Abstrak
Trauma tulang belakang merupakan cedera yang sangat sering terjadi dengan tingkat
keparahan dan prognosis yang berbeda-beda dari kondisi asimptomatik hingga
disfungsi neurologis sementara, defisit fokal, ataupun keadaan yang lebih fatal.
Penyebab utama trauma tulang belakang adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, olahraga, dan trauma tumpul. Pencitraan memiliki peran penting dalam
pengelolaan trauma tulang belakang dimana secara khusus teknik neuroradiologis akan
dapat menentukan ada atau tidaknya lesi, menunjukkan lokasi yang tepat dari cedera,
mengevaluasi stabilitas tulang belakang, dan menentukan keterlibatan elemen saraf.
Semua faktor tersebut akan mempengaruhi penatalaksanaan dan prognostik dari
trauma tulang belakang. Dengan manajemen yang cepat dan tepat, dapat mengurangi
kerusakan neurologis yang mungkin dapat terjadi yang sangat penting bagi masa depan
pasien.
Keyword : Trauma tulang belakang, neuroimaging, radiografi konventional, CT, MRI
Abstract
Spinal trauma is a very common injury with varying severity and prognosis from
asymptomatic conditions to temporary neurological dysfunction, focal deficits, or more
fatal conditions. The main causes of spinal trauma are falls from a height, traffic
accidents, exercise, and blunt trauma. Imaging has an important role in the
management of spinal trauma which is specifically neuroradiological techniques will be
able to determine the presence or absence of lesions, delineate the exact location of
the injury, evaluate the stability of the spine, and determine the involvement of nerve
elements. All of these factors will affect the management and prognostics of spinal
trauma. With fast and precise management, it can reduce the neurological damage that
may occur which is very important for the future of the patient.
Keyword: Spinal trauma, neuroimaging, radiografi conventional, CT, MRI
6.1 Pendahuluan
1
Pencitraan memainkan peran penting dalam diagnosis trauma tulang belakang akut,
bertujuan terutama untuk menghindari kerusakan neurologis yang dapat dicegah dan
membantu dalam memulai pengobatan yang cepat dan akurat pada pasien. Kerusakan
neurologis yang dapat dicegah dalam jangka pendek dapat disebabkan oleh karena
kompresi medula spinalis (atau struktur saraf lainnya) yang diakibatkan oleh adanya
hematoma, herniasi diskus, atau kompresi mekanis oleh komponen tulang atau
pembuluh darah.(1,2)
Sensitivitas radiografi konventional untuk mengidentifikasi cedera tulang
belakang khususnya pada daerah cervical sangat rendah pada pasien yang lebih
tuadari usia 14. Sehingga radiografi disarankan hanya untuk kasus trauma dengan
kecurigaan rendah adanya cedera tulang belakang atau ketika CT tidak tersedia sesuai
dengan rekomendasi dari American College of Radiology (ACR).(3)
Radiografi konvensional dan computed tomography (CT) adalah modalitas
pencitraan awal yang digunakan dalam diagnosis sebagian besar kasus cedera tulang
belakang.Untuk tingkat thoracolumbar, MDCT adalah pemeriksaan yang lebih baik
untuk menggambarkan fraktur tulang belakang dibandingkan radiografi konvensional,
karena lebih sensitif dibandingkan foto konventional. MDCT mempunyai kemampuan
rekonstruksi multiplanar reformatted atau volume rendering yang dapat mendeteksi
fraktur kortikal yang kecil serta dapat menilai stabilitas tulang belakang untuk
pengambilan keputusan tindakan yang akan diambil oleh. MRI mempunyai resolusi
kontras yang lebih unggul dibandingkan CT scan, sehingga MRI telah memainkan
peran yang semakin penting dalam pengelolaan pasien trauma tulang belakang. MRI
merupakan modalitas pilihan untuk evaluasi ligamen dan struktur jaringan lunak lainnya,
diskus sertamedula spinalis.(4)
Gambar 6.1 CT Scan lumbosacral potongan aksial dan sagittal menunjukkan anatomi tulang
belakang. Sumber : koleksi pribadi penulis
Tulang belakang leher terdiri dari 7 tulang belakang, dimana segmen pertama
dankedua dari tulang belakang leher mempunyai struktur yang unik.Segmen pertama,
C1, juga dikenal sebagaiatlas, tidak memiliki corpus vertebra di bagian tengahnya,
