FRCS,
MSc,
ABSTRAK
Tujuan. Studi prospektif ini melaporkan proporsi cedera sensorik permanen pada saraf alveolar
inferior dan saraf lingual serta faktor yang mempengaruhi prevalensi tersebut setelah tindakan
operasi molar ketiga mandibula dengan anestesi lokal.
Desain penelitian. Penelitian melibatkan 1.087 pasien dengan 1.087 molar ketiga mandibula
yang diekstraksi menggunakan anestesi lokal dari tahun 1998 hingga 2003. Pengumpulan data
standar pasien termasuk nama, usia, jenis kelamin, posisi radiografi gigi yang diekstraksi, kelas
ahli bedah, kedekatan gigi dengan saraf alveolar inferior, dan prevalensi dari parestesi saraf
lingual atau alveolar inferior.
Hasil. Cedera saraf alveolar inferior adalah 4,1% pada waktu 1 minggu setelah operasi dan
menurun menjadi 0,7% setelah 2 tahun kontrol, dan perubahan sensasi lidah terjadi di 6,5% dari
pasien 1 minggu setelah operasi dan menurun menjadi 1,0% setelah 2 tahun follow up.
Kesimpulan. Pengalaman operator ditemukan menjadi faktor penting dalam menentukan
parestesi permanen baik pada saraf lingual (P = 0,022) dan saraf alveolar inferior (P = 0,026).
PENDAHULUAN
Cedera pada saraf lingual (LN) dan saraf alveolar inferior (IAN) diakui sebagai salah satu
komplikasi dari operasi gigi molar ketiga. Pada studi yang telah dilakukan sebelumnya,
prevalensi kerusakan pada IAN selama operasi gigi molar ketiga mandibula telah dilaporkan
bervariasi dari 0,4% [1] hingga 8,4% [2] dan kerusakan LN dari 0% [3] sampai 23% [4].
IAN terletak pada tulang mandibula dan oleh karena itu merupakan saraf pendukung
mandibula. Setelah cedera teerjadi, saraf akan tetap berada di posisinya dan beregenerasi dalam
waktu yang relatif singkat kecuali apabila saraf mengalami dislokasi ke dalam soket atau tergeser
oleh fragmen tulang dari atap kanal. Dengan demikian, setelah cedera pada IAN, pada umumnya
diperkirakan akan terjadi pemulihan yang baik [5]. Hubungan anatomi antara IAN dan akar gigi
molar ketiga juga telah ditunjukkan untuk membantu memprediksi kemungkinan cedera saraf
secara radografis [6-8].
Setelah cedera, ujung saraf LN cenderung mengalami retraksi dan terperangkap di dalam
jaringan parut yang mungkin memerlukan operasi perbaikan, meskipun tingkat keberhasilan
prosedur tersebut sejauh ini cukup menjanjikan [5].
Pada sebagian besar kasus, paresthesia ditemukan bersifat sementara dan cenderung
membaik setelah 6 bulan pertama [7,9]. Beberapa studi telah melaporkan proporsi yang lebih
rendah dari pemulihan untuk LN dibandingkan dengan IAN, [10,11] meskipun penelitian lain
gagal untuk membuktikan pernyataan ini [12,13].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan proporsi gangguan sensorik
permanen, faktor-faktor yang terkait pasca operasi gigi molar ketiga mandibula, dan menyajikan
beberapa tindak lanjut dan pengobatan yang harus dilakukan.
BAHAN DAN METODE
Data prospektif yang telah tercatat dari 1.087 kasus pasien yang menjalani ekstraksi gigi
molar ketiga mandibula di bagian rawat jalan Department of Oral and Maxillofacial Surgery,
Eastman Dental Hospital, tahun 1998-2003 dianalisis untuk prevalensi gangguan saraf sensorik
permanen.
Data demografi yang dikumpulkan dari setiap pasien termasuk usia, jenis kelamin,
tingkat impaksi (dinilai secara radiografi sebagai erupsi sempurna, impaksi sebagian, atau
impaksi sepenuhnya), ahli bedah (spesialis atau trainee), kedekatan secara radiografis dengan
IAN (gigi s2 mm dianggap dekat), durasi operasi dan komplikasi pasca operasi (paresthesia
permanen), dan kebutuhan untuk janji kontrol 1 minggu setelah operasi. Tidak ada pasien dalam
penelitian ini yang gagal untuk menghadiri pertemuan lanjutan.
Data mengenai perubahan sensasi dikumpulkan apabila berasal dari IAN dan / atau LN.
