batang sekrup T2 kiri
pada pedikel, dengan sedikit pergeseran. (b, c) Gambar CT sagital (b) dan gambar
oblik yang volumenya dirender (diolah-kembali) (c) pada pria usia 78 tahun
menunjukkan fraktur leher sekrup S1 kiri (tanda anak panah). Fraktur sekrup dapat
Implan itu sendiri diketahui dapat mengalami fraktur/ patah yang diakibatkan karena
dapatlah digunakan untuk mendeteksi terjadi tidaknya pergeseran karena fraktur pada
implan. Implan yang mengalami fraktur dapat menyebabkan micromotion (gerakan-
kecil/ mikro) dan mikro-instabilitas segmental, yang dimana hal ini dapat
mengganggu laju fusi tulang (Gambar 27). Walaupun mungkin implan tetap utuh,
namun dapat terjadi terlepasnya sekrup, baut, dan/ atau batang mekanis, seperti
halnya yang terjadi pada fiksasi posterior (Gambar 8). Pada beberapa kasus yang
ekstrem, diketahui dapat juga terjadi pelonggaran cap dengan batang yang tidak
berada di posisi yang tepat (Gambar 28). Pada konstruksi fiksasi pelat dan sekrup,
demikian, jika terdapat beberapa sekrup, satu sekrup yang mengalami kegagalan/
kerusakan tidaklah akan mengganggu stabilitas konstruksi, dan fusi oseus/ tulang
Gambar 27. Fraktur batang pada seorang wanita usia 69 tahun yang pernah
menjalani instrumentasi tulang belakang lumbal posterior yang memanjang dari ruas
gerak T8 ke S2, dengan kait yang terlepas pada level T8-T9 (tanda anak panah
putih), satu batang patah pada level S1 (tanda anak panah hitam), osteolisis di sekitar
sekrup S1, dan fenomena celah vakum (tanda ujung anak panah) pada ruang/ rongga
diska L5-S1, yang dimana hal ini menunjukkan terjadinya micromotion/ mikrogerak
Gambar 28. Batang yang terlepas pada seorang wanita dengan usia 77 tahun yang
batang pada sekrup pedikel S1 kiri (tanda ujung anak panah panah putih) yang
disebabkan karena pergeseran sekrup kepala pengunci (*) dari soket konektor (tanda
tulang leher dengan penempatan tandur antar-badan dan pelat anterior serta fiksasi
sekrup ruas gerak C3-C5, yang menunjukkan sekrup (tanda anak panah) yang tidak
sepenuhnya terpasang pada level C5 dan satu sekrup yang terpasang sempurna secara
superior (tanda ujung anak panah). Dari gambar diatas, terlihat bahwa terdapat
dan degenerasi ruas damping (ruas lain di sampingnya). Dan, tingkat subsidensi
tandur antar-badan dan cage yang tidak signifikan kedalam damping dapat saja
terjadi, dan hal tersebut dianggap normal. Namun demikian, jika tingkat subsidensi
mencapai kedalaman diatas 3 mm, maka hal ini akan menyebabkan penyempitan
ruang diska dan foramen saraf, yang kemudian dapat menyebabkan nyeri radikuler
artifak garis diketahui tidak lagi secara signifikan akan menghalangi pendeteksian
subsidensi.
sebelum reseksi tulang, dan/ atau peningkatan pemuatan/ beban biomekanik melalui
konstruksi fiksasi, maka fraktur tulang dapat saja terjadi disekitar implan atau
prostesis tulang belakang yang tertanam/ menempel pada tulang (Gambar 31, 32).