melainkan berbentuk cincin dan terdiri dari lengkung anteriordan posterior dan massa
artikularis lateralis. Segmen kedua, C2, juga dikenal sebagai axis, yang juga berbentuk
cincindan memiliki prosesus odontoid yang mengarah ke superior, juga disebut sebagai
dens, yang terletak di posterior dari lengkungan anterior C1. Jarak normalantara dens
dan lengkungan anterior C1 adalahsekitar 3 mm pada orang dewasa dan 4 mm pada
anak-anak.(6)
Gambar 6.2 CT Scan cervical setinggi level
C2 potongan aksial, coronal dan sagittal
yang menunjukkan anatomi dari arcus
anterior dan posterior serta procesus
odontoid / dens dari C2. Sumber : koleksi
pribadi penulis
Kanalis spinalis berisi thecal sac yang dilapisi oleh dura mater dan dikelilingi oleh
ruang epidural, yang berisi epidural lemak dan pleksus vena besar. Komponen yang
berada di dalam thecal sac adalah medula spinalis, conus medularis, dan cauda equina,
dikelilingi oleh cairan serebrospinal yang mengalir bebas dalam ruang subarachnoid.
Conus medullaris biasanya berakhir dekat level vertebra L1. (6,7)
Gambar 6.3 MRI Lumbosacral potongan aksial dan sagittal menunjukkan anatomi tulang belakang pada
level lumbosacral. Sumber : koleksi pribadi penulis
Seperti halnya dengan tulang – tulang aksial lainnya, tulang belakang juga
mengalami konversi bertahap dari red marrow menjadi fatty marrow yang berakhir
sekitar usia 25 tahun kehidupan. Kandungan lemak corpus vertebra bervariasi sesuai
usia, degenerasi disk di dekatnya, terapi,seperti radiasi, dan peningkatan
hematopoiesis, seperti pada sickle cell diseaseatau pada penyakit lain yang
mempengaruhi bone marrow. Di usia muda pasien, fatty marrow dengan sinyal tinggi
terlihat sebagai daerah linier yang berdekatan dengan vena basivertebral.Dengan
bertambahnya usia, fatty marrow terlihat sebagai bandlike, triangular, atau multifokal.(6)
MRI merupakan modalitas yang sangat baik untuk menggambarkan anatomi
tulang belakang secara detail, termasuk isi di dalam kanalis spinalis, foramina neuralis,
sendi, ligamen, discus intervertebralis, dan bone marrow. Sedangkan CT Scan
merupakan modalitas yang lebih baik dibandingkan MRI untuk menilai struktur kortikal
dari tulang belakang.(2,6)
Gambar 6.4 Potongan Sagital ada T1WI (A), T2WI (B) dan T2Fatsat (C) menunjukkan fatty marrow
changes pada end plate superior L3, 4 tampak hiperintens pada T1WI dan T2WI serta hipointens pada
T2Fatsat. Sumber : koleksi pribadi penulis
Protokol MRI standard untuk cedera tulang belakang meliputi irisan sagital pada
sequence T1-weighted dan T2-weighted spin echo, T2*weighted, gradien recalled echo
(GRE), dan irisan sagital pada short tau inversion recovery (STIR), serta irisan axial
pada T2W dan T2*W GRE. Sequence T1W terutama digunakan paling baik untuk
menggambarkan anatomi dan adanya fraktur tulang. STIR atau T2-weighted imaging
dengan fat saturasi sangat sensitif untuk mendeteksi adanya edema pada tulang dan
ligament khususnya ligamen interspinosus atau supraspinosus, serta dapat
menggambarkan adanya kelainan pada medula spinalis, discus, dan epidural space
(seperti epidural hematoma). Sedangkan T2*W dan GRE digunakan untuk mendeteksi
adanya perdarahan di dalam dan di sekitar medula spinalis, sehingga irisan sagittal
pada T2*W harus di tambahkan dalam protocol trauma tulang belakang.Dengan
perkembangan teknologi, adanya perubahan pada medula spinalis yang disebabkan
oleh
trauma tulang belakang yang tidak terlihat pada MRI konventional, dapat dideteksi
dengan difusion tensor imaging (DTI).(2,4)
Gambar 6.7 CT Scan Lumbosacral potongan sagittal (A) dan Aksial (B) menunjukkan Burst fraktur
dengan retropulsi fragmen tulang ke dalam kanalis spinalis. Sumber : koleksi pribadi penulis
Gambar 6.8 CT scan Lumbosacral potongan sagital (A) dan Aksial (B) menunjukkan chance fracture
yang mengenai corpus vertebra sampai prosesus articularis setinggi level L1. Sumber : koleksi
pribadi penulis
Gambar 6.9 CT can Lumbosacral potongan sagital menunjukkan fraktur dislokasi setinggi level L1.