Hal ini dilakukan secara sukarela oleh pasien, atau dari pertanyaan dokter mengenai
"paresthesia," "pins and needles," atau "mati rasa". Setelah ditegakkan adanya perubahan
sensasi, pasien dipantau selama 3 minggu, 6 bulan, dan sampai 2 tahun . Setiap pasien yang
masih merasakan adanya gejala perubahan sensasi di luar waktu ini dianggap memiliki gangguan
saraf permanen.
Semua prosedur bedah dilakukan di 3 klinik yang serupa, dilengkapi dengan instrumen
bedah, perangkat rotary dan irigasi, dan bahan (jahitan dan agen hemostatik) yang sama.
Sebelum operasi dimulai, setiap pasien diberitahu tentang kemungkinan terjadinya komplikasi,
termasuk kemungkinan risiko kerusakan saraf selama prosedur, dan memberikan informed
consent penuh.
Anestesi lokal (2% lidokain dengan 1: 80.000 epinefrin) dilakukan dengan teknik
infiltrasi lokal dan blok injeksi IAN, dan tidak lebih dari 5 cartridge diberikan kepada setiap
pasien.
Flap mukoperiosteal envelope direfleksikan dilakukan pengurangan tulang dengan bur
bulat dalam handpiece lurus. Pada beberapa kasus (43 pasien), gigi harus dipotong
menggunakan bur fissure. Pemotongan dalam semua kasus dilakukan dari daerah bifurkasi akar
ke permukaan oklusal; tidak ada teknik pemotongan lain yang dilakukan. Pasien dengan kondisi
ini sangat sedikit, sehingga mereka dikombinasikan dengan pasien yang memiliki pendekatan
bedah standar tanpa pemotongan gigi. Pengurangan tulang dan pemotongan gigi dilakukan di
bawah irigasi kontinyu dengan larutan garam steril pada suhu kamar. Luka dengan hati-hati
diirigasi dan setiap spikula tulang dihapus. Flap kemudian direposisi dan dijahit dengan benang
Vicryl 4-0 l. Tidak ada flap lingual yang digunakan pada semua kasus. Tidak ada pasien dalam
penelitian ini yang menjalani coronectomy.
Segera setelah operasi semua pasien diberi instruksi tertulis tentang perawatan luka dan
kemungkinan komplikasi pada periode pasca operasi. Untuk semua pasien, metronidazol (400
mg 3 kali sehari selama 5 hari) diresepkan sebagai agen antimikroba dan ibuprofen (400 mg 3
kali sehari selama 5 hari) sebagai analgesik. Semua pasien dalam penelitian ini diminta untuk
kontrol 7 hari setelah operasi.
Semua kasus didistribusikan di antara dokter junior (trainee) dan senior (spesialis) tanpa
memandang usia, gender, atau tingkat kerumitan. Semua staf di kelompok trainee adalah petugas
rumah sakit senior, sedangkan staf senior adalah dokter di Specialist Register for Surgical
Dentistry. Tingkat pengawasan dan pelatihan petugas rumah sakit senior adalah sesuai dengan
standar nasional. Pasien diminta untuk menjalani prosedur ekstraksi setidaknya 1 gigi molar
ketiga mandibula untuk dimasukkan dalam penelitian ini.
Tidak ada eksplorasi bedah yang dilakukan untuk salah satu pasien dengan paresthesia
kurang dari 2 tahun. Pasien yang terus mengalami gejala ini lebih dari 2 tahun (permanen)
ditinjau untuk menilai kondisi mereka dan dianjurkan untuk menjalani operasi untuk eksplorasi
daerah tersebut yang dapat mencakup melakukan perbaikan microneurosurgical untuk kasuskasus yang sesuai.
Metode Statistik
Hasil dari paresthesia yang mempengaruhi LN dan IAN diringkas sebagai frekuensi
untuk serangkaian interval waktu pasca operasi. Uji statistic chi-squared digunakan untuk
menguji perbedaan prevalensi paresthesia bibir dan lidah (secara terpisah) dalam kurun waktu 2
tahun pasca operasi pada subkelompok faktor yang diteliti. Di mana hanya terdapat 2
subkelompok yang dibandingkan, Fisher exact test digunakan, karena jumlah pasien dalam
subkelompok yang mengalami parestesia diperkirakan hanya sedikit.