Deskriptor fraktur yang dapat bermanfaat bagi para dokter ahli bedah diantaranya
Dipasang Konstruksi)
Penyakit segmen damping merupakan satu proses pemburukan degenerasi ruas gerak
yang berada di atas dan atau di bawah konstruksi instrumentasi spina. Pada penyakit
ruas damping, degenerasi dapat diperburuk karena gabungan gaya dan transmisi
beban biomekanis yang meningkat karena resultan dari ruas tulang belakang yang
beraksi sebagai lengan tuas dan gaya torsi keluar pada level ruas-ruas gerak asli
yang dimana hal ini akan dapat berkembang menjadi kondisi stenosis spinal.
Penyakit segmen damping diketahui lebih umum terjadi pada tulang belakang lumbar
dan pada level diatas ruas yang ditangani dengan instrumentasi (Gambar 19).
Gambar 30. Temuan-temuan pemeriksaan CT pada seorang pria dengan usia 71
instrumentasi tulang belakang lumbal pada ruas gerak L4-L5, yang mencakup
diskektomi dengan penempatan tandur antarbadan serta fiksasi sekrup dan pelat
anak panah) pada antar-ruang L4-L5, dan juga migrasi tandur sejauh 3 mm kedalam
endplate dengan osteolisis di sekitarnya (tanda anak panah), yang dimana hal ini
Gambar 31. Fraktur tulang periprostetik pada seorang wanita usia 77 tahun yang
dengan badan vertebral S1 yang utuh (tanda anak panah). (B) Gambar Sagital CT
yang didapat 1 bulan pasca operasi yang menunjukkan adanya fraktur baru (tanda
anterior.
Gambar 32. Fraktur periprostetik pada seorang wanita dengan usia 73 tahun yang
pernah menjalani instrumentasi tulang belakang lumbar posterior dari badan vertebra
L4 ke S1, yang mencakup dekompresi garis tengah dan sekrup pedikel serta fiksasi
batang. Gambar sagital (a) dan koronal (b) diatas menunjukkan fraktur (tanda anak
panah) proses artikular kanan dan kiri pada badan vertebral L3 didekatnya.
operasi merupakan hal yang umum, yang mencakup seroma, hematoma, abses, dan
yang dapat terlokasi di dalam atau di sekitar kanal tulang belakang ataupun implan,
dan/ atau di sepanjang akses bedah. Hematoma umumnya berkembang pada jaringan
subkutan/ sub-kulit, dan biasanya, kondisi ini tidak memerlukan tindakan intervensi/
penanganan. Hampir dari seluruh hematoma pasca- operasi dapat muncul dalam
beberapa jam (sampai beberapa hari) pasca tindakan operasi. Gejala-gejala yang
kumpulan.
Gambar 33. Koleksi pasca operasi pada seorang wanita usia 68 tahun yang pernah
yang mencakup dekompresi garis tengah badan vertebra L2-L4. Gambar sagital (a)
dan aksial (b) spina lumbar pada level L3-L4 diatas menunjukkan koleksi atenuasi
rendah (tanda anak panah), yang dimana temuan tersebut merepresentasikan seroma
Gambar 34. Koleksi/ kumpulan pasca-operasi pada pria dengan usia 70 tahun yang
dari badan vertebral L4 ke S1, yang mencakup dekompresi garis tengah, penempatan
tandur antar-badan vertebral, serta sekrup pedikel posterior dan fiksasi batang.
hipoatenuasi berukuran besar (tanda anak panah putih) pada area dekompresi garis
tengah dan akses bedah, tanpa terpisah dari kantung tekal. Batas koleksi terdiri dari
jaringan fibrosa reaktif (tanda anak panah hitam), yang dimana temuan ini
kebocoran cairan serebrospinal pada level L4-L5, yang dimana temuan ini
Hematoma spinal epidural dan subdural dapatlah memunculkan efek masa pada
elemen-elemen saraf dan dapat menyebabkan nyeri serta defisit neurologis. Namun
demikian, tingkat insiden hematoma epidural simptomatik seringkali ter-
overestimasi, dimana tingkat insiden aktual nya adalah sekitar 0,1% - 1,0%.
atenuasi tinggi dengan bentuk bikonveks. Kumpulan/ koleksi atenuasi tinggi adalah
tampak berbeda dari tulang belakang dan lemak epidural atenuasi rendah yang ada di
dekatnya. Hematoma epidural sering muncul pada posisi dorsolateral terhadap korda
spina. Perdarahan subdural jaranglah terjadi, hanyalah beberapa kasus saja yang
dilaporkan.