Sumber : koleksi pribadi penulis
Gambar 6.11. Foto Cervical Lateral (A) dan CT Scan Cervical Sagital (B) menunjukkan fraktur tear drop
fleksi setinggi C5.
Sumber : koleksi pribadi penulis
“Clay-shoveler’s fracture”. Cedera ini adalah cedera yang stabil yang ditandai
dengan avulsi dari proses spinosus cervical bawah yang terjadi karena fleksi leher yang
tiba-tibadikombinasikan dengan kontraksi otot yang kuat dari bagian bawahotot leher.
Atau dapat juga terjadi dari benturan langsung pada proses spinosus. (9,11,13,15)
Gambar 6.12. Foto cervical lateral menunjukkan fraktur prosesus spinosus C7 (Clay-shoveler’s
fracture”). Sumber : Rathachai Kaewlai, M.D.2010
Gambar 6.13. Foto open mouth cervical menunjukkan pergeseran lateral mass C1 terhadap C2 yang
pada posisi lateral tampak adanya pelebaran atlantodens interval lusensi (fraktur ) pada arcus
posterior. CT Scan axial menunjukkan lebih jelas adanya fraktur pada aspek lateral arcus anterior kiri
dan aspek lateral arcus posterior kanan. Sumber : dr Andrew Dixon, Radiopedia
Gambar 6.15 Irisan sagittal pada T2WI menunjukkan gambaran ligamentum longitudinal anterior yang
normal (panah biru), ligament longitudinal posterior (panah orange) dan ligament interspinous normal
bergaris/ lurik (panah hijau). Sumber : koleksi pribadi penulis
Robekan ligamen bisa terjadi partial maupun komplit, dimana robekan partial
terlihat sebagai area yang menunjukkan intensitas sinyal tinggi pada sequence STIR
yang menunjukkan adanya edema dan perdarahan, sedangkan robekan komplit tampak
area dengan intensitas signal tinggi pada STIR disertai dengan hilangnya gambaran
serat-serat ligament yang utuh. Mekanisme terjadinya trauma dapat mempengaruhi
jenis cedera ligamen. Kerusakan pada kolom anterior atau gabungan anterior dan
posterior yang melibatkan ALL dan PLL umumnya disebabkan oleh mekanisma trauma
berupa hiperekstensi. Sedangkan kerusakan yang mengakibatkan kolom posterior atau
gabungan kolom posterior dan cedera tengah yang ditandai dengan kerusakan
ligamentum flavum, ligamen interspinosus, ligamen supraspinous, kapsul sendi facet,
dan PLL, umumnya disebabkan oleh mekanisme trauma berupa hyperflexion.(2,5,15)
Cedera ALL dan PLL terlihat sebagai disrupsi dari signal hipointense pada
semua sequence disertai dengan edema prevertebral yang paling baik diidentifikasi
pada STIR. Cedera pada ligamentum flavum paling baik diidentifikasi pada irisan
parasagital yang juga terlihat sebagai diskontinuitas fokal. Cedera ligamen
interspinosus dan supraspinosus ditandai oleh peningkatan signal di ruang
interspinosus dan ujung dari proses spinosus, pada sequence STIR.Pelebaran sendi
facet disertai peningkatan signal cairan antara permukaan sendi merupakan tanda
adanya cedera pada kapsul sendi facet. Cedera ligament dapat mengubah cedera
kolom tunggal menjadi cedera dua kolom, karena merupakan komponen penting dari
kolum tulang belakang, sehingga dapat meningkatkan cedera yang stabil menjadi
cedera yang tidak stabil.(2,5,15)
Gambar 6.16 STIR MRI menunjukkan robekan total pada ligament longitudinal anterior (panah, a),
robekan total ligament longitudinal posterior (panah pendek tunggal, b), dan robekan ligamentum flavum