HASIL PENELITIAN
Sebanyak 1087 pasien yang dirawat memiliki usia rata-rata 23,3 (SD 4,2) tahun, dan 585
/ 1.087 (53,9%) pasien adalah perempuan. Semua menjalani prosedur ekstraksi gigi molar ketiga
mandibula (Tabel I). Mayoritas gigi (857/1087; 78,8%) impaksi sebagian dan sekitar tiga
perempat (843/1087; 77,6%) gigi secara radiografis memiliki posisi akar dalam atau kurang dari
2 mm dari atap kanal IAN. Sementara itu rerata waktu untuk menyelesaikan operasi adalah 18
menit (SD 7,3; kisaran 4-39 menit).
Setelah 1 minggu, 45 pasien (4,1%) mengalami paresthesia dalam distribusi IAN dan 71
(6,5%) pasien mengalami gejala paresthesia LN. Mayoritas kasus gangguan sensorik berhasil
sembuh satu bulan pertama setelah operasi. Setelah2 tahun, masih terdapat 8 pasien (0,7%) yang
mengalami parestesia IAN dan 11 pasien (1,0%) mengalami paresthesia dari LN (Tabel II).
Penelitian dari faktor predictor paresthesia permanen IAN setelah 2 tahun (Tabel III)
mengungkapkan bahwa 0,8% pasien berjenis kelamin pria dan 0,7% pasien wanita menderita
kerusakan saraf permanen. Kasus lebih sering dijumpai pada pasien dengan kondisi gigi impaksi
penuh (2,4%) dibandingkan dengan gigi impaksi parsial (0,6%). Prediktor yang signifikan secara
statistik terhadap gangguan IAN permanen hanyalah pengalaman dari operator (P = 0,026),
dengan hasil jangka panjang yang lebih baik mampu dicapai oleh ahli bedah yang lebih senior.
Ada bukti statistik borderline yang menunjukkan bahwa paresthesia LN 2 tahun setelah
operasi (Tabel IV) memiliki prevalensi sedikit lebih tinggi pada pria (1,6%) dibandingkan wanita
(0,5%) (P = 0,069). Pengalaman ahli bedah adalah satu-satunya predictor yang signifikan secara
statistik dari paresthesia LN permanen, dengan proporsi yang lebih rendah dari paresthesia
permanen yang dicapai oleh ahli bedah senior (0,4% vs 1,7%; P = 0,022).
Category
Gender
Age (yrs)
Degree of impaction of
3rd molar
Proximity to inferior
alveolar nerve
Duration of surgery (min)
Seniority of surgeon
Description
n (%)
Male
Female
Mean
Median
SD
Range
Fully erupted
Partially erupted
Fully impacted
>2 mm
<2 mm
Mean
Median
SD
Range
Trainee
Specialist
501 (46.1)
586 (53.9)
23.3
22.0
4.2
1736
104 (9.6)
857 (78.8)
126 (11.6)
244 (22.4)
843 (77.6)
18.1
18.0
7.3
439
518 (47.7)
569 (52.3)
Time after
surgery
1
2
3
1
6
2
week
weeks
weeks
month
months
years
Lip paresthesia,
n (%)
Tongue,
n (%)
45 (4.1)
19 (1.7)
19 (1.7)
18 (1.7)
17 (1.6)
8 (0.7)
71 (6.5)
30 (2.8)
23 (2.1)
17 (1.6)
15 (1.4)
11 (1.0)
PEMBAHASAN
Penelitian ini mewakili spektrum operasi molar ketiga yang dilakukan oleh Maxillofacial
Surgery Departments di bawah anestesi lokal. Tingkat perubahan sensorik dan proses
penyembuhan yang mengikuti cedera saraf bergantung pada tingkat keparahan cedera, dan ini
membentuk dasar dari klasifikasi cedera saraf perifer yang diusulkan oleh Sunderland [14] pada
tahun 1951. Klasifikasi ini menekankan mekanisme cedera dan pentingnya setiap komponen
struktural yang terlibat. Klasifikasi terdiri dari:
Category
Gender
Degree of impaction of 3rd molar
Seniority of surgeon
Description
Prevalence,
n (%)
Male
Female
Fully erupted
Partially erupted
Fully impacted
>2 mm
2 mm
1720 years
2125 years
2630 years
31+ years
Trainee
Specialist
4 (0.8)
4 (0.7)
0 (0)
5 (0.6)
3 (2.4)
2 (0.8)
6 (0.7)
2 (0.7)
2 (0.4)
3 (2.0)
1 (0.9)
7 (1.4)
1 (0.2)
Chi-squared
(df)
P value
0.050 (1)
.549*
5.711 (2)
.058
0.30 (1)
.567*
4.179 (3)
.243
5.130 (1)
.026*
P values are from chi-squared tests except where specified by asterisk, which are computed from a Fishers exact test. All the chi-squared tests
have low expected frequencies (<5) for some cells of the tables.