Seroma pasca operasi (Gambar 33) merupakan koleksi/ kumpulan cairan serosa
yang berasal dari pembuluh-pembuluh darah kecil yang rusak ataupun jaringan
lunak. Koleksi/ kumpulan ini dapat ditemukan pada jaringan subkutan ataupun
perban kompresi untuk seroma yang ukurannya relatif kecil dan penyaliran bedah
hematoma. Namun demikian, MRI diketahui merupakan modalitas yang lebih akurat
dialami oleh <2% pasien yang mendapatkan tindakan laminektomi atau diskektomi.
Pseudomeningokel dapatlah memunculkan gejala karena adanya efek masa dan dapat
disertai oleh kondisi hipotensi intrakranial dan meningitis akibat hipovolemia cairan
meningosel nyata, adalah terdiri dari jaringan fibrosa reaktif (Gambar 34).
Pseudomeningokel dapatlah meluas dari kanal spina melalui usak posterior pada
lokasi elemen posterior yang direseksi. Pada gambar hasil pemeriksaan CT,
hipoatenuasi yang meluas ke dura, dengan penajaman tepi minimal. Pada lokasi
T1. Gambar CT aksial yang diperoleh setelah pemberian material kontras intravena
(tanda anak panah), yang menunjukkan abses jaringan lunak dengan posisi posterior
Gambar 36. Temuan hasil pemeriksaan CT pada seorang pria usia 33 tahun yang
pernah menjalani instrumentasi tulang leher yang memanjang dari badan vertebral
C4 ke C7. Gambar CT aksial (a) dan koronal (b) yang didapat pasca pemberian
pemrosesan reduksi artifak logam iteratif, yang menunjukkan koleksi bertepian jelas
(tanda anak panah), pada posisi kranial terhadap batang kanan, yang dimana temuan
Infeksi lokasi bedah merupakan satu bentuk komplikasi yang cukup serius yang
umumnya dapat muncul selama bulan pertama pasca dilakukannya bedah tulang
infeksi yang berkaitan dengan pemasangan implan. Beberapa faktor resiko yang
merokok, gagal ginjal, malnutrisi, imunosupresi, obesitas, dan usia lanjut. Beberapa
lamanya waktu pembedahan, retraksi yang terlalu lama, penempatan implan, dan
Walaupun MRI diketahui sebagai modalitas dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi
mendeteksi abses dengan batas yang diperjelas pada bedengan bedah dan muskulatur
paraspina (Gambar 35, 36). Temuan-temuan lain mencakup edema paraspinal dan
flegma, penajaman muskular, destruksi badan vertebral, dan pembentukan gas pada
Kesimpulan
CT diketahui merupakan satu modalitas yang penting yang dapat digunakan untuk
pencitraan. CT adalah modalitas yang akurat untuk mengetahui lokasi dan integritas
implan dan juga untuk mengidentifikasi osteolisis peri-implan, fraktur, dan penyakit
dan seringkali dapat digunakan untuk melahirkan diagnosis abses. Namun demikian,
mielografi dan MRI seringkali diperlukan untuk secara penuh mengkarakterisasi dan
Pemahaman yang cukup tentang implan tulang belakang, teknik-teknik bedah tulang
belakang, tampilan tulang belakang pasca operasi yang normal, dan berbagai
komplikasi terkait akanlah membantu di dalam penafsiran yang akurat akan temuan-
temuan CT pasca operasi, dan juga di dalam pemanduan penanganan medis, bedah,
dan intervensional.