(panah panjang, b), robekan ligamentum nuchae (panah pendek double, b), cedera kapsul facet (panah,
c) dan cedera ligamentum interspinosus (panah pendek double, d) dengan contusion vertebra thoracal
(panah,d). Sumber: Kumar and Hayashi, 2016
Gambar 6.17 Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya herniasi diskus ke central, yang
menyebabkan stenosis kanalis spinalis dan kompresi pada medulla spinalis. Sumber : koleksi pribadi
penulis
6.7 Perdarahan Extradural
Perdarahan extradural pada trauma tulang belakang lebih sering terjadi dibandingkan
subdural hematoma maupun perdarahan subarachnoid. MRI merupakan modalitas
yang lebih baik dibandingkan CT scan pada kasus ini, dimana akan terlihat isointense
atau slight hyperintense pada T1WI dan hyperintens pada T2WI.(2,6,7)
Gambar 6.18. Sagital T1WI (a) dan axial gradient recalled echo (GRE) (b) menunjukkan adanya
hematoma epidural (panah), dan axial T2WI (c) menunjukkan hematoma subdural (panah panjang)lebih
dalam dari dura (panah pendek). Suber: Kumar and Hayashi, 2016
Gambar 6.19 Axial T2WI (a) menunjukkan adanya diseksi arteri vertebra post traumatic dengan lumen
ganda (panah). Angiogram CT leher berikutnya (b) mengkonfirmasi temuan cedera arteri vertebralis
(panah). Angiografi tindak lanjut dari leher yang dilakukan pada hari berikutnya (c) menunjukkan adanya
pseudoaneurysm (panah). Sumber: Kumar and Hayashi, 2016
6.9 Cedera Medula Spinalis
MRI merupakan modalitas yang paling baik untuk menilai adanya cedera medula
spinalis pada cedera tulang belakang, terutama pada T2W irisan aksial dan sagital.
Selain itu sequence T2*W GRE juga sangat berguna menilai adanya perdarahan.
Hyperintens pada T2WI merupakan temuan MRI yang paling umum yang menunjukkan
adanya edema medula spinalis, sedangkan perdarahan terlihat sebagai signal
hipointens pada GRE. Biasanya adanya perdarahan berkaitan dengan prognosis yang
buruk. American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale digunakan untuk
mengevaluasi derajat luasnya cedera pada medula spinalis secara klinis. Kategori yang
digunakan meliputi : A= Komplit - tidak terdapat fungsi sensorik atau motorik normal
pada segmen sakral S4- 5;
B = Tidak lengkap - fungsi sensorik, tetapi bukan motorik, dipertahankan di bawah level
neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-5;
C = Tidak lengkap - fungsi motorik dipertahankan di bawah level neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis memiliki grade otot <3;
D = fungsi motorik dipertahankan di bawah level neurologis, dan sebagian besar otot
kunci di bawah level neurologis memiliki grade otot ≥ 3;
E = Normal
Faktor lain yang menentukan nilai prognostik adalah terjadinya kompresi medula
spinalis oleh hematoma ekstra aksial, adanya edema medula spinalis, serta luasnya
luasnya hematoma medula spinalis. Sindrom medula spinalis central traumatis akut,
sering terjadi pada cedera hiperekstensi pada pasien yang lebih tua dengan perubahan
degeneratif pada tulang belakang, yang ditandai dengan disproporsional besarnya
gangguan fungsi motorik ekstremitas atas yang dibandingkan ekstremitas bawah
disertai disfungsi kandung kemih dan kehilangan sensorik di bawah tingkat cedera.