Seniority of surgeon
surgery
Description
Prevalence,
n (%)
Male
Female
Fully erupted
Partially erupted
Fully impacted
>2 mm
2 mm
1720 years
2125 years
2630 years
31+ years
Trainee
Specialist
8 (1.6)
3 (0.5)
1 (1.0)
10 (1.2)
0 (0)
0 (0)
11 (1.3)
2 (0.7)
5 (0.9)
3 (2.0)
1 (0.9)
9 (1.7)
2 (0.4)
Chisquared
, (df)
P value
3.173
.069*
1.496 (2)
.473
3.216 (1)
.060*
1.768 (3)
.622
5.200 (1)
.022*
P values are from chi-squared tests except where specified by asterisk, which are computed from a Fishers exact test. All the chi-squared tests
have low expected frequencies (<5) for some cells of the tables.
bur bedah dan bahwa penggunaan elevator periosteal Howarth tidak memilikimanfaat. Absi dan
Shepherd [26] mengkonfirmasikan temuan ini.
Sebuah studi oleh Rood [13] menyatakan bahwa bahkan jika elevator periosteal Howarth
diposisikan dengan hati-hati, tidak dapat melindungi LN di sepanjang area bidang bedah. Rood
menyarankan untuk melakukan gerakan terus menerus dari instrumen di sepanjang bidang bedah
untuk memberikan perlindungan optimal atau menggunakan retraktor lain yang memberikan
perlindungan yang lebih baik daripada elevator periosteal Howarth. Greenwood dkk. [27]
menyarankan penggunaan retraktor luas untuk melindungi LN dan menemukan bahwa retraktor
tersebut mampu mengurangi perubahan sensasi saraf secara signifikan, yaitu 1 bulan lebih cepat
disbanding apabila menggunakan elevator periosteal Howarth. Penelitian lain menyebutkan
bahwa tidak ada kebutuhan untuk menggunakan elevator periosteal untuk perlindungan LN
selama operasi molar ketiga [28,29].
Prevalensi parestesi permanen dibandingkan dengan naskah publikasi sebelumnya dan,
seperti yang diperkirakan, ditemukan konsisten dengan beberapa penelitian [1,30,31,32] dan
tidak konsisten dengan penelitian lainnya [13,16,20,27].
Data kami menunjukkan bahwa proporsi pemulihan LN lebih cepat dibandingkan dengan
IAN dan menunjukkan bahwa sebagian besar cedera LN adalah karena neuropraxia. Hal ini
sejalan dengan penelitian lainnya [12,13].
Derajat Impaksi dan Kedekatan Gigi terhadap Kanalis Inferior
Gigi dianggap erupsi sebagian jika ada bagian dari mahkota yang terletak di atas
perbatasan superior tulang. Resiko terjadinya gangguan saraf permanen sedikit lebih tinggi pada
gigi impaksi sepenuhnya dibandingkan gigi impaksi sebagian, sedangkan gigi yang telah erupsi
sempurna diketahui tidak menunjukkan adanya kasus cedera saraf. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara prevalensi dan posisi radiografi gigi. Hasil ini konsisten dengan
beberapa penelitian sebelumnya [33,34].
Hubungan kanalis inferior dengan gigi molar ketiga juga merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan proporsi kerusakan saraf. Kedekatan kanal dengan gigi dicatat pada saat
asesmen pertama, dan kami menemukan bahwa 96% dari kasus paresthesia sementara terjadi
pada gigi yang "dekat" dengan kanalis inferior. Namun, statistik, penelitian ini gagal
menunjukkan hubungan antara parestesi IAN dan kedekatan gigi yang diekstraksi ke IAN.
Usia Pasien Dan Jenis Kelamin
Penelitian ini gagal menunjukkan hubungan antara usia pasien dan gangguan sensorik
setelah operasi gigi molar ketiga. Hal ini tidak terjadi di beberapa studi yang menunjukkan
bahwa morbiditas lebih tinggi pada pasien lebih dari 35 tahun [35].
Tidak adanya hubungan yang signifikan secara statistik menunjukkan bahwa operasi
profilaksis mungkin kurang tepat dan secara teoritis dapat menyebabkan lebih banyak
komplikasi setelah intervensi bedah dilakukan. Hasil ini konsisten dengan pedoman yang
dikeluarkan oleh National Institute for Clinical Excellence, yang tidak mendukung tindakan
bedah profilaksis untuk ekstraksi molar ketiga. Hal ini masih menjadi isu kontroversial, adanya
rekomendasi oleh beberapa pemerintah untuk tindakan bedah profilaksis molar ketiga [31,35].
Kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara pasien laki-laki dan perempuan
dalam kaitannya dengan parestesia bibir dan lidah. Beberapa studi menunjukkan dominasi
perempuan, [17] namun penelitian lain gagal untuk mengkonfirmasi hubungan ini [23].
Pengalaman Dokter Bedah
Prevalensi kerusakan saraf alveolar inferior dan saraf lingual dalam penelitian kami
sesuai dengan sebagian besar penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai
operasi molar ketiga sehubungan dengan pegalaman ahli bedah [1,20,23,33,36].
Trainee menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari paresthesia LN pada pasien
mereka daripada rekan-rekan ahli bedah senior selama periode tindak lanjut. Gangguan saraf
dianggap permanen setelah 2 tahun masa tindak lanjut dan beresiko 4 kali lebih besar terjadi
pada kelompok ini. Hal ini dapat berhubungan dengan pengalaman, distribusi kekuatan yang
tidak baik, dan instrumentasi. Kelompok yang sama (trainee) menangani sedikit lebih banyak
pasien dengan gigi molar tiga posisinya dekat dengan IAN. hal ini merupakan salah satu alasan
untuk prevalensi lebih tinggi dari kerusakan IAN permanen (7 kali lipat).
Prevalensi kerusakan permanen IAN dan LN ditemukan lebih rendahdibandingkan nilai
prevalensi yang dilaporkan oleh Bataineh [33] untuk kedua staf senior dan junior dan cukup
konsisten dengan hasil penelitian Sisk dkk. [1] untuk staf senior tapi kurang untuk staf junior.
Dalam penelitian kami jumlah pasien dengan paresthesia dianggap relatif sedikit. Dengan
demikian, analisis regresi berganda tidak diterapkan untuk mengendalikan beberapa faktor secara
bersamaan; ini mungkin menyebabkan adanya beberapa faktor yang muncul dan mungkin
mempengaruhi insidensi paresthesia yang diukur dalam penelitian ini membingungkan
penatalaksaan ujung saraf yang terputus. Tabel V menunjukkan indikasi dan kontraindikasi untuk
perbaikan saraf microneurosurgical seperti yang diusulkan oleh Meyer [40].
Table V. Indications for and contraindications to mi- croneurosurgical repair
Indications
Complete anesthesia beyond 3 months.
Profound hypoesthesia with no improvement beyond 4 months. Dysesthesia beyond 4 months.
Clinically observed nerve severance.
Contraindications
Improving return of sensation.
Sensory deficit acceptable to the patient. Central neuropathic pain.
Dysesthesia not resolved by a local anaesthesia nerve block. Medical neuropathy.
Medically compromised patient. Excessive delay following injury.
KESIMPULAN
Temuan dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah diterbitkan
sebelumnya, dengan hilangnya kemampuan sensoris permanen pada saraf alveolar inferior dan
saraf lingual tercatat masing-masing sebesar 1% dan 0,7%. Hasil ini sedikit mengecewakan
karena tercatat adanya cedera LN, padahal tidak dilakukan retraksi lingual pada penelitian ini.
Namun, tingkat komplikasi sensorik yang lebih tinggi pada kelompok trainee menunjukkan
bahwa setidaknya beberapa komplikasi mungkin terkait dengan pengalaman ahli bedah. Hal ini
menimbulkan sejumlah isu penting terkait dengan pelatihan. Idealnya, ekstraksi molar ketiga
seharusnya hanya dilakukan oleh praktisi yang berpengalaman dan bukan oleh ahli bedah
temporer; namun, ahli bedah tidak diciptakan dari lahir dan membutuhkan pelatihan untuk
mendapatkan tingkat pengalaman yang diperlukan. Ini akan menghasilkan tingkat komplikasi
yang lebih tinggi bahkan ketika trainee diawasi dengan ketat. Pasien memiliki hak untuk tahu
siapa yang akan melakukan operasi mereka dan mungkin tidak senang dengan adanya
peningkatan risiko apabila operasi dilakukan oleh trainee. Namun, secara keseluruhan risiko
perubahan sensorik pasca operasi molar ketiga masih kecil, dengan peningkatan risiko 1,3%
untuk saraf lingual dan 1,2% untuk saraf alveolar inferior, saat trainee melakukan operasi.