sedangkan cedera pada bagian grey matter dan bagian central dari medula spinalis
sering disebabkan oleh penyempitan canalis spinalis, osteofit atau ligamentum flavum
yang tertekuk.(2,10)
Gambar 6.20. Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya spinal cord injury setinggi level
C 4 - 5. Sumber : koleksi pribadi penulis
Gambar 6.21. MRI Lumbosacral potongan Sagital menunjukkan fraktur kompresi akut pada CV Th12,
tampak hypointens pada T1WI (A) dan hyperintens pada T2WI (B) disertai soft tissue edema di vertebra
posterior. Sumber : koleksi pribadi penulis
Gambar 6.23. MRI Thoracolumbal potongan Sagital pada T1WI (A), Sagital pada T2WI (B) dan potongan
aksial pada T1WI dengan kontras (C) menunjukkan fraktur kompresi pathologis Th10, Th11, L1, L5
disertai paravertebral soft tissue mass di sekitarnya dan perubahan intensitas signal bone marrow multiple
di corpus vertebra thoracolumbal, tampak hypointens pada T1WI, hyperintens pada T2WI. Sumber :
koleksi pribadi penulis
Gambar 6.25. T2WI sagital dan aksial pada kasus cedera medula spinalis (Frankle D) menunjukkan
perubahan degenerative awal pada medula spinalis (A, B). Axial DTI (C) dan diffusion tensor tractography
image (D) menunjukkan dirupsi white matter pada tempat cedera. Sumber:M.M. D’souza, et al., 2017
6.14 Kesimpulan
Cedera traumatis tulang belakang memberikan dampak terhadap morbiditas dan
mortalitas jangka panjang. Penegakan diagnosa dan penatalaksanaannya secepatnya
mungkin adalahsangat penting dalam mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut.
Dalam hal ini pencitraan memainkan peran penting dalam diagnosis trauma tulang
belakang akut. Secara khusus, teknik neuroradiologis menunjukkan lokasi yang tepat
dari cedera, mengevaluasi stabilitas tulang belakang, dan menentukan keterlibatan
komponen saraf. Radiografi konvensional dan computed tomography (CT) adalah
modalitas pencitraan awal yang digunakan dalam diagnosis sebagian besar kasus
cedera tulang belakang. Pemeriksaan CT scan dapat untuk mengevaluasi stabilitas
tulang belakang yang akan menentukan tindakan selanjutnya. Sedangkan MRI lebih
sensitif daripada modalitas pencitraan lainnya untuk menilai ligament dan struktur
jaringan lunak lainnya, diskus, medula spinalis, serta cedera osseus minimal. MRI juga
membantu dalam memprediksi prognosis dengan menunjukkan cedera medula spinalis
hemoragik dan non hemoragik.
Referensi
1. Tins, Bernhard J, Imaging investigations in Spine Trauma: The value of commonly
used imaging modalities and emerging imaging modalities, J Clin Orthop Trauma.
Elsevier; 2017, 8(2) 107–115
2. Daichi Hayashi, Yogesh Kumar, Role of magnetic resonance imaging in acute
spinal trauma: a pictorial review; BMC Musculoskeletal Disorders; 2016; 17:310
3. Jo, A., Wilseck, Z., Manganaro, M., & Ibrahim, M, Essentials of Spine Trauma
Imaging: Radiographs, CT and MRI; Seminar in Ultrasound, CT and MRI, 2018, vol
39 No 1
4. Lubdha M. Shah, MD Jeffrey S. Ross, MD, Imaging of Spine Trauma,
Neuroradiology Review Series; 2016, Volume 79, 626–642
5. Jose Conrado Rios, Thomas Paul Naidich, David L. Daniels, Victor M. Haughton,
Cheuk Ying Tang, Joy S. Reidenberg, Patrick A. Lento, Evan G. Stein, Girish
Manohar Fatterpekar, Tanvir Fiaz Choudhri, and Irina Oyfe, Imaging of the spine;
2011
6. Gaurav Jindal, MD, Bryan Pukenas, MD, Normal Spinal Anatomy on Magnetic
Resonance Imaging, Magn Reson Imaging Clin N Am 19 (2011) : 475–488
7. Bryan A. Pukenas, MD, Normal Anatomy of the Spine: What You Need to Know,
Neuroimaging: The Essentials,2015,
https://pdfs.semanticscholar.org/8b0f/e154fe05b92c480c9e3a5991e50f58fbae4a.pd
f
8. Gianluigi Guarnieri, corresponding author Roberto Izzo, MD, and Mario Muto, MD,
The Role of Emergency Radiology in Spine Trauma, Be J Radiology, 2016 : 89
(1061)
9. Purohit, N. B., Skiadas, V., & Sampson, M, Imaging features of spinal trauma: what
the radiologist needs to know, Clinical Radiology- Elsevier, 2015;70(5), 544–554
10. Pramit M. Phal, MBBS, FRANZCR, and James C. Anderson, MD, Imaging in Spinal
Trauma, Seminar in Roentgenology, 2006
11. Michael C. Hollingshead, MD, and Mauricio Castillo, MD, FACR, MRI in acute spinal
trauma, RSNA, 2006
12. Bharti Khurana , Scott E. Sheehan , Aaron Sodickson , Christopher M. Bono , Mitchel
B. Harris , Traumatic Thoracolumbar Spine Injuries: What the Spine Surgeon Wants
to Know, RadioGraphicsVol. 33, No. 7
13. Daniela Distefano and Alessandro Cianfoni, Imaging of Spinal Cord Compression,
Review Article - Imaging in Medicine (2014) Volume 6, Issue 1
14. Lennard A Nadalo, MD, FACR; Chief Editor: Felix S Chew, MD, MBA, Med, et all,
Lumbar Spine Trauma Imaging, Emedicine.medscape,2018
15. Mark P. Bernstein1 , Alexander B. Baxter, Cervical Spine Trauma, Pearls and
Pitfalls, ARRS Categorical Course, 2012Sameet K. Rao, Christopher Wasyliw,
Diego B. Nunez, Jr, Spectrum of Imaging Findings in Hyperextension Injuries of the
Neck, 2015, RadioGraphicsVol. 25, No. 5R. Martínez-Pérez, I. Paredes, S. Cepeda,
A. Ramos, A.M. Castaño-León, C. García-Fuentes, R.D. Lobato, P.A. Gómez and
A. Lagares, Spinal Cord Injury after Blunt Cervical Spine Trauma: Correlation of Soft-
Tissue Damage and Extension of Lesion, AJNR, 2014 : 35 (5) 1029-1034
18. Umesh C Parashari, Sachin Khanduri, Samarjit Bhadury ,Neera Kohli, Anit
Parihar, Ragini Singh, RN Srivastava, Deepika Upadhyay, Diagnostic and
prognostic role of MRI in spinal trauma, its comparison and correlation with clinical
profile and
neurological outcome, according to ASIA impairment scale, Journal of
Craniovertberal Junction and Spine, 2011: volume 2 (1) : 17-26
19. D’souza, M. M., Choudhary, A., Poonia, M., Kumar, P., & Khushu, S, Diffusion
tensor MR imaging in medula spinalis injury; 2017, 48(4), 880–884. journal
homepage: www.elsevier.com/locate/injury
20. Orel A. Zaninovich MD , Mauricio J. Avila MD, MHPE , Matthew Kay MBBS ,
Jennifer
L. Becker BMBS, MRCS, FRCR , R. John Hurlbert MD, PhD and Nikolay L.
Martirosyan MD, PhD, The role of diffusion tensor imaging in the diagnosis,
prognosis, and assessment of recovery and treatment of medula spinalis injury: a
systematic review; Journal of Neurosurgery. 2019; Vol 46 (3):E7